Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Four out of Five [Update Act 15]

Status
Please reply by conversation.
Makasi updatenya hu.. 👍

sama-sama hu, semoga suka :)

Act 5: Terms & Agreement

makasih updetnya @DombaDombaCrispy

sama-sama hu, semoga suka :)

Wow no strings attached.. nice hu

iya hu kalo masih ada benang di badan, ga enak eksekusinya :p

Wah fwb main aman nih kalala

kasian klllv padahal udah ngajakin yang ga aman #TeamAntiPengaman

lala kayanya emg baperin banget dah hadehh

sabar hu, jangan kayak kak domba :((

Iri dongg anjirrrrr

iya hu, klllv memang menyebalkan, sifatnya kok terlalu baik

wah kak lala nih bener bener :senam:

bener-bener offside hu ;)

Lala lala alal alalalalalala

jadi kangen ajak aku ke wimbledon :((

kapan up nih hu

nanti malem update hu, ditunggu ya
 
Act 6: Date Night



“Fries, gua nyasar nih fix. Ni udah muter-muter dalem kompleknya tapi kaga nemu rumah nomer 7. Gaby juga gua message n telpon kaga ada respon dah”

“Euleuh, sabar atuh jangan marah-marah mulu. Lagi mandi kali orangnya. Mau dijemput Ananda Pangeran. Pasti persiapan panjang dulu dia”

“Ga ada gunanya kalo gua ga sampe rumahnya. Lu telpon dia ato babe emaknya dong. At least someone keluar rumah pake baju warna apa gitu biar gua tau rumahnya yang mana”

“Mulai kurang ajar lo gue liat-liat ya. Baru pertama kali ke rumahnya udah mao nyuruh-nyuruh bokap nyokapnya”

“Udah buruan. Nanti nak gadis tetangganya juga yg gua jem…” muncul notifikasi panggilan dari Gaby di HP-ku.

“Nice, ni Gaby nelpon gua. Bye Bu”

Langsung kututup percakapanku dengan Frieska dan mengangkat telpon dari Gaby.

“Kaaak, maaaaf tadi aku abis mandi. Kakak belum nemu rumah aku yaa? Patokannya rumah depan ayunan Kak”

“Oh depan ayunan Gab, aku udah lewatin sana 4 kali hahaha”

“Yah, maaf Kak, ini aku cepet kok siap-siapnya sebentar ya” ia pun mematikan teleponnya dengan tergesa-gesa.

Hari ini hari Sabtu. Sudah hampir dua bulan sejak pertemuan pertamaku dengan Gaby. Memang benar prediksi Frieska, kalau Gaby baru mau kujemput ke rumahnya setelah pertemuan kami yang kelima. Kami lebih biasa bertemu di satu tempat, kemudian aku mengantarnya ke tempat lain dimana ia selanjutnya dijemput orang tuanya atau naik taksi online bersama temannya setelah pertemuan kami selesai.

Karena kami berencana memulai perjalanan dari siang hari, kugunakan kesempatan ini untuk menawarkan diri menjemputnya ke rumah. Ia sebelumnya menolak untuk pergi denganku karena berencana mengerjakan skripsinya di kala sedang libur bekerja di JKT48. Namun, ia pun luluh setelah aku berjanji untuk membantunya mengerjakan skripsi karena beberapa proyek terakhir yang kukerjakan terkait dengan topik skripsinya.

Sekarang aku sudah sampai di depan ayunan yang ada di depan rumah Gaby. Kuperhatikan di seberang ayunan ini ada sebuah rumah yang tidak terlihat nomornya. Namun, setelah kupicingkan mataku barulah terlihat angka 7 terpampang kecil sehingga agak sulit untuk dilihat. Rumah di sebelahnya juga sudah bernomor belasan. Wajar saja kalau sedari tadi aku tidak menemukan rumah ini.

Aku pun mematikan mobilku dan merapikan diri sebelum turun dari mobil. Kulihat HPku karena ada notifikasi pesan masuk dari Frieska. Kuakui selain pesan dari Gaby ada satu pesan lagi yang kunantikan namun tak kunjung masuk ke HPku.

Lala yang sudah berjanji untuk menghubungiku kalau ia sedang ingin bercinta sampai sekarang belum terlihat ingin mengulangi malam pertama kami berhubungan seks. Memang aku sendiri yang meminta hubungan kami hanya sebatas pemenuhan nafsu kami saja. Namun, kuakui aku berharap supaya ia menghubungiku lagi. Karena gengsi, aku tidak ingin menghubunginya duluan. Namun, aku masih candu dengan bibir, liur, aroma dan rasa keringatnya, serta momen ketika tubuhku berada di dalam tubuhnya.

Kubuyarkan lamunanku dengan membuka pintu mobil dan berjalan menuju rumah Gaby. Kupencet bel yang terletak di samping pagar pintu rumahnya untuk memanggilnya. Tidak lama kemudian pintu rumahnya terbuka dan Gaby keluar dengan mengenakan kaus putih berlengan panjang, celana flanel, tas selempang kecil, dan tas ransel yang lumayan besar. Barang bawaannya seperti ingin pergi jauh.

“Udah ya Pah, Mah, aku berangkat dulu. Babaiii”

“Eeeeh tunggu dulu Gab” terdengar suara pria paruh baya dari dalam rumah kemudian diiringi dengan langkah kaki yang terburu-buru.

Pemilik suara itu sudah berada di depan rumah dan langsung menatapku tajam. Ia kemudian berjalan cepat menuju ke arahku yang berada di depan pagar rumahnya.

“Kamu yang temennya Frieska itu yang kerja di perusahaan konsultan? Saya Chris, papanya Gaby” katanya sembari melihatku dari atas ke bawah dan memandang jauh melewati badanku seakan melihat mobilku yang kuparkir di seberang jalan.

“Iya Om, Gaby cerita kalo butuh pandangan professional untuk ngerjain skripsinya. Kebetulan saya punya banyak cerita di subjek penelitian Gaby” kataku berusahan untuk memukaunya dengan pekerjaanku.

“Iya, Gaby cerita sama saya. Yaudah, titip anak saya ya” katanya sambil menatap tajam ke mataku. Aku hanya tersenyum sembari menganggukkan kepalaku.

Ia pun berjalan ke arah Gaby lalu memeluknya. “Hati-hati ya sayang”

“Iiiih papa, malu tau diliatin” teriak Gaby sambil berusaha melepaskan pelukan ayahnya. Sepertinya ia masih diperlakukan seperti anak kecil oleh ayahnya. Terlihat dari ekspresinya bahwa ia sudah tidak nyaman diperlakukan seperti itu. Aku pun tidak ingin menghakimi ayahnya karena memang Gaby merupakan anak perempuan satu-satunya di keluarganya karena adiknya laki-laki. Anak perempuan memang selalu menjadi kesayangan ayah mereka.

“Ayuk berangkat, Kak”

“Kok bawaannya banyak banget Gab?”

“Nanti malem aku mau nginep di rumah temen Kak, keluarga aku mau keluar kota malem ini”

“Ohh oke...”

Kami pun berjalan menuju sebuah restoran sekaligus coffee shop yang menurut Gaby memiliki tempat spot tempat duduk yang sulit untuk dilihat oleh pengunjung lain. Memang di profesinya, tidak mudah untuk berjalan berdua saja dengan seorang pria. Hal ini karena, seperti kata Frieska, idol harus bisa menjaga perasaaan fans. Kupikir hal ini masuk akal karena para pria fans JKT48 tidak akan sesemangat itu menyukai gadis yang memiliki pacar. Mungkin fans wanita yang tidak lurus juga berpikiran sama.

Sesampainya di restoran aku pun memesan makanan dan minuman sementara Gaby langsung mencari tempat yang sudah diidamkannya. Ketika aku sudah sampai, memang benar tempat yang sudah Gaby duduki ini sangat tetutup karena posisinya terletak di balik pintu dan ditutupin gorden, serta didukung oleh posisinya yang merupakan tempat duduk satu-satunya. Seperti tempat dambaan pasangan-pasangan yang ingin melakukan hal yang tidak senonoh di tempat umum. Gaby sudah duduk sambil membuka laptopnya.

“Kamu anak kesayangan bokap, ya Gab?”

“Hahaha kenapa nanya gitu Kak, tadi aku cringe banget ya sama papa aku?”

“Ngga gitu, tapi keliatan aja dari cara papa kamu ngomong ke kamu sama aku”

“Yang mahasiswa psikologi disini siapa ya, by the way? Kok aku udah di psikoanalisis aja” katanya sambil tertawa.

Tawanya memang seperti Lala. Kedua matanya juga hilang seiring dengan tawanya. Mungkin perbedaannya hanya ia lebih sering tertawa lebar menunjukkan gigi-giginya. Menunjukkan pribadinya yang sebenarnya tergolong polos dan tidak ingin menutupi perasaannya. Bentuk wajahnya yang tajam khas orang Manado berubah menjadi lebih lembut di dalam gelak tawanya.

“Aku learning by doing Gab, plus sotoy, ahahah”

Tanpa sadar, empat jam sudah kami berada di sini. Waktu berjalan cepat karena memang kami sangat aktif berbincang terkait hal serius. Gaby juga tidak terlalu fokus pada laptopnya karena topik pembicaraan kami yang lumayan dinamis. Namun, ia juga beberapa kali mencatat beberapa hal yang mungkin menurutnya perlu ia ingat. Aku merasa menjadi dosen hari ini. Harusnya aku bisa minta bayaran.

“Udah sore nih Gab, kamu ga mau langsung pulang kan?”

“Karena Kakak udah nemenin aku, sekarang gantian aku yang nemenin Kakak. Mau kemana aja bebas”

“Nyemplung ke laut juga mau?”

“Kakak yang nyemplung, aku yang fotoin?”

“Gua yang basah dong, yaudah yuk, kalo kamu udah selesai”

“Kita mau kemana Kak?”

“Lapangan Banteng, temenin aku hunting foto”

“Asiiik, gini dong Kak, kegiatannya pas buat aku yang bakat model”

“Model ga boleh ceroboh suka nginjek kaki orang”

“Hush, itu rahasia perusahaan jangan disebar-sebar”

Kami pun meninggalkan restoran dan menuju Lapangan Banteng. Sebenarnya aku tidak terlalu berniat untuk foto-foto seperti alasanku mengajak Gaby ke sana. Kupikir lebih baik mengajaknya kesana dari pada ke mall yang relatif lebih ramai dan terang. Sementara di tempat terbuka seperti Lapangan Banteng kurasa lebih mudah menyembunyikan privasi kami. Meskipun ini malam minggu, ternyata tidak sampai satu jam kami sampai di tujuan.

“Terakhir aku kesini sama udah lama banget Kak, pas SMP kelas 1”

“O ya? kamu kebanyakan joget-joget sih. Ee tunggu, sini sebentar”

Aku pun memakaikan sebuah topi berwarna biru di kepalanya.

“Nah kalo gini susah keliatan kalo kamu Kapten Tim J JKT48” kataku sambil menjepit hidungnya dengan jari telunjuk dan jari tengahku.

“Iiih emang ngaruh? ……” Gaby tidak melanjutkan kata-katanya. Ia terlihat tersipu dengan hal yang baru kulakukan terhadapnya. Ia menyunggingkan senyum yang lebih lebar dari biasanya namun mencoba menutupinya dengan tangan dan menundukkan kepalanya. Kalau aku tidak melihatnya sebelum ia menundukkan kepalanya, pandanganku ini akan tertutup oleh topinya.

“Tuh, udah senyum-senyum sendiri ga keliatan gara-gara ketutupan topi”

“Apaaaan siih, kalo ga keliatan kenapa diomongin…”

Kami pun berjalan mengelilingi Lapangan Banteng. Rona temaram diiringi oleh lampu-lampu jalan yang menerangi kami membuat suasana yang menenangkan. Hal ini ditambah dengan sepinya Lapangan Banteng hari ini. Hanya sedikit orang yang kami temui di sepanjang jalan. Aku pun mengambil foto di objek-objek yang menarik perhatianku. Kadang aku meminta Gaby berpose untukku atau ia memintaku mengambil fotonya di objek yang ia sukai.

“Gab, coba di depan sana”

“Baguus tu Kak, tapi masih ada yang foto disana”

“Yuk kita pepet aja, biar dia ga lama. Sini aku pegangin topinya”

28554921f66e1cc9f6200067617b323f2910d610.jpg



28554924b5bcaec4cc7f2d5a828edfc4074e651a.jpg


Selesai aku memotretnya, ia seperti tersadar akan sesuatu dan merogoh tasnya.

“Sebentar Kak, temen aku nelfon”

Tidak dapat kupungkiri seharian bersama Gaby membuatku memperhatikan tubuhnya. Memang pilihan bajunya hari ini mempertunjukkan lekuk tubuhnya. Ia tergolong tinggi untuk ukuran perempuan dan badannya cukup berisi meskipun masih terlihat langsing bila melihat pinggangnya. Payudaranya yang cukup terpampang dengan baju putih ketat dan lumayan transparan juga memiliki ukuran yang bagus untuk ukuran tubuhnya. Mungkin sedikit lebih besar dari payudara Lala. Tapi asumsi tidak ada artinya bila tangan sudah berbicara. Sayangnya kali ini tanganku masih belum bisa berbicara.

Selesai teleponnya selesai, Gaby menghampiriku dengan wajah sedih.

“Kok murung?”

“Temen aku ga jadi bisa diinepin Kak, keluarga deketnya ada yang meninggal jadi dia sama keluarganya bakal keluar rumah”

“Oooh. Yah gimana lagi kalau udah kabar duka. Kamu mau pulang ke rumah aja kalo gitu?”

“Ga bisa Kak. Karena dah pede mau nginep, aku ga bawa kunci rumah. Aku pulang ke apartemen aku aja Kak. Dari sini deket kok, masih di Jakarta ***** juga”

No worries, Gab. Makan dulu aja yuk sebelum pulang. Laper nih, tadi terakhir makan masih siang”

“Boleh Kak, aku juga udah laper lagi”

Kami pun berjalan menuju mobil untuk berganti tempat tujuan.

“Kak, inget ga kalo Kakak udah janji mau masakin aku?”

“Iya, kenapa emang?”

“Gimana kalo kita langsung ke apartemen aku aja, Kakak masak di sana? Nanti aku bantuin deh. Janji ga cuman makan doang”

Aku memang bercerita padanya kalau aku suka memasak. Tidak kusangka ia memintanya malam ini. Kupikir tidak perlu menolaknya kalau semesta mendukung.

“Boleh, kamu mau dimasakin apa?”

“Yang paling enak yang pernah Kakak masak”

“Dendeng Padang itu mah. Lama masaknya. Ya udah kamu liat aja nanti jadinya apa. Biar surprise. Kita belanja dulu aja”

Kami pun pergi ke swalayan yang menjual bahan masakan sebelum menuju apartemen Gaby. Aku berencana membuat masakan yang praktis dan mudah dimasak supaya tidak butuh waktu lama untuk menyiapkan dan menyantapnya.

Sesampainya di apartemen, aku pun memasak dan ia membantuku. Karena kami berdua dan menu yang kupilih juga tidak sulit, kami dapat menyelesaikan masakan ini dalam waktu setengah jam.

“Kakak suka wine ga?

“Suka, kenapa emang?”

“Aku ada nih, aku siapin ya buat nemenin kita makan”

“Gapapa, Gab?”

“Gapapa dong, kan Kakak udah aku repotin terus hari ini. Gantian aku yang traktir Kakak. Lagian ini papa aku yang beli”

“Yah, malah ga enak lah aku minum punya papa kamu”

“Anggep aja dia bayar jasa Kakak, antar jemput aku hari ini hahaha”

“Enak aja, emang aku sopir” sambil menjepit hidungnya lagi. Hidungnya yang mancung dan tajam terasa nikmat untuk dijepit menggunakan jari. Belum lagi ekspresinya setelah kulakukan ini.

“Eeeeeh, tangan Kakak kan kotor” Senyumnya yang lebar kembali muncul dikala ia berusaha menyembunyikan rasa malunya.

“Biarin hehehehe”

“Ini beneran tinggal plating aja ya kak? Aku mandi dulu ya kalo gitu, kotor nih dan bau abis masak sama jalan-jalan seharian”

“Iyah, biar cantik ga kayak yang punya apartemen”

“Tuuh kan, yaudah Kakak plating sendiri aku mandi”

Aku pun menyelesaikan plating makanan yang sudah kumasak. Gaby sudah menyiapkan dua gelas untuk meminum wine yang sudah ia keluarkan. Aku merasa tidak mau kalah untuk menampilkan masakanku dengan kualitas restoran kelas atas untuk menambah suasana romantis malam ini. Aku tertawa mengingat perubahan pada diriku. Aku yang dulu tidak mungkin dapat seromantis ini. Padahal hubungan kami belum ada statusnya.

Selesai menyiapkan makanan di meja makan aku pun duduk untuk menunggu Gaby. Kulihat sebuah speaker yang ada di kamarnya dan kuhubungkan dengan HPku untuk menyalakan musik. Untuk menambah suasana seperti sedang makan di fancy restaurant. Setelah semua persiapan selesai, aku memanggil Gaby supaya kami bisa segera makan. Kuhampiri pintu kamar mandi dan mengetuknya.

“Ga usah pake dandan Gab, kita makan di rumah doang”

Pintu kamar mandi pun terbuka dan aku terkejut melihat pemandangan yang keluar dari kamar mandi.

285549504681181f7d9ab4618bfd6d35b4ad0896.jpg
 
nanggung bener endingnyaaaa🙄🙄

biar dikangenin hu, kayak idola nasional

nanggung kak :(

sabar ya kak :p

Hiks fotonya ga keluar
matiin dulu adblocknya hu :semangat:

Makasi updatenya hu.. 👍

sama-sama hu :)

izin bikin tenda hu

siaap hu, semoga betah ya :)

Kentang goreeeng digoreng dadakaan
kentang favorit ane diisep dalem mulut hu :cim:

aihh pedahal dah nungguin aksi osi aku
ditahan dulu ya hu, semua ada waktunya :semangat:

Endingnya bikin jadi berharap cepet update 🥺🥺

asik diharapin kayak kk domba menunggu panggilan klllv :)

Akankah Gaby dieksekusi ? :goyang:

hmmm?? jawabannya ada di Act: 7 ;)

masih kgn kalala nih hu wkwk

masih hu, lagi kangen2nya klllv muncul terus di tv :((

yaahhh kentang wahahaha alias keren huu updatenyaa

makasih hu, sabar dulu ditahan :semangat:nya ya
 
Next update kita rencanakan tiap weekend dalam dua minggu ini ya suhu-suhu sekalian. Karena udah telat seminggu saat penulis lagi belum ada ide. Sekarang idenya udah muncul lagi setelah dapet asupan-asupan idola nasional :beer:
 
Act 7: Trauma



Aku terdiam membisu melihatnya.

“Kok kayak kaget abis liat hantu gitu sih Kak?”

“Eeeh, masa. Bukan, bukan…” Aku kebingungan mencari kata-kata sehingga tampak jelas kalimatku terbata-bata.

“Iiiiih kenapa sih? Kakak abis liat apa tadi sebelum aku keluar. Aku yang biasa tinggal disini jadi serem kalo kakak celingukan bengong kayak orang kelimpungan.

“Anu… Gab… ngga… ga abis liat apa-apa. Cuman liat kamu doang…”

“Liat aku doang kok jadi panik gitu..?”

“Kamu… kamu… tadi bilangnya mandi abisnya bau gara-gara seharian keluar. Kok selesai mandi jadi kayak mau keluar ke fancy restaurant gitu?”

“Kan emang mau makan sama kakak di fancy restaurant apartemen Gabriella. Harus cantik dong. Chef-nya aja udah mau jadi koki tamu gratisan hihihi”

Gaby tertawa. Aku ikut tertawa. Mungkin wajahku memerah karena malu. Karena ia cantik sekali dibalut gaun kasual putih berlengan panjang dengan bagian dada yang terbuka. Namun, ia tutupi dengan meletakkan rambutnya. Gaunnya tergolong ketat karena lekuk tubuhnya tampak begitu indah di depan mataku. Saat ini aku yakin kalau memang tubuh Gaby lebih bagus dari Lala. Apakah malam ini aku akan seberuntung malam pertamaku bersama Lala?

Kami pun menikmati hidangan yang sudah dipersiapkan bersama. Ia beberapa kali memuji masakanku yang menurutnya merupakan masakan terenak yang pernah ia makan jika dibandingkan dengan masakan-masakan serupa. Aku tidak tahu apakah ia melebih-lebihkan atau memang jujur. Karena yang pernah mencoba masakanku hanya keluargaku dan Frieska. Setidaknya tidak sia-sia aku memasak karena senyum lebar yang tersungging di wajahnya bukanlah senyuman yang dibuat-buat.

Setelah makan kami selesai, kami melanjutkannya dengan berbicara diiringi tuangan wine dalam gelas. Gelas kami yang selalu terisi tidak kami sadari sampai botolnya habis. Banyak topik yang kami bicarakan mulai dari hal-hal kecil hingga obrolan yang lebih personal. Aku merasa kalau ia menjadi semakin terbuka seiring dengan banyaknya tegukan wine. Cerita tentang masa kecilnya hingga ketakutannya dalam mengerjakan skripsi sudah panjang lebar ia ceritakan kepadaku. Melihatnya yang sudah mulai mabuk dan kelelahan membuatku berniat untuk mengakhiri malam ini. Aku melihat jam dan waktu sudah menunjukkan jam 11 malam.

“Aku cuci piring dulu ya Gab. Biar kamu bisa langsung tidur nanti ga capek-capek lagi”

“Kakak ih, ga usah repot-repot. Udah dimasakin masa masih cuci piring. Udah sini aku aja”

“Gapapa kamu duduk aja. Anggep aja privilege sebagai tuan rumah” kataku sambil meletakkan tanganku di bahunya untuk menahannya supaya tidak berdiri.

Ia seperti kaget dengan sentuhan tanganku dan langsung melepaskan tanganku dari pundaknya dengan kasar.

“Eh.. kenapa Gab?”

Ia tidak menjawab. Gaby hanya memandang ke arahku namun tatapannya menuju ke arah lain dan seperti kesulitan bernapas. Aku tidak berani mendekatinya dan menjaga jarak kami menunggu reaksinya.

“Maaf Kak, aku ada trauma masa kecil. Kalau disentuh cowok dewasa suka muncul”

“Duduk dulu Gab, aku tetep berdiri disini aja nih. Ga deketin apalagi nyentuh kamu. Kamu tarik napas dulu. Minum kalo perlu, eee… tapi jangan minum wine-nya lagi. Bentar aku ambilin air putih nanti aku tarok di ujung meja ya kamu ambil sendiri” kataku sambil berjalan cepat mengambil air putih untuknya.

“Aku kebanyakan minum kayaknya Kak, biasanya ga kayak gini. Ini kayak pas aku awal-awal trauma. Pengaruh alkohol kayaknya. Maaf ya tadi aku mukul tangan Kakak”

“Gapapa Gab, kaget doang aku tadi. Kirain kamu latah. Tapi kok kayak kehabisan napas gitu” candaku berusaha mencairkan suasana ketika meletakkan segelas air putih di sudut meja makan.

Gaby tersenyum. Ia terlihat seperti orang yang akan tersiksa bila ia tertawa. Sungguh sedih melihatnya seperti ini. Karena pada dasarnya ia merupakan gadis yang mudah tertawa.

“Aku lanjut cuci piring ya. Kamu duduk dulu aja istirahat”

“Iya Kak, makasih ya”

Kami berdua pun diam. Yang terdengar di ruangan ini hanya suara aliran air yang kugunakan untuk mencuci piring. Kuakui aku penasaran dengan yang ia maksud dengan trauma masa kecil. Namun, kuurungkan niat untuk bertanya. Hal seperti apa yang dapat membuatnya setakut itu dengan hanya sebuah pegangan. Padahal seharusnya di pekerjaannya ia begitu sering disentuh pria. Meskipun mungkin hanya sebatas tangan saja.

Setelah selesai mencuci semua peralatan makan dan minum kami, aku pun menghampiri Gaby untuk mengutarakan niatku untuk pulang.

“Gab, makasih ya buat malam ini. Aku pulang dulu. Kamu istirahat ya. Kamu pasti capek seharian udah ngerjain skripsi sama jalan-jalan”

“Aku yang makasih kali Kak. Udah ditemenin, dimasakin lagi. Aku temenin sampe lobi ya.”

“Ga usah, kamu disini aja beres-beres abis itu langsung tidur. Jangan keluar-keluar lagi” Aku memang khawatir bila ia keluar sendirian dalam kondisi setengah mabuk seperti ini.

“Iiish, dah berasa yang punya ada udah nyuruh-nyuruh”

“Eeeee, bukan gitu maksudnya. Tuh kan kamu dah tipsy mending tidur aja” kataku berusaha tegas untuk menutupi salah tingkahku.

“Jadi, gamau jadi pemilik?” Godanya sambil memalingkan pandangannya dari mataku.

“Nii anak makin tipsy makin genit yee. Udah ya, aku pamit. Gausah dianter sampe pintu. Bisa langsung aku kunci”

Aku bergegas menuju pintu untuk meninggalkan apartemen Gaby. Sesaat setelah kubuka pintu, dan melihat ke dalam untuk melambaikan tangan, ia sudah tidak duduk di kursinya dan berlari ke arahku kemudian menggenggam kedua tanganku dengan erat.

“Maafin aku ya Kak kalo malam ini ga seperti yang kakak harapin. Padahal kakak udah masakin aku dan aku juga udah pake gaun kayak gini. Kita abis ini masih bisa ketemu lagi kan?”

“Bisa dong… sa…yang..”

Aku kaget dengan perkataanku sendiri. Gaby juga terlihat kaget. Tapi kagetnya hanya sementara. Senyum manisnya kembali muncul sebelum ia merapatkan tubuhnya di tubuhku dan sedikit menempelkan kepalanya di dadaku.

2859665510f5b7767fcc19f7b47e745db7354f63.jpg


Ingin rasanya aku memeluknya. Namun, berkaca dari pengalaman sebelumnya, kurasa ini belum menjadi momen yang tepat.

Sesaat setelah ia memundurkan badannya dan kembali ke posisi berdirinya semula.

“Udah ya, sekarang tidur. Istirahat..”

Gaby mengangguk. Aku pun menutup pintu apartemennya.

Aku pun berjalan menuju lobi sambil tersenyum sambil mereka ulang pengalamanku bersama Gaby di dalam kepalaku. Ia sempat bilang kalau ia minta maaf jika malam ini tidak seperti yang kuharapkan, disaat itu sudah memakai pakaian seksi seperti tadi. Apakah kalau momen traumanya tidak terulang kami seharusnya tidak hanya berhenti sampai tadi…..

-------------------------------------------------Next Day---------------------------------------------------------------

“Yoopo le?”

“Wanjin#, maneh kan Sunda kok ngomong Jawa?” teriakku di telpon untuk lawan bicaraku.

“Duh pagi-pagi bisa ga pake teriak-teriak ga sih. Gue kemaren seharian ngomong sama orang Jawa jadi kayak begini.

Waktu masih menunjukkan pukul 8.15 pagi. Bukan waktu yang biasa digunakan Frieska untuk menelponku.

“Yoopo apaan?”

“Ya kemarin, ngapain aja? Udah lu apain aja Kapten gue?”

“Sembarangan, emang mau gua apain? Jalan-jalan sama dinner doang kok di apartemennya”

“Oooh, sama kayak pengakuan anaknya. Kirain dia boong ke gue”

“Lu dah dikasitau doi duluan ye. Terus ngapain nanya gua lagi???”

“Pengen tau aja dari mulut lo langsung. Denger-denger udah manggil sayang, emang udah pacaran lo?”

“Fakuy, tu anak kayaknya ceritanya lebih detail dari yang bisa gua ceritain. Yaudah, lu percaya aja sama dia dah. Gua males cerita lagi”

“Hmmm, tapi masih ada yang ngganjel kan?”

“Iyee, lu tau lah kalo Gaby dah cerita ke lu”

“Yaude, kalian jalanin aja. Lagian lu pacaran ga nyari langsung ngewe kan. Inget, adek gue tuh. Pelan-pelan mintanya, masih perawan anaknya”

“Tai#, adeknya kok dibongkar dalemnya. Males gua jadinya kalo ngomongin ini sama maneh”

“Aing mah selow. Kan udah sama-sama gede. Asal dua-duanya sama-sama mau. Jangan lupa ditraktir cupid-nya yah”

“Emang udah pacaran?” aku langsung menutup telpon setelah kalimat terakhirku.

Frieska mengirim sticker Cupid dan uang menunjukkan keinginannya melalui aplikasi garis. Aku hanya membalasnya dengan sticker orang mengelus dada untuk memintanya sabar. Kuletakkan HP-ku dan melanjutkan sarapanku yang terputus oleh telpon Frieska. Baru satu suapan kumasukkan dalam mulut, HP-ku berdering kembali. Aku langsung mengangkatnya tanpa melihat penelponnya.

“Apa lagi Fries?” aku menjawab telpon dengan nada malas.

“Bukan Kak, ini Lala. Kakak ada acara ga hari ini? Ketemuan yuk”
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd