Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Change?

Scene 18
Dengan Keluarga baruku...



Ana dan Ani


Alma


Ainun ... ...

Hari berikutnya, Justi dan Samo pulang dengan wajahnya yang sumringah sedangkan aku, aku santai saja menyambut kedatangan dua anak manusia yang sedang dalam masa kasmarannya. Tapi setelah mereka masuk ke kontrakan, giliran aku yang kemudian pergi. Karena ada sms dari Ana dan Ani yang minta ditemani seharian ini, maklumlah namanya juga adik baru, beruntung aku dapat adik cantik-cantik seperti mereka.

“Eh, aku mau pergi kalian gantian jaga kontrakan ya?” tepat ketika mereka mulai duduk bersamaku di ruang kontrakan kecil ini

“Marah... marah, ditinggal marah...” ledek samo, dengan gaya sok manisnya

“Wah ada yang marah ini? ha ha ha ha” aku membalas Samo dengan tawa kerasku

“Kamu maksudnya su!” ucap Samo, mendelik ke arahku

“Ouwh... ngapain marah sama kalian? Jujur saja ada kesibukan aku sam” aku berdiri, meregangkan tubuhku

“He he he iya.. iya... lha tumben pakaianmu biasa saja” dengan pandangan heran, samo bertaya kepadaku

“Oh, iya ya... ha ha ha... ndak, aku mau main sama orang warung sam”

“Oia sam, ati-ati sama Justi sam” lanjutku, masih meregangkan tubuh sembari menjawab pertanyaan samo

“Maksudmu?...” balas Samo

“Lha kok ati-ati sama aku? Aku kan ndak ngapa-ngapain Samo” sela Justi dengan gaya khasnya, gaya lemotnya

“Kali aja kamu kehilangan otak, lihat dada Samo kaya lihat susu perempuan ha ha ha...” ucapku

“Matamu ah ar!” ucap Justi

“Kampret kowe (kamu) ar” ucap Samo

“Makanya sam, kalau punya susu itu dikasih BH atau apalah, nggandul kaya gitu ha ha ha” candaku

“Waaaah... bahaya Arta sekarang jus, sudah tahu susu sekarang” ucap Samo

“Kampret, cuk! Sing ngajari kan yo kowe! (yang ngajari kan ya kamu!)” ucapku

“Lho sam, kalau susu, Arta ya tahu to ya kan... di warung juga ada kok, bener kan ar?” ucap Justi

“Hadeeeeeeeh... otaknya berhenti ini pasti” ucap ku dan Samo bersama-sama

Kami tertawa sejenak dan kemudian aku meninggalkan mereka di kontrakan. Tapi nampaknya mereka tidak akan kemana-mana selama liburan ini. lisa dan linda kata mereka, sedang sibuk dengan kerjaannya. Dan jelas mereka nahan konak mereka, palingan... aku juga belum tahu mereka sudah ngenthu dua perempuan itu apa belum. Secara menurut penuturan mereka awal, Cuma si Samo yang sudah jauuuuh... dapat susu katanya.

Ah, kenapa malah ngomongin mereka. Ini sms tadi pagi dari ana nyuruh aku naik taksi, mana ndak ada duit lagi. Aku kemudian mencoba mengirim sms lagi, kalau aku akan naik bisketika menuju rumah mereka. eh, dapat balasan dari mas raga kalau uang taksinya akan diganti. Berarti sejauh ini amaaaan, uang utuh dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Menunggu di didekat halte, berharap ada taksi lewat dan untunglah, sebuah taksi aku hentikan dengan lambaian tanganku. Aku kemudian masuk ke dalam, dan duduk di samping sopir.

“Kemana mas?” ucap pak sopir

“Ke Perumahan Megah dan Tropis no. 123 pusat kota pak” ucapku, membuka sms dari mas anto

Mungkin karena gaya bicaraku yang berbeda dengan orang di Ibu kota, mereka selalu menanyakan asalku. Kami bergurau sejenak selama perjalanan menuju rumah mas raga. Selama perjalanan pak sopir juga memperkenalkan jalan-jalan yang kami lalui bersama, nama tempat dan juga beberapa tempat keramaian didekatnya. Setelah menempuh perjalanan yang menguras waktu ini, akhirnya aku sampai didepan rumah mas raga dengan gerbang besar. Keluar penjaga rumah mas raga dan langsung menyelesaikan masalah administrasi dengan pak sopir.

“Pak terima kasih ya pak” ucapku, sembari menunduk di dekat kaca mobilnya

“Sama-sama mas...” ucap pak sopir, mobil taksi itu kembali melaju dengan pelan meninggalkan aku

“Ayo mas Arta, sudah ditunggu...” ucap sang penjaga, aku mengangguk dan langsung melangkah masuk ke dalam melewati pintu gerbang besar itu. setelahnya aku sendirian menuju rumah yang jaraknya lumayan jauh dari pos jaga pintu

Kleeek...

“Kak Artaaaaaaaaaaaaaaaaa...” teriak ana dan ani yang langsung berlari ke arahku

Brughhh... tubuhku terjengkang ke belakang

“Ugh... pelan aduh...” ucapku ditimpa dua tubuh nan cantik ini

“Yeee habis kakak gak main kesini, Ana sama Ani kan kangen” ucap Ana

“Iya kakak jahat banget gak jenguk adiknya...” ucap ani

“Iya tuh kakak kamu sok sibuk” ucap mbak Alma yang berdiri sambil meminum minuman dari cangkirnya berdiri tidak jauh dari hadapanku

“Ha ha ha iya maaf, kan juga ndak bisa setiap hari kakak main kesini” aku menjawab Ana, sambil mengelus kepala mereka. Terlihat cantik kedua adikku ini.

“Lho mbak mas raga kemana?” ucapku yang mengangkat tubuhku dan duduk, dua adikku memelukku disamping kiri dan kanan

“Kerja nyari uang buat istrinya...” ucap mbak alma

“Ouwh...” balasku

“KAKAK!” bentak ana

“I-iya... jangan teriak kenapa?” ucapku

“Yeee... bukannya nanyain kabar adiknya malah nanyain kabar mas raga, mas raga kan sudah ada yang jaga, mbak alma huuuu...” balas ana

“Ha ha ha iya ya kakak lupa, gimana kabar kalian? Ndak nakal to disini?” ucapku

“Enak kak, mbak alma baik banget orangnya, kita diajarin cara dandan...” ucap ana

“Bibi juga kak, ngajarin kita masak, om bobo dan om baba juga kak” ucap ani

“Dan mereka itu adalah anak dari teman ayahnya mas raga, ar. semalam kita berbincang-bincang, eh tahunya adik-adik kamu itu anaknya rekan kerja dari ayah mas raga dulu” ucap mbak alma

“Eh, jadi kalian sudah kenal mas raga sebelumnya?” tanyaku kepada ana dan ani, mereka berdua menggeleng

“Ya jelas mereka gak tahu mas kamu, Ar. Yang temenan kan ayahnya, dari cerita mas Raga, mas Raga pernah ketemu sama ayah ana dan ani. Tapi dulu waktu mas raga masih kuliah, dan waktu itu juga ana dan ani pasti masih kecil” ucap mbak alma

“Kecil sama jengkelin mungkin mbak” godaku sambil melirik ke ana dan ani

Bugh.. bugh...

“KAK ARTA!” teriak mereka, aku berlari setelah dua pukulan ringan mendarat di tubuhku

Setelah lelah aku bermain kejar-kejaran dengan ana dan ani. Kami berbincang-bincang sejenak, aku dan adik-adikku juga mbak alma, di ruang keluarga. kulihat kaca yang kemarin aku pukul hingga pecah sudah dalam keadaan normal lagi. Bobo dan baba kemudian datang dari arah belakang rumah. Waktu aku tanya kenapa tidak bersama mas raga, mereka menjawab karena hari ini mas raga ditemani bang Jali dan beberapa “Keluarga” yang lainnya.

“Oia om, itu buat apa sih?” ucapku mendekati mereka berdua yang berada di teras dekat kolam renang

“Ouwh... itu buat sasaran tembak, mau coba?” Jawab bobo sembari menyerahkan sebuah pistol kepadaku

“Eh, boleh? Kalau boleh aku coba om” aku sedikit terkejut namun aku ingin mencobanya

Diberikannya aku sebuah pistol dengan sebuah tabung panjang didepannya. Kalau pistol seharusnya tidak memakai tabung hitam panjang didepannya. Ketika aku bertanya apa kegunaannya kepada bobo, bobo menjawab benda yang ditaruh didepan mulut pistol berfungsi sebagai peredam suara temabakan. Jadi ketika kita menembak tidak akan terjadi suara keras ketika peluru meluncur dari mulut pistol.

Dari sampai dirumah mas raga, aku hanya bercakap sebentar dengan ana, ani dan juga mbak alma. Dan setelahnya aku berlatih menembak dengan bobo dan baba, mereka asyik sekali ketika diajak berlatih. Dengan sabar mereka mempraktekan cara menembak dan juga mengincar target. Lebih dari 3 jam aku berlatih, akhirnya selesai juga, walau sebenarnya aku belum ingin berhenti.

“Kamu sebelumn belum pernah memegang pistol kan?” ucap bobo, aku menggeleng

“Hmm... aneh juga, 1 jam pertama kamu kelihatan sekali tak bisa menggunakan pistol ini tapi di satu jam yan kedua kamu mulai bisa mengendalikan dan mengarah ke target dan setelahnya kamu diatas rata-rata orang... seharusnya kalau orang yang belum pernah memegang pistol, butuh waktu lama untuk mempelajarinya...” ucap baba

“Lihatlah...” ucap bobo memperlihatkan papan target yang selalu diganti setiap kali peluru habis

Bobo dan Baba secara bergantian menjelaskan kepadaku, tentang sasaran tembakku. Dari penuturan mereka, aku memiliki bakat dalam hal menembak. Ini bisa dilihat dari sasaran tembakku. Pada 1 jam pertama tembakanku kebanyakan meleset, namun pada satu jam kedeua tembakannku semakin mengarah pada sasaran. Dan pada 1 jam yang ketiga, tembakanku kini berada dalam sasaran dan tepat!

Bobo dan Baba terlihat heran ketika melihatku, namun aku meyakinkan mereka kalau aku benar-benar belum pernah memegang senjata. Kami berbincang sejenak, Bobo dan Baba sedikitnya kagum terhadapku. Mereka bahkan memintaku untuk kembali ke rumah ini, berlatih kembali. Aku mengiyakannya saja.

Bugh...

“Auchhh....” aku menoleh kebelakang, dan kulihat di bawah terjatuh sebuah boneka beruang. Mataku kemudian memandang ke arah yang melemparku

“Kakak jahat! Suruh jengukin adiknya malah asyik sendiri, huh! Besok gak usah jenguk adik lagi!” ucap Ana keras dan berbalik, ani mengikuti ana dari belakang denga wajah musamnya

“Tuh kan, kamu itu disuruh ngurusin adiknya malah mainan sendiri” ucap mbak alma yang duduk memandangku dengan senyum tipisnya

“Waduuuh... iya mbak, bentar om...” ucapku yang langsung menyerahkan pistol dan bergerak mengejar ana dan ani

“Sudah sana, temani mereka dulu saja...” ucap bobo

Kleeek...

“Yeeee adik-adik kakak yang manis marah nih ya?” ucapku menggoda mereka berdua yang sedang tengkurap membelakangiku. Aku mendekatinya dan... tiba-tiba mereka berbalik dan langsung memukulkan bantal ke mukaku

“Aduh... eh, nakal ya sama kakak sendiri” ucapku menghindari pukulan ke dua mereka

“Kakak jahaaaat ugh rasain!” ucap ana

“Nih sekalian kak” ucap ani

Aku berlari, melompat, menghindar dari pukulan bantala mereka. Tawa riang menghiasi ruangan ini, kulihat mereka juga merasakan kebahagian juga. Hingga akhirnya kami lelah dalam permainan ini. aku tidur terletang dan ana tidu di dadaku sedangkan ani tidur di pahaku. Lelah juga rasanya, akhirnya aku tertidur.

Setelah peramainan hari ini, aku sedikit lelah. Aku terbangun dengan bada pegal, jelas saja Ani dan Ana tidur menindih sebagian besar tubuhku. Aku bangunkan mereka, ku ajak mereka keluar kamar, disana sudah ada mbak Alma dan Bibi yang kemudian mengajakku makan bersama.

Hari ini cukup melelahkan, setelah makan dan beristirahat sejenak. Ana dan ani mengantarku pulang hingga didepan gang masuk kompleks gemah ripah loh jinawi. Wajah mereka tampak riang sekali setelah seharian bermain bersamaku, inikah rasanya mempunyai seorang adik. Sudah cantik-cantik lagi kaya gini, bukan adikku dah aku pacarin. Emang berani kamu ar? kagak berani, ha ha ha...

“Kak...” ucap ana yang berada dikemudi, membuka tangannya.

“Hhmmm... dasar manja...” ucapku memeluk ana

“Cium pipinya juga sama kening...” manjanya

“Eh, anu itu kan...” ucapku

“Kakak gak sayang ana!” ucapnya keras

“Iya...” ucapku mencium pipi kiri, kanan dan kening ana. Ada sesuatu yang berbeda aku rasakan

“Ani juga kakaaaaak...” ucap ani dibelakang,

Sedikit bingung, aku melepaskan pelukan ana dan kemudian memeluk ani yang bergerak ke depan. Ciuman yang sama aku daratkan di tempat yang sama. Mereka tersenyum bahagia ketika melihatku.

“Jadi kakak kami terus ya kak?” ucap mereka, aku mengangguk dan kemudian keluar dari mobil sedan yang berpintu empat itu.



---------------------

Selepas melakukan pekerjaan aku pulang dan disambut istri tercintaku, Alma. Dia membawakan tasku dan menemaniku sampai ruang keluarga. Aku duduk rebah melepas lelahku, istriku, alma membuatkan aku minuman hangat. Sudah ada bobo dan baba, yang berdiri disamping kanan dan kiri sofa panjang ini.

Alma, istriku, sembari menyerahkan segelas teh hangat, dia menceritakan tentang Arta yang datang ke rumah. Dari cerita istriku, Ana dan Ani, anak dari sahabat Ayahku, terlihat sangat bahagia dengan kedatangan Arta. Alma juga menceritakan kalau Arta berlatih menembak di rumah ini, aku sedikit terkejut. Aku kemudian melihat ke arah Bobo dan Baba, acungan dua jempol dari mereka.

“Apa maksud kalian?” ucapku, menyerahkan cangkir kepada alma

“Dia berlatih menembak hari ini” ucap bobo

“Lho? Kalian ajari menembak dia? Coba ceritakan...” heranku kembali bersandar pada sofa, alma berdiri menuju ke dapur

“Satu jam pertama meleset, satu jam kedua nyaris dan setelahnya semua tembakannya tepat pada sasaran...” ucap bobo, membuatku bangkit dan duduk

“Dia pernah memegang pistol?” ucapku, mereka berdua menggeleng

“Kalau mas lihat, pasti mas kagum dengan cara dia belajar menembak” ucap alma yang tiba-tiba datang dari belakangku dan memeluk leherku dari belakang

“Egh, ngaget-ngagetin saja adek itu...” ucapku, sembari memegang kedua tangan yang melingkar dileherku. Aku tatap mereka berdua...

“Apa kalian melihat?” ucapku, mereka berdua mengangguk

“Huft... siapa dia sebenarnya?” ucapku lirih

“Tak perlu dicari tahu nanti juga tahu sendiri sayang... sudaaah, bubu, yuk...” ucap alma

“Lebih baik bos tidur dulu saja, besok dia akan datang kesini. Aku ingin memberinya latihan lebih” ucap bobo

“Arta memang menolongku tapi bukan berarti kita bisa mempercayainya 100%, aku saja masih mencari tahu jatidirinya...” ucapku, seketika mataku sedikit heran dengan senyuman bobo dan baba

“Tapi kami berdua, aku dan bobo sangat mempercayainya. Bos mungkin masih penuh pertanyaan tapi kami tidak...” ucap baba dengan senyum khas

“Uuugh... baiklah terserah kalian, kelihatannya kalian punya banyak cerita dalam kepala kalian yang harus aku dengar” ucapku bangkit, alma melepaskan pelukan di leherku

Baru kali ini aku melihat Bobo dan Baba senang seperti ini, bahkan mereka selalu tersenyum ketika aku ampai dirumah tadi. aku gandeng istriku dan melangkah menuju kamarku dilantai bawah. Eh, ini cewekku kok baru aku sadar kalau dia terlihat tambah sangat cantik malam ini?

“Mas, mandi dulu” ucapnya, aku sedikit keheranan dengan sikapnya. Aku hanya tersenyum dengan alis sedikit aku angkat keatas.

Selepas aku selesai mandi... kleeek....

“Eh, sayanghh....” aku terkejut ketika baru satu langkah didepan pintu kamar mandi. Alma yang sebelumnya berdiri dengan senyumannya itu tiba-tiba saja langsung berlutut dan menarik handuk yang melilit dipinggangku.

“Cup... slurrrpp... mmmppphhh...” alma mengecup batang penisku dan langsung mengulumnya

“Sayaaang ughh... nantih duluh yanghhh...” ucapku memegang kepalanya

“Aaaaaaa... tiga hari sayang gak megang-megang istrinya, kan kangeeen yaaang...” manjanya

“Lha kan masih merah, masa merah dipegang-pegang? Ntar kalau mas nafsu gimana?” ucapku

“Minimal kan ngecooot diwajah ade, gak mau pokoknya dicrootin aaaaa..” rengeknya

“Tapi habis itu mas dimandiin ya?” ucapku, dia mengangguk dengan senyuman tipis di bibirnya

Mulutnya langsung terbuka, posisi kami masih didepan pintu kamar mandi. Mengulum kepala penisku, lidahnya bermain di lubang kencingku. Arghhh, sungguh nikmat apalagi dia masih mengenakan pakaiannya lengkapnya plus kerudung. Kulihat bibirnya maju semakin maju dan mulai melahap batang penisku. Lidahnya terus bergerak dibagian bawah batangku. Kepalanya maju mundur dengan ritme yang teratur.

“Agh, sayang mas sudah gak tahan lagi... ughh.... yaaaaang...” ucapku merasakan setiap permainan bibir dan lidahnya di kelaminku

Kupegang kepalanya dan aku maju mundurkan dengan cepat, lebih cepat dari ritme yang dia buat. Kedua tangannya berada di pahaku mencoba menahan gerakan kepalanya namun sia-sia saja. aku lebih kuat karena nafsu yang dia bangkitkan.

“Mmppphhh... mmmmphhhh.... mmmmmphhhhh....” mulutnya masih tertutup oleh penisku

Terus dan terus, lama sekali aku menggoyang kepalanya maju dan mundur. Terlihat sekali kalau istriku sudah mulai kewalahan dengan gerakan tanganku. Matanya sudah layu dan sudah tak sanggup lagi.

“Arghhh sayang mas mau keluarghhh...” racauku sambil mendongakan kepalaku ke atas. selang beberapa saat aku merasakan laharku, dan kutarik kebelakang kepala istriku, tanpa komando istriku langsung membuka mulutnya.

Croot croot croot croot croot croot croot...

Semua spermaku meluncur ke wajah, mulut, dan juga beberapa ada yang tercecer di pakaiannya. Setelah semprotan terakhir, bibirnya maju dan mengulum kembali membersihkan batang penisku.

“Ugh... mas itu kasar banget deh kalau dikulum” ucapnya

“Istriku yang cantik, nafsuin sih..” jawabku

“Eeeew......” ucapnya sembari memukul pelan pahaku

“Ayo, tadi yang janji mau mandiin mas siapa?” candaku, dia tersenyum dan langsung berdiri melepas pakaiannya

.
.
.

“Mas mikirin apa sayang?” ucapnya, kepalanya rebah dibahuku dan memelukku. tubuh kami tertutup sellimut.

“Yaaaah... begitulah... “ ucapku, kedua tanganku aku tekuk sebagai bantalan kepalaku

“Pasti mikirin Arta, ya kan?” ucapnya

“Masih ingat cerita kakek yang dulu?” ucapku

“Yang mana?” ucapnya

“Pas kakek lagi ngrokok sambil lihat kolam renang itu, yang tiba-tiba kakek berbicara sendiri” ucapku

“Mmmmm....”

“Oh ya... istrimu yang cantik ini pasti selalu ingat...” jawabnya dengan senyuman khasnya

“Apa ada kaitanya sama Arta ya?” ucapku

“Mungkin...” ucapnya kemudian dia bangkit dan wajahnya tepat diwajahku

“Maaaassss... sudahlah, jangan kamu pikirkan lagi. Menurutku Arta orang yang baik, dan dia akan selalu bersamamu. Jadi tenanglah, bobo dan baba sangat yakin begitupula istrimu...” ucapnya

“Mas juga yakin akan hal itu, tapi dia masih menyimpan tanda tanya besar yang membuat mas terus berpikir” ucapku

“Tapi jangan lupa buatin dedek buat istrimu yang cantiiiikk ini ya” senyumnya,

“Pasti sayang... nunggu kamu putih lagi” ucapku, dan dia mengangguk kembali dalam posisi semula

“Akhir-akhir ini semenjak kakek meninggal, banyak yang kemudian muncul untuk menggoyahkan keluarga”Ucapku

“Tenang... mas masih ingat ucapan kakek kan? Yakin mas... mas tidak sendirian” ucap istriku

“He’em... salah satunya ada istriku yang cantik nan jelita ini” ucapku memiringkan tubuhku dan memeluknya

“Mimik susu gak mas? Sini ade susuin biar cepet bobo’nya” ucapnya, aku langsung beringsut turun dan mengulum puting kecil miliknya

“Tidurlah sayangku... istrimmu ini akan selalu menemanimu...” lirihnya dalam kantuku



-------------------------​

“Sial! Kampreeeet! Mereka bohong lagi ternyata” ucapku sesampainya di kontrakan dan aku melihat sms bertuliskan “Maaf bro, sahabat-sahabatmu nginep di rumah yayangnya”

Samo dan Justi beruntung sekali menemukan tambatan hati. Lha aku? Kampreeet, kenapa masih tetap sendiri. eh, ndak ding, ada mereka yang selalu bersamaku. Well, apalagi aku sayang-sayangan sama bu RT-ku yang cantik. Bibirnya hmmm.. Heh!, kenapa malah ngeres kaya gini.

KAMPREEEEEEEEEEET!

Hari berlalu dan aku manfaatkan untuk beramin kerumah mas raga, sedangkan setiap pulang ke kontrakan Samo dan Justi tidak mengisi daftar hadir kontrakan. Paling mereka lagi asyik-asyikan dengan wanitanya. Dan ketika aku sendiri di kontrakan, menderita, sungguh mengenaskan kalau menurutku. Mau ke rumah Bu RT, ya lumayan kan bisa sayang-sayangan tapi entah kenapa itu si bapaknya kok malah di rumah terus apa dia tahu rahasiaku dengan bu RT ya? jangan-jangan? Weduus!

Semoga saja dia tidak tahu, kalau ketahuan ini gimana nasibku. Kuliah belum selesai, masa di keluarkan dari kuliah karena sayang-sayangan sama istri orang. Arta kamu layaknya anjing yang menjilat ludahmu sendiri. kemarin kamu maki-maki, kamu hajar teman kamu sendiri karena main sama perempuan bersuami. Lha sekarang, mati kamu ar, tutup mata, berdiri dengan tangan diikat dibelakang siap dieksekusi. Anjrit kalau kata orang tengah kebarat, asu kalau daerahku, jancuk kalau orang timur. Cempeeee cempeee... uasu! Yaelah kenapa malah maki diri sendiri?

Hubunganku dengan mas raga semakin dekat, begitu pula dengan mbak alma yang selalu menemaniku ketika aku bermain ke rumahnya. Ana dan ani, ah dua adikku ini manja sekali. Setiap main pasti ada acara tidur siang bareng setelah pukul-pukulan bantal. Setiap kali bermain kerumah mas raga aku terus berlatih menembak, dan bobo serta baba juga melatihku dengan sabar. Menembak dengan melompat dengan target ada disampingku, pokoknya macam-macam gaya yang aku praktekan.

“Arta... kamu lebih mahir sekarang, dan mungkin bisa dibilang... lebih mahir dariku” ucap baba yang berdiri di kanan belakangku sedangakan aku duduk di lantai memandang target. Beristirahat karena lelah.

“Jika nilaiku 50, kamu 90 ar...” ucap bobo dari arah belakang kiriku

“Itu muji apa njatuhi om?” ucapku, meletakan kedua tanganku ke belakang sehingga kepalaku dapat mendongak ke atas

“Ha ha ha... terserah kamu ar, itu penilaianku ha ha ha” tawa bobo

“Suatu saat nanti... aku yakin kamu yang akan melindungi keluarga ini” ucap baba

“Ngomong pada ngelantur... kesini itu aku mau belajar om huh..” ucapku

“Ha ha ha...” tawa bobo dan baba

“Artaaaa... makan, tuh dimasakin adik kamu” ucap mbak alma dari dalam rumah

“Iya mbak...” ucapku

Aku bergegas, sebuah tepukan di bahu kanan dan kiriku dari bobo. Aku menoleh ke arah mereka berdua, dan melihat senyum mereka. kunaikan bahuku dan kembali menuju tempat makan.

“Kakak, makan kak...” ucap ana duduk di meja makan bersama ani dan disana juga ada bibi

“Iya” ucapku langsung aku duduk dan mengambil nasi dan juga sayur serta lauknya

“Wah pedas! Aku suka ini” bathinku dan langsung aku lahap habis

“Enak kak?” ucap ani, aku mengangguk. Ani kemudian mencoba merasakan masakannya sendiri

“Kakak jahat bohong, pedesnya kaya gini dibilang enak...” protes ani

“Eh, coba...” ucap ana

“Huh, kakak gak jujur, jangan pura-pura keenakan makan kak!” bentak ana

“Nyammm... nyammm... kalian bilang apa sih! Glehkk...”

“Kakak itu suka pedas tahu! Dah, kalau kalian ndak mau ya kakak habiskan” protesku dan kembali makan dengan lahapnya. Mereka berdua yang sebelumnya berwajah musam kembali tersenyum

“Ari eh air air...” ucapku, langsung ana memberiku seteko air dingin

Glek glek glek glek...

“Aaaaaah... enaknya sudah lama ndak makan pedas uuuuuuuk... ah...” ucapku sembari bersendawa

“Beneran enak kak?” ucap ana

“Mangstab!” ucapku sembari mengacungkn jempol

“Wah beruntung kalian punya kakak doyan pedas, dirumah ini gak ada yang suka pedas” ucap bibi

“Ada bii, tapi sudah tiada orangnya” ucap mbak alma yang ikut duduk

“Eh, siapa mbak?” ucpaku

“Kakeknya mas raga” ucap mbak alma sembari meminum air dari gelasnya

“Ooooo... ah, kenyang... dik, pinjam kamarnya ya, numpang tidur siang he he” ucapku

“Ih kakak habis makan kok langsung tidur, gak baik tahu” ucap ani

“Bodoh amat, ngantuk!” ucapku berdiri dan menuju kamar ana

Sesampainya di tempat tidur aku langsung merebahkan tubuhku, Ana dan Ani langsung memposisikan diri menjadikan tubuhku sebagai bantalan. Kuelus kepala mereka dan tak tahu apakah mereka tidur atau tidak yang jelas aku terlalu lelah namun aku tidak bisa tertidur. Pintu kamar sedikit terbuka, aku juga masih membuka mataku. Lirih aku dengar pembicaraan orang-orang yang berada diluar kamar.

“Mirip banget...” ucap Mbak Alma pelan namun aku mendengarnya

“Iya non, banget...” balas Bibi yang sedikit terdengar olehku

“Kalau menurutku sih, lebih dari mirip...” ucap bobo yang mulai angkat bicara

“Cara belajar hal baru lebih cepat Arta” ucap Baba yang sedikit terdengar olehku

“Ya jelaslah dia masih muda, kakek kan sudah tua” kata-kata mbak alma terdengar kembali

“Ya mungkin itu salah satunya tapi...” ucap bobo

“Iya aku tahu, entah benar atau tidak...” ucapku

“Sudah non, kalau memang benar seperti yang selalu kakek den raga. Ya beruntungkan kita” ucap bibi

Sebenarnya siapa yang mereka bicarakan, dan kenapa menyamakan aku dengan orang itu. Orang yang selama ini tidak pernah aku tahu identitasnya. Seperti halnya kemarin ketika aku keluar dari kamar dan mengenakan pakaian, jelas sekali mereka terkejut. Ada sesuatu yang tidak akumengerti di rumah ini. Mataku, lambat laun menjadi sangat berat, pikiranku sudah tidak ingin berpikir lagi. Aku tertidur....

Setelah seharian dirumah mas raga, aku kembali sendiri. Aku pulang diantar oleh kedua adikku, Ana dan Ani. Sesampainya dikontrakan, atau lebih tepat aku sebut dengan kadnndangku, aku hanya menghela nafas panjang. Sendiri, sendiri dan sendiri, ya, malam ini sendirian, besok sudah masuk kuliah tapi kegiatanku hanya berkisar, dikontrakan-mas Raga-kontrakan-mas Raga. Huh, jalan nasib yang memang berat buatku.

Kriiing kriiing kriiing... bu RT.

“Halo bu” (senyumku melebar)

“Ih kok ibu? hi hi hi”

“Bu... kangen...” (what?! Kenapa malah keluar seperti ini?)

“Ditahan dong sayang, tuh si bapak lagi bobo masa mau macari istri orang ada suaminya” (tepuk jidat)

“Ma... ma’af bu, hadeeeeh... kenapa malah seperti ini aku bu”

“Muach... sudah deh, gak usah bingung gitu”

“....” (bingung mau ngomong apa aku)

“Kok diem? Kenapa? ibu suka lho kalau kamu bilang kangen gitu”

“Eh... anu itu, aku keceplosan, maaf bu... ndak jadi...”

“Lho kok gak jadi? hi hi hi kenapa? sendirian di kontrakan dan teman-teman kamu main sama cewek-ceweknya kan? Duuuh kasihan sini sayang... ibu peluk, kasihan bener jomblo ngenes ibu ini”

“Seneng ya bu? Mentang–mengtang Ibu punya pasangan gitu, terus akunya ndak punya huh...”

“Lho lho lho, gak boleh marah sayang... kan kamu selingkuhan ibu hi hi hi”

“Mundur aku bu kalau istilahnya itu, mending sendiri, meratapi nasib daripada harus memiliki jabatan itu”

“Eh eh eh... kok malah marah sayang... iya iya bukan selingkuhan ibu, tapi sayangnya ibu”

“.... hufth....”

“Kenapa? sudah, kamu pasti kepikiran mengenai hubungan ini kan?”

“He’em...”

“Rileks sayang...”

“Dari tadi sudah rileks, ini juga lagi tiduran”

“Meluk guling ya?”

“Iya bu...”

“Duuh kasihan sini meluk ibu, sayang”

“Mending guling deh kayaknya bu”

“Hi hi hi.... “

“Serius kenapa bu?”

“Lha emang mau bahas apa coba? Kamu aja tahu bapak dirumah gak pernah sms, gak pernah telepon”

“Haaaaash... “

“Eits, gak usah bahas tentang ibu dan kamu, kalau kamu bahas mending gak usah kenal saja”

“Iya iyaaaa....”

Sejenak aku melihat jam pada hapeku ketika jeda pembicaraanku dengan bu RT. Dalam malam yang kulalui ini aku mengobrol dengan bu RT, kadang aku bercanda dengannya kadang pula aku diperdengarkan ngoroknya pak RT hanya untuk memastikan bahwasannya dia dalam keadaan aman.

“Sudah ngantuk sayang?”

“Sudah bu...”

“Ya sudah bubu ya sayang ku Arta”

“Iya ibu RT-ku sayang”

“Met bubu have a nice drea, dear”

“Nice dream too” tuuut...

Hubungan gelap ini kenapa malah membuatku merasa lebih nyaman ya? argh... aku jadi bingung sendiri dengan keadaan ini. benar-benar membingungkan, apakah ini yang dirasakan oleh Samo dan Justi saat itu? bagaimana kalau aku jatuh cinta beneran? Mati aku! Cempeeee....!

.

.

.

(nyanyian seorang wanita)

“Tidurlah wahai kau Aghastya....”

“Jagalah... semua yang kau sayangii....”
 
Scene 19
Why You Angry With me? Argh!



Winda shirina ardeliana


Iliana Desy Prameswari


Ainun ... ...


Dina Primrose Amarantha


Dini Amarantha Mikaghaliya

Aku bangun tepat jam setengah lima pagi, udara masih terasa dingin. Rasa malas tampaknya senang sekali untuk menarikku kembali ke tempat tidur. Namun aku paksakan tubuhkku untuk bangkit dan melangkah keluar kamar.

“Lho lho lho... cuk! Lha kok dapuranmu wes ning kontrakan? (lha kok kalian sudah di kontrakan?)” ucapku terkejut ketika membuka pintu sambil mengucek mata, ke dua sahabatku sudah ada di kontrakan.

“Subuh-subuh kok malah maki-maki orang, ndak boleh ar ndak boleh... nanti di marahi tetangga lho” ucap Samo yang membaca sebuah buku.

“Halah hoaaaaamm... lha kalian kan ngilang seminggu to ndes?!” ucapku sedikit keras, sembari meregangkan tubuhku

“Ya ngilang lah cling cling... ha ha ha” canda Si gendut, samo. Emang dasar tidak pernah serius ini anak.

“Ngilang? memang kita bisa hilang sam?” ucap Justi, menutup bukunya sejenak menganggapi ucapan Samo.

“Dah kamu diam saja ndak usah ngomong, bisa sampai kiamat kamu ndak bakal mudeng!” ucap Samo sembari memukulkan bukunya di kepala Justi. Aku tahan tertawaku, melihat tingkah kedua sahabatku ini.

“Kakek’ane, kalian itu kapan datangnya?” ucapku melangkah dan jongkok didepan mereka, mengambil camilan.

“Ada racunnya itu ar” ucap Samo.

“Mbok ben (biarin)” ucapku memakan camilan kue bandung.

“Ha ha ha ha....” tawa Samo.

“Kamu ndak ketawa jus?” ucapku memandang Justi, dia menggeleng.

“Ngomong to jus. Jangan kaya ketek ketulup (monyet ke tembak)” ucapku.

“Ah tai asu! Aku ndak mudeng yang kalian omongkan!” ucapnya.

“Makanya otak dipakai jangan ditinggal di tempik!” ucap Samo mendorong kepala Justi.

“Celeng! Tak bawa yo otakku!” ucap Justi membalas Samo.

“Daaaaah, kalian itu datangnya kapan? Aku kok ndak denger kalao kalian datang?” ucapku.

“Barusan jam 3 tadi” ucap Samo, sembari mengambil kue bandung.

“Naik apa?” ucapku.

“Lihat sendiri brooo... jangan iri lhoooo....” ucap Samo, aku memandangnya datar. Berdiri dan kemudian menyibak korden. Kampret! Ada dua mobil parkir di depan rumah.

“Lha itu mobil siapa?” ucapku.

“Mobilnya cintaku ar” ucap Justi.

“Lumayanlah nanti aku nebeng ke kampus” ucapku membalikan badan dan melangkah menuju kamar mandi

“Oke broo... makanya, burung itu dicariakan sangkar” ucap Samo, malas menghadapi ocehan Samo aku berhenti sejenak dan memandang mereka berdua. Mereka memandangku.

“Mati sam... bar iki ceramah subuh sam (setelah ini ceramah subuh sam)” ucap Justi

“Blaik jus...” ucap Samo

“He he he... pikiran kalian pada ngeres, ndak jadi...”

“Oia kemarin siang kalian dicari ma Laras” ucapku sembari melangkah

“HEH?! SIAPA AR” teriak mereka bersama

“Laras, Lha Raimu Asu (Lha wajahmu anjing)... ha ha hah ” tawaku berjalan cepat menuju kamar mandi. Terdengar jeritan anjing melolong dari ruang tamu kecilku, ya Samo dan Justi ha ha ha.

.

.

.

“Eh Arta sayang, dah lama gak ketemu lu ar, jadi kangeeeeeen...” ucap Dina yang menghampiri tempat dudukku dan duduk disebelahku

“Eh... n-na’...” ucapku

“Iiih Arta tambah ganteng...” ucap Dina, sambil mencubit pipiku dan aku memudurkan kepalaku

“Naaaaa’ udah deh, jomblo ya jomblo tapi jangan ganggu Arta kasihan tuh Arta...” ucap Desy

“Desy cemburu nih yeee...” balas Dina

“Ngenes lu des hi hi hi” ucap Winda

“Lebih ngenes mana coba? Punya cowok tapi gak dimanja-manja... dingiiiiin banget rasanya” goda Dina ke Winda

“DINAAAAAAAAA!” teriak Winda

“Hei, bu anglin datang...!” teriak andrew yang masuk ke kelas dengan sedikit berlari

Perkuliahan dimulai, aku jadi ingat waktu sekolah di SMA ada seorang guru muda nan cantik dan jelita. Yang selalu tersenyum kepada mahasiswanya tapi kalau sudah marah wah bahayanya ndak ketulungan. Wajah bu anglin memang manis dan cantik, seperti bu RT hampir mirip sih tapi kelihatannya putihan bu anglin. Kuliah hari ini cukup menarik dengan mata kuliah baru yang diampu oleh bu Anglin.

Teman-teman kuliahku, jika aku lihat seperti Desy, Dini, Dina dan Winda tampak semakin klop. Andrew dan helena juga semakin mesra, Burhan masih mencoba pendekatan dengan Salma seperti terakhir aku mendengar percakapan mereka. Irfan dan Johan, aku tidak tahu mereka dengan siapa, tapi yang jelas ada yang mereka dekati.

Semester dua ini, aku lebih sibuk. Banyak tugas mandiri yang aku dapatkan dari dosen, tapi kenapa yang lain selalu santai saja ketika mendapat tugas. Huh, walau akhirnya aku tahu mereka hanya mencatat kembali apa yang sudah aku kerjakan. Ndak papalah paling tidak otak mereka sudah termanjakan oleh kerja kerasku, semoga saja tidak ada yang bisa melampui nilai akademisku. Hanya satu orang, burhan, dia selalu mengerjakannya sendiri dan Salma tidak pernah meminjam pekerejaanku, mungkin ke burhan.

Dikontrakan aku lebih sering sendiri, entah mengapa aku merasa sekarang ini aku jauh dengan dua orang sahabatku. Sahabat yang selama ini menemaniku, asam basa kehidupan aku lalui bersama mereka. Ya... wajarlah kalau semisal mereka memulai hidup barunya. Aku tidak bisa melarang mereka. Bu RT, masih samalah, semakin mesra tapi tetap harus hati-hati. Tidak bisa setiap hari aku bermanja-manja dengan bu ainun, jaga jarak! Jatuh cinta beneran bisa koprol aku-nya.

“Hei ar, besok habis kuliah lu ke kos gue yah? Bareng ma aku, aku ajari lagi” ucap Dini

“Eh anu... iya...” ucapku seketika melihat wajahnya yang galak

“Ya udah aku tinggal dulu ya...” ucap Dini yang sudah ditunggu Dina didepan ruang kelas, mungkin ke kantin.

Bosen juga rasanya dikelas, akhirnya aku keluar dari kelas dan duduk dibawah pohon rindang. Memabaca sebuah buku yang aku pinjam dari perpus, buku pelajaran tapinya. Sial, tampaknya aku harus ketemu sama bu RT. Semua halaman buku yang aku baca ini yang keluar cuma wajahnya, apa otakku sudah dalam kondisi kritis ya?

Plak...

Sebuah tamparan di pundakku

“Auch... “ teriakku dan aku menoleh

“Jangan melamu ar” ucap Desy, wajahnya sedikit lelah. Dia kemudian duduk di samping kananku

“Nd-ndak melamun kok des, lagi baca buku sambil nunggu mata kuliah berikutnya” ucapku kembali membaca buku

Desy mendekatakn tubuhnya dan ikut membaca...

“Hmmm... gak ada bacaan lain apa ar? novel gitu, komik... kuliah mulu yang kamu pikirin” ucap Desy

“He he he...” tawaku, aku menggaruk-garukkan kepala memandangnya. Dia memandangku yang ada disampingnya dengan kaki dilipat dan dagunya yang disangga.

“Hei ar, aku mau tanya” ucapnya, langsung aku membungkuk dan kembali memandang buku

“Ergggggggggghhhh!” desi mencubitku keras dipinggangku

“Aaaduh aduh aduh... sakit des sakiiiiit” teriakku kesakita

“Lha kamu itu, sini mau tanya situ malah baca buku lagi, liat ke aku kek atau gimana!” ucap Desy

“I iya, iya...” ucapku

“Ma-mau tanya apa? Uuughhh...” ucapku sambil mengelus-elus pinggangku

“Jawab jujur ya... awas kalau bohong!” ucapnya serius memandangku, aku mengangguk. Mati aku!

“Aku mau tanya, kenapa saat kamu liat itu foto pacarku...” ucap Desy berhenti sejenak

“Artaaaaaa....” teriak Winda, yang datang berlari dari arah depanku

“Eh eh eh” aku bingung sebenarnya tapi paling tidak ada sang penyelmatku, Winda

“Ar... tolongin gue ngerjain soal ini yah” ucap Winda yang langsung duduk disamping kiriku

“Kamu itu wind, ganggu saja” ucap Desy dengan wajah sedikit jengkel

“Iiih Desy jeles ya? udah lah des bentar kok ini, kelarnya juga cepet, Arta gitu loooh...” ucap Winda

“De-des, aku ngerjain soalnya Winda dulu ya” ucapku

“Ya sonoh!” ucap Desy judes

“Iih Desy, bentaran napa...”

“Eh des, gimana dah berubah?” lanjut Winda bertanya ke Desy, yang jelas tidak aku mengerti

“Belum sama aja wind, bingung aku jadinya” ucap Winda

“Sama aja sih ma gue... malah tambah parah sekarang. Hmmm... apa memang harus gitu dulu ya des?” ucap Winda

“Gaklah, aku gak mau... kondisinya aja dingin, kalau kondisi hangat gak masalah” ucap Desy

“Lha makanya dingin itu, aku mikirnya gitu des... sapa tahu jadi hangat” ucap Winda

“Iya kalau jadi hangat, kalau cuma buat angetin doang? Gimana?” ucap Desy

“Eh... bener juga ya...” ucap Winda

Percakapan antara Winda dan Desy, aku tidak paham tapi jika didengarkan lebih detail lagi, aku masih bisa menangkap kemana arah pembicaraan mereka. Cukup mendengarkan mereka saja, walau soal yang diberikan Winda sudah selesai, aku tetap diam menunggu mereka selesai bercakap-cakap.

“Iiih Arta nguping deh...” ucap Winda yang menggoyang-goyang tubuhku

“Eh anuwww anuwww... windddddd....” ucapku Winda kemudian berhenti menggoyang tubuhku

“Hufth... lha lha kan aku ditengah kalian ya je jelas dengar to ya...” belaku dengan wajah gugup

“Iya Artaaaa...”

“Eh, des lu kok tumben-tumbenan ngedeketin Arta mau cari yang lain yaaaa hi hi hi” goda Winda terhadap Desy

“Gak! Hmmm... aku jadi kelupaan mau tanya ma Arta...”

“Ar, kamu jawab jujur kenapa waktu kamu liat foto pacarku, tiba-tiba kamu mendadak menjadi aneh waktu di pantai?” ucap Desy dengan pandangan tajam, padahal sebelumnya dia selalu memandangku dengan tatapan keibuannya

“I.. i... itu aku Cuma...” aku benar-benar gugup

“Hah?! Desy pacaran sama Arta dipantai?” ucap Winda

“Ssst... wind, kamu itu ganggu terus, dah biar dia jelasin dulu” bentak Desy ke Winda, sekejap Winda langsung terdiam

“A-anu... itu des, cuma aku kaget saja karena waktu liat fo-foto pacar kamu mirip sama masnya temenku de-des...” ucapku yang benar-benar gugup

“Beneran?! Gak ada yang lain?” ucap Desy mendesakku, aku mengagguk-angguk terus

“Oke kalau gitu...”

“Yuk wind makan...” ucap Desy yang menarik tangan Winda

“Oia ar, keluarga itu kan harus saling sayang kan?” ucap Desy ke arahku dan aku hanya bisa mengangguk

“Terima kasiiiiih AR-TA!” ucap Desy, wajahnya sedikit gemas, jengkel bahkan mungkin bisa dibilang marah. Desy kemudian menarik tangan Winda kembali

“Iiih, Desy jutek... jelek tau!” ucap Winda. Aku berdiri dan menyerahkan tugas ke Winda yang sudah berjalan mennjauhiku

Akh, kenapa aku ini, tadi adalah kesempatan mengatakan kepada Desy perihal pacarnya. Tapi kalau saja tadi aku keceplosan bisa jadi malahaku yang ketahuan, siapa aku sebenarnya. Tatapan mata Desy sudah berubah kepadaku, tak lagi tatapan seorang wanita yang memiliki sifat keibuan. Ketika menarik tangan Winda saja, dia melirikku tajam dan membuatku sedikit sadar bahwa dia tahu aku bohong. Tapi kalau tahu aku bohong kenapa dia tidak melanjutkan pertanyaannya.

“Eh... apakah itu karena...” bathinku, ya keluarga harus saling menyayangi. Kalau sayang pasti jujur dan dia tahu aku tidak jujur atas pertanyaannya.

Ketika kuliah telah dimulai pun, wajah Desy tersenyum hanya ketika bercanda dengan teman-teman yang lain. Pernah tatapanku melihat kearahnya dan dia melirik kearahku, tapi lirikannya benar-benar lirikan ketidak sukaan. Haaaash, sudahlah... sabar Arta, kamu disini berperan sebagai orang lain agar kamu bisa meredam emosi kamu.

Sepulang kuliah...

“Cemet! Lagi-lagi mereka tidak pulang ke kontrakan, sepi sekali disini. haaaash... membosankan” gerutuku ketika sampai diruang tamu kecil ini

Aku minum air galon bergelas-gelas, pusing mikirin mereka terus. Nanti jatuh-jatuhnya pasti “Arta tulungi aku ar” (ar tolong aku ar). hasyah! Cempe londo kucrit! Dapuran nek do gek butuh wae do teko, celeng! (hasyah! Anak kambing bule kucrit! Mereka kalau lagi butuh saja pada datang, babi hutan!). Sudahlah, aku yakin semua akan baik-baik saja.

Tititit tititit. Sms. Bu ainun

From : Bu Ainun RT
Jangan bermuram durja seperti itu sayang :)

To : Bu Ainun RT
Kok Ibu tahu?

From : Bu Ainun RT
Ntar malem sini ya sayang :)
Nolak, awas!

To : bu Ainun RT
Iya bu iya...

From : Bu Ainun RT
Sayangnya mana? Hi hi hi

To : Bu Ainun RT
Iya bu ainunku sayang

Tak ada balasan, nanti malam aku main ke tempat bu ainun. Terakhir kali kesana, ah, bibirnya masih terasa disini, di bibirku. Heh?! Lha bukannya aku sudah gosok gigi, kenapa masih terasa? Aku dipelet?! Tidaaaaaak! Terlalu berlebihan ar, terlalu berlebihan. Ini bukan grafik parabola eh salah, tidak boleh di hiperbolakan, karena bola sudah ada di lapangan. Ah, ngomong apa aku ini, semakin lama semakin ndak waras aku dikota ini.

To : Samo Hung
Kalian kemana to?
From : Samo Hung
Asu! (Anjing)
Jek kenthu, rak sah ganggu (lagi kenthu, tidak usah ganggu)
Dasar jomblo sawangen (dasar jomblo penuh jaring laba-laba)

To : Samo Hung
Tadi ada temen kamu namanya Rapta

From : Samo Hung
Heh? Beneran?
Tumben dia nyari?

To : Samo Hung
Rapta, Raimu Pak Tai! (Wajahmu kena tinja)

From : Samo Hung
Asu!
Temanku beneran ada yang namanya Rapta ndul!

To : Samo Hung
Maaf nomor yang anda hubungi sedang sibuk
Silahkan coba sesaat lagi

From : Samo Hung
Celeng ndas asu
(Babi hutan kepala anjing)

Benar-benar membosankan. Aku kembali rebah diatas kasur kapukku. Kasur yang lumayan empuk untuk bisa aku nikmati setiap harinya. Kuraih Hapeku lagi untuk mengirimkan pesan ke Justi, namun aku urungkan kembali takut otaknya sedang tidak berjalan.



---------------------​
Dina sudah pergi sejak tadi bersama Alam, sedangkan aku berada di kos. Menunggu kedatangan Alex, yang katanya mau datang ke kos. Suara ketukan pintu, aku langsung menuju ke arah pintu kamar kosku.

“Hai din” ucap alex yang berada didepan pintu kamar kosku ketika aku membukannya

“Eh, lu lex, gue kira lu datengnya ntar jam 9an” ucapku santai ketika waktu menunjukan pukul 8 malam

“He he he... ya namanya juga kangen ma lu din” rayunya

“Gombal deh lu, dah duduk dulu. Mau minum apa lex?” ucapku nawarin alex duduk di bangku panjang didepan kamarku

“Apa ajalah yang penting lu yang buat din” ucapnya

“Air cucian mau?” ucapku

“Kejem banget din, teh anget ja din” ucap alex yang tertawa cengengesan

“Ya dah tunggu ya...” ucapku

Aku buatkan teh hangat, Dina tak ada dikos. Kalau sudah keluyuran susah dibilangi Dina itu, bener-bener butuh orang yang tegas buat kasih tahu dia. Hmm... alex, bener baik gak ya dia? Aku kok jadi sedikit ragu ma dia, coba dulu deh.

Kleeek...

“Ni lex, diminum dulu mumpung masih anget” ucapku meletakan teh hangat di tengah antara aku dan alex

“Sruuuptt... enaknya, manis banget kaya yang ngebuat” ucap alex

“Hombal lu lex” ucapku sedikit tersenyum ke arahnya

“Kalo mau senyum, senyum aja kali din, tambah manis tahu gak?” rayu alex

“Gombal mulu mulut lu lex, btw ada apa ni malem-malem dateng?” ucapku

“Nih...” kasih coklat ke aku

“Katanya kamu suka coklat ya?” ucap alex

“Sok tahu lu, tapi makasih ya” ucapku menerima. Huh pasti Dina...

Hening sesaat, aku membuka coklat yang dia berikan. Daripada gak ada yang dibicarakan mending makan coklat gratis.

“Din...” ucapnya pelan

“Hm..” jawabku

“Mmm... anu itu, lu habis eh... lagi nge erghhh...” ucapnya gugup

“Ngomong apa sih lu? Gak jelas tahu gak? Nyamm...” ucapku sambil makan coklat

“Giniii kalo gue main kesini ada yang marah gak?” ucapnya

“Tuh bu kos marah hi hi hi...” ucapku

“Ah, din lu itu diajak serius malah bercanda” ucapnya

“Ya elu juga, ngomong gak jelas hi hi hi” ucapku sedikit tertawa

“Iyaa iyaa.. mau nanya lu dah punya pacar apa belum? Jelas gak?” ucapnya, agak terkejut sih walau sebenarnya udah aku prediksi ke situ

“Udah gak punya emang napa?” ucapku, memandangnya santai

“Ya mungkin ja gue bisa masuk jadi pacar lu din” ucapnya memandangku serius

“Hi hi hi... “ tawaku

“Kok malah ketawa din” ucapnya

“Nothing... but just try it if you can” ucapku

“Oke, give me a chance” ucapnya

“Well, alright... but, butuh waktu yang sangaaaat lama, karena aku bukan cewek gampangan” jawabku dan tiba-tiba

Bbrrrrrrmmm....

sebuah mobil sedan putih masuk ke ruang lapang kosanku tepat disebelah mobil Dina. Pintu terbuka dan seorang laki-laki, alam, langsung berjalan ke arah salah satu
Pintu mobil. Dan ketika pintu dibuka, Dina langsung ambruk sambil muntah-muntah. Aku berdiri dan langsung aku datangi Dina. Dari tangan alam, aku memapah tubuh Dina. Bau alkohol yang sangat menyengat dari mulut.

Tepat ketika didepan pintu kamar, aku suruh alam nunggu diluar. Pintu kamar aku tutup dengan kakiku walau tidak tertutup sempurna. Kurebahkan tubuh Dina, bibirnya terus mengigau dengan tawa tak berujung.

“Na’ sadar lu, dasar lu! Huh!” ucapku sembari mempukpuk pipinya

“Ayo tambah lagi ha ha ha... eh elu din, ayo din minum diiiin hug... ha ha ha” ucapnya yang ngelantur kemana-mana disertai cegukan

Aku tinggalkan Dina sementara untuk menemui alam dan alex. Langkah kakiku menuju pintu kamar kosku, tepat ketika berdiri di belakang pintu. Terdengar percakapan pelan mereka berdua...

“Gila lu apain?” bisik alex kepada Alam

“Gue racun dia he he he... gampang ngedapetin cewek kaya Dina, he he he” ucap alam pelan

“Buseeet, kayaknya yang gue deketin susah nih... apa perlu gue racun?” tanya Alex, dengan suara pelan

“Udaaah... ntar dapet sendiri, kalau udah dapet jangan lupa langsung di hajar saja. ini paling bentar lagi gue dapet he he he” ucap alam

“Anjing lu, dah kita lanjutin ntar saja dikos” ucap alex

Sial, mereka ternyata cuma mau mainin aku dan Dina. Tenang din, gak boleh emosi. Aku ulangi langkahku dari dalam kamar sembari memanggil mereka. Kubuka pintu dan aku berterima kasih pada alam yang mengantarkan Dina. Ya, paling tidak begitu kan. Selepasnya aku meminta alex untuk melanjutkan mainnya besok. Mereka pamit, kulihat mereka pergi dan aku kembali masuk ke dalam kamar.

Dinaaaaaa... Dina, huh! Aku bisa saja marah sama Dina. Tapi mau bagaimana lagi, sejak kecil aku selalu bersama dia, gak tega aku memarahinya. Aku dekati Dina yang sudah tertidur dengan nafas teratur. Bibirnya sangat bau alkohol, tapi anehnya kok tubuhnya juga bau ya? apa tumpah ketika minum? Waktu keluar dari mobil saja dia muntah tapi gak kena bajunya. Penasaran aku buka kaos Dina, aku buka bra-nya. Ih! Bekas gigitan kecil disekitar puting susu Dina sebelah kanan.

“Gue harus bikin Dina menjauhi alam dan aku juga harus jauh dari alex!” bathinku

Aku lepas pakaian Dina, dan aku pakaikan kaos serta celana ganti. Gak akan aku biarkan seorang lelaki manapun rusak hidup kamu na’. Kamu keluargaku dan kamu adalah sahabat terdekatku sejak kita kecil. Kututupi tubuhnya dengan selimut, dan aku rebah disampingnya untuk menyusulnya tidur. Ah, benar-benar membingungkan, aku bingung caranya agar bisa jagain Dina. Dina orangnya memang gampang bergaul dan kadang lepas kendali. Semua orang gampang banget suka sama dia, aku takut kalau dia dimanfaatin sama orang-orang yang gak bertanggung jawab.

“Na’, lu harus terus sama gue, biar gue bisa awasin lu” bathinku, kupeluk dia. Sahabatku semenjak kecil ini.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
UPdate index dan update berikutnya ntar ya....
ada kerjaan he he he...

suhu dan agan, mohon maaf, kalau tidak bisa balas komen satu-satu...
yang sudah memberikan cendhol terima kasih banyak, ini sedang nubie sruput sama dunhill he he he...

saran dan kritik dibutuhkan, kamsia, matur tengkyu, terima kasih, arigato,

:ngupil:

:ngacir:
 
Pas banget on.. Pas banget update..
Kayaknya kisah arta masih panjang nih..
 
Bimabet
Hmm, entah kenapa, tapi rasanya di beberapa percakapan ada semacam 'kata' yg hilang Suhu Don.. :bingung:


_______:ngacir:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd