Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT [Diary Ari] The Story

Karakter Perempuan Ter-Favorit?


  • Total voters
    637
Daripada para suhu disini yang buntingin rini, mending si ari


*canda yaaa candaaaaa
Saya datang dengan damai



Lebih greget lagi kalau kaka ipar rini yg buntingin dia, di jamin bakal lebih greget ceritanya gan, hehe..
 
[HIDE]
WARNING!!!
Cerita di bawah ini hanya karya FIKSI TS belaka, jika ada kesamaan nama, tempat dan karakter itu bukanlah suatu hal yang disengaja.
***************************************************************************************************************************************
[Diary Ari] The Story

Chapter 43: Kembar
***************************************************************************************************************************************
Rini

Aku masih tak percaya bahwa bisa-bisanya mas ari dan bu yati bersekongkol untuk menjebakku seperti ini, dan kini aku dalam kondisi beresiko tinggi akan hamil anak dari mas ari, karena tadi kurasakan begitu banyak peju miliknya berhamburan di dalam memekku. Aku berusaha bangkit dan kurasakan aliran peju dari dalam memekku kembali mengucur membasahi meja bu yati ini. Kulihat mas ari dan bu yati sudah mulai merapikan pakaiannya, “Jangan kasih tau siapa-siapa ya kamu?!” ucap bu yati seraya memfoto diriku yang masih duduk mengangkang diatas meja kerjanya ini. “Bu… ada tisu gak..” ucapku lirih. “Gak ada… lap aja dengan sempakmu itu” ucap bu yati ketus seraya menyerahkan cd abu-abu milikku tadi.

Setelah merapikan pakaianku, aku langsung berjalan keluar ruang dosen dengan tertatih-tatih, karena rongga memekku terasa nyeri akibat permainan kasar mas ari dengan kontol besarnya tadi. Saat aku tiba di luar, kulihat mas boby berjalan cepat ke arahku dan langsung mengomeliku. Namun semua ucapannya seolah lewat begitu saja, “Yuk pulang mas, aku capek” ucapku. Selama di perjalananpun mas boby masih mengoceh mengomentari kenapa aku terlambat pulang tadi, namun hatiku masih terasa perih untuk berbicara. Sesampainya di rumah, kak rida yang paling marah besar, mereka berdua mengomeliku yang intinya mereka khawatir padaku. “Rini ke kamar dulu ya, capek” ucapku lesu. Aku memutuskan untuk mandi dengan harapan semua yang kulalui hari ini lekas sirna dari pikiranku.

Beberapa hari kemudian…

Aliyah

Sudah dalam beberapa bulan ini aku bekerja di kota, demi menabung untuk biaya persalinanku nanti. Tak terasa kini kandunganku sudah berumur 4 bulan lebih beberapa hari. Aku sungguh bahagia dalam waktu beberapa bulan lagi aku akan menjadi seorang ibu, namun satu hal yang selalu membuatku sedih dan murung, yaitu aku akan menjadi single-parent. Uang tambahan dari pak soni pun sangat membantu ku untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan bakal uang persalinan.

Sudah 2 bulanan ini lah aku menjadi pelampiasan birahi pak soni, aku kagum padanya walaupun kini perutku sudah mulai membesar, ia tak ingin berpaling ke wanita lain dalam memuaskan birahinya. Walaupun usianya yang tak lagi muda dan hampir berkepala 4, namun kemampuannya menggagahiku selalu membuatku terbuai dalam permainannya. Aku sadar ini salah, salah karena aku berhubungan layaknya suami istri tapi bukan dengan suamiku sendiri bahkan disaat aku tengah mengandung seperti ini. Aku merasa bahwa derajatku sebagai akhwat bercadarpun sudah mulai turun bahkan jatuh. Tapi apa daya, ini semua demi kelahiran anakku kelak.

Sore hari ini aku berencana ke puskesmas di dekat tempat tinggalku untuk memonitor kondisi kehamilanku, kebetulan pak soni tak dapat mengantarkanku karena beliau sedang ada charter-an ke desa yang ada di dekat kota ini. Akhirnya aku pergi sendiri ke puskesmas setelah menyelesaikan pekerjaanku di butik tempatku bekerja. Sesampainya di puskesmas, aku langsung disambut oleh seorang suster yang menanyakan maksud kedatanganku. “Saya mau cek kehamilan mbak” ucapku, “Oh boleh bu, disini hanya ada bidan bu, bagaimana?” tanya sang suster. “Ooh bidan ya, baiklah tidak apa-apa” sahutku. “Baiklah, atas nama siapa?” tanya sang suster. “Aliyah mbak” ucapku. “Oke bu aliyah, sila ditunggu sebentar”.

Setelah pemeriksaan usai…

“Jadi bagaimana kondisi kehamilan saya bu?” tanyaku. “Kondisi kehamilan ibu normal dan baik-baik saja, namun sepertinya ada berita baik” ucap sang bidan. “Berita apa bu?” ucapku dengan wajah berseri-seri. “Selamat ya bu aliyah, ada kini mengandung anak kembar” ucap sang bidan seraya tersenyum. “Alhamdulilaaaahhh” aku mengucap syukur. “Saya akan berikan rujukan untuk ibu memantau kondisi kehamilan ibu ini di rumah sakit kota ya bu” ucap sang bidan. Aku hanya mengangguk seraya tersenyum.

Satu bulan berlalu….

Aliyah

Hari ini aku memutuskan ingin menggunakan surat rujukan dari bidan di puskesmas bulan lalu untuk mengecek kehamilanku di RS Kota. Hari ini aku diantarkan oleh pak soni sembari ia ngetem di dekat RS. “Permisi suster, saya ada rujukan dari puskesmas untuk cek kehamilan di dokter kandungan disini” ucapku. “Oh sebentar ya bu…” ucap sang suster. “Baik.. atas nama bu aliyah, tunggu antrian ya bu. Nanti masuk ke ruang di sebelah sana dan menemui dr. budi.” Jelas sang suster. “Dokternya laki-laki mbak?” tanyaku sedikit kaget. “Iyaa bu..” ucap sang suster. “Tidak ada dokter yang wanita ya?” tanyaku mulai ragu ingin mengecek kandunganku ini. “Ada bu, namun sesuai surat rujukan yang ibu bawa, ini mengacu pada dr.budi” jelas sang suster. Aku hanya manggut-manggut dan memutuskan untuk menunggu di ruang tunggu. Sekitar 30 menitan, “Bu aliyah! Sila ke ruangan dokter” panggil sang suster.


Setibanya di dalam ruang periksa, “Silahkan duduk ibu” ucap dokter budi ramah. Kulihat dokter ini masih terbilang muda, mungkin sekitar 5 atau 6 tahun lebih tua dariku, wajahnya terlihat seperti orang indonesia blasteran barat. “Dari surat rujukan, ibu dinyatakan hamil anak kembar dengan usia kehamilan 5 bulan ya bu, benar?” tanya dokter budi. “Ya benar dok” ucapku singkat. “Silahkan naik ke ranjang periksa disana bu, mau saya USG” ucap sang dokter. Dokter budi pun mengikutiku kearah ranjang periksa, lalu ia menutup kain gorden putih di dekat ranjang periksa ini. “Maaf… boleh dinaikkan gamisnya bu?” tanya dokter budi. “Kalau tanpa dibuka apa tidak bisa ya dok?” tanyaku lugu, padahal seingatku tidak bisa, seperti di bidan kemarin, aku memang harus membuka gamisku, namun karena sang bidan adalah wanita maka itu tak menjadi masalah bagiku.

“Tidak bisa bu” ucap dokter budi seraya tersenyum ramah. Karena aku yang sudah sampai disini dan akan terasa sia-sia jika aku mengutamakan egoku, akhirnya dengan pelan dan ragu-ragu kutarik keatas gamis hitam yang kukenakan, karena gamis ini adalah tipe terusan, untungnya hari ini aku mengenakan legging hitam, sehingga tak semua bagian bawahku dapat dilihat oleh dokter budi. “Baik… maaf, mari kita mulai USG nya ya” ucap dokter budi. “Hmm… benar kata sang bidan bahwa ibu saat ini mengandung anak kembar, makannya dijaga ya bu demi kesehatan kedua calon bayi ibu” ucap sang dokter. “I..iya dokter” ucapku yang berharap USG ini lekas usai agar aku dapat menutup kembali auratku. “Apa ada keluhan lain bu?” tanya dokter budi. “Saya sering merasakan nyeri pinggang, terutama pinggang bagian depan dok” ucapku. Dokter budi mulai melakukan pemijatan di dekat bagian yang kumaksud. “Disini bu?” tanya dokter budi. “Iya dok” ucapku.

“Maklum bu, karena ibu bertubuh kecil dan mengandung anak kembar maka kehamilan ini memberatkan tubuh ibu, sehingga muncul nyeri dan pegal di bagian tubuh tertentu” jelas dokter budi. “Ooo seperti itu ya dok” ucapku seraya menurunkan kembali gamis hitamku, namun tanganku ditahan oleh dokter budi. “Kenapa dok?” tanyaku kaget. “Saya ingin mengecek satu hal lagi” ucap dokter budi seraya menaikkan gamis dan jilbab hijau toscaku ke bahu. “Ih! Dokter mau apa?” pekikku sedikit. “Saya hanya ingin mengecek perkembangan tampungan ASI ibu, apakah ada keganjilan atau normal” jelas dokter budi seraya meraba toketku dari balik bra hitam yang kukenakan. “Ih apaan sih dok” ucapku seraya menepis tangannya. Namun sepertinya dokter budi sudah dikuasai birahinya, terlihat kini wajah putihnya mulai memerah. Ia berusaha menyingkapkan bra yang kukenakan, “Dok ngapain sih” ucapku seraya berusaha bangkit dari ranjang periksa ini. Dengan sedikit kasar, dokter budi membaringkan tubuhku lagi.

“Auh” keluhku kembali merasakan nyeri di pinggangku, “Ma..maaf bu.. saya tidak boleh seperti ini” ucap dokter budi yang sepertinya mulai sadar dari birahinya. “Ibu kenapa?” tanya dokter budi khawatir. “Aduh dookk… pinggang saya nyeri doookk” keluhku. “Sebentar..sebentar coba saya lihat” ucap dokter budi seraya menurunkan legging hitam yang kukenakan, kurasakan salah satu tangannya mulai memijat pinggangku dan kurasakan tangannya yang satu lagi meraba bibir memekku yang hanya ditumbuhi bulu-bulu halus. “Auh.. shh dok… nyeri… itu dokter ngapain?” desahku saat kurasakan dua jari dokter budi berusaha masuk ke dalam memekku. “Saya ingin memperbaiki kesalahan saya, ini cara untuk meringankan nyeri yang ibu rasakan” ucap dokter budi. Dua jari dokter budi keluar masuk di memekku, hal itu membuat birahiku perlahan bangkit. “Uhh dok…. Sudahi saja ya dok… nyerinya udah kurang kok ini” ucapku menepis gairah birahiku ini.

“Sebentar bu” ucap dokter budi. Sudah tak ada kurasakan pijatan di sekitar pinggangku, kini semuanya berpusat di memekku, sampai-sampai aku tak menyadari bahwa kini salah satu tangan dokter budi yang tadi sempat memijatku, sekarang malah sibuk mengurut kontolnya yang sudah mulai menegang. “Ughh dok… dokter mau ngapain?” tanyaku yang terus didera birahi. “Ma…maaf sebelumnya bu… saya tidak profesional… namun saya minta ini sekali aja” ucap dokter budi terbata-bata, dan terlihat kini kontol putihnya sudah tegang sempurna, kutaksir panjangnya sekitar 19 cm dengan diameter yang cukup gemuk, jauh lebih besar dibanding milik suamiku dulu maupun milik pak soni. Dokter budi menarik legging hitamku kebawah sampai terlepas, lalu ia merangkak naik keatas ranjang periksa ini, “Dok… jangan dok…” ucapku berusaha untuk bangkit, walaupun tak dapat kupungkiri, jauh di dalam diriku menginginkan kontol dokter budi untuk masuk ke liang memekku. “Maaf bu… sekali ini saja bu…” ucap dokter budi seraya mendekatkan palkonnya ke bibir memekku.

“Ahh sshh” desahku tertahan saat kurasakan palkon panas dokter budi menggesek bibir memekku. “Ughh” desahku ketika kontolnya mulai perlahan masuk ke memekku. Aku hanya bisa memejamkan kedua mataku, aku enggan menatap dokter budi yang kini tengah menggagahiku. Pelan tapi pasti dokter budi mulai menggenjotkan kontolnya di memekku. “Ughh bu… rapet banget… hmmm” lenguh dokter budi. “Krieet kriieeet krieeet” bunyi ranjang periksa ini mengiringi permainan birahi antara dokter budi dan diriku. Kedua tangan dokter budi mulai meremas kedua toketku dengan lembut. Beberapa menit berlalu, “Akhh dok… ahhh gak kuat ihh” desahku yang tak lagi malu-malu. Sodokan kontol dokter budi yang intens dengan kecepatan konstan membuatku benar-benar terbuai dalam permainan birahi ini. “Akhhh dookk” desahku diikuti semburan cairan cintaku. “Tok tok…” terdengar suara ketukan pintu dari luar. “Ya?” ucap dokter budi seraya melambatkan sodokan kontolnya. Terdengar pintu terbuka, “Ini kartu berobat bu aliyah dok, saya letak di meja ya” ucap sang suster.

“Oh iya..iya…” ucap dokter budi. Kembali terdengar pintu terbuka lalu tertutup, sepertinya sang suster sudah keluar dari ruangan ini. Dokter budi kembali menggnjot memekku dengan tempo sedikit lebih cepat, “Akhh ahhh dok” desahku. “Jangan .. uhh.. desah… kuat-kuat buu.. ssh” ucap dokter budi. Sekitar 10 menitan dokter budi ‘menunggangi’ tubuhku, “Akkhh saya mau lagih dok… uhh” bisikku. Kurasakan sodokan kontol dokter budi semakin cepat dan beberapa kali kurasakan palkonnya mengetuk-ngetuk pintu rahimku, hal itu menimbulkan kembali rasa nyeri yang tadi sempat mereda, namun karena begitu besarnya birahi yang sudah menguasai diriku, rasa nyeri itu dapat kuabaikan. “Akhh udah dok… sayaa gak tahaann” bisikku diikuti semburan cairan cintaku. Tak berselang beberapa lama, dokter budi menekan kontolnya cukup dalam dan “Crott…croott..croottt” ada sekitar 4 semburan peju beliau yang langsung bercampur dengan cairan cintaku di dalam liang memekku. “Ughhh” lenguhku merasakan siraman peju beliau dengan begitu deras. Seketika rubuhlah tubuh dokter budi diatas tubuhku. “uhh hmm… maaf bu saya sudah lancang… bahkan saya melecehkan seperti ini” ucap dokter budi seraya mengatur nafasnya dan berusaha bangkit dari tubuhku. Aku hanya diam tak berkomentar sama sekali.[/HIDE]
 
wooowww, aliyaaah, dientot dokter, keren2 semoga terus2 dientot waktu periksa ya, dan waktu mau persalinan, biar lancar hehehe

abis melahirkan pun si dokter terus ketagihan memek spesial aliyah, haha
 
Klo pun Aliyah hrs berkomentar paling cuma ngomong "ahhh....dok..tolong sekali lg sebelum sy pergi"
 
Ada lanjutan ny, ijin baca dulu gan, semoga sampai tamat gan ceritanya..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd