Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
-
Alamat alternatif sudah baru gan.
Bookmark alamat ini gan : https://bit.ly/ceksemprot
Atau buka dengan VPNIkuti alamat terbaru dari forum di : Follow Twitter @SemprotCom
DRAMA Finding Oshi [TAMAT]
- Thread starter H4n53n
- Start date
lalalililalalili
Semprot Kecil
- Daftar
- 17 Oct 2017
- Post
- 75
- Like diterima
- 12
Main kuda tomplok bertiga......
H4n53n
Tukang Semprot
- Daftar
- 5 Feb 2018
- Post
- 1.312
- Like diterima
- 3.695
Gak masalah si hu kalau STRAY jarang muncul yang pasti ane selalu ngakak dengan joke yang suhu bawakan. Pertahankan suhu
Semangat Berkarya suhu
Justru saya merasa kalo joke saya sedikit garing
Tenang aja, mereka bakal muncul lagi kok, bahkan mungkin akan nambah anggota (lah, ngapain)
H4n53n
Tukang Semprot
- Daftar
- 5 Feb 2018
- Post
- 1.312
- Like diterima
- 3.695
Eeehh..... Gimana ya jelasinnya....
Saya sendiri juga bingung, tadinya mau saya revisi karena mau update (gak hari ini sih rencana update nya) tapi waktu buka file nya tiba-tiba munculnya kayak gini,....
Oh iya, ada juga yang nyaranin, kalo Stefi ngomong dicampur bahasa inggris ya
Sebenernya, awalnya saya juga mau nya begitu cuma berhubung bahasa inggris saya pas-pasan dan takutnya ya itu kayak anak gaul JakSel lagian kalian belum tentu ngerti juga artinya nanti.
Tapi, sepertinya nanti Stefi akan saya buat ngomongnya campur (English & Bahasa)
Biar karakternya lebih hidup saja.
Oh iya, menurut kalian karakternya siapa yang paling hidup (saya tanya aja, pengen tau pendapat kalian aja, saya udah punya pendapat sendiri sih)
Kembali lagi ke 'gaya bicara Stefi'. Kalo gak males, 'mungkin' akan ada beberapa part yang saya revisi lagi, ya terkait gaya bicaranya Stefi itu.
Oke, sekian.
Makasih.
• TTD H4N53N
Saya sendiri juga bingung, tadinya mau saya revisi karena mau update (gak hari ini sih rencana update nya) tapi waktu buka file nya tiba-tiba munculnya kayak gini,....
Nah, karna sepertinya waktu untuk mengupdate part selanjutnya akan 'agak' lama, jadi....
Gak tahu ini bisa dibilang update atau spoiler tapi yang pasti, di bagian akhir part 28 udah saya kasih tambahan sedikit biar 'seru'
Coba kalian cek aja
Gak tahu ini bisa dibilang update atau spoiler tapi yang pasti, di bagian akhir part 28 udah saya kasih tambahan sedikit biar 'seru'
Coba kalian cek aja
Oh iya, ada juga yang nyaranin, kalo Stefi ngomong dicampur bahasa inggris ya
Sebenernya, awalnya saya juga mau nya begitu cuma berhubung bahasa inggris saya pas-pasan dan takutnya ya itu kayak anak gaul JakSel
lagian kalian belum tentu ngerti juga artinya nanti.Tapi, sepertinya nanti Stefi akan saya buat ngomongnya campur (English & Bahasa)
Biar karakternya lebih hidup saja.
Oh iya, menurut kalian karakternya siapa yang paling hidup (saya tanya aja, pengen tau pendapat kalian aja, saya udah punya pendapat sendiri sih)
Kembali lagi ke 'gaya bicara Stefi'. Kalo gak males, 'mungkin' akan ada beberapa part yang saya revisi lagi, ya terkait gaya bicaranya Stefi itu.
Oke, sekian.
Makasih.
• TTD H4N53N
Samean
Semprot Addict
WTF tambahan bikin makin penasaran update selanjutnya 
JuraganDelusi
Semprot Addict
- Daftar
- 20 Aug 2017
- Post
- 468
- Like diterima
- 119
Sangad jelas yg paling idup tuh si 5 sekawan stray, shani, gracia, vanka, sisany paling bang kenzo, bang arip/aris(?), yupi, nia juga kykny, dan kang ojol boy termasuk juga tuh paling idup dia wkaowkakwkwka.
Kurang lebihny segitu yg keinget huu, gw ngambil yg seru dan kerasa suasanany pas gw baca hehe.
Ditunggu apdednua huu!
BlueTitan
Semprot Addict
- Daftar
- 29 Apr 2018
- Post
- 424
- Like diterima
- 493
Astaga wkwkwkw seru nih. Rasain, kampret sih Adrian wkwkwk
aremafirma
Adik Semprot
- Daftar
- 10 Jul 2017
- Post
- 106
- Like diterima
- 4
Waduh jadi makin penasaran aja dengan ni cerita semangat hu nulisnya
Btw itu suhu buat nya dihp apa di laptop kalau di hp mending pakai wps/word dan jangan lupa ngeseve setiap selesai nulis tapi itu coba buka di notepad pc dulu hu siapa tau bisa hu
Kalau menurut ane setiap karakter di cerita suhu hidup semua karena disetiap update pasti setiap karakter mendapat porsi yang pas dengan isi cerita
Btw itu suhu buat nya dihp apa di laptop kalau di hp mending pakai wps/word dan jangan lupa ngeseve setiap selesai nulis tapi itu coba buka di notepad pc dulu hu siapa tau bisa hu
Kalau menurut ane setiap karakter di cerita suhu hidup semua karena disetiap update pasti setiap karakter mendapat porsi yang pas dengan isi cerita
dinoboyxxx
Semprot Kecil
- Daftar
- 6 Sep 2016
- Post
- 82
- Like diterima
- 11
Wah filenya corrupt ya?
Coba cek di pc aja dulu kalau masih sama coba pake program buat recover file
Sekedar saran saja
Coba cek di pc aja dulu kalau masih sama coba pake program buat recover file
Sekedar saran saja
pangeranselim
Guru Semprot
nggak nahan, update juragaaaaaaan
spearofreigns
Semprot Baru
- Daftar
- 16 Feb 2015
- Post
- 34
- Like diterima
- 5
Ditunggu suhu, kalau bisa Cania ya. Ipuy baik banget kemaren ngasih mulustrasi Nia 
tamakussaurus
Semprot Holic
coba buka di pc kak, kalo bisa tapi di hpnya gabisa, coba ganti setting encode nya yang di hp, biasanya sih gitu. biasanya ya kak...
#TeamNia #TimNia
FreezerBunny
Guru Semprot
- Daftar
- 2 Aug 2017
- Post
- 619
- Like diterima
- 1.529
Walaupun banyak yg baru, kak ads~ gak boleh berhenti
H4n53n
Tukang Semprot
- Daftar
- 5 Feb 2018
- Post
- 1.312
- Like diterima
- 3.695
Tenang ya, sabar
Gak usah takut, pasti diupdate kok
Tapi seperti yang sudah diketahui sebelumnya, karena ada kendala jadi agak lama (saya udah coba buka lewat PC, hasilnya sama aja)
Jadi saya harus nulis ulang part 29 tersebut dan itu cukup sulit buat saya karena part ini (menurut saya) cukup menguras emosi.
Saya gak bisa janjiin hari apa, tapi sebisa mungkin minggu ini saya update
Mohon pengertiannya
JuraganDelusi
Semprot Addict
- Daftar
- 20 Aug 2017
- Post
- 468
- Like diterima
- 119
Gatau lagi mau ngomong apa sama suhu yg satu ini :"")
Mangad huu!
Mangad huu!
H4n53n
Tukang Semprot
- Daftar
- 5 Feb 2018
- Post
- 1.312
- Like diterima
- 3.695
WTF tambahan bikin makin penasaran update selanjutnya
Lho kok makin penasaran, padahal maksud saya biar gak terlalu penasaran, update nya kan nanti lebih lama
Trus harus sompret kayak Benji gitu?
Sangad jelas yg paling idup tuh si 5 sekawan stray, shani, gracia, vanka, sisany paling bang kenzo, bang arip/aris(?), yupi, nia juga kykny, dan kang ojol boy termasuk juga tuh paling idup dia wkaowkakwkwka.
Kurang lebihny segitu yg keinget huu, gw ngambil yg seru dan kerasa suasanany pas gw baca hehe.
Ditunggu apdednua huu!
Makasih kalo ternyata menurut anda seperti itu (ngapain itu si Boy ikutan ya
)Adrian kampret?
Lah, Dimas gimana?
Ini juga, padahal maksud saya biar kalian gak terlalu penasaran
Kan udah ketahuan kalo Nia tahu ada Stefi di rumahnya Adrian
Iya iya, saya semangat kok
Terimakasih atas sarannya
nggak nahan, update juragaaaaaaan
Bentar ya
Ditunggu suhu, kalau bisa Cania ya. Ipuy baik banget kemaren ngasih mulustrasi Nia
Hmm...... Nia
Tapi ini tidak biasa
#TeamGre
Lho, kok
Harusnya itu di thread sebelah ya
Mau nya apa sih bang sompret?
Senang atau sedih?
Hehehe
Kalian gak nanya gitu, file yang 'rusak' cuma part 29 atau ada lagi?
H4n53n
Tukang Semprot
- Daftar
- 5 Feb 2018
- Post
- 1.312
- Like diterima
- 3.695
Part 29: Wake Me Up
"Dan jangan panggil gue 'Shan', gue bukan Shani!!" bentak Shania.
Mati gue! Mati!!
Ternyata ini lebih parah!
"Lo pikir gue gak tahu kalo lo ama Shani udah tunangan dan kalian tinggal bareng hah!"
"Tunangan!" teriak sebuah suara dari ujung tangga.
"S-stefi?!" kagetku.
Ya, suara itu berasal dari Stefi. Dia sepertinya menguping pembicaraanku dengan Shania. Tentunya sekarang Stefi sudah memakai kembali pakaiannya. Lebih tepatnya hanya kaosnya saja, karena untuk bawahnya dia hanya memakai celana dalamnya saja.
"Bukannya kamu udah aku kasih tau janga-"
Aku tidak menyelesaikan kalimatku karena tiba-tiba Stefi berlari ke arahku dan langsung memelukku.
"Syukurlah, hubungan kamu sama ci Shani ternyata udah seserius itu" kata Stefi masih sambil memelukku. "I'm happy for you" tambahnya sambil tersenyum
Itu bukan senyuman yang dipaksakan, itu senyuman yang tulus, senyuman yang jujur. Stefi tidak sedang berpura-pura, dia benar-benar senang mengetahui hubunganku dan Shani yang sesungguhnya.
"Lo nolak gue, lebih milih Shani. Tapi sekarang ada Stefi dirumah lo?" Shania terlihat semakin emosi. "Dasar brengsek!!"
Wajar saja Shania marah jika melihat bagaimana pakaian Stefi sekarang. Tapi kurasa itu terlalu berlebihan.
"Kak Shania, ini bukan salahnya Adrian" Stefi berusaha membelaku.
"Bukan salah dia?! Jadi salah siapa? Salah lo? Iya? Dasar cewek lacur!"
"Omongan lo bisa dijaga enggak!!" bentakku mulai ikut terbawa emosi.
Shania sepertinya tersentak kaget setelah baru saja kubentak.
Ya, itu wajar saja. Bertahun-tahun kami kenal, baru kali ini aku membentaknya.
"Lo boleh ngehina gue, tapi jangan sekali-kali lo ngehina Stefi" kataku lagi sambil berjalan mendekat kearah Shania.
"Adri, jangan" kata Stefi sambil berusaha mencegahku dengan memegang lenganku.
"Udah, kamu diem dulu ya" kataku pada Stefi sambil tersenyum.
"Lo lebih belain dia daripada gue?" tanya Shania dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Lo bilang kalo Stefi itu cewek la..."
Sial, aku tidak bisa mengatakannya!
"Trus apa bedanya sama lo?" tambahku.
Shania kembali tersentak dengan apa yang kukatakan barusan.
"Lo anggep gue apa sih?" tanya Shania mengalihkan topik pembicaraan. "Kenapa lo gak jujur sama gue? Kenapa lo gak ngasih tau gue soal hubungan lo sama Shani? Kenapa malah lo sembunyiin dari gue? Dan sekarang ini? Lo sama Stefi...."
"Karna lo bakal jadi kayak gini" jawabku tegas. "Lo gak akan bisa langsung terima soal hubungan gue sama Shani"
Karna gue juga gak mau kehilangan lo Nia, batinku.
"Jadi lo sebenernya suka sama siapa sih? Gue apa Shani?" tanyanya lagi sambil menatap mataku dalam.
Mungkin dia berusaha melihat apakah aku akan berbohong atau tidak atas jawabanku nanti.
"Emangnya pertanyaan itu perlu gue jawab ya?" tanyaku balik sambil membalas tatapan matanya.
"Cih" Shania sedikit mendecakkan lidahnya. "Apa sih keistimewaan Shani? Udah ngasih apa dia ke lo?" tanyanya lagi kali ini dengan melihat kearah lain menghindari tatapanku.
"Nia, Shani itu....."
"Oh gue ngerti" potong Shania. "Udah berapa kali lo ama Shani-"
PLAKK
Ya, itu suara tamparan. Pipi yang ditampar.
Tapi kali ini bukan aku yang mendapat tamparan, melainkan aku yang menampar.
Aku menampar Shania, ini pertama kalinya aku menamparnya. Mungkin ini pertama kalinya juga aku menampar seorang gadis.
Stefi menutup mulutnya dengan kedua tangannya, mungkin dia tidak percaya dengan apa yang baru saja kulakukan pada Shania.
"Jangan pernah ngomong macem-macem soal Shani, apalagi didepan gue. Shani gak seperti apa yang barusan lo pikirin" kataku.
Hiks,...
Shania sudah tidak bisa membendung air matanya lagi. Dia menangis.
Shania menangis.
Sekali lagi, sekali lagi dalam hidupku, aku telah membuat seorang gadis menangis.
Shania berbalik dan seperti ingin pergi, tapi aku mencegahnya.
"Mau kemana lo?" tanyaku sambil menahan tangannya.
Shania menengokku sebentar lalu mengalihkan pandangannya kearah lain sambil menyeka air matanya.
"Duduk! Gue jelasin" pintaku padanya. "Stef, bisa minta tolong buatin minuman?"
"Eeh.... I-iya" jawab Stefi lalu berjalan kearah dapur.
"Pake gelas plastik aja, Stef!" tambahku.
Ya, jujur saja, aku sedikit khawatir kalau nanti Shania akan melemparku dengan gelas.
"Duduk!" pintaku lagi pada Shania.
Tapi Shania masih berdiri dan diam, tangannya pun masih aku pegang. Dia tidak berusaha melepaskannya sedikitpun.
"Nia,... duduk!" pintaku sekali lagi.
Shania menatapku sejenak lalu akhirnya mau untuk kembali duduk. Aku pun ikut duduk juga.
Shania kembali diam tidak berbicara.
"Sebelum gue cerita, gue mau nanya. Lo tau darimana soal hubungan gue sama Shani?" tanyaku.
"Gue tadi telfonan sama mama Di... sama nyokap lo" jawab Shania. "Kita ngobrol trus, nyokap lo cerita kalo lo sama Shani udah dijodohin, dan bisa dibilang kalo kalian itu tunangan"
"Panggil 'mama Dian' juga gapapa kali" balasku.
"Udahlah, cepet cerita!" balas Shania dengan pipi memerah.
"Bentar, nungguin Stefi dulu" jawabku. "Kamu mau tau ceritanya juga kan, Stef" kataku pada Stefi yang sudah berjalan kearah kami sambil membawa 3 gelas jus jeruk.
"Of course" jawabnya. "Aku penasaran, kok kalian bisa sampe tunangan? Soalnya aku tau nya kalian ini saudara sepupu yang saling suka aja" tambahnya sambil menaruh minuman di meja.
"Oke, bakal gue ceritain" kataku akhirnya. "Tapi inget, jangan disela sebelum gue selesai cerita"
Baiklah, aku harus menceritakan semuanya.
Jujur sepertinya adalah pilihan terbaik.
Akhirnya aku menceritakan semuanya pada mereka berdua, mulai dari pertemuan pertamaku dan Shani saat kami kecil dulu, dimana aku saat itu aku 'melamarnya' lalu kami berpisah karena aku harus ikut kedua orang tuaku ke ibukota sampai pertemuan kami kembali saat di Jogja dimana kedua orang tua kami 'setuju' dengan hubungan kami lalu akhirnya 'menjodohkan' kami dan menyuruh kami untuk tinggal bersama.
.
.
.
.
.
"Gue gak nyangka,...." kata Shania menggantung dengan ekspresi kaget.
Ya, aku bisa mengerti kalau Shania kaget. Aku tidak pernah membicarakan soal 'gadis yang kulamar saat kecil' padanya sebelumnya.
"....lo udah mesum dari kecil ya ternyata" sambung Shania.
Lah, kampret!
Ternyata itu yang membuatnya terkejut.
"Kak Shania, kok pemikirannya sama sih kayak aku?" tanya Stefi sambil tersenyum.
"Kecil-kecil udah main lamar anak orang aja" kata Shania lagi. "Trus apa itu? Dijodohin? Buat apa? Penyempurnaan keturunan?" tanya Shania lagi yang sepertinya masih tidak bisa menerima keadaan ini.
Huft~
Aku hanya bisa menghela nafas mendengar 'protes' Shania.
"Itu namanya 'investasi masa depan', paham gak sih?" jawabku.
"Maksud lo" tanya Shania lagi.
"Sama kayak gue ke lo dulu" jawabku lagi.
Shania memasang ekspresi bingung diwajahnya.
"Emang dulu waktu kita SMP, kita langsung temenan?" tanyaku lagi.
Shania seperti mengingat-ingat sesuatu lalu membelalakan matanya.
"Gak kan" kataku lagi.
"Gak" balasnya. "Lo dulu sering ngejahilin gue"
"Trus,..."
"Trus gue jadi kepikiran terus sama lo" kata Shania melanjutkan perkataanku yang sempat menggantung. "Bahkan sampe sekarang" tambahnya dengan suara pelan.
Ya, itulah caraku agar dikelilingi banyak gadis cantik saat ini.
Sedari kecil aku sudah 'tebar pesona' pada banyak gadis, jadi saat nanti para gadis itu tumbuh dewasa, mereka akan mencariku.
Contohnya ya Shani dan Shania, atau masih ada lagi ya?
Tapi sepertinya aku terlalu berlebihan melakukannya.
Oh ya, cara itu diajarkan oleh kakekku. Mendiang kakekku. Ayah dari ayahku.
Tapi kebiasaan itu kuhentikan saat masuk SMA, meskipun sepertinya percuma. Tanpa tebar pesona sekalipun, aku sudah bisa membuat banyak gadis terpesona. Maaf ya, malah kesannya menyombongkan diri.
"Ngomong-ngomong tadi lo cerita kalo lo nelfon nyokap gue. Ada perlu apa emang?" tanyaku lagi padanya.
"Eh,.... itu....." Shania seperti ragu untuk menjawab. "Oh iya, ini kenapa ada Stefi disini" tanya Shania balik mengalihkan pembicaraan.
"Lo tanya sendiri aja sama orangnya" jawabku cepat.
"Adri, kok gitu? Kok lempar tanggung jawab?" keluh Stefi.
Aku tidak menjawab keluhan Stefi tapi aku menatap Shania dalam-dalam.
"Sekalian lo minta maaf, omongan lo tadi itu keterlaluan" perintahku pada Shania. "Lagian gak bagus kan kalo satu team berantem. Ngerti?" tambahku.
Shania hanya menunduk dan mengangguk kecil tanda mengerti.
Tunggu sepertinya ada yang terlupa.
"Bukan berarti lo boleh berantem sama yang beda team juga lho" tambahku sambil menghabiskan minumanku.
Kali ini Shania membalasnya dengan ekspresi cemberut.
Bahaya juga kalau Shania tidak bertengkar dengan Stefi tapi malah bertengkar dengan Shani.
"Udah ya. Gue laper, mau nyiapin makanan dulu" kataku lagi sambil bangkit berdiri. "Kamu juga laper kan, Stef" tambahku.
Stefi langsung mengangguk mengiyakan.
"Kamu juga mau, Nia? Hmmm,......." tanyaku pada Shania sambil menjawil hidungnya untuk sedikit menggodanya.
"Apa'an sih!" balasnya salah tingkah.
Aku langsung tertawa sambil berjalan menuju dapur.
.
.
.
.
.
Masak apa ya?, pikirku yang tengah kebingungan karena baru ingat kalau tadi aku lupa tidak memasak nasi.
Aku membuka kulkas dan melihat bahan makanan yang tersedia.
"Mau masak apa sih?" tanya Shania yang tiba-tiba sudah berada di belakangku.
"Udah baikannya?" tanyaku balik.
Shania langsung mengangguk cepat.
Kulihat Stefi sedang menonton TV, yah mungkin sebenarnya dia juga tidak terlalu mempermasalahkan ucapan Shania terhadapnya tadi.
"Lo daritadi di dapur ngapain aja?" tanya Shania sambil melihat dapur yang masih 'bersih'. "Gak ada hasilnya gini"
"Gue daritadi mikir mau masak apa" jawabku.
"Kok gak pesen delivery aja?" tanyanya.
"Males" balasku singkat.
Males kalo nanti yang nganter makanannya si Boy, batinku.
Padahal belum tentu juga dia, tapi bagaimana kalau memang dia?
Mulutnya tidak akan bisa dijaga jika dia tahu ada Shania dan Stefi dirumahku, bisa-bisa dia berkomentar yang aneh-aneh. Bahaya kan kalau Shania marah lagi.
"Trus mau masak apa nih?" tanya Shania.
"Mie instan aja deh ya" jawabku sambil tersenyum.
"Perlu gue bantu?" tanya Shania menawarkan diri.
"Ngapain? Orang cuma kawakami doang. Lagian nanti lo malah ngehambat gue lagi" balasku.
"Enak aja, emang dulu siapa yang ngajarin lo masak?" tanyanya.
"Perasaan gue belajar masak otodidak deh. Hasil liat internet" balasku.
Sama anime juga sih, batinku.
"Ya udah" jawabnya.
Kok ngeselin ya nih anak, batinku.
"Lagian udah lama kita gak masak bareng" tambahnya sambil tersenyum.
"Aku kok merasa kayak anak kalian ya" kata Stefi tiba-tiba.
"Apa'an sih, Stef" balasku.
"Stefi!!" teriak Shania dengan pipi merah.
"Habisnya kalian mau masak buat aku kan. Hehehe"
"Udah. Kamu diem aja disitu, jangan ganggu" kataku pada Stefi sambil tersenyum ke arahnya.
"Gue bingung, kok lo 'Aku-Kamu' an sih sama Stefi?" tanya Shania padaku.
"Perasaan, gue dari awal pake 'aku-kamu' sama Stefi" jawabku. "Udah lah, ini kapan kita mulai masaknya"
"Kalo gue bilang gue lagi diet, telat gak?" tanya Shania polos.
"Ya udah, kita masak yang lain aja" tawarku.
"Tapi gue udah laper" balasnya. "Gapapa deh, dietnya mulai besok aja"
"Ya udah. Jadi masak mie nih ya?" kataku sambil mengambil 6 bungkus mie instan dari lemari.
Bukan. Bukan 1 orang mendapat 2 porsi, tapi 4 porsi untukku. Karena kalau 1 porsi gak kenyang, 2 porsi kayak ada yang kurang, 3 porsi nanggung, 4 porsi baru pas. Hehehe.
Jangan ditiru ya.
"Ngapain itu banyak banget ngambil mie-nya?" kata Shania tiba-tiba. "Gak ada ya"
"Nia, lo kan tau gue......"
"Stefiii......."
"Laporin ci Shani ah...."
"Iya. Iya" kataku pasrah. "5 bungkus aja ya"
Shania menatapku tajam.
"4"
Huft~
Shania menghela nafas.
"Ya udah" balasnya.
.
.
.
.
.
"Tapi,..."
"Apa lagi sih?"
"Tapi gue tetep kesel sama lo....."
"Kesel kenapa lagi sih? Kan tadi udah gue jelasin kalo-"
"Bukan itu!" potong Shania. "Gue kesel karna lo gak manggil gue pas lagi pengen"
"Stefi yang lagi pengen, bukan gue. Itu tadi dia juga-"
"Silent please!!" teriak Stefi. "Aku lagi nonton TV lho ini"
"Gue gak mau tau ya, pokoknya setelah ini lo harus gituan sama gue. Kalo gak......"
Kata-kata Shania sedikit menggantung dan sedikit mengerikan juga karena dia mengatakannya sambil memegang sebuah pisau karena dia memang sedang memotong sawi.
Aku sedikit menelan ludah dibuatnya.
"Ya jangan dong, Sh- Nia" kataku memelas.
Sial! Kenapa tadi aku hampir salah sebut.
Tuh kan Shania kembali melotot ke arahku.
"Jangan ya" kataku lagi. "Nanti gak bisa bahagiain lo dong" tambahku sambil memundurkan pinggulku menghindari jangkauan pisaunya.
Shania memasang ekspresi kaget, kemudian dia berkata,...
"Gak mungkin lah!" bentaknya. "Gue gak sekejam itu ya"
Syukur deh, kalo dipotong kan bahaya, selain gak bisa bahagiain dia, gak bisa bahagiain Shani juga nanti.
"Lo mau ngapain?" tanyaku saat melihat Shania sedang mengambil sesuatu di kulkas. "Gak perlu. Cukup sawi aja"
"Oh ya udah"
.
.
.
Ah! Aku lupa, harusnya aku menggoreng telur juga.
"Ni-"
Belum selesai menyelesaikan kalimatku, Shania sudah mengambil 3 butir telur dari kulkas.
"Pengertian banget sih" balasku.
Shania langsung memberikan senyuman manisnya padaku.
"Kalian kalo diperhatiin cocok juga ya" kata Stefi tiba-tiba. "Kompak lho ternyata"
Kalau hanya sekedar memasak bersama, aku dan Shani juga pernah melakukannya. Jadi hal ini sebenarnya tidak terlalu istimewa.
Tapi kalau soal jago masak, harus kuakui masakan Shania lebih enak daripada masakan Shani.
Meski begitu, tidak ada masakan Shania yang melekat di ingatanku.
Tapi kalau masakannya Shani,.....
Jangan ditanya, kalian pasti masih ingat kan soal 'Sup Air Laut'. Hehehe.
Duh, Shan. Aku kangen kamu!, batinku.
"Lo kenapa senyum-senyum sendiri sih?" tanya Shania menyadarkanku.
Kira-kira kalau aku menjawab 'Gue kangen Shani', Shania marah tidak ya?
"Poligami aja"
Aku hanya diam mendengar perkataan Stefi dan memilih untuk melanjutkan kegiatanku.
Tapi, entah kenapa aku merasa kalau Shania sedang menatap ke arahku dengan tatapan serius seperti sedang mengharapkan sesuatu dariku.
Nia, coba lo aja deh yang minta ijin ke Shani, batinku.
Aku sudah pernah coba melakukannya dan ditolak kan. Mungkin kalau Shania yang minta ijin, akan diberi ijin nanti. Hehehe.
.
.
.
.
.
"Stef, makan dulu" ajakku.
Stefi langsung berdiri dan menuju ke meja makan.
"Jalan kamu kok daritadi kelihatan aneh sih?" tanya Shania saat melihat cara berjalan Stefi.
"Tanyain sama dia tuh, kak!" balas Stefi.
"Ian......"
"Makan dulu, makan dulu" balasku menghindari pertanyaan Shania. "Ngobrolnya nanti aja"
"Eh, kok!" Stefi kaget dengan makanan yang kuhidangkan. "I don't like vegetables"
"Makan!" kataku tegas.
"Tapi,...."
"Ma....kan!" kataku lagi.
"Udah lah, Stef. Kamu turutin aja" tambah Shania. "Dicoba dulu"
"Dicoba dulu baru komentar" tambahku lagi. "Awas ya, kalo kamu pinggirin sawinya"
"Ok" jawab Stefi singkat.
"Doa dulu" ajakku.
Aku lalu memimpin mereka berdua untuk berdoa. Ya, meskipun kami berbeda agama tapi sebenarnya tuhan itu satu bukan, sebutannya saja yang berbeda-beda.
Selesai berdoa, Stefi mencoba untuk memakan mie instan tersebut bersama dengan sedikit sawi sambil memasang ekspresi takut-takut.
Aku hanya bisa menggelengkan sedikit kepalaku melihat tingkahnya tersebut.
"Enak!" seru Stefi setelah memakan potongan kecil tersebut.
Aku senang kalau dia menyukainya.
"Ada rasa manisnya gitu, tapi menyatu sama mie-nya" komentarnya lagi. "Kok bisa gitu sih? Kak Shan"
"Aku gatau. Aku cuma bantuin motong aja" jawab Shania. "Ian yang ngelakuin sisanya kayaknya dia punya cara tersendiri deh"
Ya, aku memang melakukan 'sesuatu' pada sawinya agar tetap segar dan tidak terlalu layu agar rasa manisnya bisa keluar.
Baguslah kalau mereka menyukai masakanku yang sekarang ini. Dan sepertinya mereka juga sudah benar-benar berbaikan.
"Telurnya juga enak" tambah Shania.
"Iya, telurnya gurih banget juicy banget" tambah Stefi. "Tapi aku lebih suka rasa sawinya. Maniss~"
"Kalo gitu mulai sekarang kamu harus mulai coba makan sayur" balasku.
"Yah..." keluh Stefi.
"Gak adil" kata Shania tiba-tiba.
Mau apa lagi sih nih anak?, batinku.
"Udah dong ngobrolnya. Makan dulu sekarang" balasku.
"Maksudnya, kak Shan?" tanya Stefi.
Ini kenapa Stefi boleh memanggilnya 'Shan' sedangkan aku tidak boleh?
Bukannya itu berarti dia yang tidak adil, kenapa malah menuduhku.
"Tadi gue mau tambahin wortel, tapi lo cegah" kata Shania.
"Eh,..... curang!" protes Stefi.
Yah, ketahuan, batinku.
"Aku disuruh makan sawi, kamunya gak mau makan wortel" protes Stefi.
"Gak enak nanti, kalo ditambahkan wortel juga" kataku beralasan.
"Itu kan menurut kamu doang" balas Stefi.
"Lo kok gak adil sih soal beginian doang" tambah Shania. "Gimana nanti poligami nya"
"Uhuk"
Aku yang sedang minum langsung tersedak mendengarnya.
Kenapa sepertinya aku hobi sekali tersedak saat sedang makan bersama dua gadis sekaligus?
Tapi yang dulu berakhir buruk, semoga yang satu ini berakhir indah.
Dan apa itu tadi?
Shania serius ingin aku poligami?
.
.
.
.
.
"Aku aja yang cuci piring ya, kalian kan tadi udah masak" kata Stefi menawarkan diri.
"Aku bantuin, Stef" balas Shania.
"Thank you, kak" balas Stefi sambil tersenyum.
"Ya udah" kataku. "Gak perlu tiga orang kan buat cuci piring doang"
Aku langsung bergegas ke ruang tengah untuk menonton TV.
Tapi,.... tidak ada acara yang bagus. Politik, politik, politiiiikkk semua. Eh, ada acara gosip juga. Tapi untuk apa juga aku melihat acara gosip.
Acara yang lain hanya sinetron azab yang judulnya sudah mendeskripsikan isi ceritanya.
Judul apa sinopsis, batinku.
"Lihat channel yang lagi iklan aja lah" gumamku. "Biarin lah, iklan TV Indonesia kan lucu-lucu"
Lah, kampret gak ada yang iklan, batinku.
Ini adzan maghrib udah selesai ya?
Padahal aku ingin melihat kumpulan iklan adzan, iklan limited edition yang hanya muncul saat adzan maghrib. Iklannya seru-seru karena kebanyakan iklan obat, ada iklan obat flu, obat sakit tenggorokan, obat penyakit kulit, iklan permen yang sepertinya bocah-bocah di iklan tersebut pasti sekarang sebenarnya sudah beranjak dewasa.
Iklan iklan seperti itu lebih seru daripada iklan rokok yang sampai sekarang sulit untuk aku pahami.
Dari yang olahraga ekstrem sampai jin lampu, hubungannya dengan rokok itu apa?
Karena tidak ada acara yang bagus, akhirnya aku memutuskan untuk mematikan TV lalu menaiki tangga menuju ke kamar.
Saat akan menaiki tangga, akh melihat Shania dan Stefi yang sudah selesai mencuci piring sedang berbisik-bisik kemudian tertawa bersama.
Entah kenapa melihat mereka melakukan itu, aku sedikit curiga kalau mereka sedang merencanakan sesuatu.
Mungkin itu hanya firasat ku saja, tapi biasanya firasat ku benar sih.
"Kamu mau kemana?" tanya Stefi.
"Ke atas" jawabku singkat.
"Mau ngapain lo?" tanya Shania kali ini.
"Main laptop palingan, lihat TV acaranya gak ada yang bagus" jawabku lagi.
"Ya udah, lo bawa laptop lo kebawah. Kita nonton film" perintah Shania.
Kok dia yang mutusin?, batinku.
Padahal aku kan ingin main PES.
.
.
.
.
.
Setelah membawa laptop ku kebawah dan menyalakannya, aku sedikit bingung ingin melakukan apa.
Aku bingung mau menonton apa.
Anime?
Dua orang gadis yang sedang mengapitku sekarang ini belum tentu mengerti jalan ceritanya.
Theater?
Ya kali, masa aku menonton video theater saat ada dua gadis idola ini bersamaku.
Film?
Kalau menonton film, genre-nya harus tepat. Karena kalau drama, dua gadis ini akan berkonsentrasi, rugi dong gue. Nah, kalau action, aku yang akan konsentrasi.
Jadi pilihan satu-satunya adalah horor. Tapi seingatku, aku tidak punya film bergenre horor. (Ini saran untuk kalian jika mau mendapatkan 'keuntungan' dari pacar kalian saat di bioskop).
Tapi tidak usahlah, keenakan kalian dong. Harapan kalian terkabulkan.
"Malah bengong" kata Shania tiba-tiba sambil menepuk bahuku.
"Gue bingung mau nonton apa" balasku masih dengan melihat kearah layar laptop.
"Bokep aja" balas Stefi tiba-tiba.
"Yak, gue setuju" tambah Shania.
"Apa'an! Gak!" kataku menolak. "Nanti malah gue repot kalo kalian berdua pengen"
Yah, sebenarnya aku sedikit jual mahal saja.
"Lagian laptop gue bersih, gak ada bokepnya" tambahku.
"Bo'ong banget"
"Gak mungkin"
Kata mereka berdua hampir bersamaan.
"Ya udah kalo gak percaya, per...."
Sebelum mendapat persetujuanku, Shania sudah mengambil alih laptop ku.
"Sini gue periksa" kata Shania.
"Pasti di-hidden" kata Stefi menuduhku.
Setelah mengutak-atik laptop ku cukup lama, akhirnya Shania menyerah.
"Beneran gak ada, lo hidden ya?" tuduh Shania.
"Udah kan. Gue mau nonton anime aja, gak mau nonton kan. Ya udah" kataku sambil mengangkat laptop ku dan berpindah duduk di sofa yang untuk satu orang. "Lo berdua nonton TV aja atau ngapain sana" tambahku.
"Mau nonton apa sih?" tanya Stefi.
"One Piece" jawabku singkat. "Gak ngerti kan"
Ya, lebih baik aku menonton One Piece saja.
Dua hari berturut aku menonton ulang One Piece mulai dari arc Skypiea (arc paling konyol) sampai Enies Lobby (arc paling keren menguras emosi).
Ya, paling menguras emosi karena demi menyelamatkan seorang teman, Luffy dengan berani menjadikan pemerintahan dunia sebagai musuhnya. (Ya wajar sih, Robin kan gak salah apa-apa, masa pengen tau sejarah dunia aja dianggap kriminal. Robin chwan yang sabar ya).
Ditambah setelah itu, harus nangis-nangisan lagi gara-gara mereka harus kehilangan teman mereka yang paling berharga, kapal mereka. (Oda-sensei emang jenius, cuma dia satu-satunya orang yang bisa bikin jutaan, bahkan mungkin milyaran laki-laki di dunia ini menangis hanya karena adegan pembakaran sebuah kapal tua. We Love You, Merry).
Kenapa gue jadi bahas ginian sih?
Ini gue yakin penulisnya sambil nangis juga waktu ngetik ini, pikirku.
(Tau aja lo, kampret!)
Lah, dia nyahutin lagi.
Udah lah, lanjut aja kita.
Kali ini aku akan menonton arc apa ya?
Arc Marineford?
Ah, tidak. Sudah terlalu umum, gak kuat juga kalo harus ngeliat bang Ace dan om Edward Newgate meninggal. Sang ayah.
Gak tau siapa itu Edward Newgate? Norak kalian.
Arc Dressrosa?
Seru sih, ada kemunculan bang Sabo, apalagi ada proses terbentuknya armada mugiwara juga, tapi ada bagian bang Corazon meninggal juga. Sedih lagi nanti.
Arc apa ya?
Sabaody after 2 years aja deh, kan itu jadi ajang reuni nya kru mugiwara setelah pisah 2 tahun. Keren pasti.
Maaf ya, bagi kalian yang tidak mengerti apa yang dibahas diatas tadi.
Ada dua kata buat kalian yang tidak mengerti. Bodo amat.
Tinggal baca juga, gak usah protes.
Oke, sekarang pasang earphone. Nyalain videonya.
We Go!!
.
.
.
.
.
"Ian! Ian!! Iaaann!!!"
Duh, apa'an sih?, batinku.
Belum juga selesai nonton satu episode.
"Iya Nia?" balasku tanpa menoleh ke arahnya.
"Ian Nia?" tanyanya.
"Kupingnya ya" kataku sedikit gemas.
Ini siapa yang pake earphone sih?, batinku.
"Iya Nia?" kali ini aku sedikit mengeraskan suaraku.
"Copot dulu" pintanya.
Aku meng-pause video yang diputar di laptop ku dan menoleh ke arahnya.
"Apa?" tanyaku sambil meminum minuman yang sudah dibuatkan Stefi lagi.
"Gue mau juga dong dipake asal-asalan"
Pffftt.....
"Jorok ih!!" protes Shania saat melihatku menyemburkan kembali minumanku.
Sialan, untung gak kena laptop, batinku.
Kalau laptop ku rusak dan harus diperbaiki atau malah harus beli baru, kapan aku bisa membelikan Shani cincin.
"Maksud lo?" tanyaku pada Shania.
"Hehehe" Stefi yang berada disebelah Shania hanya cengengesan sambil mengacungkan dua jarinya.
Astaga, batinku.
"Gak!" tolakku tegas.
Jangan harap kalian bisa mengalihkan perhatianku dari One Piece.
"Sok jual mahal itu, kak Shan" balas Stefi.
"Serakah emang, kalo cuma gue kurang? Perlu Stefi ikutan juga?" tuduh Shania.
"Aku gak masalah kok" jawab Stefi.
"Ya udah, kita serang bareng aja" ajak Shania.
"Gak" tolakku lagi sambil berdiri dan membawa laptop ku kembali keatas menuju kamarku.
.
.
.
.
.
"Ngapain nyusul?" tanyaku tanpa menoleh lada dua orang yang sedang berdiri didepan kamarku. "Udah, tunggu aja dibawah. Aku mau beresin laptop dulu"
"Tuh kan, kak Shan. Dia cuma pura-pura aja" kata Stefi.
"Tadi katanya 'enggak', ternyata mau siap-siap dulu" kata Shania menyindir.
Aku langsung tersenyum kearah mereka.
Ya, aku tidak mau munafik. Mau bagaimana lagi, begitu mendengar perkataan Shania yang meminta untuk 'dipakai asal-asalan', aku jadi membayangkan yang tidak-tidak. Apalagi daritadi mereka menggodaku, aku juga manusia biasa yang punya batas kesabaran kan
Ditambah, mengingat ini adalah kesempatan langka, mana mungkin aku mau melewatkannya, belum tentu momen ini akan datang lagi. Nonton anime nya bisa ditunda dulu.
.
.
.
.
.
Saat aku sudah kembali kebawah, aku benar-benar dibuat tidak percaya dengan apa yang kulihat.
Ada dua orang gadis yang sedang duduk di sofa ruang tengah rumahku dengan pakaian yang bisa dibilang seksi, Stefi masih berpenampilan sama seperti tadi dengan hanya memakai atasan kaos dan bawahan yang hanya celana dalam, lalu Shania dia juga berpenampilan sama seperti Stefi. Memang mereka tidak telanjang, tapi justru disitulah letak keseksian mereka tercipta. Dan lebih bagusnya lagi, dua gadis ini siap untuk melayaniku dengan senang hati.
"Nanggung amat, gak telanjang aja sekalian?" kataku saat duduk ditengah mereka.
"Seksian gini kan" balas Stefi.
"Iya sih" balasku sambil tersenyum.
Shania langsung mencium bibirku sambil tangannya mengelus penisku dari luar celana. Sedangkan Stefi mulai menciumi leherku dan tangannya membelai-belai dadaku.
Tapi tak lama aku melepaskan ciumanku dengan Shania
"Tapi perlu gue ingetin lagi ya, ini cuma sekedar seks aja, cuma buat seneng-seneng doang. Jangan kebawah perasaan" kataku mengingatkan Shania.
Shania langsung mengangguk mantap.
"Itu juga berlaku buat lo kan" balasnya sambil tersenyum. "Awas aja kalo lo jadi ragu sama 'pilihan' lo gara-gara ini"
Sialan, batinku.
"Ini juga kita bantuin kamu" kata Stefi. "Sedih banget cowok kok gak punya koleksi bokep"
"Sekalian aja kita bikin bokep sendiri gimana?" ajak Shania.
"Ide bagus, kak Shan"
"Gak usah aneh-aneh deh" balasku. "Lagian buat apa aku nyimpen bokep kalo bisa langsung praktek langsung"
Setelah aku berkata seperti itu, mereka langsung menghujani wajahku dengan ciuman. Tapi itu bukan berarti tangan mereka diam saja, mereka berusaha melepaskan benda kesayangan mereka dari sarangnya, yaitu penisku.
Aku pun membantu mereka dengan mengangkat tubuhku sedikit agar mereka bisa lebih mudah melepaskan boxer-ku.
Setelah penisku terbebas dari sarangnya, dua tangan halus Shania dan Stefi langsung mengocoknya dengan kompak.
"Dia semangat banget kayaknya" komentar Stefi saat mengocok penisku yang sebenarnya sudah setengah tegang.
"Gimana gak semangat" balasku. "Bentar lagi dia bakal berpetualang ke enam lubang yang berbeda"
"Eh, lo seriusan mau nganalin gue?" kaget Shania.
"Lo tadi yang minta kan"
"Tapi kok aku ikutan juga?" tanya Stefi. "Kan tadi udah kesitu"
"Ya, mungkin dia kangen sama lubang belakang kamu" jawabku.
Shania dan Stefi mempercepat kocokannya setelah aku menjawab 'protes' mereka masing-masing.
"Eehhhmmmmm,......."
Aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak mendesah.
"Desah aja, jangan ditahan" kata Shania.
"Mau minta yang lebih enak kayaknya, kak Shan" tambah Stefi.
"Oh, oke" jawab Shania yang langsung dilanjutkan dengan memasukkan penisku kedalam mulutnya.
Stefi seperti tidak mau kalah, juga mulai menjilati batang penisku.
Pelayanan dari mereka berdua sekaligus memang terasa nikmat tapi seperti masih ada yang kurang, mungkin karena mereka belum kompak.
Tidak sesuai dengan ekspektasiku.
"Sabar dong, sabar gak usah rebutan" kataku mengingatkan mereka.
Kemudian aku menarik Stefi ke arahku karena aku ada 'perlu' dengannya, dan Shania kubiarkan tetap bermain dengan penisku.
Begitu Stefi berada di dekatku, aku langsung mencium bibirnya. Stefi juga langsung membalas ciumanku dengan bersemangat.
Ku turunkan ciumanku ke lehernya sembari tanganku mulai bergerak mengelus vaginanya dari luar celana dalamnya.
"Eeeehhh......" Stefi tak kuasa menahan erangannya.
"Stef" bisikku di dekat telinganya.
"Hhhmm"
"Kamu bisa ajarin Shania biar nyepongnya lebih jago lagi?" pintaku masih dengan berbisik.
Stefi langsung membalas permintaanku dengan sebuah senyuman dan mendorong pelan pipiku menggunakan telunjuknya. Kemudian dia kembali 'bekerjasama' dengan Shania.
Aku meminta seperti itu bukan karena pelayanan mulut Shania tidak selama ini tidak bagus. Bukan.
Tapi kalau bisa diasah menjadi lebih baik kenapa tidak. Bayangkan saja Shania dengan wajahnya yang.... yah, kalian tahu lah. Bayangkan dengan wajahnya itu dia memiliki kemampuan mulut sekelas Stefi yang sangat ahli.
"Nih gantian, Stef.." kata Shania sambil menyorongkan penisku ke mulut Stefi yang berada di dekatnya.
Stefi pun dengan sigap kembali memainkan penisku dengan mulutnya.
Sementara itu, kali ini gantian Shania yang berciuman denganku.
"Bisik-bisik apa sama Stefi?" tanyanya saat ciuman kami terlepas.
"Nanti juga lo tau" balasku kemudian kembali mencium bibirnya.
Cukup puas berciuman dengan Shania, aku mengangkat kaos nya keatas dan Shania mengangkat kedua tangannya sehingga memudahkanku melepaskan kaos nya. Setelah kaos nya terlepas, terlihatlah payudara Shania yang indah didepan wajahku.
"Lo gak,...."
"Udah gue copot tadi"
"Sekarang, pas gue main-main sama toket lo. Coba lo perhatiin Stefi"
Shania hanya membalas dengan sebuah anggukan kecil. Sepertinya dia cepat mengerti.
Baguslah kalau begitu, pikirku.
Aku langsung menyerang payudaranya yang indah itu. Kucium, kujilat dan kuhisap bergantian.
"Aaaahh...... Ssshh...... Aaahhh......"
Shania hanya bisa mendesah nikmat saat menerima semua perlakuanku pada payudaranya.
Tapi sepertinya ada yang hilang.
Kehangatan mulut Stefi.
Oh, ternyata dia sedang membuka kaos nya sendiri sehingga dia sekarang juga ikut bertelanjang dada seperti Shania. Setelah dia bertelanjang dada, Stefi kembali mengulum penisku lagi.
Ah, baguslah, pikirku.
Setelah puas bermain-main dengan payudara Shania, aku mendorongnya kebawah agar kembali memainkan penisku.
Shania langsung mengulum kembali penisku dan mempraktekkan apa yang dia lihat tadi.
Sedangkan Stefi bertugas mengulum buah zakarku. Mereka secara bergantian bertukar tugas selama beberapa menit.
Ini dia, akhirnya mereka bisa kompak juga. Harusnya mereka tidak hanya mendapat latihan fisik saja, tapi latihan kekompakan juga. Terutama kekompakan dalam memuaskan laki-laki, tentu saja aku akan dengan senang hati membantu mereka berlatih.
Mimpi apa aku kemarin malam?
Saat ini aku merasa seperti sedang berada di surga. Dua orang gadis idola yang cantik sedang menghisapi dan menjilati penisku secara bergantian. Kuelus-elus kepala gadis-gadis ini yang sedang menikmati penisku dengan semangatnya.
Sampai akhirnya mereka menyamakan tugas mereka. Mereka sama-sama mengulum buah zakarku, sama-sama menjilati batang penisku, bahkan mereka juga menciumi kepala penisku bersamaan.
"Nah gitu dong kompak. Satu team kan" kataku menggoda mereka.
Mereka langsung menatapku sayu bersamaan dengan bibir yang masih sama-sama mengatup kepala penisku.
Oh, sial natapnya jangan gitu dong, batinku sedikit panik.
Mereka yang menyadari kepanikanku langsung menggelitik kepala penisku dengan lidah mereka.
Oh, sepertinya mereka terlalu kompak, batinku.
Mereka berdua lalu kembali berbagi tugas. Disaat Shania mengulum penisku, Stefi mengulum buah zakarku. Begitupun sebaliknya. Mereka sangat kompak sekarang.
Harusnya dari awal mereka kompak seperti ini agar aku bisa segera merasakan sensasi ini daritadi.
Ah, sepertinya aku terlalu banyak protes. Lebih baik sekarang aku menikmati pelayanan mereka dengan santai.
Nikmat yang kurasakan membuatku merasa tak akan tahan terlalu lama lagi.
Aku mencabut penisku dari mulut Stefi lalu mengerang panjang. Spermaku memancar dengan derasnya membasahi wajah mereka. Mereka saling menjilat dan menciumi spermaku yang berada di wajah mereka satu sama lain.
Melihat mereka seperti itu membuat penisku kembali menegang.
"Udah ya, aku mau pulang" kata Stefi tiba-tiba sambil bangkit berdiri.
"Gak" cegahku sambil mencengkeram pergelangan tangannya.
"Udah lah, Ian. Jadi kan kita punya waktu berdua"
"Enak aja. Gue punya kesempatan nikmatin lo berdua, kenapa harus gue lepas?" balasku. "Lagian emang gak gatel?" tanyaku sambil mengelus vagina Stefi dari luar celana dalamnya.
"Mmmmhhh... Iya deh" jawab Stefi.
"Gapapa kan, Nia?"
"Asal lo seneng deh" kata Shania. "Lagian memek gue udah gatel pengen digaruk" tambahnya sambil memamerkan celana dalamnya yang sudah basah.
Ya begitu, kalian harus menurutiku, batinku senang.
Aku pun menyuruh mereka untuk melepaskan celana dalam mereka dan menungging berdampingan bertumpu pada sandaran sofa, hingga pemandangan indah dari dua pantat mulus dengan lubang vagina yang basah terpampang di depan mataku.
Sekarang ada dua gadis yang sudah telanjang dan menungging di depanku, sedangkan aku masih memakai kaos ku dan hanya bagian bawahku saja yang telanjang.
Sesekali kuremas dan kutepuk pelan pantatnya mereka sampai membuat mereka mendesah nikmat. Dengan iseng aku menusukkan jariku di masing-masing vagina mereka.
"Iiih kok pake jari sih" protes Stefi.
"Aku dulu dong, Ian. Stefi kan tadi udah"
"Sabar, sabar... segitu kangennya ya sama gue? Atau sama punya gue?" godaku.
"Iiya gue kangen banget sama kontol lo, sama lo nya juga. Ayo dong!" pinta Shania
"Ayo apa nih?" kataku lagi masih menggodanya.
"Ah Ian iih. Ngeselin!!" gerutu Shania. "Ayo dong udah gatel ini"
"Owh ya udah, kalo gitu gue main sama Stefi dulu yah" kataku santai.
Stefi memekik kecil saat penisku tiba-tiba menerobos vaginanya yang basah.
"Ehhh... Eeeehhh... Adri Eeehhhh.....!" terang Stefi ketika aku mulai menggenjot vaginanya dengan intens.
"Ian!! Kok Stefi duluan siiih" omel Shania yang kecewa.
Tapi memang inilah yang sudah kurencanakan. Saat Shania lengah karena kecewa vaginanya tidak kupilih, seketika aku mencabut penisku dari vagina Stefi dan dengan cepat kutusukkan ke vagina Shania hingga gadis pemilik goyangan 'Hey, hey, hey' itu terbelalak dan menjerit kaget.
"Aaah Iaaann! Kok gak ngomong dul- Ahhhh!"
"Emang harus bilang-bilang dulu yah?" tanyaku sambil mulai menggenjot vagina Shania.
"Ahh dasaaarrr... Nghhh... Aahhhh... akhirnya dapet ngerasain punya lo lagiiiii!" racau Shania dengan tubuh tersentak-sentak akibat kugenjot dari belakang.
Secara bergantian alu menggenjot kedua vagina mereka dari belakang. Bosan dengan lubang yang satu, tinggal beralih ke yang satunya lagi. Dan dengan jariku, aku mengorek lubang yang sedang kosong. Dengan tubuh penuh energi sehabis makan, aku menggempur kedua vagina mereka dengan gagah perkasa.
Seeerr...... Seerrr...... Seeerr......
Stefi mencapai puncak kenikmatannya saat gilirannya tiba. Aku bisa merasakannya langsung dari kedutan dan jepitan vagina Stefi. Saat tubuh Stefi mengejang dan menggelinjang, aku langsung mencabut penisku dan memasukkannya kedalam vagina Shania yang disambut oleh lenguhan mesra darinya.
Kubiarkan Stefi menikmati orgasmenya dulu
Aku kembali menggenjot Shania, kali ini lebih lama.
"Ah... iya Ian.. Terus... Ahh... Ian... Ahhh"
Shania mulai meracau tak karuan.
Melihatnya begitu, aku semakin cepat menyodok penisku. Semakin cepat dan semakin keras seiring desahan Shania.
"OOhhhh... AHhhhh.. enak Aaahh... Ian... Teruss.. Terusss.. cepetin lagi... Tee..teeeruussss.... AHHHHHH.......!!!!!!!!"
Sampai akhirnya Shania mendapatkan orgasmenya juga.
"Arrrrrghhhhh!" pekik Shania sambil terpejam menikmati orgasme pertamanya hari ini.
Ya, ini baru orgasmenya yang pertama. Akan dibuat dia merasakan pula yang kedua, ketiga, keempat dan seterusnya.
Tapi nanti, sekarang aku harus,....
Aku kembali menggenjot vagina Stefi yang disambut oleh desahan manjanya.
"Eeehh....... AAAaahhhhhh!!"
Desahannya berubah menjadi jeritan ketika aku menarik kedua tangannya kebelakang dan menggenjot vaginanya dengan sedikit kasar. Aku merasa sebentar lagi akan mencapai orgasmeku lagi, dan aku memilih Stefi untuk menampung spermaku. Karena aku punya rencana sendiri untuk Shania.
PLOK!
PLOK!!
PLOK!!!
Genjotanku membuat suara yang cukup keras saat pahaku menabrak pantat empuk Stefi. Stefi sendiri sepertinya sudah tidak tahan lagi, padahal dia baru saja mengalami orgasme.
Rasa nikmat itu semakin lama semakin tidak bisa kutahan lagi hingga akhirnya,.....
"Crrooottt!! Crroooottt!! Crrrooottt!! Crrooottt!!"
Aku menyemburkan lagi spermaku kedalam rahim Stefi. Seketika kenikmatan baru datang susul menyusul.
"Aaahhhh aku dap- Ehh!? Ahh... Ahhh... Ahhhh Adriiiaan!" jerit Stefi histeris.
Aku menggeram menikmati orgasmeku dan juga dari jepitan liar vagina Stefi. Tapi setelah semprotan spermaku habis, aku tidak menghentikan gerakanku. Aku masih menggerakan pinggulku. Tak kupedulikan rasa ngilu pada penisku. Kembali kugenjot vagina Stefi yang sudah dipenuhi berbagai jenis cairan termasuk cairannya sendiri. Stefi yang sudah setengah sadar dimabuk orgasme beruntun hanya bisa pasrah kuperlakukan seperti itu.
"Ngghh Adri... Memeek akuu.. Ehh! Memek aku masihhh... Eehh!" erangnya histeris seperti ingin menangis.
Aku sempat melirik Shania yang masih menikmati orgasmenya, posenya yang sangat seksi sampai membuatku terkesima.
Shania cantik sekali!
Aku benar-benar terpesona dibuatnya.
Sepertinya aku jatuh cinta lagi pada Shania.
Walaupun aku sedang menggenjot Stefi, tatapanku tidak lepas dari Shania. Shania membuka matanya dan menatapku dengan penuh kemesraan. Senyumannya yang manis membuatku bingung.
Apa benar aku jatuh cinta lagi pada Shania?
Tapi ini membingungkan, sekarang penisku sedang menikmati pelayanan Stefi dan Shania tersenyum kepadaku.
Ah, semakin dipikirkan semakin membuatku bingung.
Aku pun tersenyum balik kearah Shania sambil tetap menggenjot Stefi semakin keras. Genjotanku yang terus bertubi-tubi dari belakang membuat Stefi tidak dapat menahan diri lagi dan dia mendapatkan orgasme lagi. Hingga tak lama kemudian Stefi kembali menjerit sambil mengejang.
"Aaaahhh......!!! Aaaahhh......!!!! Aaaahhh......!!!"
Walaupun Stefi menjerit-jerit minta ampun, aku tetap tidak mengurangi tempo genjotanku. Aku tidak peduli walaupun Stefi mengalami multi-orgasme susul menyusul. Vagina Stefi yang sudah basah kuyup pun terus ku bombardir.
Aku menarik Shania dan dia langsung mencium bibirku dengan ciuman yang lembut. Ciuman yang sangat mesra.
"Bentar ya, Nia" kataku saat ciuman kami terlepas.
Aku kembali memfokuskan diriku pada genjotan penisku pada vagina Stefi.
"Eeeehhh kok akkuuu lagi? Kok aku terus sih?"
Shania memeluk dan menciumi leherku dari belakang seperti sedang menyemangatiku. Kemudian dia melepas pelukannya dan mendorong pinggangku agar genjotanku semakin cepat.
Gak sabaran banget sih, batinku.
Itu sukses membuatku semakin bersemangat dan mempercepat genjotanku, bahkan ketika aku merasa diriku akan mendapatkan orgasme lagi. Aku tetap menggenjot Stefi semakin dalam, seolah-olah hendak menggaruk-garuk semua bagian dinding vagina Stefi.
"Crroooottt!! Crrrooottt!! Crrooottt!!"
"Aaaaaaahhhhhhhhh.........!!!!!!!"
Stefi kembali menjerit kencang saat aku menyemprotkan spermaku memenuhi rahimnya. Sepertinya semburan spermaku membuatnya mendapatkan orgasmenya yang entah kesekian kalinya, yang terdahsyat, dan sepertinya yang terakhir. Karena setelah jeritannya yang tadi, Stefi tiba-tiba terdiam. Tubuhnya yang kupegang seketika lunglai, dan saat aku melepaskan tubuhnya, Stefi ambruk begitu saja.
"Eh, itu Stefi kenapa?" Shania yang berada dibelakangku dan daritadi menonton langsung khawatir saat melihat Stefi yang tak sadarkan diri.
"Itu yang namanya dipake 'asal-asalan', Nia" jawabku. "Masih mau?"
"Eh, kok gitu" Shania mulai ketakutan. "Kata Stefi cuma-"
"Tenang" potongku. "Habis istirahat bentar juga pasti pulih lagi kok" kataku sambil menunjuk Stefi yang nafasnya mulai teratur.
"Yuk" ajakku sambil menggendong tubuh Stefi.
"Kemana?"
"Pindah ke kamar" jawabku. "Nih anak juga harus dikasih selimut biar gak masuk angin"
"Oh"
"Nah, kalo gini kan kita,...."
"Punya waktu berdua" sambung Shania.
.
.
.
.
.
.
.
Oke, kayak nya segitu dulu ya.
Hah? Kenapa?
Iya nanti akan kuceritakan lagi sisanya saat bersama Shania.
Nah, karena sekarang kami sudah sampai ketempat tujuan kami, jadi aku tunda dulu ceritanya.
.
.
.
.
.
-Ya udah, Bersambung-
"Dan jangan panggil gue 'Shan', gue bukan Shani!!" bentak Shania.
Mati gue! Mati!!
Ternyata ini lebih parah!
"Lo pikir gue gak tahu kalo lo ama Shani udah tunangan dan kalian tinggal bareng hah!"
"Tunangan!" teriak sebuah suara dari ujung tangga.
"S-stefi?!" kagetku.
Ya, suara itu berasal dari Stefi. Dia sepertinya menguping pembicaraanku dengan Shania. Tentunya sekarang Stefi sudah memakai kembali pakaiannya. Lebih tepatnya hanya kaosnya saja, karena untuk bawahnya dia hanya memakai celana dalamnya saja.
"Bukannya kamu udah aku kasih tau janga-"
Aku tidak menyelesaikan kalimatku karena tiba-tiba Stefi berlari ke arahku dan langsung memelukku.
"Syukurlah, hubungan kamu sama ci Shani ternyata udah seserius itu" kata Stefi masih sambil memelukku. "I'm happy for you" tambahnya sambil tersenyum
Itu bukan senyuman yang dipaksakan, itu senyuman yang tulus, senyuman yang jujur. Stefi tidak sedang berpura-pura, dia benar-benar senang mengetahui hubunganku dan Shani yang sesungguhnya.
"Lo nolak gue, lebih milih Shani. Tapi sekarang ada Stefi dirumah lo?" Shania terlihat semakin emosi. "Dasar brengsek!!"
Wajar saja Shania marah jika melihat bagaimana pakaian Stefi sekarang. Tapi kurasa itu terlalu berlebihan.
"Kak Shania, ini bukan salahnya Adrian" Stefi berusaha membelaku.
"Bukan salah dia?! Jadi salah siapa? Salah lo? Iya? Dasar cewek lacur!"
"Omongan lo bisa dijaga enggak!!" bentakku mulai ikut terbawa emosi.
Shania sepertinya tersentak kaget setelah baru saja kubentak.
Ya, itu wajar saja. Bertahun-tahun kami kenal, baru kali ini aku membentaknya.
"Lo boleh ngehina gue, tapi jangan sekali-kali lo ngehina Stefi" kataku lagi sambil berjalan mendekat kearah Shania.
"Adri, jangan" kata Stefi sambil berusaha mencegahku dengan memegang lenganku.
"Udah, kamu diem dulu ya" kataku pada Stefi sambil tersenyum.
"Lo lebih belain dia daripada gue?" tanya Shania dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Lo bilang kalo Stefi itu cewek la..."
Sial, aku tidak bisa mengatakannya!
"Trus apa bedanya sama lo?" tambahku.
Shania kembali tersentak dengan apa yang kukatakan barusan.
"Lo anggep gue apa sih?" tanya Shania mengalihkan topik pembicaraan. "Kenapa lo gak jujur sama gue? Kenapa lo gak ngasih tau gue soal hubungan lo sama Shani? Kenapa malah lo sembunyiin dari gue? Dan sekarang ini? Lo sama Stefi...."
"Karna lo bakal jadi kayak gini" jawabku tegas. "Lo gak akan bisa langsung terima soal hubungan gue sama Shani"
Karna gue juga gak mau kehilangan lo Nia, batinku.
"Jadi lo sebenernya suka sama siapa sih? Gue apa Shani?" tanyanya lagi sambil menatap mataku dalam.
Mungkin dia berusaha melihat apakah aku akan berbohong atau tidak atas jawabanku nanti.
"Emangnya pertanyaan itu perlu gue jawab ya?" tanyaku balik sambil membalas tatapan matanya.
"Cih" Shania sedikit mendecakkan lidahnya. "Apa sih keistimewaan Shani? Udah ngasih apa dia ke lo?" tanyanya lagi kali ini dengan melihat kearah lain menghindari tatapanku.
"Nia, Shani itu....."
"Oh gue ngerti" potong Shania. "Udah berapa kali lo ama Shani-"
PLAKK
Ya, itu suara tamparan. Pipi yang ditampar.
Tapi kali ini bukan aku yang mendapat tamparan, melainkan aku yang menampar.
Aku menampar Shania, ini pertama kalinya aku menamparnya. Mungkin ini pertama kalinya juga aku menampar seorang gadis.
Stefi menutup mulutnya dengan kedua tangannya, mungkin dia tidak percaya dengan apa yang baru saja kulakukan pada Shania.
"Jangan pernah ngomong macem-macem soal Shani, apalagi didepan gue. Shani gak seperti apa yang barusan lo pikirin" kataku.
Hiks,...
Shania sudah tidak bisa membendung air matanya lagi. Dia menangis.
Shania menangis.
Sekali lagi, sekali lagi dalam hidupku, aku telah membuat seorang gadis menangis.
Shania berbalik dan seperti ingin pergi, tapi aku mencegahnya.
"Mau kemana lo?" tanyaku sambil menahan tangannya.
Shania menengokku sebentar lalu mengalihkan pandangannya kearah lain sambil menyeka air matanya.
"Duduk! Gue jelasin" pintaku padanya. "Stef, bisa minta tolong buatin minuman?"
"Eeh.... I-iya" jawab Stefi lalu berjalan kearah dapur.
"Pake gelas plastik aja, Stef!" tambahku.
Ya, jujur saja, aku sedikit khawatir kalau nanti Shania akan melemparku dengan gelas.
"Duduk!" pintaku lagi pada Shania.
Tapi Shania masih berdiri dan diam, tangannya pun masih aku pegang. Dia tidak berusaha melepaskannya sedikitpun.
"Nia,... duduk!" pintaku sekali lagi.
Shania menatapku sejenak lalu akhirnya mau untuk kembali duduk. Aku pun ikut duduk juga.
Shania kembali diam tidak berbicara.
"Sebelum gue cerita, gue mau nanya. Lo tau darimana soal hubungan gue sama Shani?" tanyaku.
"Gue tadi telfonan sama mama Di... sama nyokap lo" jawab Shania. "Kita ngobrol trus, nyokap lo cerita kalo lo sama Shani udah dijodohin, dan bisa dibilang kalo kalian itu tunangan"
"Panggil 'mama Dian' juga gapapa kali" balasku.
"Udahlah, cepet cerita!" balas Shania dengan pipi memerah.
"Bentar, nungguin Stefi dulu" jawabku. "Kamu mau tau ceritanya juga kan, Stef" kataku pada Stefi yang sudah berjalan kearah kami sambil membawa 3 gelas jus jeruk.
"Of course" jawabnya. "Aku penasaran, kok kalian bisa sampe tunangan? Soalnya aku tau nya kalian ini saudara sepupu yang saling suka aja" tambahnya sambil menaruh minuman di meja.
"Oke, bakal gue ceritain" kataku akhirnya. "Tapi inget, jangan disela sebelum gue selesai cerita"
Baiklah, aku harus menceritakan semuanya.
Jujur sepertinya adalah pilihan terbaik.
Akhirnya aku menceritakan semuanya pada mereka berdua, mulai dari pertemuan pertamaku dan Shani saat kami kecil dulu, dimana aku saat itu aku 'melamarnya' lalu kami berpisah karena aku harus ikut kedua orang tuaku ke ibukota sampai pertemuan kami kembali saat di Jogja dimana kedua orang tua kami 'setuju' dengan hubungan kami lalu akhirnya 'menjodohkan' kami dan menyuruh kami untuk tinggal bersama.
.
.
.
.
.
"Gue gak nyangka,...." kata Shania menggantung dengan ekspresi kaget.
Ya, aku bisa mengerti kalau Shania kaget. Aku tidak pernah membicarakan soal 'gadis yang kulamar saat kecil' padanya sebelumnya.
"....lo udah mesum dari kecil ya ternyata" sambung Shania.
Lah, kampret!
Ternyata itu yang membuatnya terkejut.
"Kak Shania, kok pemikirannya sama sih kayak aku?" tanya Stefi sambil tersenyum.
"Kecil-kecil udah main lamar anak orang aja" kata Shania lagi. "Trus apa itu? Dijodohin? Buat apa? Penyempurnaan keturunan?" tanya Shania lagi yang sepertinya masih tidak bisa menerima keadaan ini.
Huft~
Aku hanya bisa menghela nafas mendengar 'protes' Shania.
"Itu namanya 'investasi masa depan', paham gak sih?" jawabku.
"Maksud lo" tanya Shania lagi.
"Sama kayak gue ke lo dulu" jawabku lagi.
Shania memasang ekspresi bingung diwajahnya.
"Emang dulu waktu kita SMP, kita langsung temenan?" tanyaku lagi.
Shania seperti mengingat-ingat sesuatu lalu membelalakan matanya.
"Gak kan" kataku lagi.
"Gak" balasnya. "Lo dulu sering ngejahilin gue"
"Trus,..."
"Trus gue jadi kepikiran terus sama lo" kata Shania melanjutkan perkataanku yang sempat menggantung. "Bahkan sampe sekarang" tambahnya dengan suara pelan.
Ya, itulah caraku agar dikelilingi banyak gadis cantik saat ini.
Sedari kecil aku sudah 'tebar pesona' pada banyak gadis, jadi saat nanti para gadis itu tumbuh dewasa, mereka akan mencariku.
Contohnya ya Shani dan Shania, atau masih ada lagi ya?
Tapi sepertinya aku terlalu berlebihan melakukannya.
Oh ya, cara itu diajarkan oleh kakekku. Mendiang kakekku. Ayah dari ayahku.
Tapi kebiasaan itu kuhentikan saat masuk SMA, meskipun sepertinya percuma. Tanpa tebar pesona sekalipun, aku sudah bisa membuat banyak gadis terpesona. Maaf ya, malah kesannya menyombongkan diri.
"Ngomong-ngomong tadi lo cerita kalo lo nelfon nyokap gue. Ada perlu apa emang?" tanyaku lagi padanya.
"Eh,.... itu....." Shania seperti ragu untuk menjawab. "Oh iya, ini kenapa ada Stefi disini" tanya Shania balik mengalihkan pembicaraan.
"Lo tanya sendiri aja sama orangnya" jawabku cepat.
"Adri, kok gitu? Kok lempar tanggung jawab?" keluh Stefi.
Aku tidak menjawab keluhan Stefi tapi aku menatap Shania dalam-dalam.
"Sekalian lo minta maaf, omongan lo tadi itu keterlaluan" perintahku pada Shania. "Lagian gak bagus kan kalo satu team berantem. Ngerti?" tambahku.
Shania hanya menunduk dan mengangguk kecil tanda mengerti.
Tunggu sepertinya ada yang terlupa.
"Bukan berarti lo boleh berantem sama yang beda team juga lho" tambahku sambil menghabiskan minumanku.
Kali ini Shania membalasnya dengan ekspresi cemberut.
Bahaya juga kalau Shania tidak bertengkar dengan Stefi tapi malah bertengkar dengan Shani.
"Udah ya. Gue laper, mau nyiapin makanan dulu" kataku lagi sambil bangkit berdiri. "Kamu juga laper kan, Stef" tambahku.
Stefi langsung mengangguk mengiyakan.
"Kamu juga mau, Nia? Hmmm,......." tanyaku pada Shania sambil menjawil hidungnya untuk sedikit menggodanya.
"Apa'an sih!" balasnya salah tingkah.
Aku langsung tertawa sambil berjalan menuju dapur.
.
.
.
.
.
Masak apa ya?, pikirku yang tengah kebingungan karena baru ingat kalau tadi aku lupa tidak memasak nasi.
Aku membuka kulkas dan melihat bahan makanan yang tersedia.
"Mau masak apa sih?" tanya Shania yang tiba-tiba sudah berada di belakangku.
"Udah baikannya?" tanyaku balik.
Shania langsung mengangguk cepat.
Kulihat Stefi sedang menonton TV, yah mungkin sebenarnya dia juga tidak terlalu mempermasalahkan ucapan Shania terhadapnya tadi.
"Lo daritadi di dapur ngapain aja?" tanya Shania sambil melihat dapur yang masih 'bersih'. "Gak ada hasilnya gini"
"Gue daritadi mikir mau masak apa" jawabku.
"Kok gak pesen delivery aja?" tanyanya.
"Males" balasku singkat.
Males kalo nanti yang nganter makanannya si Boy, batinku.
Padahal belum tentu juga dia, tapi bagaimana kalau memang dia?
Mulutnya tidak akan bisa dijaga jika dia tahu ada Shania dan Stefi dirumahku, bisa-bisa dia berkomentar yang aneh-aneh. Bahaya kan kalau Shania marah lagi.
"Trus mau masak apa nih?" tanya Shania.
"Mie instan aja deh ya" jawabku sambil tersenyum.
"Perlu gue bantu?" tanya Shania menawarkan diri.
"Ngapain? Orang cuma kawakami doang. Lagian nanti lo malah ngehambat gue lagi" balasku.
"Enak aja, emang dulu siapa yang ngajarin lo masak?" tanyanya.
"Perasaan gue belajar masak otodidak deh. Hasil liat internet" balasku.
Sama anime juga sih, batinku.
"Ya udah" jawabnya.
Kok ngeselin ya nih anak, batinku.
"Lagian udah lama kita gak masak bareng" tambahnya sambil tersenyum.
"Aku kok merasa kayak anak kalian ya" kata Stefi tiba-tiba.
"Apa'an sih, Stef" balasku.
"Stefi!!" teriak Shania dengan pipi merah.
"Habisnya kalian mau masak buat aku kan. Hehehe"
"Udah. Kamu diem aja disitu, jangan ganggu" kataku pada Stefi sambil tersenyum ke arahnya.
"Gue bingung, kok lo 'Aku-Kamu' an sih sama Stefi?" tanya Shania padaku.
"Perasaan, gue dari awal pake 'aku-kamu' sama Stefi" jawabku. "Udah lah, ini kapan kita mulai masaknya"
"Kalo gue bilang gue lagi diet, telat gak?" tanya Shania polos.
"Ya udah, kita masak yang lain aja" tawarku.
"Tapi gue udah laper" balasnya. "Gapapa deh, dietnya mulai besok aja"
"Ya udah. Jadi masak mie nih ya?" kataku sambil mengambil 6 bungkus mie instan dari lemari.
Bukan. Bukan 1 orang mendapat 2 porsi, tapi 4 porsi untukku. Karena kalau 1 porsi gak kenyang, 2 porsi kayak ada yang kurang, 3 porsi nanggung, 4 porsi baru pas. Hehehe.
Jangan ditiru ya.
"Ngapain itu banyak banget ngambil mie-nya?" kata Shania tiba-tiba. "Gak ada ya"
"Nia, lo kan tau gue......"
"Stefiii......."
"Laporin ci Shani ah...."
"Iya. Iya" kataku pasrah. "5 bungkus aja ya"
Shania menatapku tajam.
"4"
Huft~
Shania menghela nafas.
"Ya udah" balasnya.
.
.
.
.
.
"Tapi,..."
"Apa lagi sih?"
"Tapi gue tetep kesel sama lo....."
"Kesel kenapa lagi sih? Kan tadi udah gue jelasin kalo-"
"Bukan itu!" potong Shania. "Gue kesel karna lo gak manggil gue pas lagi pengen"
"Stefi yang lagi pengen, bukan gue. Itu tadi dia juga-"
"Silent please!!" teriak Stefi. "Aku lagi nonton TV lho ini"
"Gue gak mau tau ya, pokoknya setelah ini lo harus gituan sama gue. Kalo gak......"
Kata-kata Shania sedikit menggantung dan sedikit mengerikan juga karena dia mengatakannya sambil memegang sebuah pisau karena dia memang sedang memotong sawi.
Aku sedikit menelan ludah dibuatnya.
"Ya jangan dong, Sh- Nia" kataku memelas.
Sial! Kenapa tadi aku hampir salah sebut.
Tuh kan Shania kembali melotot ke arahku.
"Jangan ya" kataku lagi. "Nanti gak bisa bahagiain lo dong" tambahku sambil memundurkan pinggulku menghindari jangkauan pisaunya.
Shania memasang ekspresi kaget, kemudian dia berkata,...
"Gak mungkin lah!" bentaknya. "Gue gak sekejam itu ya"
Syukur deh, kalo dipotong kan bahaya, selain gak bisa bahagiain dia, gak bisa bahagiain Shani juga nanti.
"Lo mau ngapain?" tanyaku saat melihat Shania sedang mengambil sesuatu di kulkas. "Gak perlu. Cukup sawi aja"
"Oh ya udah"
.
.
.
Ah! Aku lupa, harusnya aku menggoreng telur juga.
"Ni-"
Belum selesai menyelesaikan kalimatku, Shania sudah mengambil 3 butir telur dari kulkas.
"Pengertian banget sih" balasku.
Shania langsung memberikan senyuman manisnya padaku.
"Kalian kalo diperhatiin cocok juga ya" kata Stefi tiba-tiba. "Kompak lho ternyata"
Kalau hanya sekedar memasak bersama, aku dan Shani juga pernah melakukannya. Jadi hal ini sebenarnya tidak terlalu istimewa.
Tapi kalau soal jago masak, harus kuakui masakan Shania lebih enak daripada masakan Shani.
Meski begitu, tidak ada masakan Shania yang melekat di ingatanku.
Tapi kalau masakannya Shani,.....
Jangan ditanya, kalian pasti masih ingat kan soal 'Sup Air Laut'. Hehehe.
Duh, Shan. Aku kangen kamu!, batinku.
"Lo kenapa senyum-senyum sendiri sih?" tanya Shania menyadarkanku.
Kira-kira kalau aku menjawab 'Gue kangen Shani', Shania marah tidak ya?
"Poligami aja"
Aku hanya diam mendengar perkataan Stefi dan memilih untuk melanjutkan kegiatanku.
Tapi, entah kenapa aku merasa kalau Shania sedang menatap ke arahku dengan tatapan serius seperti sedang mengharapkan sesuatu dariku.
Nia, coba lo aja deh yang minta ijin ke Shani, batinku.
Aku sudah pernah coba melakukannya dan ditolak kan. Mungkin kalau Shania yang minta ijin, akan diberi ijin nanti. Hehehe.
.
.
.
.
.
"Stef, makan dulu" ajakku.
Stefi langsung berdiri dan menuju ke meja makan.
"Jalan kamu kok daritadi kelihatan aneh sih?" tanya Shania saat melihat cara berjalan Stefi.
"Tanyain sama dia tuh, kak!" balas Stefi.
"Ian......"
"Makan dulu, makan dulu" balasku menghindari pertanyaan Shania. "Ngobrolnya nanti aja"
"Eh, kok!" Stefi kaget dengan makanan yang kuhidangkan. "I don't like vegetables"
"Makan!" kataku tegas.
"Tapi,...."
"Ma....kan!" kataku lagi.
"Udah lah, Stef. Kamu turutin aja" tambah Shania. "Dicoba dulu"
"Dicoba dulu baru komentar" tambahku lagi. "Awas ya, kalo kamu pinggirin sawinya"
"Ok" jawab Stefi singkat.
"Doa dulu" ajakku.
Aku lalu memimpin mereka berdua untuk berdoa. Ya, meskipun kami berbeda agama tapi sebenarnya tuhan itu satu bukan, sebutannya saja yang berbeda-beda.
Selesai berdoa, Stefi mencoba untuk memakan mie instan tersebut bersama dengan sedikit sawi sambil memasang ekspresi takut-takut.
Aku hanya bisa menggelengkan sedikit kepalaku melihat tingkahnya tersebut.
"Enak!" seru Stefi setelah memakan potongan kecil tersebut.
Aku senang kalau dia menyukainya.
"Ada rasa manisnya gitu, tapi menyatu sama mie-nya" komentarnya lagi. "Kok bisa gitu sih? Kak Shan"
"Aku gatau. Aku cuma bantuin motong aja" jawab Shania. "Ian yang ngelakuin sisanya kayaknya dia punya cara tersendiri deh"
Ya, aku memang melakukan 'sesuatu' pada sawinya agar tetap segar dan tidak terlalu layu agar rasa manisnya bisa keluar.
Baguslah kalau mereka menyukai masakanku yang sekarang ini. Dan sepertinya mereka juga sudah benar-benar berbaikan.
"Telurnya juga enak" tambah Shania.
"Iya, telurnya gurih banget juicy banget" tambah Stefi. "Tapi aku lebih suka rasa sawinya. Maniss~"
"Kalo gitu mulai sekarang kamu harus mulai coba makan sayur" balasku.
"Yah..." keluh Stefi.
"Gak adil" kata Shania tiba-tiba.
Mau apa lagi sih nih anak?, batinku.
"Udah dong ngobrolnya. Makan dulu sekarang" balasku.
"Maksudnya, kak Shan?" tanya Stefi.
Ini kenapa Stefi boleh memanggilnya 'Shan' sedangkan aku tidak boleh?
Bukannya itu berarti dia yang tidak adil, kenapa malah menuduhku.
"Tadi gue mau tambahin wortel, tapi lo cegah" kata Shania.
"Eh,..... curang!" protes Stefi.
Yah, ketahuan, batinku.
"Aku disuruh makan sawi, kamunya gak mau makan wortel" protes Stefi.
"Gak enak nanti, kalo ditambahkan wortel juga" kataku beralasan.
"Itu kan menurut kamu doang" balas Stefi.
"Lo kok gak adil sih soal beginian doang" tambah Shania. "Gimana nanti poligami nya"
"Uhuk"
Aku yang sedang minum langsung tersedak mendengarnya.
Kenapa sepertinya aku hobi sekali tersedak saat sedang makan bersama dua gadis sekaligus?
Tapi yang dulu berakhir buruk, semoga yang satu ini berakhir indah.
Dan apa itu tadi?
Shania serius ingin aku poligami?
.
.
.
.
.
"Aku aja yang cuci piring ya, kalian kan tadi udah masak" kata Stefi menawarkan diri.
"Aku bantuin, Stef" balas Shania.
"Thank you, kak" balas Stefi sambil tersenyum.
"Ya udah" kataku. "Gak perlu tiga orang kan buat cuci piring doang"
Aku langsung bergegas ke ruang tengah untuk menonton TV.
Tapi,.... tidak ada acara yang bagus. Politik, politik, politiiiikkk semua. Eh, ada acara gosip juga. Tapi untuk apa juga aku melihat acara gosip.
Acara yang lain hanya sinetron azab yang judulnya sudah mendeskripsikan isi ceritanya.
Judul apa sinopsis, batinku.
"Lihat channel yang lagi iklan aja lah" gumamku. "Biarin lah, iklan TV Indonesia kan lucu-lucu"
Lah, kampret gak ada yang iklan, batinku.
Ini adzan maghrib udah selesai ya?
Padahal aku ingin melihat kumpulan iklan adzan, iklan limited edition yang hanya muncul saat adzan maghrib. Iklannya seru-seru karena kebanyakan iklan obat, ada iklan obat flu, obat sakit tenggorokan, obat penyakit kulit, iklan permen yang sepertinya bocah-bocah di iklan tersebut pasti sekarang sebenarnya sudah beranjak dewasa.
Iklan iklan seperti itu lebih seru daripada iklan rokok yang sampai sekarang sulit untuk aku pahami.
Dari yang olahraga ekstrem sampai jin lampu, hubungannya dengan rokok itu apa?
Karena tidak ada acara yang bagus, akhirnya aku memutuskan untuk mematikan TV lalu menaiki tangga menuju ke kamar.
Saat akan menaiki tangga, akh melihat Shania dan Stefi yang sudah selesai mencuci piring sedang berbisik-bisik kemudian tertawa bersama.
Entah kenapa melihat mereka melakukan itu, aku sedikit curiga kalau mereka sedang merencanakan sesuatu.
Mungkin itu hanya firasat ku saja, tapi biasanya firasat ku benar sih.
"Kamu mau kemana?" tanya Stefi.
"Ke atas" jawabku singkat.
"Mau ngapain lo?" tanya Shania kali ini.
"Main laptop palingan, lihat TV acaranya gak ada yang bagus" jawabku lagi.
"Ya udah, lo bawa laptop lo kebawah. Kita nonton film" perintah Shania.
Kok dia yang mutusin?, batinku.
Padahal aku kan ingin main PES.
.
.
.
.
.
Setelah membawa laptop ku kebawah dan menyalakannya, aku sedikit bingung ingin melakukan apa.
Aku bingung mau menonton apa.
Anime?
Dua orang gadis yang sedang mengapitku sekarang ini belum tentu mengerti jalan ceritanya.
Theater?
Ya kali, masa aku menonton video theater saat ada dua gadis idola ini bersamaku.
Film?
Kalau menonton film, genre-nya harus tepat. Karena kalau drama, dua gadis ini akan berkonsentrasi, rugi dong gue. Nah, kalau action, aku yang akan konsentrasi.
Jadi pilihan satu-satunya adalah horor. Tapi seingatku, aku tidak punya film bergenre horor. (Ini saran untuk kalian jika mau mendapatkan 'keuntungan' dari pacar kalian saat di bioskop).
Tapi tidak usahlah, keenakan kalian dong. Harapan kalian terkabulkan.
"Malah bengong" kata Shania tiba-tiba sambil menepuk bahuku.
"Gue bingung mau nonton apa" balasku masih dengan melihat kearah layar laptop.
"Bokep aja" balas Stefi tiba-tiba.
"Yak, gue setuju" tambah Shania.
"Apa'an! Gak!" kataku menolak. "Nanti malah gue repot kalo kalian berdua pengen"
Yah, sebenarnya aku sedikit jual mahal saja.
"Lagian laptop gue bersih, gak ada bokepnya" tambahku.
"Bo'ong banget"
"Gak mungkin"
Kata mereka berdua hampir bersamaan.
"Ya udah kalo gak percaya, per...."
Sebelum mendapat persetujuanku, Shania sudah mengambil alih laptop ku.
"Sini gue periksa" kata Shania.
"Pasti di-hidden" kata Stefi menuduhku.
Setelah mengutak-atik laptop ku cukup lama, akhirnya Shania menyerah.
"Beneran gak ada, lo hidden ya?" tuduh Shania.
"Udah kan. Gue mau nonton anime aja, gak mau nonton kan. Ya udah" kataku sambil mengangkat laptop ku dan berpindah duduk di sofa yang untuk satu orang. "Lo berdua nonton TV aja atau ngapain sana" tambahku.
"Mau nonton apa sih?" tanya Stefi.
"One Piece" jawabku singkat. "Gak ngerti kan"
Ya, lebih baik aku menonton One Piece saja.
Dua hari berturut aku menonton ulang One Piece mulai dari arc Skypiea (arc paling konyol) sampai Enies Lobby (arc paling keren menguras emosi).
Ya, paling menguras emosi karena demi menyelamatkan seorang teman, Luffy dengan berani menjadikan pemerintahan dunia sebagai musuhnya. (Ya wajar sih, Robin kan gak salah apa-apa, masa pengen tau sejarah dunia aja dianggap kriminal. Robin chwan yang sabar ya).
Ditambah setelah itu, harus nangis-nangisan lagi gara-gara mereka harus kehilangan teman mereka yang paling berharga, kapal mereka. (Oda-sensei emang jenius, cuma dia satu-satunya orang yang bisa bikin jutaan, bahkan mungkin milyaran laki-laki di dunia ini menangis hanya karena adegan pembakaran sebuah kapal tua. We Love You, Merry).
Kenapa gue jadi bahas ginian sih?
Ini gue yakin penulisnya sambil nangis juga waktu ngetik ini, pikirku.
(Tau aja lo, kampret!)
Lah, dia nyahutin lagi.
Udah lah, lanjut aja kita.
Kali ini aku akan menonton arc apa ya?
Arc Marineford?
Ah, tidak. Sudah terlalu umum, gak kuat juga kalo harus ngeliat bang Ace dan om Edward Newgate meninggal. Sang ayah.
Gak tau siapa itu Edward Newgate? Norak kalian.
Arc Dressrosa?
Seru sih, ada kemunculan bang Sabo, apalagi ada proses terbentuknya armada mugiwara juga, tapi ada bagian bang Corazon meninggal juga. Sedih lagi nanti.
Arc apa ya?
Sabaody after 2 years aja deh, kan itu jadi ajang reuni nya kru mugiwara setelah pisah 2 tahun. Keren pasti.
Maaf ya, bagi kalian yang tidak mengerti apa yang dibahas diatas tadi.
Ada dua kata buat kalian yang tidak mengerti. Bodo amat.
Tinggal baca juga, gak usah protes.
Oke, sekarang pasang earphone. Nyalain videonya.
We Go!!
.
.
.
.
.
"Ian! Ian!! Iaaann!!!"
Duh, apa'an sih?, batinku.
Belum juga selesai nonton satu episode.
"Iya Nia?" balasku tanpa menoleh ke arahnya.
"Ian Nia?" tanyanya.
"Kupingnya ya" kataku sedikit gemas.
Ini siapa yang pake earphone sih?, batinku.
"Iya Nia?" kali ini aku sedikit mengeraskan suaraku.
"Copot dulu" pintanya.
Aku meng-pause video yang diputar di laptop ku dan menoleh ke arahnya.
"Apa?" tanyaku sambil meminum minuman yang sudah dibuatkan Stefi lagi.
"Gue mau juga dong dipake asal-asalan"
Pffftt.....
"Jorok ih!!" protes Shania saat melihatku menyemburkan kembali minumanku.
Sialan, untung gak kena laptop, batinku.
Kalau laptop ku rusak dan harus diperbaiki atau malah harus beli baru, kapan aku bisa membelikan Shani cincin.
"Maksud lo?" tanyaku pada Shania.
"Hehehe" Stefi yang berada disebelah Shania hanya cengengesan sambil mengacungkan dua jarinya.
Astaga, batinku.
"Gak!" tolakku tegas.
Jangan harap kalian bisa mengalihkan perhatianku dari One Piece.
"Sok jual mahal itu, kak Shan" balas Stefi.
"Serakah emang, kalo cuma gue kurang? Perlu Stefi ikutan juga?" tuduh Shania.
"Aku gak masalah kok" jawab Stefi.
"Ya udah, kita serang bareng aja" ajak Shania.
"Gak" tolakku lagi sambil berdiri dan membawa laptop ku kembali keatas menuju kamarku.
.
.
.
.
.
"Ngapain nyusul?" tanyaku tanpa menoleh lada dua orang yang sedang berdiri didepan kamarku. "Udah, tunggu aja dibawah. Aku mau beresin laptop dulu"
"Tuh kan, kak Shan. Dia cuma pura-pura aja" kata Stefi.
"Tadi katanya 'enggak', ternyata mau siap-siap dulu" kata Shania menyindir.
Aku langsung tersenyum kearah mereka.
Ya, aku tidak mau munafik. Mau bagaimana lagi, begitu mendengar perkataan Shania yang meminta untuk 'dipakai asal-asalan', aku jadi membayangkan yang tidak-tidak. Apalagi daritadi mereka menggodaku, aku juga manusia biasa yang punya batas kesabaran kan
Ditambah, mengingat ini adalah kesempatan langka, mana mungkin aku mau melewatkannya, belum tentu momen ini akan datang lagi. Nonton anime nya bisa ditunda dulu.
.
.
.
.
.
Saat aku sudah kembali kebawah, aku benar-benar dibuat tidak percaya dengan apa yang kulihat.
Ada dua orang gadis yang sedang duduk di sofa ruang tengah rumahku dengan pakaian yang bisa dibilang seksi, Stefi masih berpenampilan sama seperti tadi dengan hanya memakai atasan kaos dan bawahan yang hanya celana dalam, lalu Shania dia juga berpenampilan sama seperti Stefi. Memang mereka tidak telanjang, tapi justru disitulah letak keseksian mereka tercipta. Dan lebih bagusnya lagi, dua gadis ini siap untuk melayaniku dengan senang hati.
"Nanggung amat, gak telanjang aja sekalian?" kataku saat duduk ditengah mereka.
"Seksian gini kan" balas Stefi.
"Iya sih" balasku sambil tersenyum.
Shania langsung mencium bibirku sambil tangannya mengelus penisku dari luar celana. Sedangkan Stefi mulai menciumi leherku dan tangannya membelai-belai dadaku.
Tapi tak lama aku melepaskan ciumanku dengan Shania
"Tapi perlu gue ingetin lagi ya, ini cuma sekedar seks aja, cuma buat seneng-seneng doang. Jangan kebawah perasaan" kataku mengingatkan Shania.
Shania langsung mengangguk mantap.
"Itu juga berlaku buat lo kan" balasnya sambil tersenyum. "Awas aja kalo lo jadi ragu sama 'pilihan' lo gara-gara ini"
Sialan, batinku.
"Ini juga kita bantuin kamu" kata Stefi. "Sedih banget cowok kok gak punya koleksi bokep"
"Sekalian aja kita bikin bokep sendiri gimana?" ajak Shania.
"Ide bagus, kak Shan"
"Gak usah aneh-aneh deh" balasku. "Lagian buat apa aku nyimpen bokep kalo bisa langsung praktek langsung"
Setelah aku berkata seperti itu, mereka langsung menghujani wajahku dengan ciuman. Tapi itu bukan berarti tangan mereka diam saja, mereka berusaha melepaskan benda kesayangan mereka dari sarangnya, yaitu penisku.
Aku pun membantu mereka dengan mengangkat tubuhku sedikit agar mereka bisa lebih mudah melepaskan boxer-ku.
Setelah penisku terbebas dari sarangnya, dua tangan halus Shania dan Stefi langsung mengocoknya dengan kompak.
"Dia semangat banget kayaknya" komentar Stefi saat mengocok penisku yang sebenarnya sudah setengah tegang.
"Gimana gak semangat" balasku. "Bentar lagi dia bakal berpetualang ke enam lubang yang berbeda"
"Eh, lo seriusan mau nganalin gue?" kaget Shania.
"Lo tadi yang minta kan"
"Tapi kok aku ikutan juga?" tanya Stefi. "Kan tadi udah kesitu"
"Ya, mungkin dia kangen sama lubang belakang kamu" jawabku.
Shania dan Stefi mempercepat kocokannya setelah aku menjawab 'protes' mereka masing-masing.
"Eehhhmmmmm,......."
Aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak mendesah.
"Desah aja, jangan ditahan" kata Shania.
"Mau minta yang lebih enak kayaknya, kak Shan" tambah Stefi.
"Oh, oke" jawab Shania yang langsung dilanjutkan dengan memasukkan penisku kedalam mulutnya.
Stefi seperti tidak mau kalah, juga mulai menjilati batang penisku.
Pelayanan dari mereka berdua sekaligus memang terasa nikmat tapi seperti masih ada yang kurang, mungkin karena mereka belum kompak.
Tidak sesuai dengan ekspektasiku.
"Sabar dong, sabar gak usah rebutan" kataku mengingatkan mereka.
Kemudian aku menarik Stefi ke arahku karena aku ada 'perlu' dengannya, dan Shania kubiarkan tetap bermain dengan penisku.
Begitu Stefi berada di dekatku, aku langsung mencium bibirnya. Stefi juga langsung membalas ciumanku dengan bersemangat.
Ku turunkan ciumanku ke lehernya sembari tanganku mulai bergerak mengelus vaginanya dari luar celana dalamnya.
"Eeeehhh......" Stefi tak kuasa menahan erangannya.
"Stef" bisikku di dekat telinganya.
"Hhhmm"
"Kamu bisa ajarin Shania biar nyepongnya lebih jago lagi?" pintaku masih dengan berbisik.
Stefi langsung membalas permintaanku dengan sebuah senyuman dan mendorong pelan pipiku menggunakan telunjuknya. Kemudian dia kembali 'bekerjasama' dengan Shania.
Aku meminta seperti itu bukan karena pelayanan mulut Shania tidak selama ini tidak bagus. Bukan.
Tapi kalau bisa diasah menjadi lebih baik kenapa tidak. Bayangkan saja Shania dengan wajahnya yang.... yah, kalian tahu lah. Bayangkan dengan wajahnya itu dia memiliki kemampuan mulut sekelas Stefi yang sangat ahli.
"Nih gantian, Stef.." kata Shania sambil menyorongkan penisku ke mulut Stefi yang berada di dekatnya.
Stefi pun dengan sigap kembali memainkan penisku dengan mulutnya.
Sementara itu, kali ini gantian Shania yang berciuman denganku.
"Bisik-bisik apa sama Stefi?" tanyanya saat ciuman kami terlepas.
"Nanti juga lo tau" balasku kemudian kembali mencium bibirnya.
Cukup puas berciuman dengan Shania, aku mengangkat kaos nya keatas dan Shania mengangkat kedua tangannya sehingga memudahkanku melepaskan kaos nya. Setelah kaos nya terlepas, terlihatlah payudara Shania yang indah didepan wajahku.
"Lo gak,...."
"Udah gue copot tadi"
"Sekarang, pas gue main-main sama toket lo. Coba lo perhatiin Stefi"
Shania hanya membalas dengan sebuah anggukan kecil. Sepertinya dia cepat mengerti.
Baguslah kalau begitu, pikirku.
Aku langsung menyerang payudaranya yang indah itu. Kucium, kujilat dan kuhisap bergantian.
"Aaaahh...... Ssshh...... Aaahhh......"
Shania hanya bisa mendesah nikmat saat menerima semua perlakuanku pada payudaranya.
Tapi sepertinya ada yang hilang.
Kehangatan mulut Stefi.
Oh, ternyata dia sedang membuka kaos nya sendiri sehingga dia sekarang juga ikut bertelanjang dada seperti Shania. Setelah dia bertelanjang dada, Stefi kembali mengulum penisku lagi.
Ah, baguslah, pikirku.
Setelah puas bermain-main dengan payudara Shania, aku mendorongnya kebawah agar kembali memainkan penisku.
Shania langsung mengulum kembali penisku dan mempraktekkan apa yang dia lihat tadi.
Sedangkan Stefi bertugas mengulum buah zakarku. Mereka secara bergantian bertukar tugas selama beberapa menit.
Ini dia, akhirnya mereka bisa kompak juga. Harusnya mereka tidak hanya mendapat latihan fisik saja, tapi latihan kekompakan juga. Terutama kekompakan dalam memuaskan laki-laki, tentu saja aku akan dengan senang hati membantu mereka berlatih.
Mimpi apa aku kemarin malam?
Saat ini aku merasa seperti sedang berada di surga. Dua orang gadis idola yang cantik sedang menghisapi dan menjilati penisku secara bergantian. Kuelus-elus kepala gadis-gadis ini yang sedang menikmati penisku dengan semangatnya.
Sampai akhirnya mereka menyamakan tugas mereka. Mereka sama-sama mengulum buah zakarku, sama-sama menjilati batang penisku, bahkan mereka juga menciumi kepala penisku bersamaan.
"Nah gitu dong kompak. Satu team kan" kataku menggoda mereka.
Mereka langsung menatapku sayu bersamaan dengan bibir yang masih sama-sama mengatup kepala penisku.
Oh, sial natapnya jangan gitu dong, batinku sedikit panik.
Mereka yang menyadari kepanikanku langsung menggelitik kepala penisku dengan lidah mereka.
Oh, sepertinya mereka terlalu kompak, batinku.
Mereka berdua lalu kembali berbagi tugas. Disaat Shania mengulum penisku, Stefi mengulum buah zakarku. Begitupun sebaliknya. Mereka sangat kompak sekarang.
Harusnya dari awal mereka kompak seperti ini agar aku bisa segera merasakan sensasi ini daritadi.
Ah, sepertinya aku terlalu banyak protes. Lebih baik sekarang aku menikmati pelayanan mereka dengan santai.
Nikmat yang kurasakan membuatku merasa tak akan tahan terlalu lama lagi.
Aku mencabut penisku dari mulut Stefi lalu mengerang panjang. Spermaku memancar dengan derasnya membasahi wajah mereka. Mereka saling menjilat dan menciumi spermaku yang berada di wajah mereka satu sama lain.
Melihat mereka seperti itu membuat penisku kembali menegang.
"Udah ya, aku mau pulang" kata Stefi tiba-tiba sambil bangkit berdiri.
"Gak" cegahku sambil mencengkeram pergelangan tangannya.
"Udah lah, Ian. Jadi kan kita punya waktu berdua"
"Enak aja. Gue punya kesempatan nikmatin lo berdua, kenapa harus gue lepas?" balasku. "Lagian emang gak gatel?" tanyaku sambil mengelus vagina Stefi dari luar celana dalamnya.
"Mmmmhhh... Iya deh" jawab Stefi.
"Gapapa kan, Nia?"
"Asal lo seneng deh" kata Shania. "Lagian memek gue udah gatel pengen digaruk" tambahnya sambil memamerkan celana dalamnya yang sudah basah.
Ya begitu, kalian harus menurutiku, batinku senang.
Aku pun menyuruh mereka untuk melepaskan celana dalam mereka dan menungging berdampingan bertumpu pada sandaran sofa, hingga pemandangan indah dari dua pantat mulus dengan lubang vagina yang basah terpampang di depan mataku.
Sekarang ada dua gadis yang sudah telanjang dan menungging di depanku, sedangkan aku masih memakai kaos ku dan hanya bagian bawahku saja yang telanjang.
Sesekali kuremas dan kutepuk pelan pantatnya mereka sampai membuat mereka mendesah nikmat. Dengan iseng aku menusukkan jariku di masing-masing vagina mereka.
"Iiih kok pake jari sih" protes Stefi.
"Aku dulu dong, Ian. Stefi kan tadi udah"
"Sabar, sabar... segitu kangennya ya sama gue? Atau sama punya gue?" godaku.
"Iiya gue kangen banget sama kontol lo, sama lo nya juga. Ayo dong!" pinta Shania
"Ayo apa nih?" kataku lagi masih menggodanya.
"Ah Ian iih. Ngeselin!!" gerutu Shania. "Ayo dong udah gatel ini"
"Owh ya udah, kalo gitu gue main sama Stefi dulu yah" kataku santai.
Stefi memekik kecil saat penisku tiba-tiba menerobos vaginanya yang basah.
"Ehhh... Eeeehhh... Adri Eeehhhh.....!" terang Stefi ketika aku mulai menggenjot vaginanya dengan intens.
"Ian!! Kok Stefi duluan siiih" omel Shania yang kecewa.
Tapi memang inilah yang sudah kurencanakan. Saat Shania lengah karena kecewa vaginanya tidak kupilih, seketika aku mencabut penisku dari vagina Stefi dan dengan cepat kutusukkan ke vagina Shania hingga gadis pemilik goyangan 'Hey, hey, hey' itu terbelalak dan menjerit kaget.
"Aaah Iaaann! Kok gak ngomong dul- Ahhhh!"
"Emang harus bilang-bilang dulu yah?" tanyaku sambil mulai menggenjot vagina Shania.
"Ahh dasaaarrr... Nghhh... Aahhhh... akhirnya dapet ngerasain punya lo lagiiiii!" racau Shania dengan tubuh tersentak-sentak akibat kugenjot dari belakang.
Secara bergantian alu menggenjot kedua vagina mereka dari belakang. Bosan dengan lubang yang satu, tinggal beralih ke yang satunya lagi. Dan dengan jariku, aku mengorek lubang yang sedang kosong. Dengan tubuh penuh energi sehabis makan, aku menggempur kedua vagina mereka dengan gagah perkasa.
Seeerr...... Seerrr...... Seeerr......
Stefi mencapai puncak kenikmatannya saat gilirannya tiba. Aku bisa merasakannya langsung dari kedutan dan jepitan vagina Stefi. Saat tubuh Stefi mengejang dan menggelinjang, aku langsung mencabut penisku dan memasukkannya kedalam vagina Shania yang disambut oleh lenguhan mesra darinya.
Kubiarkan Stefi menikmati orgasmenya dulu
Aku kembali menggenjot Shania, kali ini lebih lama.
"Ah... iya Ian.. Terus... Ahh... Ian... Ahhh"
Shania mulai meracau tak karuan.
Melihatnya begitu, aku semakin cepat menyodok penisku. Semakin cepat dan semakin keras seiring desahan Shania.
"OOhhhh... AHhhhh.. enak Aaahh... Ian... Teruss.. Terusss.. cepetin lagi... Tee..teeeruussss.... AHHHHHH.......!!!!!!!!"
Sampai akhirnya Shania mendapatkan orgasmenya juga.
"Arrrrrghhhhh!" pekik Shania sambil terpejam menikmati orgasme pertamanya hari ini.
Ya, ini baru orgasmenya yang pertama. Akan dibuat dia merasakan pula yang kedua, ketiga, keempat dan seterusnya.
Tapi nanti, sekarang aku harus,....
Aku kembali menggenjot vagina Stefi yang disambut oleh desahan manjanya.
"Eeehh....... AAAaahhhhhh!!"
Desahannya berubah menjadi jeritan ketika aku menarik kedua tangannya kebelakang dan menggenjot vaginanya dengan sedikit kasar. Aku merasa sebentar lagi akan mencapai orgasmeku lagi, dan aku memilih Stefi untuk menampung spermaku. Karena aku punya rencana sendiri untuk Shania.
PLOK!
PLOK!!
PLOK!!!
Genjotanku membuat suara yang cukup keras saat pahaku menabrak pantat empuk Stefi. Stefi sendiri sepertinya sudah tidak tahan lagi, padahal dia baru saja mengalami orgasme.
Rasa nikmat itu semakin lama semakin tidak bisa kutahan lagi hingga akhirnya,.....
"Crrooottt!! Crroooottt!! Crrrooottt!! Crrooottt!!"
Aku menyemburkan lagi spermaku kedalam rahim Stefi. Seketika kenikmatan baru datang susul menyusul.
"Aaahhhh aku dap- Ehh!? Ahh... Ahhh... Ahhhh Adriiiaan!" jerit Stefi histeris.
Aku menggeram menikmati orgasmeku dan juga dari jepitan liar vagina Stefi. Tapi setelah semprotan spermaku habis, aku tidak menghentikan gerakanku. Aku masih menggerakan pinggulku. Tak kupedulikan rasa ngilu pada penisku. Kembali kugenjot vagina Stefi yang sudah dipenuhi berbagai jenis cairan termasuk cairannya sendiri. Stefi yang sudah setengah sadar dimabuk orgasme beruntun hanya bisa pasrah kuperlakukan seperti itu.
"Ngghh Adri... Memeek akuu.. Ehh! Memek aku masihhh... Eehh!" erangnya histeris seperti ingin menangis.
Aku sempat melirik Shania yang masih menikmati orgasmenya, posenya yang sangat seksi sampai membuatku terkesima.
Shania cantik sekali!
Aku benar-benar terpesona dibuatnya.
Sepertinya aku jatuh cinta lagi pada Shania.
Walaupun aku sedang menggenjot Stefi, tatapanku tidak lepas dari Shania. Shania membuka matanya dan menatapku dengan penuh kemesraan. Senyumannya yang manis membuatku bingung.
Apa benar aku jatuh cinta lagi pada Shania?
Tapi ini membingungkan, sekarang penisku sedang menikmati pelayanan Stefi dan Shania tersenyum kepadaku.
Ah, semakin dipikirkan semakin membuatku bingung.
Aku pun tersenyum balik kearah Shania sambil tetap menggenjot Stefi semakin keras. Genjotanku yang terus bertubi-tubi dari belakang membuat Stefi tidak dapat menahan diri lagi dan dia mendapatkan orgasme lagi. Hingga tak lama kemudian Stefi kembali menjerit sambil mengejang.
"Aaaahhh......!!! Aaaahhh......!!!! Aaaahhh......!!!"
Walaupun Stefi menjerit-jerit minta ampun, aku tetap tidak mengurangi tempo genjotanku. Aku tidak peduli walaupun Stefi mengalami multi-orgasme susul menyusul. Vagina Stefi yang sudah basah kuyup pun terus ku bombardir.
Aku menarik Shania dan dia langsung mencium bibirku dengan ciuman yang lembut. Ciuman yang sangat mesra.
"Bentar ya, Nia" kataku saat ciuman kami terlepas.
Aku kembali memfokuskan diriku pada genjotan penisku pada vagina Stefi.
"Eeeehhh kok akkuuu lagi? Kok aku terus sih?"
Shania memeluk dan menciumi leherku dari belakang seperti sedang menyemangatiku. Kemudian dia melepas pelukannya dan mendorong pinggangku agar genjotanku semakin cepat.
Gak sabaran banget sih, batinku.
Itu sukses membuatku semakin bersemangat dan mempercepat genjotanku, bahkan ketika aku merasa diriku akan mendapatkan orgasme lagi. Aku tetap menggenjot Stefi semakin dalam, seolah-olah hendak menggaruk-garuk semua bagian dinding vagina Stefi.
"Crroooottt!! Crrrooottt!! Crrooottt!!"
"Aaaaaaahhhhhhhhh.........!!!!!!!"
Stefi kembali menjerit kencang saat aku menyemprotkan spermaku memenuhi rahimnya. Sepertinya semburan spermaku membuatnya mendapatkan orgasmenya yang entah kesekian kalinya, yang terdahsyat, dan sepertinya yang terakhir. Karena setelah jeritannya yang tadi, Stefi tiba-tiba terdiam. Tubuhnya yang kupegang seketika lunglai, dan saat aku melepaskan tubuhnya, Stefi ambruk begitu saja.
"Eh, itu Stefi kenapa?" Shania yang berada dibelakangku dan daritadi menonton langsung khawatir saat melihat Stefi yang tak sadarkan diri.
"Itu yang namanya dipake 'asal-asalan', Nia" jawabku. "Masih mau?"
"Eh, kok gitu" Shania mulai ketakutan. "Kata Stefi cuma-"
"Tenang" potongku. "Habis istirahat bentar juga pasti pulih lagi kok" kataku sambil menunjuk Stefi yang nafasnya mulai teratur.
"Yuk" ajakku sambil menggendong tubuh Stefi.
"Kemana?"
"Pindah ke kamar" jawabku. "Nih anak juga harus dikasih selimut biar gak masuk angin"
"Oh"
"Nah, kalo gini kan kita,...."
"Punya waktu berdua" sambung Shania.
.
.
.
.
.
.
.
Oke, kayak nya segitu dulu ya.
Hah? Kenapa?
Iya nanti akan kuceritakan lagi sisanya saat bersama Shania.
Nah, karena sekarang kami sudah sampai ketempat tujuan kami, jadi aku tunda dulu ceritanya.
.
.
.
.
.
-Ya udah, Bersambung-
H4n53n
Tukang Semprot
- Daftar
- 5 Feb 2018
- Post
- 1.312
- Like diterima
- 3.695
Catatan Penulis:
Wake Me Up = Wake Up + Dress Me Up.
See?
Peringkat #25 dan peringkat #7
2+5=7
Hmm,...... Kebetulan?
Gak usah terlalu dipikirin
Ya udah, mungkin update nya segitu dulu.
Sebenernya lebih panjang sih, tapi nunggu page selanjutnya aja deh biar 48.
(Emang kenapa kalo 48?)
Ya gapapa sih.
(Bagian menguras emosinya mana?)
Lah perasaan ada deh, waktu bahas One Piece.
(Masa itu?)
Waktu Ian & Nia debat sampe Nia ditampar?
(Oh iya juga sih, tapi kayak ada yang kurang)
Sebenernya bagian 'menguras emosi' itu di part selanjutnya kan saya bagi dua (atau bagi tiga ya, kan sama part sebelumnya juga).
Okelah gitu aja.
Oh iya, kalo misal ternyata ada typo tolong kasih tahu ya. Biar bisa saya perbaiki.
Makasih.
• TTD H4N53N
Wake Me Up = Wake Up + Dress Me Up.
See?
Peringkat #25 dan peringkat #7
2+5=7
Hmm,...... Kebetulan?
Gak usah terlalu dipikirin
Ya udah, mungkin update nya segitu dulu.
Sebenernya lebih panjang sih, tapi nunggu page selanjutnya aja deh biar 48.
(Emang kenapa kalo 48?)
Ya gapapa sih.
(Bagian menguras emosinya mana?)
Lah perasaan ada deh, waktu bahas One Piece.
(Masa itu?)
Waktu Ian & Nia debat sampe Nia ditampar?
(Oh iya juga sih, tapi kayak ada yang kurang)
Sebenernya bagian 'menguras emosi' itu di part selanjutnya kan saya bagi dua (atau bagi tiga ya, kan sama part sebelumnya juga).
Okelah gitu aja.
Oh iya, kalo misal ternyata ada typo tolong kasih tahu ya. Biar bisa saya perbaiki.
Makasih.
• TTD H4N53N
Samean
Semprot Addict
Apalagi sekarang arc wano kuni memasuki babak kedua makin seru, sampai kemarin lomba sama si kid
Kasian si andrian mau nonton one piece tapi gak jadi
Kasian si andrian mau nonton one piece tapi gak jadi
Terakhir diubah:
Similar threads
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
