Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT BUTA MATA, MELEK NAPSU


Lanjot yok...



Scane 2: Mama Yang Genit Gemulai

Sewaktu Mama masuk ke kamar mandi. Tante Weni baru berani memeluk aku. “Ndri... aku sayang sama kamu... kalau aku hamil, kamu mau tanggungjawab kan?”

“Ya, aku mencintaimu...” jawabku.

Kami berciuman mesra. “Oh... Ndri, bawa aku ke tempat tidur lagi, Ndri...”

“Apa leher kita mau ditebas Mama? Nanti aja, sayang... tadi nolak, sekarang ketagihan...” kataku.

Tante Wina mencubit pinggangku.

“Adduuu...uuhhh...”

“Ayooo... main... nanti tengkar lagiii... kayak anjing sama kucing aja kalian berdua...!” omel Mama keluar dari kamar mandi berbalut handuk tanggung.

Tetek Mama tidak sebesar tetek adiknya, sehingga yang terlihat hanya belahannya saja dari luar handuknya. Paha dan kaki Mama juga tidak mulus. Banyak noda-noda hitam seperti bekas koreng.

“Nggak tau ia...” batinku. “Kayak anjing sama kucing... tadi baru pemanasan, aku belum keluarkan jurus anjing ngentot...”

Aku meninggalkan Tante Weni di dapur mengikuti langkah kaki Mama dari belakang karena aku mau ke kamarku yang terletak di depan mengambil bekas tissu berdarah di kolong ranjang dan ingin kusimpan sebagai kenang-kenangan dan bukti bahwa aku pernah ngentot dengan perawan, yaitu tanteku sendiri.

Dulu ia buta mata, buta seks, sekarang pikirannya sudah terbuka, dan nafsunya juga sudah melek.

Aku melihat Mama di dalam kamar, langkah kakinya belum sampai di ranjang, ia sudah melepaskan handuknya dan melenggang-lenggok bagaikan peragawati ‘striptese’ berjalan di atas catwalk meleparkan handuknya yang sudah dilepaskan di ranjang, lalu bersenandung lagu dangdut....

..... mungkin aku terlalu cinta... aku terlalu sayang nganti ra kroso dilarani... pancen kuakui salah...

Mama tidak tau aku berdiri di depan pintu kamar memandangnya dengan mata melotot. Tapi kemudian buru-buru aku menyingkir untuk mencari siasat memburu Mama.

...terlalu percoyo mergo... mung nyawang rupo... saiki aku wes sadar... terlalu ****** mencintaimu...

“Maa... ada duit nggak?” tanyaku berdiri di depan kamarnya dengan jantung gdebak-gdebuk.

“Lihat aja di tas Mama, kayaknya masih sisa pek go...” jawab Mama tidak membalik tubuhnya yang sedang menarik pakaian di lemari.

..***ngkad entek entekan... treno tulusku mung dinggo dolanan... stop mencintai.......

Aku bukannya ambil duit di tas Mama, melainkan kupeluk Mama dari belakang. Senandung dangdut Mama berhenti.

“Ndrii... gila kamu... sinting... pintu terbuka begitu...”

“Mama juga yang membuka lebar pintu, ngapain aku yang disalahin? Sebodoh... aku pengen ngentot Mama...” kataku.

“Ndriii...!” jerit Mama antara mau tertawa dan marah.

Aku genggam kedua teteknya yang lembut berputing mungil. “Ndrii... astagaaa... ini mamamu, Ndriiiii...”

Sebodo amat...

Kupagut lehernya sembari kuremek-remek payudaranya seperti meremas ampas kelapa. Gemesnya aku dengan tetek Mama. Kecil tapi napsuin.

“Ndriii... jangan, ndrii... Mama lagi lemes mau haid nih...” mohon Mama. “...kamu remas-remas Mama begini, nanti Mama moncrot semua deh... tambah lemes...”

"Moncrot semua bukannya nikmat, Ma... sakit kepala hilang... ngerungsing Mama lenyap..."

"Ndriii...! Mau lepasin Mama nggak?"

"Teriak aja..." jawabku tidak takut.

Aku berjongkok di belakang Mama menjulurkan lidahku menjilat anusnya. Mama kini malah mengangkangkan kakinya lebar-lebar sambil kedua tangannya berpegangan pada papan untuk menyusun pakaian di lemari dan nungging di depan lemari.

“Seesttt... ohh... Ndri... ngentot Mama aja, Ndri... jangan siksa Mama beginii... tapi jangan ngentot di lubang pantat ya Ndri, Mama nggak bisa... tutup pintu, kalau mau ngentot...” racau Mama yang sebelumnya kata-kata kotor tersebut tidak pernah diucapkannya.

Aku melepaskan Mama. Mama membalik tubuh telanjangnya menghadap aku. “Kok gak jadi?” tanya Mama.

Aku menggeleng. “Ndri mencintai Tante Weni, Ma...”

“Apaaa..??!” jerit Mama. “Kaa... mu mencintai tantemuuu...??”

“Iya, tadi kami sudah bersetubuh....” kuakui.

“Andriiiiiiiiiiiiiiii...” rintih Mama panjang.

Aku memeluk Mama takut ia jatuh pingsan. “Apa yang bisa kamu harapkan dari tantemu itu, Ndri... kamu masih punya masa depan, sedangkan tantemu... butaa... Ndriii...! Butaaaaaaaaaaaa...!!!!”

“Tapi Tante melek napsu, Ma...”

Mama mencubit pinggangku. “Ngggg.... bikin kesel Mama aja, kamu...”

“He..he..”

“Ketawa lagi...! Jadi ngentot gak? Ayo baring, Mama yang di atas...”

Biar kucoba sekalian memek Mama ingin merasakan bagaimana sensasinya lubang yang sudah pernah melahirkan aku.

Aku melepaskan celana pendekku, lalu naik ke tempat tidur berbaring. Mama tidak pergi menutup pintu kamar. Mama langsung menggenggam penisku yang masih loyo kemudian menunduk menjulurkan lidahnya menjilat susuku.

Sessttt... ohhh... gelitikan Mama terhadap susuku, otomatis membuat penisku langsung tegang. Mama lalu mengocok penisku sembari menjilat dadaku, terus turun ke perutku, terus... peniskupun diterkam mulutnya.

Awwwhh...

Mama mengurut penisku dengan mulutnya sampai penisku sekeras-kerasnya, kemudian Mama naik mengangkang di atas pangkal pahaku. Penisku yang menjulang tinggi di arahkan dengan tangannya ke lubang vaginanya, bleeessss... blesssooottt... penisku langsung menancap kuat di lubang vagina Mama yang licin dan basah.

Lantas Mama menggoyang maju-mundur pantatnya... oohh... yess... ouughh... yess... ouuugh... nikmatnyaaa...

Dari gaya wanita yang di atas, kemudian aku balik Mama ke bawah. Sambil aku menikam lubang vagina Mama yang telah basah kuyup bertubi-tubi... choppp... choppp... choppp... choppp... tiba-tiba Tante Weni berdiri di depan kamar, aku kaget hampir mau pingsan, tetapi dengan santainya Mama memanggil Tante Weni, “Sini, Wen...” panggil Mama dengan kontolku yang masih menancap di lubang vaginanya.

Tante Weni kelihatan mau menangis, karena kekasihnya direbut kakaknya sendiri, tetapi tidak ada air mata. Tante Weni berjalan tertunduk masuk ke kamar.

“Lepaskan pakaianmu, kita main bertiga, yuk...” ajak Mama.

Tante Weni menggeleng. “Nggg... tid...tidak bisa, Kak..”

“Ayo sayang...” kataku merayu Tante Weni. “Kalau kamu mencintai aku... kalau kamu tidak mau kehilangan aku...”

Tante Weni memandang aku dengan mata tak berkedip. Setelah itu ia berjalan menghampiriku. Aku mencabut penisku dari lubang vagina Mama, plopp... bau amis...

Aku mencium bibir Tante Weni di depan Mama, lalu melepaskan kaos Tante Weni, terus BH-nya. Tante Weni kemudian melepaskan celana ¾ dan celana dalamnya.

Scane 3 : Threesome Mama, Anak dan Tante:

Mama meremas payudara Tante Weni, kemudian menghisap putingnya dengan sepenuh nikmat. Mama seperti lesbo. Apa Mama pernah lesbo?
 
lanjutkan petualangamu
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd