Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Fallen Angel: Dewi Ratna Azzahra

Widihhh :jempol:
 
Ceritanya bagus, Suhu. :thumbup

Gaya pembawaan ceritanya sukses menyokong jenis cerita yang diusung.
SS-nya juga berkelas.

Umur id bolehlah terbilang baru, tetapi nampaknya Suhu sudah lihai dalam menulis cerita.
Bukankah begitu, Suhu?
:)

Kalau pemula yang hina dan unyu-unyu ini boleh memberikan saran hendaknya Suhu menaruh perhatian lebih pada lini masa atau timeline dari cerita ini.

Sekiranya begitu saja, Suhu dan pemula yang hina dan unyu-unyu ini mohon maaf bila ada kata dan/atau saran yang kurang berkenan bagi Suhu dan/atau menyinggung perasaan Suhu vaniarosa.

Silakan dilanjutkan, Suhu.
:)

:cendol:
 
Suara percikan air bergemuruh hingga ke sebrang kamar. Pertanda bahwa ada seorang penghuni di dalam kamar mandi. Aku menyandarkan tubuhku dibalik dinding yang menghubungkan antara kamar utama dan dinding kamar mandi. Dewi.. wanita itu memutuskan untuk membilas tubuhnya setelah kegiatan percintaan kami berakhir. Ia menolak memberi tanggapan apapun padaku soal kehamilannya.

Kala percikan air itu berhenti bersuara. Keluarlah sosok bidadari dari balik celah pintu kamar mandi. Tubuhnya dibungkus oleh handuk tebal. Rambut basahnya mengeluarkan aroma shampoo yang khas. Dahinya mengkerut kaget mendapati aku masih berada di dalam kamarnya. Sorot matanya mengisyaratkan agar aku harus segera angkat kaki dari kamar utama.

Tapi aku menolak.

"Saya berhak tahu anak siapa yang Nyonya kandung itu!" Tuntutku sambil menghimpitkan jarak kami. Aku mengurungnya dengan kedua tanganku yang menempel di dinding ruangan. Kali ini kupastikan ia takkan sanggup lagi menghindar.

"Lantas apa yang akan kau lakukan jika aku memberitahumu ini anakmu?"

Aku membulatkan mataku lebar-lebar, "Jadi nyonya benar-benar..."

Detik selanjutnya Dewi mendorong tubuhku kasar. Aku yang masih shock dengan pengakuannya hanya terbengong dan membiarkan tubuhku terhempas kebelakang.

"B-Bagaimana bisa?" Tanyaku terbata-bata.

Dewi meringsutkan tubuhnya di atas kursi meja rias. Pandangannya lirih menatap ubin lantai, sementara kedua tangannya saling menyilang mengusap lengannya. Sejenak mulutnya tampak kelu hingga ia tak dapat mengucapkan satu patah kata pun. Akhirnya ia menutup kelopak matanya, demi mengumpulkan segenap kekuatan untuk mengungkapkannya. Lalu..

"Pil yang Fajar berikan..." Ia menahan kalimatnya, mendadak napasnya tercekat ketika bulir-bulir air mata mulai menetes. "... bukan obat pencegah kehamilan. Itu adalah pil kesuburan."

"A-Apa kesuburan?" Aku membeo. Tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. Ini gila! Bukankah seharusnya Dewi meminum obat pencegah kehamilan? Kenapa justru Fajar memberinya pil yang mempunyai fungsi sebaliknya?

Terdengar olehku tangis Dewi pecah juga akhirnya, padahal ia terlihat menahannya sekuat tenaga. Aku yang tak tega datang mendekatinya. Menarik kepala Dewi hingga menubruk dadaku. Ia terus saja menangis, meraung-raung, hingga kaos polosku dibasahi air matanya. Kuusap surai rambutnya pelan dan penuh kelembutan, bermaksud menenangkan dirinya. Aku tahu ini pasti terlalu berat untuk Dewi. Aku benar-benar tak habis pikir, apa maksud semua ini? Kenapa Fajar sampai bertindak sejauh ini?

'

'

'
Hari demi hari terlewati. Beberapa waktu lalu sempat terlintas dalam benakku. Apa mungkin Fajar menginginkan seorang anak dari Dewi, tapi ia ternyata mandul dan tak memiliki kemampuan untuk membuahi sel telur istrinya?

Bagiku itu adalah alasan yang paling logis menjelaskan kondisi ini. Sebagai pria, ia pasti sangat malu untuk sekedar mengakuinya bahkan ke istrinya sendiri. Orang-orang bangsawan selalu mempunyai ego yang tinggi 'kan? Disatu sisi, sebenarnya tidak etis juga dia harus melakukan segelintir penyiksaan-penyiksaan itu terhadap istrinya sendiri.

Soal selingkuhannya? Siapa tahu ia hanya berakting untuk memuluskan jalan rencananya.

Tapi pemikiran tersebut akhirnya terbantahkan. Malam ini, terdengar keributan yang nyata dari kamar utama. Suara Fajar menggelegar ke hampir setiap sudut ruangan di rumah mewah miliknya ini. Perasaan cemas mendadak mengelayuti hati dan pikiranku. Gelisah aku mendengar bentakan-bentakan dari amukan Fajar.

Jadi kuputuskan mengendap-ngendap mendekati kamar utama. Hanya untuk memastikan tidak ada tindak kekerasan disana, yang mana aku tidak terlalu yakin akan hal itu. Pelan-pelan aku menempelkan daun telingaku pada pintu kayu jati kamar utama.

Sayup-sayup terdengar obrolan antara Fajar dan Dewi.

"Gugurkan anak itu, aku tidak sudi jika anak itu sampai lahir ke dunia. Dia itu sampah!"

"T-Tidak! Anak ini adalah hasil dari kejahatanmu sendiri. Kau seharusnya juga ikut bertanggung jawab atas anak ini!" Dewi terdengar membela dirinya sendiri.

"Apa kau bilang?!"

Plak!!

"Akh!"

Tanpa berpikir panjang lagi, aku langsung mendombrak pintu kamar dengan kakiku. Suara debuman keras ketika pintu terbanting sontak membuat Fajar menoleh. Keterkejutan tampak jelas di raut mukanya. Sementara Dewi terkapar tak berdaya sambil tangannya menyentuh pipinya yang memerah setelah ditampar sang suami.

"Apa-apaan ini?!!" Fajar melotot marah padaku.

Tapi emosiku juga telah sampai diubun-ubun kepala hingga tak sanggup lagi aku berpikir jernih, emosi sudah mendapatkan kendali tubuhku dengan sendirinya. Tanganku mengepal erat melihat Dewi dalam posisi seperti itu dan merintih menangis tanpa asa. Kali ini aku tidak bisa menerima perbuatannya itu! Takkan kumaafkan pria bajingan bernama Fajar itu!"

Satu bogem mentah kulayangkan tepat di pipi lelaki dihadapanku hingga ia tersungkur jatuh. Dewi masih tak bergerak dari posisinya. Tapi Fajar segera bangkit dan berusaha membalasku. Hanya butuh beberapa tangkisan dariku hingga aku kembali membuatnya merasakan sakitnya tinjuku. Ia terjatuh, aku menindihnya, menguncinya, lalu kembali menghajarnya.

"Kurang ajar.." Desis Fajar ketika dirinya tak mampu lagi berkutik seraya menerima seluruh pukulan yang kulayangkan padanya. Ck tubuh kecilnya benar-benar tak mampu memberiku perlawanan yang berarti.

Satu lagi pukulan terakhir sebelum akhirnya aku mengangkat tubuhku. Mengatur ritme napasku yang tak beraturan. Mataku sekilas menatap Fajar yang sudah tergeletak tak berdaya dengan tatapan merendahkan. Betapa menyedihkannya lelaki ini, dan berani sekali dia melukai bidadariku. Padahal aku sudah memberinya kesempatan untuk memberi respon positif atas bayi yang Dewi kandung.

Aku mengalihkan perhatianku pada Dewi. Memapah tubuhnya berdiri. Kakinya seakan rapuh sekali hingga tak sanggup berdiri tegak. Kesedihan semakin dalam melukai hati wanita ini. Ia pantas merasa demikian. Karena suami bodohnya dengan lancang menyuruhkan mengugurkan anak yang ia kandung.

"Nyonya tidak apa-apa?" Tanyaku prihatin.

Dewi menggeleng lemah. Ia melepas rangkulan tanganku disela himpitan tangannya. Menatap suaminya selama beberapa jenak melalui tatapan kosong yang sulit kuartikan, ---sebelum akhirnya berjalan keluar dengan langkah tertatih-tatih.

Sebelum aku mengekori kepergiannya. Ada hal yang harus kutuntaskan. Aku kembali menghampiri Fajar yang sudah tak sadarkan diri. Merogoh saku celana jeans miliknya, kutarik paksa ponsel Fajar yang bersemayam disana. Inilah alat penebar ancaman yang digunakan Fajar demi memaksa Dewi tetap melakukan persetubuhan itu.

Sekuat tenaga aku membantingnya hingga benda tersebut terpecah hingga beberapa bagian. Tidak ada yang boleh tersisa. Termasuk sim card, dan eksternal memory. Jika aku biarkan itu akan menjadi celaka bagiku dan Dewi. Setelah memastikan semuanya aman, barulah aku menyusul kepergian Dewi.

Wanita itu masih menuruni anak demi anak tangga dengan lamat. Tangannya bahkan bergetar menyusuri tiang tangga. Bukan soal fisiknya yang sedang menderita, hanya batinnya sedang menahan pedih yang luar biasa. Hatiku sendiri teriris melihat bagaimana wanita pujaanku terpuruk sampai sedemikian rupanya. Mendengar langkahku, ia berhenti. Tidak membalikkan tubuhnya agar pandangan kami bertemu. Mulutnya berkata dengan suara serak,

"Bawa aku pergi jauh darisini, Bay..."
 
Terakhir diubah:
oke masih bersambung. untuk chapter III bagian II ini newbie anggap sebagai pemanasan untuk memulai kelanjutan dari cerita ini. kenapa newbie tulis bagian II tidak chapter IV saja. karena seperti yg suhu baca. bagian ini masuk dlm tahap non-nude. selanjutnya akan bersambung ke chap 4 :D
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd