Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Diary Seorang Istri

BAB 7
Curhat adalah Mukadimah Selingkuh


Jam dinding kantor yang kurasakan bergerak perlahan mendekati angka 12, sejak tadi aku memang memperhatikan jam dinding, untung saja rekan kerjaku yang berada satu ruangan tak menyadari tingkah lakuku.

Aku mengambil hpku, kembali kubuka chat dengan mas Anto semalam, kulirik sebelah kiri kananku, rekan-rekan kerjaku hampir semua tenggelam dalam pekerjaannya, kubuka gambar yang dikirim mas Anto tadi malam, walau aku tahu, tidak akan ada yg memperhatikan di ruangan ini, namun aku sedikit kurang percaya diri, aku mengambil hpku, dan menyelinap ke toilet.

Dengan tangan sedikit gemetar, aku membuka foto yang dikirim mas Anto tadi malam, mataku sedikit memicing, ada rasa malu menyergap hatiku, namun antara besarnya malu dan penasaran sepertinya lebih berat penasaran, aku memijat-mijit gambar yang membuatku ingin melihat sejak tadi.

Entah kenapa aku termangu menatap gambar itu, dadaku berdesir-desir melihat tonjolan membuncah di balik celana dalam berwarna putih itu, “Duh Maya, Lu itu ngapain sih..” Akal sehatku kembali menguasaiku, cepat-cepat kututup hpku, sambil mataku melirik sekelilingku.

***​

Setelah makan siang di warung soto langananku, aku segera menuju Bank untuk menyetorkan sejumlah uang untuk membayar pajak dan sejumlah Tagihan supllier kAntor kami, Kali ini rasanya sungguh berbeda, sepanjang perjalanan dari warung langgananku ke Bank yang hanya berjarak 200 meter, hatiku berdegup-degup, antara gugup dan eksaiting, sejak Mas Anto mengirimkan gambar itu, saat itu pula pandanganku padanya, mau gak mau menjadi berbeda.

Tak lama aku telah tiba di depan Bank tersebut, namun aku tak melihat keberadaan Mas Anto diantara petugas parkir yang tengah sibuk merapihkan motor-motor para nasabah Bank, mataku celingukan mencarinya, namun sepanjang penglihatanku, sosok Mas Anto tak terlihat, rasanya aku ingin bertanya keberadaannya pada tukang parkir yang ada disana, namun aku malu, aku bisa membayangkan pertanyaan yang ada dibenak mereka, “kenapa wanita sepertiku mencari Anto?”

Sungguh aku tak ingin mereka berpikiran macam-macam, “Ah sudahlah, mungkin dia tak datang karena sakit kali? Sakit??? Sakit apa dia, apa dia baik-baik saja, Duh!! Maya Stop.” Aku menundukkan wajah dan berjalan cepat memasuki Bank, Satpam yang menyapaku tak kuhiraukan, aku berjalan terus, hatiku berdegup keras, “Kenapa sih ini, Duh!” aku mencoba menarik napas dan mengatur napasku yang sedikit memburu.

Untung saja Kounter tempat membayar pajak berbeda dengan Kounter umum, sehingga aku tak perlu mengantri lama, sebenarnya siang itu nasabah yang ingin bertransaksi cukup ramai, aku tak bisa membayangkan kalau Kounter pajak tidak dipisahkan, mungkin bisa sampai sore aku disini, sekitar 1 jam kemudian urusanku di Bank telah selesai.

Saat menuju motor, aku masih berharap Mas Anto sudah ada di antara para petugas parkir, namun rupanya harapanku nihil, aku benar-benar tak berani bertanya pada rekannya tentang keberadaannya, keinginan dan rasa penasaranku terhalang oleh rasa sungkan yang begitu besar, namun saat seorang petugas parkir mengambil motorku, aku mendengar perbincangannya dengan seorang kawannya, dari perbincangan itu aku menjadi tahu, kalau mas Anto tadi pagi datang, namun rupanya ada sesorang yang ingin menggunakan jasanya untuk minta diantar ke Bogor, dan menurut petugas parkir berbadan gemuk yang mendorong motorku, Mas Anto mungkin sore baru balik. Tiba-tiba aku mempunyai ide!

***​

“May, aku minta dokumen pajak yang udah disetor tadi dong, mau aku input ke data akuntansi.” Ucap Milla yang duduk didepanku.

“Bentar ya say.” Jawabku, sambil mencari dokumen tadi di laci meja kerjaku, “Nah ini Dia.”

Aku menyerahkan maps berwarna merah dan amplop coklat pada Milla, “semua disitu Mil, Oh ya gimana anak lo Mil?”

“Alhamdulillah sekarang udah mendingan Say, eh gue ambil ya, I owe you babe!” Milla mengerlingkan matanya padaku sambil tersenyum, aku tersenyum membalas senyumnya, “May…thanks ya.” Ucap Milla lagi sebelum masuk ke ruangannya, Aku hanya mengangguk.

Kulihat jam dinding menunjuukkan pukul 3 sore, “Apa mas Anto sudah kembali ya.” Aku memikirkan pria itu lagi, duh, kenapa ini ya, “kenapa aku terus memikirkan pria itu, dan sama sekali tak terlintas sosok mas Adam di pikiranku seharian ini, harusnya aku tak boleh memikirkan pria lain! Jangan dilanjutkan Maya!! No!!” aku menundukkan wajahku di meja.

Suara panggilan hpku mengagetkanku, dengan rasa berdebar aku menggapai hpku, Mas Adam! Aku melihat nama yang memanggil, entah kenapa ada sedikit kecewa setelah tahu siapa yang menelpon.

“Assalamualaikum yank.” Sapaku

“Walaikumsalam, Kamu masih di kantor yank?” tanya Mas Adam.

“Masih lah, kan ini baru juga jam 3 yank, kamu dimana?” tanyaku.

“Aku lagi di luar nemani pak Bos nemui klien, ada presentase di kantor Klien besar yank.” Jawab mas Adam.

“Ohhh, jangan bilang kamu telat lagi pulangnya.” Tanyaku lagi setengah merajuk.

“Maaf ya yank, kayaknya bakalan telat pulangnya, soalnya presentasenya ditunda setengah jam lagi, dan pihak klien juga meminta kita menemani mereka makan malam, kamu pulang naik taksii ga apa kan yank?” jawabnya, aku sudah menduga sejak tadi.

Aku hanya diam, aku teringat kartu nama panti pijat yang kutemukan di celana mas Adam tempo hari, “Pasti kamu ke tempat itu lagi kan!” gumamku pelan.

“Apa yank, kamu bilang apa.” Tanya Mas Adam, duh mudah-mudahan dia gak denger ya, aku malas soalnya bertengkar, selama aku tak memiliki bukti, aku tak bisa menuduh dan bertanya tentang kecurigaanku.

“Gak, aku gak ngomong apa-apa yank.” Jawabku cepat.

“Ya udah ya yank, nanti kamu pulang naik grab/taksi aja, kamu tidur duluan aja gak usah nunggu aku, soalnya takut aku kemalaman.” Ujar Mas Adam lagi.

“Ya yank, jangan terlalu malam ya pulangnya, aku takut sendirian.” Jawabku, setalah saling mengucapkan salam, pembicaraanku dengan suamiku berakhir.

Aku melemparkan hpku di atas meja dengan kesal.

“Duh kok hp dilempar gitu say, ntar jatuh loh.” Suara Milla mengejutkanku.

“Dari siapa say. Dari bojo ye..” Tanya Milla

“Tau ah!!” jawabku, hatiku masih kesal dengan sikap Mas Adam, kecurigaanku semakin subur tumbuh dalam hatiku.

Milla kembali ke ruangannya, dan aku juga kembali bete di ruanganku, pengen banget segera pulang, namun pulang juga mau ngapain, baru aku sadar sekarang, aku tak punya teman untuk hangout sekedar cerita dan ngobrol, Milla adalah satu-satunya sahabat yang kumiliki, biasanya dia juga yang sering nemani aku kalau bete, namun ditengah kondisi putranya yang sedang sakit, akupun tak bisa mengajaknya Hangout, duh! Aku butuh teman untuk mengeluarkan resah hatiku ini.

Tiba-tiba kembali hpku berbunyi, kali ini suara notif panggilan whatsapp. Aku mengambil hpku, dan seketika senyum sumringah terbentang di bibirku, tanpa sadar aku memperbaiki hijabku yang sedikit kusut, “Ahh ngapain sih maya! Aneh-aneh aja, orang nelpon kok malah sibuk memperbaiki riasan, lagian, emang dia itu suamimu?” Jeritan protes suara akal sehatku.

Ya, yang melakukan panggilan itu bukanlah suamiku, dia hanyalah petugas parkir dan seorang driver taksi online yang kebetulan ku kenal, namun aku tak bisa membohongi perasaanku kalau aku sedikit tertarik padanya.

“Halo..” sapaku mencoba menenangkan irama suaraku, walau hatiku berdebar sangat keras.

“Halo kak Maya, ini saya Anto, yang jaga parkir di Bank XXX.” Jawabnya memperkenalkan diri.

“Ohh ya ada apa mas,” aku berusaha untuk santai menjawabnya, padahal aku benar-benar gugup saat ini.

“Ini kak, id card kakak sepertinya jatuh tadi saat kakak ke bank, kebetulan saya tadi gak bertugas, tapi teman saya yang memberikan ini pada saya.” Ujar Anto.

“Id Card?” aku pura-pura bingung, aku memang tadi yang sengaja menjatuhkan id card ku sendiri, dengan tujuan agar aku ada alasan untuk ke Bank itu lagi, Aku senyum-senyum sendiri menyadari tingkahku yang bagai cewek abg sedang puber.

“Ya Kak, jadi bagaimana, apa saya antar ke rumah kakak atau ke kantor, oh ya kakak masih di kantor kan.” Ujar Anto setengah bertanya.

“Ya mas, saya masih di kantor, eghhhhh kalau gitu sekalian antar saya pulang aja mas nanti jam 5, offline aja ya, bisa kan mas?” tanyaku berharap.

“Ohh gitu ya kak, tapi saya lagi gak makai mobil kak, mobilnya dipakai teman saya.” Jawab Anto.

“Loh, mas rencananya antar Id card naik apa?” tanyaku lagi.

“Motor kak, kalau kakak gak keberatan saya siap antar pulang dengan motor, tapi kalau kakak takut naik motor, nanti panggil taksi aja, sampai taksi datang saya akan temani kakak.” Jawabnya.

Duh! Kok aku mendengarnya jadi meleleh gini.

“Ya udah naik motor aja gak apa-apa mas.” Ya ampun, seumur-umur aku tak pernah dibonceng naik motor, bahkan aku mengendarai motorpun gak pernah jauh, Cuma dari kantor ke tempat makan siang dan ke bank.

“Baik Kak nanti saya akan jemput jam setengah enam,” Ujarnya mengakhiri pembicaraan.

Aku meletakkan Hpku di tas, wajahku sumringah dan berseri-seri, “Cie cie..tadi kusut sekarang udah seger lagi tuh muka, udah baikan lagi ye..” suara Milla mengejutkanku, Milla? Duh apa dia mendengar percakapanku tadi?

“Duh Milla… bikin kaget aja, sejak kapan lo disini.” Tanyaku.

“Ehmm saking asyiknya nelpon, sampai gak tau ada orang lo.” Milla memonyongkan bibirnya, aku juga ikut memonyongkan bibirku.

***​

Aku turun lift bersama Milla, “Say bojomu jemput gak?” tanya Milla.

“Dia lagi rapat di kantor Mil, gue pulang naik ojek aja.” Jawabku.

“Ikut ama gue aja, ntar gue minta bang Andi anter lo dulu.” Tawar Milla.

“Gak usah Mir, kasian nanti anak lo kelamaan nungguin lo, gak apa gue tadi udah nelpon ojek, kebetulan ada tetangga gue yang searah jadi gue ikut dia.” Aku berbohong pada Milla tentang Ojek yang mengantarku.

“Yakin? ya udah, eh tuh bang Andi udah dateng, gue duluan ya say.” Kami bercipika-cipiki, Milla kemudian naik ke mobilnya, mereka melambaikan tangan padaku, aku juga membalas lambaian tangan mereka.

Aku celingukan mencari keberadaan Mas Anto, “apa jangan-jangan dia lupa?” ujarku cemas, dari kejauhan kulihat sorot lampu motor mendekat, Ya ampun Mas Anto kelihatan gagah sekali dengan motornya, dengan jaket hitam dan helm hitam dia datang menunggangi motor jenis sport.

“Maaf kak, agak telat, tadi saya cari helm dulu, soalnya jarang goncengin orang, apalagi yang digonceng adalah wanita cantik dan anggun heheh.” Ujarnya sambil memberikan helm.

Aku hanya diam tak tahu harus bicara apa, aku mengenakan helm yang diberikan, Mas Anto turun dari motornya dan membantuku mengencangkan pengaman helm, tubuh kami begitu dekat, walau jaket yang dikenakan cukup tebal, namun aroma tubuhnya terasa menggelitik dan merangsang sesuatu dalam diriku, duh parfum apa sih yang dipakai pria ini.

“Yuk Kak.” Aku naik ke motornya, posisi motor yang menungging membuat tubuh bagian depanku mau tak mau bersentuhan dengan punggungnya, aku yakin Mas Anto dapat merasakan kekenyalan payudaraku di punggungnya, Aku berusaha menjauhi dadaku sejauh mungkin agar tak bersentuhan, namun postur motor sport membuatku sulit melakukan itu.

“Sudah siap kak.” Ujar Anto dari balik helmya, aku mengangguk, seketika aku kaget tubuhku tersentak ke belakang saat Anto melajukan motornya, tanganku refleks mencari pegangan, aku merengkuh pinggang pria tegap dan macho ini, dan aku merasakan kenyamanan disana, punggung pria ini terasa begitu nyaman untuk tempat bersandar.

Namun aku juga berusaha menjaga agar perasaanku tak larut dalam suasana ini, sepertinya mas Anto juga tak menyadari kegugupanku di belakang, Benarkah???

Maya salah, Anto menyadari kalau wanita cantik ini mulai sedikit tertarik padanya, Anto yakin tinggal masalah waktu saja, perempuan ini akan sepenuhnya bertekuk lutut dan berbuka paha untuknya, dibalik helmnya Anto tersenyum.

***​

Anto membelokkan motornya ke sebuah mini market, hujan tiba-tiba turun. Setelah memarkirkan motornya, Anto membantu Maya Turun, mereka berteduh di serambi mini market, kebetulan mini market itu memiliki kursi dan meja di bagian halaman.

Hujan semakin deras turun, untung saja jarak halaman mini market dengan ruangan terbuka cukup jauh, sehingga air hujan tak menyambar Anto dan Maya, kebetulan mini market ini juga sepi.

“kayaknya bakalan lama nih hujan kak, kita neduh dulu sebentar ya.” Anto masuk kedalam mini market.

Maya duduk menatap hujan yang semakin deras, Anto meletakkan dua gelas kertas, satu berisi coklat hangat dan satu berisi kopi, “Mari kak, buat hangatin badan.” Ujar Anto.

Maya tersenyum mengucapkan terima kasih, Anto menatap wajah cantik dihadapannya, betapa cantiknya perempuan ini, walau mengenakan hijab, namun aura sensual wanita ini tak bisa disembunyikan dari mata Anto, terbayang foto yang dikirim perempuan ini tadi malam, Anto berdesir menatap Maya.

“Loh kok liatin saya kayak gitu mas, apa ada noda di wajah saya?” tanyaku yang agak jengah di tatap begitu dalam oleh pria ini.

“Perfect kak, eh maaf gak ada apa-apa, Cuma saya gak enak, gara-gara saya kakak jadi berteduh disini.” Ujar Anto.

“jihh, kok salah mas sih, kan hujan yang tiba-tiba turun.” Jawabku, ntah kenapa aku sengaja berbicara dengan nada sedikit manja.

“ Iya ya, heheh, emangnya suaminya kemana kak, kok gak dijemput.” Tanya Anto.

“Tadi dia nelpon katanya ada rapat sama klien mas.” Jawabku.

“Ohh gitu, mari kak di minum mumpung hangat.” Ujar Anto, aku meminum coklat hangat yang diberikannya tadi, ada rasa hangat menjalar didadaku setelah minum, tubuhku agak sedikit lebih nyaman setelah minum coklat hangat.

Aku mengeluarkan kartu nama yang kutemukan di saku celana mas Adam tempo hari, “Mas, apa mas Anto tahu tempat ini?” Aku memberikan kartu nama itu pada pria yang duduk didepanku ini.

Anto mengambil kartu nama itu, dan membacanya, kemudian dia menatapku, “Kakak dapat ini darimana?” tanyanya.

“Emangnya itu tempat apa sih mas?” aku tak menjawab pertnyaannya.

“Teman saya ada yang bekerja sebagai sekuriti disini kak, ini sih tempat spa dan pijat kak.” Jawab Anto.

“Tempat pijat kaya refleksi gitu ya.” Tanyaku lagi.

Anto sejenak memandangku, “ya semacam itu sih, tapi ini lebih banyak plus-plusnya.” Jawabnya.

“Plus maksudnya mas?” aku mengejarnya.

“Hmmm gimana ya ngomongnya, orang yang kesini lebih banyak berhubungan intim dengan terapisnya daripada dipijat kak.” Jawab Anto lugas.

“Jadi maksud mas, seperti …..?” tanyaku penasaran.

“Ya seperti itu, memang kakak dapat kartu nama ini darimana?”Jawab Anto sambil bertanya.

Aku hanya diam dan menundukkan wajah, tak terasa air mataku menetes deras, jawaban mas Anto membuat hatiku terasa sakit, kecurigaanku selama ini benar-benar terbukti, pria baik yang selama ini kukenal ternyata menghianatiku dengan pelacur…ya Tuhan…hatiku sakit banget.

Aku semakin tak bisa mengendalikan perasaanku, aku tersenguk-senguk menangis tertahan, Anto mendekatiku dengan kaget.

“ada apa kak? Loh kenapa kakak menangis?” tanya Anto, sejurus kemudian aku merasakan tangannya mengenggam erat tanganku, aku hanya diam tak menghindar, malah tangisku semakin kencang. Dadaku tersengal-sengal naik turun menangis.

Anto semakin erat mengenggam tanganku, hatiku sedikit lega setelah kutumpahkan air mataku ini, aku melepaskan tanganku dari genggamannya, aku mengambil tisue dari tasku, Sialan!! Kalau dicari tisue ini gak pernah ketemu, Namun sebuah tangan menyodorkan sebuah sapu tangan padaku,.

“Pakai ini aja kak, ini bersih belum saya pakai.” Ujar Anto, aku menatapnya dan menerima saputangan itu.

Aku mengeringkan air mata yang membasahi pipiku, setelah semua reda, aku mengembalikan sapu tangan itu pada Anto. “Makasih ya mas.”

“kalau kakak butuh teman untuk cerita saya siap jadi teman untuk mendengarkan, ada apa kak, mungkin ada yang bisa saya bantu.” Ujar Anto.

Aku memandang wajahnya, entah kenapa wajahnya terlihat semakin tampan dan membuatku tenang, tau-tau aku telah bercerita panjang lebar tentang semua kecurigaanku pada suamiku dan bahkan semuanya yang harusnya tak kuceritakan pada orang lain, pada lelaki lain.

Anto hanya diam mendengarkan semua ceritaku, matanya begitu hangat dan membuatku tak bisa berhenti bicara dan cerita, bahkan sadar atau tidak aku juga menceritakan betapa sekian lama Mas adam tak menyentuhku sebagai wanita.

Kami kemudian terdiam, hanya saling memandang, uhhh tiba-tiba rasa horniku mencuat, tanpa sadar tangan kami saling mengenggam, aku membiarkan Anto membelai jemariku yang lentik, aku menatapnya sayu, oh tuhan apa yang terjadi padaku.

“hujannya sudah reda kak, mari kita lanjutkan perjalanan.” Ucap Anto, aku mengangguk dan merapihkan diriku.

“Mas tolong antar saya kesuatu tempat ya” ujarku pada Anto.

Anto terdiam menatapku………….

-----------------------------------------------------------------------------------

Bersambung
 
untuk teman-teman yang udah baca premium, besok akan rilis bab 11 dan 12, tinggal edit sedikit thanks
 
Ada yang dm, beliau bilang dia perempuan, katanya kok mirip ama pengalaman dia heheh, wah saya cuma bisa bilang ini hanya kebetulan aja, termasuk juga nama tempat dan nama merek yang diketahui luas, hanyalah kebetulan, bukan tempat asli..
Mohon maaf kalau mungkin cerita ini serba kentang, emang style ceritanya kaya gini.

Buat yang suka ya silahkan lanjut, yang gak suka cerita dikit ss ya silahkan cari yang sesuai piss
 
Terbaik suhuu, Terima kasih udah mau share cerita bagus ini🙏🙏🙏
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd