Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT G I G O L O

Status
Please reply by conversation.
Part 37



Tidak lama Ima meninggalkan hotelku. Kira - kira sejam kemudian Ima sudah muncul kembali di ruang kerjaku.

“Bagaimana ? Lancar, “ tanyaku sambil berdiri menyambut sahabat karibku itu.

“Lancar Sep, “ sahut Ima sambil merangkul dan mendekapku, “Entah dengan cara apa aku bisa memperlihatkan rasa terima kasihku padamu Sep. “

Aku jadi rikuh juga didekap oleh sahabat karibku itu. Tapi akhirnya kupeluk juga, dengan perasaan seperti berpelukan seorang sahabat yang sudah lama tidak berjumpa. “Yang penting perlihatkan prestasimu dalam mengelola pabrik dan toko rotimu. Supaya aku tidak merasa sia - sia membantumu, “ kataku sambil mengusap - usap punggung Ima. Lalu mengajaknya duduk di ruang tau owner hotel.

Pada saat itulah kulihat mata Ima basah dengan air mata. “Lho kenapa nangis ?” tanyaku.

“Karena kamu benar - benar baik dan murah hati. Dibandingkan dengan famili dekatku aja masih baikan kamu Sep, “ sahutnya dengan suara sendu.

“Kalau dibandingkan dengan pacarmu, pasti baikan pacarmu, “ ucapku setengah memancing.

“Pacar ?! Sampai dari sejak ABG sampai saat ini aku gak pernah punya pacar Sep. “

“Wah, kalau begitu kamu masih perawan dong. “

“Itulah masalahnya. Sekarang aku gak perawan lagi. Tapi bukan manusia yang memecahkan selaput daraku. “

“Bukan manusia ? Lantas apa yang memecahkan keperawananmu ? Hantu ? ”

“Iya ... hantunya bernama dildo. “

“Owh ... kontol - kontolan yang terbuat dari plastik elastis itu ?”

“Iya. Itu kulakukan sejak usia limabelas. Karena aku digoda terus oleh hasrat ingin merasakannya. “

“Tapi sama cowok sama sekali belum pernah merasakannya ?”

“Belum, “ Ima menggeleng.

“Terus kamu gak pernah punya keinginan merasakannya dengan manusia beneran ?”

“Sama siapa ? Sama kamu ? Kalau sama kamu sih mau. Tapi kamu pasti gak mau sama aku yang gak cantik ini. “

Pada saat itulah pendirianku berubah total. Yang awalnya sama sekali tidak naksir Ima, sekarang tiba - tiba timbul rasa penasaran, ingin tahu seperti apa rasa memek Ima ini ? Apakah seenak memek ibunya atau gak ?

Terlebih lagi waktu dia membelakangiku tadi, belahan spanroknya memamerkan betapa putih mulusnya paha Ima itu.

“Kamu beneran mau merasakan ML sama aku ? “

“Mau. Tapi jangan dilecehkan, karena aku memang sudah gak perawan lagi. “

Kutatap wajah Ima dari jarak dekat. Jelek sih tidak. Bahkan kalau sedang tersenyum, manis juga. Maka kataku, “ Kita saling bagi rasa aja ya. Sebagai teman. Sebagai sahabat. “

Ima mendadak kelihatan ceria lagi, “Jadi kita mau jadi TTM gitu ?”

“Iya. Teman tapi ML ... hihihiiii ... “

“Aku sih hitung - hitung mempererat persahabatan kita, sekaligus sebagai tanda terima kasihku padamu, ayo deh. Mau di mana MLnya ?”

“Tuh di belakang kursi kerjaku kan ada pintu menuju kamar pribadiku yang kedap suara. Jadi biar pun kamu jerit - jerit setinggi langit, takkan terdengar ke luar. Begitu juga suara dari luar takkan terdengar ke dalam. Mmmm ... sebagai sahabat, berarti aku boleh mencium bibirmu sekarang ?”

Ima mengangguk sambil tersenyum, sambil mengangsurkan bibirnya ke dekat bibirku.

Aku pun mencium bibirnya yang sedang tersenyum manis itu. Tapi tidak sampai melumatnya, karena aku anggap semua itu sebagai “pembukaan” saja. Tapi Ima tampak senang dan berkata, “Inilah untuk pertama kalinya bibirku dicium cowok. “

Aku tersenyum mendengar pengakuan lugu itu. Lalu bangkit dari sofa, sambil meraih tangan Ima. “Ayo kita lanjutkan di kamar pribadiku, “ ajakku.

Ima menurut saja. Mengikuti langkahku, masuk ke dalam kamarku.

“Boleh aku pipis dulu Sep ?” tanyanya.

“Boleh. Itu pintu kamar mandiku. Tapi setelah pipis jangan dipake lagi celana dalamnya ya. Biar aku mudah menjamahnya. “

Ima menatapku. Tapi lalu mengangguk sambil tersipu malu - malu. Lalu ia melangkah ke kamar mandi.

Jujur ... kontolku sudah ngaceng berat. Karena sudah membayangkan ngewe cewek yang sering menggunakan dildo, tapi belum pernah merasakan kontol yang sebenarnya.

Beberapa saat kemudian Ima muncul lagi. Dengan tubuh hanya dibalut oleh handuk yang selalu tersedia di kamar mandiku. Berarti blouse dan spanroknya ditinggalkan di kamar mandi. Sedangkan celana dalamnya sudah kusuruh dilepaskan di kamar mandi juga. Jadi kalau behanya pun sudah dilepaskan, sekali tarik handuknya, akan telanjang bulatlah sahabat karibku itu.

Tapi aku takkan mau bertindak kasar begitu. Karena pada dasarnya aku sudah terbiasa menghormati orang lain. Apalagi terhadap teman karibku yang dahulu sering berbuat baik padaku itu.

“Aku sudah siap Sep, “ ucap Ima sambil duduk di pinggiran bed.

“Sebentar. Justru aku yang belum siap nih, “ sahutku sambil melepaskan dasiku yang terasa mencekik leher ini. Lalu kulepaskan juga jas dan kemeja tangan panjangku. Semuanya itu kugantungkan di kapstok. Lalu kulepaskan juga sepatu dan kaus kakiku, diikuti dengan pelepasan celana panjangku.

Dalam keadaan hanya bercelana dalam, aku menghampiri Ima yang masih dibelit oleh handuk putih itu.

“Aku harus gimana Sep ? Harus celentang atau gimana ?” tanya Ima tampak bingung.

“Iya ... celentang aja, sambil renggangkan jarak di antara kedua pahamu. Celana dalamnya udah dilepasin ?”

“Udah. Semua pakaianku udah kutinggalin di kamar mandi, “ sahut Ima sambil menelentang di atas bed. Dengan handuk masih membelit tubuhnya.

Aku pun merayap ke dekat Ima, sambil memperhatikan betapa putih mulusnya paha dan betis sahabat karibku itu.

Lalu dengan hati - hati kubuka buntalan ujung handuk putih itu. Dan Ima sendiri yang merentangkan handuk itu, lalu sekujur tubuh Ima terbuka jelas di mataku sekarang. Tubuh yang putih bersih dan mulus sekali dari ujung kaki ke leher dan wajah Ima, putih bersih semua. tiada noda setitik pun. Wajahnya tidak jelek, tapi memang ia kecowok - cowokan, termasuk rambutnya yang dipotong pendek sekali, lebih pendek daripada rambutku yang agak gondrong ini.

Lalu aku fokus memperhatikan sepasang toketnya, memang kecil. Mungkin bisa tergenggam dengan satu tangan juga. Tapi tampak masih mancung meruncing, dengan puting yang sebesar biji kacang tanah.

Dan ketika pandanganku tertuju ke kemaluannya yang tercukur bersih tanpa pubic hair alias jembut sehelai pun, juga cukup perfect menurutku.

“Dildo yang suka kamu pakai sebesar apa ?” tanyaku sambil mengusap - usap memeknya dengan lembut.

“Ah paling juga sebesar telunjukmu itu Sep, “ sahutnya.

“Ada vibratornya ?” tanyaku lagi.

“Nggak. Aku gak berani beli dildo yang gede - gede dan ada vibratornya. Karena kata orang - orang, kalau terlalu sering menggunakan vibrator, bisa mati rasa. Takkan bisa menikmati lagi enaknya itu .... “ sahutnya sambil menunjuk ke arah celana dalamku.

“Takkan bisa lagi menikmati enaknya kontol ?”

“Iya. Hihihi ... gak tega aku menyebut nama yang di balik celana dalammu itu. ”

Lalu kupelorotkan celana dalamku sampai terlepas dari kedua kakiku. Maka kontolku yang sudah ngaceng berat ini kuletakkan di atas toket kiri Ima, sambil bertanya, “Pernahkah menggunakan dildo sebesar kontolku ini ? ”

Ima pun memberanikan diri memegang kontolku dengan tangan gemetaran, “Belum pernah. Dan iiih ... kontolmu ini sih panjang banget. Mana berani aku pakai dildo segede dan sepanjang ini. “ sahutnya, “Lalu ... apakah Asep suka sama memekku ini ?”

“Kalau gak suka, kontolku takkan ngaceng gini, “ sahutku sambil bergerak untuk menelungkupi Ima. Untuk mencium dan melumat bibirnya. Sementara tangan kananku memegang toket kirinya, menjepit pentilnya dengan jempol dan jari tengahku dan mengelus - elus puncaknya dengan telunjukku.

Pancingan awal ini berhasil menaikkan suhu badan Ima jadi menghangat. Terlebih lagi setelah aku mulai menjilati leher jenjangnya yang tercium harum eau de cologne. Disertai dengan gigitan - gigitan kecil.

Lalu terdengar suaranya perlahan, “Sep ... kita tetap harus jadi sahabat ya. “

Aku mengangguk tanpa menghentikan jilatanku di lehernya.

“Tapi bagaimana kalau aku hamil nanti ? ” tanyanya.

Terpaksa kuhentikan dulu jilatanku, untuk menjawab pertanyaan Ima, “Jangan takut. Aku punya stock pil kontrasepsi, nanti kukasih secukupnya. “

“Pil KB ?”

“Iya. “

“Aaaaah ... lega hatiku sekarang, “ ucapnya. Lalu ia tak bicara lagi.

Giliran aku yang berkata, “Aku akan menjilati memekmu ya. Biar kamu gak meraa sakit waktu kontolku dimasukkan ke dalam memekmu. “

“Iya. Lakukanlah apa pun yang terbaik bagi kita berdua. “

Aku pun langsung melorot turun, sampai wajahku berhadapan dengan memek Ima yang tercukur bersih ini. Lalu kedua tanganku mengangakan memek Ima dan mencoba memperhatikan bagian dalamnya. Masih rapat, seperti masih perawan. Mungkin karena dildo yang suka digunakannya berukuran kecil. Sehingga mungkin saja jangat perawannya masih utuh. Entahlah.

Yang jelas aku mulai menjilati memeknya dengan sepenuh gairahku. Karena jilmek adalah kesukaanku. Kecuali kalau menemukan memek berjembut tebal, aku malas menjilatinya. Takut ada jembut yang tertelan. Hahahaaa ... !

Ima pun mulai mendesah - desah disertai rintihan perlahan, “Hhhhahhhhhhhhhhh ... hhhhhahhhhh .... Seeeep .... hhhhhahhhhhhh .... Seeeeep ... aaaaaaaa ... aaaaah ... Seeeep ..... hhhhhahhhhhhhhhhh ... hhhhhohhhhhhhh .... Aseeeeep ...... “

Terlebih lagi setelah jempol kiriku menggesek - gesek kelentitnya yang lumayan gede dan gampang “ngerjainnya”, rintihannya pun semakin dominan. “Owwhhhhh ... awwhhh ... geliiii ... tapi enak Seeep ... aaaaaah .... Seeeep .... aku gak nyangka akan ngerasain semua ini Seeeep ... Seeeeep ... ini enak sekaliiiii .... Seeeeep .... “

Tentu saja semua itu aku lakukan sambil mengalirkan air liurku sebanyak mungkin ke dalam mulut memek Ima. Dan setelah air liurku cukup banyak menggenangi mulut memek Ima, aku pun meletakkan moncong kontolku di mulut memek yang sudah basah itu.

Lalu kudesakkan kontolku sekuat tenaga dan ... mulai membenam sedikit demi sedikit. Pada saat itulah Ima tampak meringis dan memejamkan matanya. Namun aku harus mendorong lagi kontolku, agar sedikit demi sedikit bisa masuk lebih dalam lagi.

Dan setelah kontolku masuk lebih dari separohnya, aku pun mulai menarik kontolku perlahan - lahan, lalu mendorongnya lagi perlahan - lahan pula. Hal itu kulakukan terus, sampai terasa liang memek Ima mulai beradaptasi dengan ukuran kontolku.

Akhirnya aku pun bisa mengayun kontolku, maju mundur di dalam memek Ima, tapi masih pelan - pelan dulu, sambil menunggu mekarnya liang memek Ima yang ternyata super sempit ini.

Ketika entotanku mulai lancar, rintihan histeris Ima pun mulai terdengar. “Seeep ... owhhhh ... Seeep ... ter ... ternyata kon ... kontol asli jauh lebih enak da ... daripada dildo ... Seeep ... owhhhhh .... Seeeeep ... aku sampai merasa seperti melayang - layang gini Seeep ... oooowhhhhh ... kontolmu luar biasa enaknya Seeeeeeeeeeeep ... ooooooooh ... ooooo .... oooooohhhhh .... ooooo ... oooooooh ... Seeeep ... oooooohhh ... Seeeeep ... “

Rintihan itu terputus ketika aku menyumpal mulutnya dengan ciuman hangatku, yang lalu berkembang menjadi lumatan ... yang disambut oleh lumatan Ima, tapi terasa sekali dia baru belajar melumat bibirku. Kemudian mulutku bergerak ke arah leher jenjangnya, untuk menjilatinya disertai gigitan - gigitan kecil yang tidak menyakitkan. Ima hanya menggeliat - geliat dan mendesah - desah. Tapi ia memelukku erat - erat, seperti orang yang takut jatuh dari ketinggian.

Dan aku sadar bahwa Ima sudah berada pada detik - detik terindah dalam persetubuhan. Yang membuatnya seperti sedang melesat tinggi ke atas langit, lalu takut jatuh ke dasar jurang.

Kemudian ia mengejang tegang sambil menahan nafasnya. Dengan perut sedikit terangkat, dengan pelukan semakin erat ... semakin erat ... dan ... kutancapkan kontolku sampai terasa mendorong dasar liang memeknya, disusul dengan kedat - kedut liang memeknya ... rupanya dia sudah orgasme. Padahal baru beberapa menit aku mengentotnya.

Lalu Ima tergolek lemas. Aku merasa kasihan juga padanya. Sambil mengusap - usap rambut pendeknya aku bertanya, “Sudah orgasme ?”

“Iii ... iiiya kali ... baru sekali ini aku mengalaminya. Dan ... indah sekali rasanya Sep. “

Sebenarnya aku belum apa - apa. Masih jauh dari ejakulasi. Tapi kucabut kontolku dari liang memek Ima. Kenapa ? Karena aku ingin melihat memek sahabatku itu.

Ternyata ada dua titik genangan darah sebesar coin yang melebar dan mulai mengering.

“Sebelum memekmu ditembus oleh kontolku, ternyata kamu masih perawan Ima, “ kataku.

“Maksudmu ?” Ima tampak heran.

“Itu darah perawanmu, “ kataku sambil menunjuk ke darah yang hampir mengering itu.

“O my God ... ini darah perawanku ?” tanyanya heran.

“Iya. Memangnya seberapa dalam kalau kamu masukin dildo itu ?”

“Kira - kira seruas jari lebih sedikit. “

“Kalau letak jangan perawanmu dalam, mungkin tak tersentuh oleh dildo itu dan kamu masih perawan. “

“Tapi sekarang gak perawan lagi kan ?”

“Iya. Apakah kamu menyesal ?”

“Nggak, “ Ima menggelengkan kepalanya, “Karena aku menyerahkannya pada sahabat yang baik hati dan aku kagumi prestasinya. “

Kasihan juga Ima. Kalau aku tahu dia masih perawan tadi, aku takkan mau menyetubuhinya. Bukannya aku tak suka belah duren, tapi kalau dengan sahabat karibku sendiri, rasanya gak tega aku melakukannya. Kecuali kalau aku punya niat untuk menikahinya.

“Sekarang ajarin aku semua posisi seks, please, “ ucap Ima sambil tersenyum manis. Ya ... betapa manisnya senyum Ima di mataku. Padahal kalau aku perempuan, pasti aku sedang menangis, karena merasa telah salah langkah. Tapi Ima malah tersenyum manis, dengan sorot wajah lugunya.

Untuk itulah aku membelai rambut Ima sambil menyahut, “Ya ... akan kuajarkan semua yang aku tau. Sekarang kita lakukan posisi doggy ya. Kamu harus begini nih ... “ Aku menungging untuk memperagakan adegan wanita yang akan dientot dalam posisi doggy.

“Hihihiiii ... jadi kita mau gugug - gugugan ? “ tanyanya sambil meniru apa yang kuperagakan. Merangkak dan menunggingkan pantatnya yang menyadarkanku betapa semoknya bokong sahabatku ini. Mungkin selain kulitnya yang putih bersih, bokong Ima pun menuruni ibunya yang semok juga pantatnya.

Lalu aku berlutut di depan bokong semok yang sedang menungging itu, sambil mengangakan mulut memek yang bersih dari jembut itu. Tampak masih basah bagian dalam memeknya yang berwarna pink itu. Lalu kuletakkan moncong kontolku pada arah yang ngepas. Dan kudorong kontolku sekuatnya. Hmmm ... terasa sekali bahwa liang memek Ima masih sangat sempit. Sehingga meski dia baru mengalami orgasme, aku harus mendorong kontolku sekuat tenaga berkali - kali.

Sampai akhirnya aku bisa mengentotnya sambil memegang kedua sisi bokong semoknya.

Lalu terdengar suara Ima, “Owhhhhh ... Seeeep ... ternyata begini juga enak ... Seeep ... enak Sep ... enaaaaaak .... ooooooohhhhh ... oooooo .... oooooohhhhhh ... “

“Semua posisi seks itu memang enak dan punya kelebihannya masing - masing, “ sahutku sambil menepuk - nepuk pantat Ima yang masih sangat padat ini. Tapi aku hanya menepuknya pelan - pelan, tidak berani mengemplangi kuat - kuat seperti yang sering kulakukan pada wanita - wanita setengah baya.

Bukan hanya posisi doggy yang kuajarkan pada sahabatku yang tomboy itu. Berikutnya aku pun mengajarinya posisi duduk, seperti yang pernah kulakukan pada ibunya waktu di dalam mobilku yang sedang kuparkir di daerah hutan bambu milikku.

Lalu kuajarkan juga posisi WOT, yang membuat Ima orgasme untuk kesekian kalinya. Namun pada posisi WOT ini pula aku pun tak kuat lagi menahan letusan air maniku.

Kemudian kami mandi bersama, karena keringat kami sudah bercucuran. Namun pada saat mandi bersama inilah nafsuku bangkit lagi. Maka sekalian saja kuajarkan bersetubuh dalam posisi berdiri. Ima menurut saja ketika aku melakukan posisi ini.

Banyak lagi yang kami lakukan di dalam kamar pribadiku yang tidak bernomor dan tidak disewakan ini. Aku pun tak lupa untuk memberi 1 strip pil kontrasepsi, agar Ima jangan sampai hamil di luar nikah.

Ima tampak puas setelah mengetahui dan menikmati posisi - posisi seks itu. Puas juga dengan pil kontrasepsi yang sudah ditelannya sebutir dan menyimpan sisanya di dalam tas kecilnya.

Lalu kami berpakaian lengkap kembali dan keluar dari kamar pribadiku, melanjutkan bincang - bincang kami di ruang tamu owner hotel.

Aku pun mulai mengajarkan beberapa point penting dalam marketing dan leadership. Dan Ima tampak menyimak kata - kataku. Antara lain ketika aku berkata, “Seorang pemimpin perusahaan yang baik, bukan harus menulis surat bisnis sendiri, mengantarkannya sendiri ke alamat yang dituju dan menunggu jawabannya sendiri di kantor rekan bisnisnya. Seorang pemimpin yang sempurna leadershipnya, bisa main golf dengan tenang, jalan - jalan keluar negeri dan sebagainya, sementara perusahaannya tetap berjalan sebagaimana mestinya. “

Di saat lain aku berkata, “Dahulu, ketika peradaban manusia belum maju seperti sekarang, ilmu pengetahuan itu mahal sekali harganya. Mendengarkan musik pun mahal sekali, karena harus mengundang para pemain musik untuk memainkan musik mereka dari rumah ke rumah. Tapi sekarang kita bisa memiliki koleksi musik sebanyak mungkin, secara gratis. Lewat youtube misalnya. Ilmu pengetahuan pun bisa kita miliki dengan mempelajari buku - buku pengetahuan populer yang bisa kita beli secara bebas di toko - toko buku. “

“Karena itu, “ lanjutku, “Milikilah buku - buku yang ada sangkut pautnya dengan usahamu. Jangan pelit membelanjakan duitmu untuk membeli buku -buku yang berguna bagi masa depanmu. Semoga kamu sukses dengan pabrik dan toko rotimu ya. “

“Amiin, “ sahut Ima serius.

Kemudian ia mengucapkan terima kasih berulang - ulang dan berpamitan untuk pulang ke rumahnya.



Setelah Ima pulang, aku menghela napas panjang. Suatu perkembangan baru telah terjadi lagi. Bahwa aku seolah diciptakan untuk berkali - kali mendapatkan “paket lengkap”, paket ibu dan anak menjadi pasangan seksualku. Tapi semuanya sudah terjadi. Seorang lelaki sejati tak perlu menyesali segala perbuatannya, meski mengandung resiko seberat apa pun.

Ketika aku sedang merenung, tiba - tiba handphoneku berdenting ... tiiiing ... !

Kulihat siapa yang menelepon. Ternyata dari Mamih.

Sebenarnya aku bisa menghentikan hubungan dengan Mamih. Karena aku sudah mampu hidup mandiri, tanpa harus menjadi gigolo lagi. Tapi entah bagaimana, aku selalu bersemangat menerima panggilan dari Mamih, karena biasanya aku akan “ditugaskan” untuk ngentot wanita baru. Wanita yang pada umumnya setengah baya. Sedangkan aku memang penggemar wanita setengah baya. Dan setelah menjadi gigolo, aku bisa merasakan bermacam - macam memek wanita setengah baya dengan mudahnya. Bukankah hal ini sangat menyenangkan ? Jadi, meski pun kehidupanku tak kekurangan lagi, apa salahnya aku tetap menjalani profesiku sebagai gigolo ? Bukankah profesiku sangat menyenangkan ?

Maka dengan penuh semangat kubuka saluran seluler dengan Mamih :

“Hallo Mamihku yang cantik dan selalu kukangeni ... “

“Hihihiii ... kamu udah semakin pandai ngegombal ya. “

“Kan berkat Mamih aku jadi tau segala yang enak - enak di dunia ini. “

“Yosef ... bahasa apa saja yang kamu bisa ?”

“Hanya bahasa Indonesia dan bahasa Inggris Mam. “

“Bahasa Spanyol belum bisa ?”

“Belum. Kalau bahasa Jerman sedang belajar sedikit - sedikit. “

“Sekarang kamu sudah selesai dengan Bu Dhea ?”

“Untuk sementara selesai Mam. Tapi bisa aja nanti aku harus kencan lagi dengannya selama berhari - hari. “

“Tapi yang penting, sekarang kamu sedang santai ya. “

“Iya Mamih. “

“Klien kita berikutnya harus diprioritaskan, karena dia seorang wanita bule Sef. “

“Wow boleh juga tuh Mam. Aku belum pernah ngerasain wanita bule. “

“Dia ingin menikmati weekend bersamamu. Jadi mulai Jumat sore kamu sudah harus menemui dia. Nanti nama dan alamatnya kukirimkan lewat WA ya. “

“Siap Mamih. Sekarang kan baru hari Selasa. Maksud Mamih hari Jumat tiga hari lagi ?“

“Iya. “

“Oke Mamih. Aku siap menemuinya pada hari dan jam yang sudah ditetapkan. “

Setelah hubungan seluler dengan Mamih ditutup, aku menerima WA dari Mamih.

Nama wanita itu Gabriela. Alamatnya seperti alamat rumah, karena letaknya di daerah pusat kota. Hari Jumat jam 17.00 aku harus sudah merapat ke alamat itu.

Siap deh. Siap untuk menikmati memek bule ... !

Aku cuma berharap, mudah - mudahan wanita bule itu belum terlalu tua. Supaya gairahku bisa bangkit nanti.

Kemudian aku melangkah ke depan hotelku. Ke rumah makan yang baru dibuka 2 hari yang lalu. Rumah makan yang sudah kupercayakan kepada Tante Marsha untuk memimpinnya. Tapi rumah makan kelihatan sedang sibuk melayani konsumen yang cukup banyak. Sehingga aku pun tak mau mengganggu Tante Marsha yang tampak sedang sibuk sekali. Lalu aku kembali lagi ke ruang kerjaku.

Sekarang aku tak bisa pulang ke rumah yang sudah kubeli dari Bu Lia itu, karena rumah itu sudah diratakan, untuk dibangun sebuah rumah baru. Karena itu aku memutuskan untuk tinggal di hotelku saja, sampai “kontrak kerja” dengan Mamih selesai.

Tinggal di hotelku malah lebih menyenangkan. Karena aku punya kamar pribadi. Karena aku takkan sulit mencari makanan. Kalau mau makan tinggal minta pada Tante Marsha.

Kenapa aku harus mengontrak rumah segala ? Bukankah aku sudah punya hotel dan kamar pribadi yang serba dilayani oleh karyawan hotel ?

Yah, mungkin memang harus begitu jalannya. Bahwa gara - gara mengontrak rumah Bu Lia, akhirnya rumah itu menjadi milikku, dengan harga yang sangat murah. Bahkan rumah itu sudah diratakan. Hitung - hitung beli tanahnya saja, yang tetap masih terasa murah sekali menurutku.



6. Gabriela



P
ada hari Jumat dan jam yang dijanjikan, aku sudah tiba di alamat yang sudah dijanjikan. Ternyata alamat yang diberikan itu sebuah supermarket. Aku celingukan jadinya. Apakah dia tidak salah menulis alamat ?

Akhirnya aku bertanya kepada salah seorang kasir supermarket itu. “Apakah di sini ada yang bernama Gabriela ?”

Kasir itu menunjuk ke seorang wanita bergaun putih dan sedang memperhatikan kemasan makanan ringan yang sedang dipegangnya. Oh, iya ... dia wanita bule. Berarti dia yang bernama Gabriela itu.

Aku pun menghampiri wanita bergaun putih itu, “Are you Miss Gabriela ?”

Wanita itu menoleh padaku. Memperhatikanku sejenak, “Yosef ?” ia balik bertanya. Wow, ternyata dia seorang wanita yang cantik dan masih muda sekali kelihatannya.

“Yes, I’m Yosef. “

“Namaku memang Gabriela, tapi kamu boleh memanggilku Gabby saja. Tak usah pakai embel - embel Miss, Madame dan sebagainya. “ ucapnya.

“Owh ... Gabby bisa berbahasa Indonesia. ”

“Tentu saja. Aku sudah dua tahun tinggal di Indonesia. Kamu pakai apa ke sini tadi ?”

“Aku bawa mobil sendiri. “

“Mobil apa ?” tanyanya.

Kusebutkan merk mobilku sekaligus tahun produksinya.

“Kalau begitu, aku ikut mobilmu aja ya. Aku sedang males nyetir, “ kata Gabby.

“Oke, “ sahutku.

Beberapa saat kemudian Gabby sudah duduk di dalam mobilku, setelah meletakkan kopernya di bagasi mobilku.

“Aku belum hafal jalan di kota ini, karena rumahku sebenarnya di Jakarta, “ Gabby membuka pembicaraan setelah mobilku digerakkan di atas jalan aspal, “Kamu tahu villa yang bagus dan bisa disewa ?”

“Pakai villaku saja. “

“Wow. Kamu punya villa segala ?”

“Punya. Tapi letaknya agak jauh, mungkin sembilanpuluh menit baru tiba di villaku. “

“Gak apa. Kalau villa sendiri kan nyaman menghuninya. Kamu sudah sukses ya, dalam usia sangat muda sudah punya mobil yang tergolong mahal, punya villa pula. “

“Sebulan lagi usiaku sembilanbelas Gabby. “

“Wow ... coba tebak usiaku berapa ?”

Aku mau menebak duapuluhdua tahun. Tapi takut salah. Mendingan kusebut yang lebih muda daripada taksiranku, “Limabelas atau enambelas tahun ?”

“Memangnya aku kelihatan semuda itu ?!” ucapnya sambil tersenyum manis, “Aku sebaya denganmu. Tiga bulan lagi aku juga sembilanbelas tahun. “

“Wow, berarti kita bisa disebut seusia ya Gab ?”

“Betul. Tapi di usia hampir sembilanbelas tahun ini aku sudah tak punya ayah mau pun ibu. Ketika umurku baru enambelastahun, mereka tewas dalam kecelakaan pesawat terbang. “

“Wah, aku ikut berdukacita atas tragedi itu Gab. “

“Setelah orang tuaku tiada, aku ingin menghibur diriku sendiri dengan mengunjungi Indonesia, karena waktu aku masih kecil, sudah sering orang tuaku mengajak ke negara yang cantik ini. Saking cintanya kepada Indonesia, kujual semua harta peninggalan orang tuaku. Lalu terbang ke Jakarta setelah mendapatkan visa dari Indonesia. Setiap tahun visaku harus diperpanjang. Mudah - mudahan saja kelak ada orang Indonesia yang mau menjadi suamiku, agar aku bisa jadi WNI. Jadi gak capek ngurus visa tiap tahun lagi. “

Meski sedang mendengar curhatan Gabby Gabriela, aku tetap konsen ke setirku. Karena jalanan sedang agak padat.

“Kamu pernah menyetubuhi perawan Yos ?” tanyanya tiba - tiba.

“Pernah, “ sahutku.

“Aku masih perawan lho, “ ucapnya mengejutkanku.

Orang bule yang usianya 2 bulan lebih muda dariku masih perawan ?

“ Are you serious ?” tanyaku.

Gabby menyahut, “Of course seriously. Later you can prove it yourself. “ (Tentu saja serius. Nanti kamu bisa membuktikannya sendiri)

“Biasanya cewek Eropa sudah merasakan hubungan seks ketika usianya baru limabelas, bahkan yang baru tigabelas tahun juga sudah mengalaminya, “ kataku.

“Itu tidak berlaku bagiku. Pada waktu orang tuaku masih ada, ke mana pun aku pergi selalu dikawal oleh beberapa orang bodyguard. Cowok - cowok pun pada takut mendekatiku. Saat itu aku sendiri tak pernah terlalu memikirkan soal seks. Tapi sekarang, setelah dua tahun aku tinggal di Indonesia, aku jadi seing memikirkannya. Makanya kuputuskan untuk merasakannya. “

Aku cuma mengangguk angguk sambil tetap konsen ke jalan yang akan dilalui oleh sedan hitamku.

“Aku ingin melakukannya dengan orang Indonesia, tapi jangan di lingkungan pergaulanku, baik di Jakarta mau pun di kota ini. “

“Dari mana Gabby tau Mamih ?”

“Aku sedang dirawat di salon Mamih. Lalu Mamih menawarkan kamu. Bahkan foto - fotomu juga diperlihatkan. Dan aku setuju untuk membookingmu selama weekend ini. Karena kamu cute dan handsome. “

“Gabby juga cantik sekali. Makanya aku kaget waktu melihat Gabby di supermarket tadi. Kusangka ada bidadari turun dari langit, dengan gaun putih yang sangat menawan. “

“Terima kasih Yosef. Pujianmu terasa berlebihan. “

“Tidak berlebihan. Aku selalu bicara apa adanya. Kalau merah ya merah, kalau biru ya biru. “

“Ohya ... dari mana Gabby belajar bahasa Indonesia ? Kok bisa selancar itu bicaranya ?”

“Sejak baru usia duabelas tahun, aku ikut kursus bahasa Indonesia di Madrid. Karena aku yakin pada suatu sat aku ingin tinggal lama di Indonesia. Bukan sekadar jadi turis di Bali, Bandung, Jogja dan sebagainya. “

“Owh ... Gabby dari Spanyol ?”

“Iya. “

“ Eres muy hermosa. “ (kamu sangat cantik)

“Hai ... kamu bisa bahasa Spanyol ?”

“Belum. Baru sedikit sekali. “

“Kalau sering berjumpa denganku, kamu akan poandai berbahasa Spanyol nanti. “

“Siap Non ... !”

“Siap apa ?”

“Siap sering - sering ketemuan dengan Gabriela yang cantik jelita ... like the angel descend from the sky .... “

Tiba - tiba saja Gabby mencium pipi kiriku, “Emwuaaaaaah ... !”
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd