Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG DI ATAS LANGIT MASIH ADA LANGIT

Status
Please reply by conversation.
BAB. 6 SEMBARA YANG BARU

Suara kokok ayam hutan menyambut datangnya pagi di lereng gunung lawu. Sang mentari mulai menampakan dirinya untuk menyinari bumi. Mahesa dan Savitri memulai kegiatan pagi ini dengan kebersamaan sebagai sepasang suami istri muda. Penghidupan yang tenang jauh dari keramaian yang memusingkan kepala dan hidup tentram bahagia disamping suami yang gagah, namun Savitri adalah seorang wanita pendekar yang sebenarnya suka berpetualang. Maka tetap saja timbul dihatinya kerinduan untuk melihat hiruk pikuk rimba persilatan. Terlibat pertarungan-pertarungan seru. Namun Savitri menyadari kini dirinya sedang mengandung. Kalau saja dia tidak dalam keadaan hamil dia lebih memilih untuk membujuk suaminya kembali berkelana sebagai sepasang pendekar seperti yang dia lakukan bersama mendiang suaminya terdahulu.

Dia yakin suaminya akan mau dan melupakan hasrat untuk menjauh dari rimba persilatan. Karena Savitri tahu benar bahwa suaminya itu begitu mencintainya dan akan mau menuruti segala keinginannya. Tapi untuk saat ini dia tetap menikmati kebersamaan dengan Mahesa suaminya.

Saat sedang berduaan di serambi rumah mereka yang terbuat dari bambu Mahesa dan Savitri mendengar dari kejauhan derap langkah kaki kuda.

“Kau dengar suara kaki kuda itu sayang?” tanya Mahesa untuk meyakinkan.

“Iya kakang.” Sahut Savitri.

“Sepertinya lebih dari dari satu ekor kuda.” Mahesa menduga-duga.

“Benar kakang. Siapa gerangan mereka?”

Suara derap kaki kuda itu semakin terdengar kuat dan riuh menandakan bahwa bukan hanya satu dua ekor kuda melainkan banyak dan mereka semakin dekat. Mahesa melompat menggunakan ilmu meringankan tubuh melesat ke atas pohon disamping rumahnya untuk melihat siapakah yang datang.

Dari kejauhan terlihat ada sekitar enam ekor kuda berlari dengan kecepatan sedang karena menyusuri jalan setapak di lereng gunung lawu ini. Melihat sekilas saja Mahesa sudah tahu siapa yang datang. Dia bernapas lega karena mereka bukan orang asing baginya.

“Savitri nampaknya ayahandamu sudah kangen sama kamu... hahahhah baru berapa bulan ditinggal dia tidak tahan rupanya berpisah dengan anak tercinta.”

“benar kakang? Itu yang mau datang ayahanda?”

“Iya sayang..”

Tidak menunggu lama enam ekor kuda itu sudah ada di halaman rumah. Benar saja yang datang adalah Ki Wajrapani beserta dua orang muridnya dan satu orang lain yang dikenal Mahesa sebagai tokoh sepuh rimba persilatan Ki Jayataka. Mungkin dua orang lainnya itu murid dari ketua padepokan gunung Merapi itu.

“Sampurasun..” Sapa ki Jayataka.

“Rampes.... ayah, paman Jayataka dan paman-paman yang lain.. waduh tumben kesini.” Balas Savitri.

“Mari silahkan masuk ke gubuk kami, Ayahanda dan paman-paman sekalian.” Mahesa mempersilahkan mereka masuk.

“Hmmmmm Savitri akhirnya hamil juga!” Seloroh Ki Jayataka.

“Siapa dulu dong suaminya hehehhehe..” Sahut Ki Wajrapani.

Wajah Savitri memerah karena malu dan juga agak kurang senang dengan gurauan ayahnya yang sedikitnya menyinggung mendiang suami pertamanya Danar yang tak bisa membuat dia hamil. Tapi Mahesa dengan cepat bisa mencairkan suasana. Dengan ramah dia menyambut ayah mertua dan muridnya serta Ki Jayataka dan muridnya.

“Kedatangan kami kesini nak Mahesa karena ada masalah penting.”Ki Jayataka memulai pembicaraan.

“Wah masalah apa itu paman?”

“Ini soal kerajaan kita.” Ki Wajrapani menimpali.

“Ada apa dengan kerajaan kita ayah?” Savitri ikut bertanya.

“Kalian mungkin sudah tahu atau kalau belum tahu aku ceritakan kembali. Sejak dua tahun lalu Prabu Wijayakarana bertahta sejak itu pula patih Arya Weling mulai berulah. Dia yang sebelumnya saat Prabu Sanjayakala masih hidup tidak banyak tingkah sekarang sudah menjadi orang yang sewenang-wenang. Kekuasaannya bahkan melampaui raja.”

Mahesa dan Savitri terdiam mendengar penjelasan Ki Jayataka dengan seksama.

“Arya Weling memanfaatkan jabatannya sebagai patih untuk menindas rakyat dengan menaikan pajak. Dia juga menyingkirkan pejabat-pejabat lain yang berpihak pada rakyat. Celakanya dia mengangkat tokoh-tokoh jahat menjadi pelindungnya dan mereka sekarang sangat menguasai istana raja. Coba bayangkan tokoh semacam Ki Semar Mesum bisa jadi orang kepercayaan istana raja.”

Mahesa kaget mendengar nama ki Semar Mesum disebut. Bagaimana dia tidak akan kaget. Ki Semar Mesum adalah gurunya. Satu-satunya orang yang mau menerima dia sebagai murid setelah terlunta-lunta memohon kesana kemari untuk sekedar diangkat jadi murid perguruan kecil sekalipun dia tidak diterima. Dari penuturan Ki Jayataka berikutnya dia jadi tahu bahwa dengan adanya ki Semar Mesum disampingnya sebagai orang kepercayaannya patih Arya Weling menjadi berani. Di sisi lain raja tidak memiliki wibawa sama sekali. Prabu Wijayakarana hanya mementingkan kesukaannya memperindah istana dan membangun bangunan megah lainnya. Dia juga suka dengan barang-barang mewah dari negeri-negeri jauh seperti negeri Tiongkok, Parsi dan Keling. Sang Raja menghambur-hamburkan uang kerajaan untuk kesenangannya itu.

Dengan keadaan itu Arya Weling memanfaatkan sikap raja untuk menaikan pajak agar keuangan kerajaan mencukupi hasrat sang Raja. Arya Weling dengan tangan kanannya Ki Semar Mesum memiliki kesenangan sendiri . Dengan memanfaatkan situasi bobroknya wibabawa raja untuk memuaskan hasrat mereka untuk berkuasa dan bermaksiat.

“Penindasan kerajaan terhadap rakyat sudah mulai menimbulkan perlawanan. Beberapa pendekar sudah membentuk pasukan perlawanan rakyat. Mereka bukan memberontak tapi membela rakyat.” Tutur Ki Jayataka.

Perlawan itu masih bersifat sendiri-sendiri diwilayah masing-masing. Makanya Ki Jayataka dan tokoh-tokoh utama rimba persilatan berusaha menyatukan gerakan itu. Selain mencegah gerakan itu berubah menjadi pemberontakan yang hendak merebut kekuasaan. Karena ki Jayataka dan banyak tokoh sepuh persilatan tetap mengakui Raja sebagai pemimpin rakyat dan wakil tuhan di bumi. Yang hendak dilawan adalah patih Arya Weling dan kelompoknya.

“Kami mengundangmu untuk ikut pertemuan kaum pendekar di tempatku Padepokan Gunung Merapi bulan depan tanggal sebelas.” Pungkas Ki Jayataka.

Mahesa tediam sejenak karena dia sudah terlanjur berniat untuk mengasingkan diri dari rimba persilatan. Untuk bertobat dan menjadi orang biasa saja. Karena cita-citanya memiliki Savitri telah tercapai membuat dia tidak memiliki keinginan lain selain terus dekat dengan istri tercintanya itu.

“Baik paman suamiku pasti akan hadir. Aku juga akan pergi menemani kakang Mahesa!” Ucap Savitri dengan semangat.

Mahesa hanya bisa diam mendengar jawaban istrinya yang mengambil keputusan sendiri tanpa persetujuannya. Dia juga tidak bisa membatalkan kata-kata istrinya.

***

Meski ada rasa sayang terhadap anak muda hilang ingatan yang dia beri nama Sembara itu tapi Anjani si Bidadari Hati Beku menepis hasrat untuk lebih dari sekedar sayang. Apalagi usia mereka terpaut cukup jauh. Anak muda itu jauh lebih muda dari dia sebagai seorang perempuan. Hal ini memang kurang pantas bagi Anjani untuk jatuh cinta pada lelaki yang jauh lebih muda..

Selama Anjani kembali ke rimba persilatan sebagai Bidadari Hati Beku dia tidak pernah bergaul lagi dengan orang-orang. Hanya gurunya saja seorang nenek berusia sepuh yang dipanggil eyang Nipah yang dekat dengannya sebelum nenek itu meninggal dunia hampir dua tahun lalu.

Kini dia tinggal di bukit tawon ini bersama muridnya Sembara muda yang cakap, cekatan dan begitu patuh, dalam hati ia menjadi luar biasa menyayangi anak muda itu layaknya seperti menyayangi adik kandungnya. Meski terkadang dia tetap bersikap dingin saja seperti sikapnya selama ini yang dikenal orang sebagai Biadari Hati Beku. Memang Anjani sangat dingin dan terkadang kejam. Itulah yang membuat kekasihnya Sembara putra Lugina ragu untuk menikahinya meski mereka sudah sering bercinta. Karena Sembara dari masa lalunya itu berkali-kali melihat Anjani menghajar orang hanya karena kesalahan sepele. Bahkan bukan hanya sekedar menghajar tapi terkadang sampai membunuh orang hanya karena tersinggung.

***

Suatu pagi sesudah mereka sarapan, berkatalah Anjani sang Bidadari Hati Beku kepada Sembara muda muridnya.

"Muridku, ada suatu hal, ini boleh kau pikirkan sendiri dengan masak jika sungguh-sungguh kau ingin menguasai seluruh ilmuku, maka seumur hidup ini kau harus tunduk pada kata-kataku, jika kau tidak patuh padaku, akupun tidak akan menurunkan semua ilmu kepandaian padamu. Kelak kalau kau mampu mematuhiku dan aku berikan semua ilmuku padamu maka dengan ilmu silatmu itu kamu boleh mencari orang bernama Mahesa yang membunuh pamanmu.”

"Tentu aku akan patuh padamu guru," sahut Sembara muda.

"Meski guru tidak mengajarkan seluruh kepandaian padaku juga pasti aku akan tetap patuh segala perkataanmu."

"Kenapa begitu ?" tanya Anjani si Bidadari hati Beku.

"Karena guru telah mau menyelamatkan aku hingga aku masih hidup sampai sekarang ini jadi apapun juga aku akan tunduk pada guru.”

Bidadari Hati Beku menghela napas mendengar jawaban muridnya.

“Sudah setahun kita berlatih dan belum sekalipun aku mengajak kamu keluar dari bukit ini. Besok kita jalan ke kotaraja.”

Selama sekian bulan ini Sembara muda terkurung hanya berada di bukit tawon ini memang dia sudah mulai bosan, kini mendengar akan pergi ke kotaraja, keruan ia menjadi senang dan muka berseri-seri. Meski ingatannya belum pulih dan tidak paham seperti apa kotaraja itu. Tapi keingintahuan tentang dunia luar selain tempat yang dia tempati sekarang membuat hatinya senang.

"Apanya yang perlu digirangkan bukankah kamu hilang ingatan dan pasti tidak tahu apa itu kotaraja?" tanya Bidadari Hati Beku dingin,

"justru karena tidak tahu aku ingin sekali melihat dunia luar selain bukit ini guru."

Bidadari Hati Beku yang biasanya ketus dan dingin tersenyum mendengar jawaban muridnya. Dia sebenarnya mau pergi ke kotaraja karena mendengar kabar soal makin kejamnya Kerajaan terhadap rakyatnya. Setiap Bidadari Hati Beku pergi ke kademangan terdekat dari bukti Tawon ini dia selalu mendengar cerita pilu rakyat yang menderita akibat pajak yang makin tinggi. Terus cerita soal kerajaan yang bisa seenaknya mengambil wanita cantik untuk dibawa ke istana raja. Semua cerita itu membuat Bidadari Hati Beku muak. Terutama soal wanita-wanita cantik yang dibawa ke istana.

Saat ini umur Sembara muda sudah menginjak sembilan belas tahun, walaupun demikian urusan laki-laki dan perempuan serta soal cinta segala sama sekali ia tidak paham, mungkin karena hilang ingatan.

Hanya saja secara naluri dia merasa gurunya cantik luar biasa, setiap kali melihat dia dengan sendirinya timbul semacam rasa suka dalam batinnya.

Keesokan harinya dengan berkuda guru dan murid itu menuruni jalan berliku di bukit tawon untuk pergi ke kotaraja. Perjalanan mereka melewati pemandangan yang indah permai, sungguh tidak terbilang rasa girang Sembara muda.

"Guru, bagus sekali pemandangan sekitar ini !" ujar Sembara muda.

Tetapi Bidadari Hati Beku tak menjawab, ia hanya bersenyum simpul.

Bukit Tawon tempatnya sangat sepi dan terpencil. Selama hilang ingatan Sembara muda belum pernah berkenalan dengan dunia luar, mungkin itulah penyebab mengapa hatinya menjadi riang.

Sementara Bidadari hati Beku menjadikan perjalanan mereka seolah sebagai kenangan perjalanan saat menjalin cinta dengan Sembara putra Lugina. Meski menikmati dengan hati senang tapi Bidadari Hati Beku merasa tidak pantas kalau sampai mengajak Sembara muda untuk memadu kasih apalagi berhubungan intim.

Perjalanan ke Kotaraja membutuhkan waktu tiga hari menunggang kuda tanpa henti. Kalau mesti istirahat bermalam dia membutuhkan waktu lima hari. Kini Anjani si Bidadri Hati Beku dan Sembara Muda baru sampai ke kadipaten terdekat dari bukit Tawon tempat tinggal mereka. Baru kali ini setelah hilang ingatan Sembara muda melihat orang banyak. Dia senang sekali karena keramaian kadipaten ini.

Karena hari menjelang malam Anjani mengajak Sembara Muda ke sebuah penginapan kecil di kadipaten ini. Penginapan itu tidak banyak tamunya, dengan sanjung puji pelayan penginapan menawarkan bagi mereka dua kamar besar. Tapi setelah memandang Sembara muda sekejap, Bidadari Hati Beku menggeleng.
“Kami hanya perlu satu kamar saja.” ucapnya.

Berdetak jantung Sembara muda. Meski dia hilang ingatan tapi nalurinya berkata bahwa tidur sekamar dengan gurunya yang cantik adalah sebuah hal yang menyenangkan. Sedangkan pelayan penginapan kelihatan rada kecewa dan heran. Dari sudut manapun dia memandang, kedua orang ini tidak mirip pasangan suami-isteri, mengapa mereka hanya minta satu kamar saja?

Sebelum ke kamar mereka makan dulu di tempat makan yang disediakan oleh penginapan. Sesudah itu mereka kini telah berada dalam kamar penginapan dan pintu ditutup, jantung Sembara muda berdebur semakin keras, duduk tidak tenang, berdiripun salah, sungguh ia tidak tahu dirinya harus bersikap seperti apa. Sementara dia sendiri melihat tempat tidur yang begitu bersih dan bagus yang baru kali ini dia lihat. Tentu sangat nyaman untuk tidur di situ.

Dengan hati-hati Bidadari Hati Beku memalang pintu lalu menutup jendela pula. Kemudian dia menatap Sembara muda.

“Tidurlah kau!”

“Aku tidur di mana guru?”

“tempat duduk panjang dari bambu ini bisa jadi tempat tidur yang cukup enak buat kamu,” ujar Bidadari Hati Beku dengan tertawa.


“Baiklah guru,” kata Sembara muda.

Anjani memandangi tubuh muridnya yang agak kurus namun cukup gagah dengan wajah mirip kekasihnya di masa lalu berjalan ke arah tempat duduk di samping jendela kamar. Timbul rasa kasih sayang dihati Anjani. Dengan keadaan dirinya saat ini untuk apalagi dia bersikap sok suci. Untuk apa juga membuat susah Sembara muda muridnya dan tidak memberinya kesempatan menikmati tidur ditempat tidur yang bagus ini., apakah kalau malam ini dia tidur seranjang dengan muridnya, lalu dia seorang Bidadari Hati Beku bukan lagi seorang pendekar sejati.

“Hmmmm....Ranjang ini cukup besar bagaimana kalau kita tidur bersama di sini.”

Sembara sangat kaget mendengar kata-kata gurunya, ia ingin memandang Anjani sang Bidadari Hati Beku sekejap, tapi dia urungkan karena merasa segan dan malu.

“Biarlah guru aku di sini saja toh di tempat kita aku memang terbiasa tidur di bale bale bambu.”

“Tapi tempat duduk itu kecil. Kurang nyaman buat kamu. Ayo kesini aku sudah ngantuk mau tidur.” Ujar Bidadari Hati Beku.

Bidadari Hati Beku memang sudah terlampau lelah, maka dengan cepat ia lantas tertidur pulas. Waktu Sembara naik tempat tidur, ketegangannya sungguh sukar dilukiskan, jantungnya berdebur keras, dia tidak berani memandang sekejap pun kepada Bidadari Hati Beku, bahkan menyentuh selimutnya saja tidak berani.

Dia membungkus tubuhnya kencang-kencang dengan selimut dan meringkuk di pojok tempat tidur, kepalanya dibenamkan pada bantalnya, tubuh tidak berani bergerak sedikitpun, bernapas juga tidak berani keras-keras, dalam keadaan hening demikian, yang terdengar hanya detak jantungnya yang memukul keras. Namun karena tempat tidur ini empuk dan nyaman akhirnya Semabar muda tertidur juga.

Sebenarnya Anjani Bidadari Hati Beku cuma pura-pura tidur saja. Sampai sekian lamanya, didengarnya suara pernapasan Sembara muda sudah mulai tenang, mulai teratur dan rata, jelas muridnya itu sudah benar-benar tertidur, barulah dia membuka mata.

Setelah dia lihat betul juga, Sembara memang sudah pulas, bahkan sangat nyenyak tidurnya.

Anjani berpikir, sesungguhnya Sembara muda memang masih belum dewasa, dan belum banyak beban dipikirannya jadi lebih mudah tertidur daripada orang tua. Apalagi kini dia sedang hilang ingatan.

Bila membayangkan gerak-gerik Sembara muda yang ragu-ragu waktu mau naik ke atas tempat tidur tadi, tanpa terasa Bidadari Hati Beku tersenyum geli.

Sesungguhnya Sembara muda memang murid yang menyenangkan. Tidur satu ranjang bersama muridnya yang demikian mirip kekasihnya di masa lalu terasa menyenangkan, kalau dibilang Anjani Bidadari Hati Beku sudah sama sekali tidak mempunyai perasaan apapun, maka hakekatnya dia bukan manusia. Kenyataannnya dia tetap manusia yang memiliki rasa. Meski dia mendapat julukan Bidadari Hati Beku.

Apalagi iapun tahu muridnya itu meski hilang ingatan tetap memiliki naluri seorang lelaki asalkan dia sendiri mau , tidak nanti muridnya itu menolaknya.

Malam kian sunyi, cahaya bintang yang redup menembus lubang-lubang jendela dengan lembutnya.

Di tengah malam yang hening dan sunyi itu, akhirnya Bidadari Hati Beku tidak tahan, ia menjulurkan tangannya dan membelai rambut Sembara yang gondrong terurai di atas bantal, tiba-tiba iapun merasa sangat panas.

Teringat olehnya ketika beberapa tahun silam dia berada bersama Sembara putra Lugina kekasihnya. Bercinta dengan ganas penuh nafsu.

Bersambung.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd