Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Four out of Five [Update Act 15]

Status
Please reply by conversation.
hehehe siap-siap para suhu sekalian

sekarang pertanyaannya yang modus siapa? cowoknya ato kalala :malu:

Sedikit pemanasan buat next Act. Ditunggu ya...

“Bentar ya kak, aku mau bawa masuk bakmie aku dulu. Kakak masuk dulu aja. Pak ini yah, kembaliannya ambil aja”

“Makasih Mba, semoga dilancarkan rejekinya”

“Amin, bapak juga ya”

“Aku nunggu sini aja La”

“Oke, sebentar ya Kak” ia pun berjalan masuk kembali ke dalam kost-nya.

Beruntung aku, batinku dalam hati. Tidak perlu pusing-pusing memanggilnya, ia keluar sendiri tanpa sedikitpun tindakan dariku.

“Saya pamit Mas. Ati-ati kalo ngapel ke rumah pacar malem-malem. Banyak setannya.”

Lagi-lagi aku hanya tersenyum. Memang bisa saja aku membalas kalau aku bukan pacarnya, tapi kurasa itu akan memperburuk citra Lala di depan bapak ini.

Tidak sampai 5 menit berdiri menunggu, Lala keluar lagi. Kali ini ia telah melepaskan cardigannya. Ternyata ia hanya mengenakan kaus hitam tanpa lengan di balik itu.

“Kak, kan tadi aku colok charger-nya buat nge-charge hape punyaku. Tapi sekarang jadi ga bisa aku cabut, tanganku masih licin soalnya abis mandi. Kakak masuk aja ya tolong cabutin, aku takut kesetrum”

Kali ini keringat dingin terasa mulai turun dari ubun-ubun kepalaku. Aku sudah tidak punya alasan lagi untuk menolak masuk ke kamar kost-nya karena memang aku yang butuh untuk masuk.

“Yaudah, La. Tapi ga ada yang bakal marah kan?”

“Ga ada Kak, disini bebas kok”

Aku pun mengikutinya dari belakang. Memang ia terlihat baru selesai mandi karena rambutnya masih basah dan terlihat sedikit keringat di jidat dan bawah lehernya. Sepertinya, ia sehabis mandi air panas.

284834602624f687c69309a71c47a1bbdf4bd635.jpg
 
hehehe siap-siap para suhu sekalian

sekarang pertanyaannya yang modus siapa? cowoknya ato kalala :malu:

Sedikit pemanasan buat next Act. Ditunggu ya...

“Bentar ya kak, aku mau bawa masuk bakmie aku dulu. Kakak masuk dulu aja. Pak ini yah, kembaliannya ambil aja”

“Makasih Mba, semoga dilancarkan rejekinya”

“Amin, bapak juga ya”

“Aku nunggu sini aja La”

“Oke, sebentar ya Kak” ia pun berjalan masuk kembali ke dalam kost-nya.

Beruntung aku, batinku dalam hati. Tidak perlu pusing-pusing memanggilnya, ia keluar sendiri tanpa sedikitpun tindakan dariku.

“Saya pamit Mas. Ati-ati kalo ngapel ke rumah pacar malem-malem. Banyak setannya.”

Lagi-lagi aku hanya tersenyum. Memang bisa saja aku membalas kalau aku bukan pacarnya, tapi kurasa itu akan memperburuk citra Lala di depan bapak ini.

Tidak sampai 5 menit berdiri menunggu, Lala keluar lagi. Kali ini ia telah melepaskan cardigannya. Ternyata ia hanya mengenakan kaus hitam tanpa lengan di balik itu.

“Kak, kan tadi aku colok charger-nya buat nge-charge hape punyaku. Tapi sekarang jadi ga bisa aku cabut, tanganku masih licin soalnya abis mandi. Kakak masuk aja ya tolong cabutin, aku takut kesetrum”

Kali ini keringat dingin terasa mulai turun dari ubun-ubun kepalaku. Aku sudah tidak punya alasan lagi untuk menolak masuk ke kamar kost-nya karena memang aku yang butuh untuk masuk.

“Yaudah, La. Tapi ga ada yang bakal marah kan?”

“Ga ada Kak, disini bebas kok”

Aku pun mengikutinya dari belakang. Memang ia terlihat baru selesai mandi karena rambutnya masih basah dan terlihat sedikit keringat di jidat dan bawah lehernya. Sepertinya, ia sehabis mandi air panas.

284834602624f687c69309a71c47a1bbdf4bd635.jpg

abis nyolok charger, nyolok lala hehe

 
Act 4: (O) (O) | - -


“Now it’s three in the morning”

“And I’m tryna change your mind”

“Left you multiple missed calls”

“And to my message you reply”


Kukecilkan volume musik mobilku ketika aku sudah kembali berada di depan kost Lala. 30 menit kubutuhkan untuk kembali kesini dari lampu merah tempat pertama kali aku menyadari kalau charger-ku mungkin terbawa olehnya. Dengan 10 menit waktu yang kuhabiskan untuk mencari charger tersebut di dalam mobilku, hingga jauhnya putaran balik yang harus kutemukan untuk bisa kembali kesini. Seandainya salah satu saja anggota keluargaku memiliki merk handphone yang sama denganku, pasti aku tidak akan sepusing sekarang. Aku pasti tidak akan bisa tidur bila handphone berada dalam keadaan mati. Bagaimana bisa tidur kalau tidak tenang karena takut dikejar pekerjaan.

Hingga detik ini pun, masih ada keraguan di kepalaku apakah benar charger-ku terbawa olehnya. Bagaimana pikiran Lala terhadapku yang kembali lagi ke kost-nya padahal sebelumnya aku sudah jelas menolak ajakannya untuk mampir. Apakah aku akan dikira sebagai pria hidung belang yang berubah pikiran dalam perjalanan dan berusaha mencari kesempatan?

Aku tidak punya kontak Lala, dengan cara apa aku menghubunginya? Apa aku perlu menghubungi Frieska untuk menanyakan kontak Lala? Rasa bimbang karena malas mendapatkan komentar miring darinya dengan tindakanku ini menahanku untuk mengontaknya. Setelah pusing selama hampir 10 menit, aku pun memutuskan turun dari mobil untuk mencoba mencari bel atau membunyikan gerbang kost-nya. Baru sesaat aku menutup pintu, pandanganku dibuat silau oleh cahaya dari arah belakang. Kulihat sebuah motor dengan helm *ojek berjalan dengan lambat ke arahku. Ia terlihat seperti sedang mencari alamat. Ia pun berhenti di samping mobilku dan memainkan handphone-nya.

“Malem Mas, tau alamat…”

Perkataannya terhenti mendengan suara pintu terbuka dari dalam kost.

“Pak Arief? Atas nama Nabila?”

“Iya Mba. Ooo gajadi nanya Mas, yang dicariin udah dateng”

Aku hanya tersenyum ke arahnya. Aku pun memindahkan pandangan ke arah perempuan yang mengenakan cardigan dan celana pendek yang keluar dari dalam kost. Kali ini ia lebih terlihat setelah terpapar oleh cahaya lampu…

“Loh, kakak kok balik lagi? Nyari charger ya?”

“Iya La. Aku udah was-was kalo ga ada di kamu ehe”

“Bentar ya kak, aku mau bawa masuk bakmie aku dulu. Kakak masuk dulu aja. Pak ini yah, kembaliannya ambil aja”

“Makasih Mba, semoga dilancarkan rejekinya”

“Amin, bapak juga ya”

“Aku nunggu sini aja La”

“Oke, sebentar ya Kak” ia pun berjalan masuk kembali ke dalam kost-nya.

Beruntung aku, batinku dalam hati. Tidak perlu pusing-pusing memanggilnya, ia keluar sendiri tanpa sedikitpun tindakan dariku.

“Saya pamit Mas. Ati-ati kalo ngapel ke rumah pacar malem-malem. Banyak setannya.”

Lagi-lagi aku hanya tersenyum. Memang bisa saja aku membalas kalau aku bukan pacarnya, tapi kurasa itu akan memperburuk citra Lala di depan bapak ini.

Tidak sampai 5 menit berdiri menunggu, Lala keluar lagi. Kali ini ia telah melepaskan cardigannya. Ternyata ia hanya mengenakan kaos tanpa lengan di balik itu.

“Kak, kan tadi aku colok charger-nya buat nge-charge hape punyaku. Tapi sekarang jadi ga bisa aku cabut, tanganku masih licin soalnya abis mandi. Kakak masuk aja ya tolong cabutin, aku takut kesetrum”

Kali ini keringat dingin terasa mulai turun dari ubun-ubun kepalaku. Aku sudah tidak punya alasan lagi untuk menolak masuk ke kamar kost-nya karena memang aku yang butuh untuk masuk.

“Yaudah, La. Tapi ga ada yang bakal marah kan?”

“Ga ada Kak, disini bebas kok”

Aku pun mengikutinya dari belakang. Memang ia terlihat baru selesai mandi karena rambutnya masih basah dan terlihat sedikit keringat di jidat dan bawah lehernya. Sepertinya, ia sehabis mandi air panas.


28487845de1b39957971e03975ebe70a93963673.jpg


“Silakan, Kak. Jangan malu-malu. Maaf berantakan” setelah kami sampai di lantai 3 kost-nya. Sepertinya hanya ada kamarnya di lantai ini.

Perkataannya tidak seperti kenyataannya. Kamarnya terhitung lumayan luas untuk ditempati satu orang, selain itu juga terlihat sangat rapi untuk ukuran anak perempuan yang hanya tinggal sendiri. Di sebelah tempat tidurnya tertempel sebuah wallpaper bergambar sebatang pohon dengan sebuah sangkar burung tergantung di salah satu rantingnya. Ada juga satu bait kalimat di bawah pohon tersebut “Man is a bird without wings, and a bird is a man without sorrows”

“Kamar kamu estetik juga La”

“Bukan karena aku Kak, itu emang udah dari sebelum aku disini. Itu charger-nya Kak, di sisi kiri Kasur ada colokan”

“Oke, aku ambil ya” kataku sambil berlari kecil ke arah charger-ku supaya bisa segera menuntaskan urusanku.

“Jangan langsung pulang ya Kak, ini aku tadi ngidam bakmie tapi kalo dimakan sendiri sayang ga bakal abis” kata Lala sambil memindahkan sekotak mie dari sterofoam ke sebuah piring.

“Waduh, aku masih kenyang, La. Besok pagi juga aku ngantor nih”

“Kita main cepet aja Kak. Nih udah aku pindahin ke piring, kita sepiring berdua aja ya biar cepet abisnya jadi ga kerasa banyak. Nih, sendoknya udah kusiapin, Kak.”

Kenapa sepertinya Lala selalu punya alasan untuk menahanku pulang. Dan semakin lama, permintaannya semakin membuatku canggung berada disini. Aku pun enggan melanjutkan argumen supaya urusanku bisa cepet selesai.

“Yaudah, tapi aku kalo makan cepet muncrat-muncrat. Jangan jijikan ya”

“Iyah aku mah cincai orangnya. Duduk sini kak”

Aku pun duduk di sebelahnya. Tercium aroma lemon dari dirinya, mungkin itu sabun yang ia gunakan. Ia kemudian menyerahkan sebuah garpu untukku. Ia sendiri menggunakan sebuah sumpit. Setelah aku menerima garpu itu, ia langsung mulai memakan bakmienya. Akupun mulai menggulung bakmieku. Meski sebenarnya aku tidak bernafsu makan. Pikiranku teralihkan oleh keberadaan seorang gadis yang sedang makan sepiring denganku dan duduk di sampingku. Tiada suara melainkan suara sruputan kami memakan bakmie.

“Kakak ga ada yang nyariin malem-malem belum pulang?” tanyanya memecah keheningan.

“Ga ada. Orang rumah paling udah tidur semua”

“Maksud aku bukan orang rumah rumah, Ka”

“Ooh, ga ada juga”

“Kak Frieska ga nyariin”

“Enggalah, mana peduli dia”

“Hihihi, tapi aku lucu tau liat kalian berdua”

“Lucu kenapa?

“Kayak orang pacaran iya, kayak kakak adek iya, kayak suami istri bahkan iya hahahaha” celetuknya sambil tersenyum lebar. Senyumnya kembali membuat matanya menjadi berbentuk dua buah garis. Memang aku sudah berkali-kali melihat pemandangan ini hari ini. Namun, kuakui saat ini ia terlihat begitu cantik dan lucu di saat bersamaan.

28487847ad8a3d5b06685a37208a0259e747958c.jpg


“Heeeh, mana ada. Kalo kamu gimana? Ga ada pacar yang nanyain udah tidur ato belom?”

Pertanyaanku sepertinya mengagetkannya. Ia yang sedang menyeruput bakmie seperti tersedak dan langsung sedikit menundukkan badannya. Dari rongga yang terbentuk di bagian atas kaus hitamnya, aku melihat dua gundukan berwarna putih langsat dan sedikit coklat di ujungnya salah satunya.

INI ANAK KAGA PAKE BEHA APA?

Detak jantungku mendadak dipercepat karena pandanganku yang sebenarnya tidak kusengaja. Kurasa Lala tidak melihatku karena ia masih melihat ke bawah. Setelah ia selesai menelan, ia pun kembali menatapku disaat aku sudah berhasil mengendalian raut wajahku kembali.

“Mana ada, Kak. Kita kan ga boleh pacaran”

“Ya, siapa tau. Kata Frieska beberapa dari kalian ada yang pacaran kan”

“Iya sih, tapi aku mah ga ada. Paling beberapa temen cowok aja yang suka main ke kosan”

Teman cowok yang sering main ke kosan? Jadi memang anak ini suka mengundang laki-laki ke kost-nya. Kuakui aku agak kecewa dengan pengakuannya, karena aku pikir aku tergolong laki-laki yang spesial sehingga ia mengajakku ke kost-nya di pertemuan pertama kami. Aku pun kembali menyeruput bakmie ku setelah selesai menggulungnya. Tiba-tiba tarikanku terasa tersendat dan aku pun mengangakat kepalaku ke atas.

Lala juga sedang menyeruput gulungan mie yang sama denganku.

Kulihat kali ini matanya menatapku dengan tatapan berbeda. Dalam tiga detik selanjutnya ia kembali menyeruput mienya sekaligus mendekat ke arahku. Sementara aku hanya terdiam kaku di kursinya menatap matanya. Kali ini bukan dua garis lucu lagi yang menatapku, melainkan dua bola besar yang tajam seperti menelanjangiku tanpa melakukan apapun. Tanpa sepatah katapun bibir kami berdua bersentuhan. Aroma lemon yang yang begitu manis dapat kurasakan saat jarak kami berdua begitu dekat. Kali ini matanya tertutup kembali dan menjadi dua garis saat jarak mata kami berdua hanya setebal kuku, sementara aku tidak dapat menutup mataku sedetikpun. Dari kecupan tipis yang mengawali bersatunya bibir kami, ia melanjutkannnya dengan membuka mulutnya untuk memasukkan lidahnya. Baru sesaat aku menikmati sensasi lidahnya dalam mulutku, kurasakan mie dalam mulutku terputus dengan tarikan dari lidahnya. Ia pun menarik kepalanya kebelakang sembari tersenyum. Masih membekas rasa coklat stroberi dari lip tint-nya, bercampur dengan rasa bakmie sapi lada hitam tentunya.

“Kakak malam ini jadi milik aku aja ya”

Sebelum aku mengeluarkan kata dari mulutku, ia meletakkan jari telunjuknya di depan mulutku seakan memintaku untuk diam.

“Kakak udah pernah ML sebelumnya?

“Uu..udah La”

“Oke bagus, aku juga udah pernah Kak. Jadi Kakak ga usah ngerasa ga enak karena takut merawanin aku ya. Enjoy aja”

Lala pun menarik tanganku perlahan. Aku seakan-akan masih terbius dengan pandangannya sebelumnya mengikutinya ke tempat tidur. Di samping tempat tidur, ia memposisikanku membelakangi tempat tidur dan kakiku menempel pada ujung tempat tidur. Ia kemudian mendorongku perlahan hingga aku terduduk lalu kemudian telentang di kasur. Kali ini ia naik ke atas badanku sembari meletakkan kedua lututnya di atas Kasur dan kembali menatapku dengan kedua bola mata besarnya, sebelum kembali mengecup bibirku pelan. Dapat kurasakan payudaranya beradu dengan dadaku dan hanya dihalangi oleh dua lembar kain. Kali ini ia langsung melanjutkan kecupannya dengan ciuman yang lebih menggairahkan dari sebelumnya. Ia kembali membuka mulutnya di dalam mulutku seperti memaksa mulutku terbuka dari dalam dan memasukkan lidahnya. Kedua tangannya yang tadinya ia gunakan sebagai penopang tubuhnya di atas kasur kali ini ia letakkan di dadaku. Sentuhannya yang lembut membuatku lebih rileks dari sebelumnya. Perbuatannya membawaku sadar bahwa aku sedang menjalani kenikmatan yang tiada dua. Aku pun mulai mengikuti permainannya mulutnya dengan ikut memainkan mulut dan lidahku. Ciuman kami pun menjadi lebih hidup dengan berulang kali kami mengemut rongga mulut dan pipi luar masing-masing. Deru nafas Lala pun aku rasakan semakin berat ia hembuskan ke dalam hidung dan mulutku. Lidah kami yang terus bergumul di dalam mulut dengan rasa bakmie yang masih terasa bercampur dengan liur kami hanya semakin meningkatkan gairahku. Percampuran rasa yang tersimpan dalam memoriku dari perpaduan liur kami hanya rasa manis.

Tangan Lala yang semula menyentuh dadaku tiba-tiba bergerak lembut menahanku dengan satu jari telunjuknya seakan memberiku kode untuk berhenti. Ia pun melepaskan ciumannya dari dari bibirku. Aku yang candu dengan sensasi bibirnya menunjukkan wajah kecewa saat ia menegakkan badannya sembari duduk di atas penisku yang tentunya sudah menegang semenjak pertama kali bibir kami bersentuhan. Ia hanya tersenyum menghilangkan kedua matanya seakan memintaku sabar. Ia kemudian mengangkat kausnya dari bawah dengan kedua tangannya untuk menunjukkan tubuh atasnya yang begitu indah. Sesuai dengan penilaianku pertama kali dengannya kalau sebenarnya ia memiliki tubuh yang langsing dibalik perawakannya yang seperti berisi. Hal ini didukung dengan dua payudaranya yang berukuran sedang namun terlihat masih bulat dan kencang. Tanpa sadar kedua tanganku berusaha untuk meraih kedua buah dadanya. Namun, ia menangkap tanganku dengan tangannya.

“Sabar”

Lala pun mundur dan kembali berdiri di atas kasur lalu membuka celananya. Ternyata ia juga tidak memakai celana dalam. Kali ini pandanganku terbuat dengan tampilan vaginanya yang bersih tanpa bulu. Sepertinya ia memang rajin melakukan perawatan terhadap alat kelaminnya. Ia pun kembali mendekatiku dan kali ini tangannya menuju ke celana jeansku lalu dengan perlahan membuka daun telinga jeansku dan menariknya kebawah. Lalu ia dengan sabar melanjutkannya dengan menarik celana dalamku untuk memampangkan penisku yang sudah berdiri sempurna. Aku sebenarnya malu dengannya karena tidak seperti vaginanya, penisku terlihat tidak terawat dengan bulunya yang begitu lebat, karena memang terakhir aku mencukurnya dua bulan lalu.

“Iih, rambutnya kribo” celetuk Lala.

“Iya, dia males potong rambut soalnya, La”

Lala kali ini menunduk dan mengecup kepala penisku perlahan. Ia kemudian memasukkkan penisku secara keseluruhan langsung ke dalam mulutnya dan menahannya selama beberapa detik.

“Aaaaahhhhh” denguhku merasakan kenikmatan yang diberikan Lala. Ia pun mengeluarkan penisku dari mulutnya. Kali ini, dia mengocoknya dengan tangan kanannya selama beberapa saat lalu memasukkannya lagi ke dalam mulutnya. Kali ini ini memaju mundurkan kepalanya untuk menghisap penisku. Sesekali, ia mengeluarkan penisku dari mulutnya dan menjilatinya dari ujung ke ujung. Ia juga menjilati dua buah zakarku lalu mengemutnya satu per satu. Hal ini terus ia lakukan berulang-ulang sampai ia tiba-tiba berhenti.

Ia kemudian memberiku kode untuk bergeser supaya posisi tidurku menjadi sepenuhnya di atas kasur. Aku pun mengikuti permintaannya.

“Pake aja bantalnya Kak, aku naik ya”

“Eh tunggu La, udah mau dimasukin? Punya kamu gamau aku basahin dulu”

“Tenang kalo sama aku mah, cepet basah Kak. Pokoknya, malam ini Kakak yang jadi penikmat”

Aku hanya mengangguk. Ia pun bersiap-siap memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Sebelum aku teringat sesuatu.

“La, kamu gamau aku pake kondom?”

“Gausah Kak, aku lagi masa ga subur kok pasti aman mau Kakak keluar di dalem juga. Lagian kan Kakak gak nikmat juga kalo pake kondom”

“Tapi, aku ga tenang La. Aku ada simpen di mobil, aku keluar dulu yah ngambil”

“Yaudah, Kak. Coba Kakak buka lemari samping tuh yang paling atas, kan tangan Kakak panjang. Disitu ada semacam kantong make-up gitu. Coba lempar ke aku”

Aku pun merogoh lacinya, sembari melihat ke dalam dari sudut mataku. Lalu kuberikan benda yang dimaksud kepadanya.

Ia lalu membuka kantong tersebut dan seperti mencari sesuatu yang memang ia tahu ada disitu. Setelah menemukan apa yang ia cari, ia langsung melempar kantong itu kebelakang dan terdengar dari bunyinya kalau isinya tersebar di lantai. Ia pun membuka bungkusnya dan memasangnya perlahan di penisku. Sembari menunggu Lala memasangkan kondom, aku pun melepaskan kaosku yang menjadi kain terakhir yang membalut tubuhku. Setelah masuk penuh, ia menarik kondom itu dari samping yang melecutkannya ke penisku.

“Aduh, sakit La”

“Ngetes aja, takutnya udah ga berasa apa-apa setelah lama dianggurin. Hahaha”

“Kamu kok nyimpen kondom sih, kayak udah siap-siap kalo mau…”

Sebelum kalimatku selesai, Lala kembali menyambar mulutku sembari duduk di atas pahaku namun tepat dibawah penisku. Sekarang, dengan ciumannya yang lebih ganas dari sebelumnya, ia mengambil kedua tanganku dan menuntunnya ke kedua payudaranya. Instingku pun menggerakkan kedua tanganku untuk meraba, menekan, dan mencubit putingnya yang kecoklatan dan memang sudah mengeras.

“Sssssh. Uuuuh” Lala pun melenguh dan melepaskan ciumannya.

Lala pasti terbuai dengan permainanku karena ia langsung melenguh mengeluarkan rona kenikmatan yang baru pertama kali kudengar dalam percumbuan kami malam ini.

Sembari aku memainkan kedua buah dadanya, ia menaikkan badannya dan mengatur posisinya di atas tubuhku. Lalu ia memegang penisku dan diarahkannya masuk ke dalam vaginanya. Sebelum dimasukkannya, penisku digesekkan terlebih dahulu diluar vaginanya. Dapat kurasakan gesekan dengan daging lembut yang keluar dari vaginanya, yang kutebak itu merupakan klitorisnya. Ia pun mendesah dengan permainannya sendiri. Aku yang sedah menikmati perlakuannya pada penisku terkaget ketika gesekan pelan itu tiba-tiba berubah menjadi rasa terhimpit dalam sebuah lubang yang menimbulkan kenikmatan tiada tara…

“AAAAAAAHHHHH, Kakaaaaaak. Kontol Kakak, enak bangetttt….Ssssshh….Euuuhh” erangan pertamanya sungguh menaikkan desir birahiku untuk ikut menggenjotnya dengan sekuat tenaga. Penisku sudah masuk sempurna ke dalam vaginanya yang memang sudah sangat basah. Tidak hanya Lala yang setelah ini menggerakkan pinggulnya naik turun, aku pun ikut mendorong penisku untuk menambah sensasi kenikmatan kami.

Saat ini ia sudah sepenuhnya menegakkan badannya dengan sedikit condong ke arah depan dan meletakkan kedua telapk tangannya di putingku. Aku pun yang sudah merasakan seluruh darahku sudah panas di dalam penisku semakin meningkatkan intensitasku permainanku di payudaranya yang ada dalam genggamanku.

“Aaaahhhh…Uuuuhhhh…Enakkkbangeettthh…Jangaaan…berhentttiii…Kakkk…Uuuuhhhh…Aaaahhhh”

Lala sudah mendapatkan kenikmatannya dengan tempo yang lebih teratur. Kali ini, dua garis yang membuatnya cantik dan lucu telah hilang. Digantikan dengan pandangan mata nanar seperti orang yang tertidur namun dengan mata yang terbuka. Dari bawah, dapat kulihat sesekali putih matanya menggantikan pupilnya yang hilang dalam kenikmatan yang ia rasakan dan terselip dalam sela-sela desahannya. Keringatnya pun mulai mengalir berjatuhan ke tubuhku. Deru nafas dan eluhannya seakan menghipnotisku untuk tidak berhenti menggenjotnya.

Ketika aku merasakan kedutan-kedutan dalam vaginanya yang menjepit penisku. Ia pun berhenti untuk mengambil nafasnya. Aku yang sudah candu dengan kenikmatan vaginanya langsung bangun dan memeluk tubuhnya dan langsung membenamkan kepalaku di antara kedua buah dadanya tanpa mencabut penisku. Kemudian aku menggenggam kedua dan menyisakan putingnya di ujung genggamanku untuk kuhisap secara bergantian. Payudara yang sudah sangat keras ditambah dengan aroma dan rasa keringat Lala terasa sungguh sangat nikmat. Bau lemon yang mengawali pergumulan kami masih menempel di tubuhnya meskipun telah dibasahi dengan liur dan lendir kami berdua.

Kali ini aku merasakan perlakuan yang berbeda dari Lala. Ia seperti berusaha melawanku dan lepas dari pelukanku. Namun, aku tidak ingin melepaskannya dan semakin mempererat pelukanku dan permainanku. Penisku yang masih berada dalam vaginanya kali ini merasakan kedutan yang lebih keras dari sebelumnya. Badannya pun terasa menggelinjang dalam pelukanku dan kali ini ia menekan kedua kepalaku untuk semakin dibenamkan seakan-akan ia ingin menjadikan kepalaku sebagai buah dada ketiganya. Kedutan-kedutan itu tiba tiba berhenti dan terasa ada cairan yang keluar dari vaginanya.

“Sssshhhhhh….Aaaaahhh” desahan lembut keluar dari mulutnya

Lala sudah mencapai orgasmenya. Badannya pun melemas setelah mengeluarkan cairan vaginanya. Sementara, aku yang masih belum mencapai orgasmeku dan baru diserang oleh kedutan vaginanya, sudah tidak dapat lagi mengontrol nafsuku. Aku pun merebahkan Lala di sisi seberang tempat tidur, menaikkan kaki kanannya di pundak kiriku, melipat kaki kiriku dan menjadikan lutuku sebagai penopang, lalu kembali menggenjot Lala. Ia yang sudah kelelahan karena orgasmenya hanya menuruti perlakuanku kepadanya tanpa berkata sepatah kata pun. Dapat kurasakan orgasmeku hanya tinggal hitungan detik karena memang aku sudah berada di puncak kenikmatan. Aku pun menggenjotnya sekuat tenaga dengan seluruh sisa tenaga yang kupunya. Sementara itu, aku mulai merasakan vaginanya tidak selicin sebelumnya, mungkin karena cairan orgasmenya yang sudah keluar tanpa kuberikan jeda istirahat ditambah dengan kondomku yang mungkin juga mulai berkurang kelicinannya.

Lala pun tidak diam lagi sebelumnya. Tangan kanannya menggenggam tangan kiriku dengan begitu erat seperti memintaku untuk berhenti. Badannya yang tadinya rileks terlentang kali ini mulai terangkat menegang. Kedua matanya pun kembali menjadi dua garis, namun kali ini ia tidak terlihat cantik dan lucu. Lala terlihat tersiksa dengan mengencangkan kedua rahangnya sehingga gigi-giginya terlihat seperti menahan sakit.

“Aaaaaah….Saaakiittt Kakkkk…Udahhh….Please.... Please....STOOOOPPPP…..STOOPPPPPPP”

Kurasa teriakan kesakitannya lah yang menjebol pertahanan terakhirku. Orgasmeku sudah tak dapat kutahan lagi dan kukeluarkan semua spermaku saat penisku masih di dalam vaginanya.

Aku pun mencabut penisku dari vagina Lala. Kulihat wajahnya yang kelelahan dan mulai rileks kembali ketika ia kembali meletakkan kepalanya di atas tempat tidur. Sekarang, dapat kulihat jelas di kedua bola matanya yang besar namun tidak terbuka sempurna telah mengalir air matanya dan jatuh membasahi tempat tidur.

WHAT HAVE I DONE?
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd