Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Bunga Dikubangan Lumpur

*Update

Part 6


“Biadaaappp...keluar kalian berdua..!!” Teriak bu Arini dengan nada yang sangat marah.

Wajah pak Johan terlihat pucat seketika, begitupun denganku. Kita saling berpandangan tanpa bisa mengeluarkan kata – kata.

“Kenapa diam saja, cepat kalian keluar, lalu temui aku diruang tengah..” Teriakan bu Arini semakin menjadi, setelah itu berlalu dari tempatnya berdiri menuju ruang tengah di ikuti dengan mas Imam dan mas Bima dibelakangnya.

Dengan bergegas aku dan pak Johan segera kembali berpakaian. Tulangku seakan terlepas dari persendiannya kali ini, tubuhku benar – benar lemas seketika. Guratan wajah pak Johan terlihat bercampur aduk, antara takut dan sangat cemas.

“Sial..Kok mereka cepat sekali ya pulangnya..” gerutu pak Johan terdengar ditelingaku

Setelah kita berdua sama – sama berpakaian kembali, kita kembali saling berpandangan, pak Johan seakan enggan untuk segera beranjak dari kamarku.

“Ayo, kita hadapi bersama..” Kataku sambil menatapnya dengan suara gemetar

Mendengar kalimatku, pak johan menghela nafas panjang, lalu beranjak keluar dari kamar. Aku berjalan mengikutinya dibelakang menuju ruang tengah.

Sesampai ruang tengah, disana sudah berdiri bu Arini dengan wajah yang terlihat semakin memerah karena memendam emosi yang luar biasa. Mas Imam sudah tidak terlihat lagi diruangan itu, hanya terlihat mas Bima berdiri mematung di belakang mamanya. Mata mas Bima tak lepas menatapku, tatapan yang seakan tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya dikamarku.

Aku berdiri disamping pak Johan dengan wajah tertunduk. Kulirik pak Johan juga demikian, dia juga menundukkan wajahnya. Kita berdua sama – sama terdiam sampai terlihat dari sudut mataku bu Arini melangkah mendekati pak Johan,

“Enak ya, gak kusangka kamu doyan juga sama pembantu, dasar bajingan..”

“Plaaak...” suara teriakan bu Arini disertai tamparan yang sangat keras di pipi pak johan

“Ta..tapi sayang..aku akan jelaskan dulu...” Kata pak Johan dengan gugup

“Tidak perlu ada penjelasan lagi. Kalian berdua sama – sama telanjang dikamar sudah sangat jelas bagiku,” Sela bu Arini yang kini melangkah ke arahku

“Kamu juga sama saja, aku kira kamu ini wanita yang polos, ternyata gak jauh beda dengan pelacur, kamu harusnya tahu siapa Johan?” Suara teriakan bu Arini kini tepat di depan wajahku

“Plaak...” Kini tamparannya mendarat di pipiku,

Badanku terasa gemetar seketika disertai air mata yang mulai mengalir.

“Tolong sayang, dengarkan aku...” Kata pak Johan kembali memohon

“Mau alasan apalagi kau Johan, hah?”

“Apa selama ini kurang apa yang kuberikan padamu?” Suara bu Arini teriakan semakin menjadi

“Mobil, rumah serta jabatan diperusahaan sudah kuberikan, sekarang malah milih sama pembantu. Mau alasan apalagi kamu bajingan?” Lanjutnya

“Sayang, aku…” Suara pak Johan terbata

“Sudahlah, aku sudah muak denganmu. Sekarang kalian berdua angkat kaki dari rumah ini, aku sudah tidak ingin melihat kalian lagi,” Sela bu Arini,

Pak Johan terlihat masih berdiri mematung dan akupun demikian,

“Cepat, angkat kaki dari rumah ini Johan..” Teriaknya semakin terdengar menggelegar

“Baik, aku kan pergi dari sini,” Jawab pak Johan dan hendak melangkahkan kaki tetapi suara teriakan bu Arini terdengar lagi

“Kamu ajak sekalian pelacur sialan ini, aku tidak mau lagi rumahku dikotori oleh seorang pelacur.” Bu Arini kini menatapku tajam dengan menunjukkan jari kearahku dengan wajah yang sangat marah

“Tunggu ma, apa tidak sebaiknya kita kasih kesempatan dulu kepada Wulan? Kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.” Suara mas Bima tiba – tiba

“Mama tidak bisa menghakimi mereka sebelum tahu jelas ceritanya, terlebih cerita dari Wulan.” lanjutnya

“Mereka berdua sudah sama – sama telanjang didalam kamar apa masih kurang jelas Bim?.” Kata bu Arini yang kini menatap Bima tajam

“Bisa juga Wulan dirayu atau bahkan diancam kalau tidak mau melayani pria bejat ini, tolong kasih kesempatan buat Wulan bercerita dulu,” Kini suara mas Bima sedikit tegas

“Tidak, aku sudah muak melihat mereka berdua..” Ucap bu Arini

“Tapi ma..”

Mas Bima seakan sudah tidak berdaya lagi untuk membelaku didepan mamanya. Belum selesai dia meneruskan kata-katanya, suara bu Arini kembali menyela,

“Sudah, cepat kalian pergi dari sini..” Suara bu Arini kembali menggelegar sambil menunjuk kearah pintu ruang tamu

Mendengar itu tubuhku semakin gemetar, pak Johan terlihat berjalan menghampiriku lalu menatap dengan tatapan wajah yang sangat kesal,

“Kamu ikut aku..” Ucapnya

Aku hanya mengangguk lalu melangkah berjalan dibelakangnya. Disaat aku berjalan meninggalkan ruangan tengah, sekilas pandanganku menatap wajah mas Bima yang dia juga masih menatapku, pandangan itu teduh. Pandangan orang yang sangat kucintai dan mugkin pandangan itu adalah pandangan yang terahir kali aku lihat setelah ini. Tanpa sadar air mataku keluar dengan begitu derasnya.

Setelah aku berjalan sampai teras, langkahku terhenti sesaat. Aku melihat mas Imam berdiri disebelah pintu utama di teras rumah. Dia menatapku sama seperti tatapan mas Bima,

“Maafkan aku mas..aku bukan wanita yang baik seperti yang mas kira, aku sangat tidak pantas menjadi istri seorang pria yang sangat baik seperti mas Imam,” Ucapku lirih dengan sesenggukan

Mas imam hanya terdiam menatapku beberapa saat lalu anggukan kecil terlihat disana,

“Maafkan aku juga Wulan, aku tidak mungkin bisa membantumu diposisimu saat ini,”

“Kamu baik – baik ya Wulan,” Tatapan mas Imam lekat kearahku sambil tersenyum dengan sangat terpaksa

Entah apa arti senyuman itu,senyuman yang sangat terpaksa dari orang yang benar – benar mencintaiku dari hatinya. Setelah kupandangi wajah itu sesaat, aku berbalik melangkah meninggalkannya dengan tangisan yang seakan meledak.

“Kamu duduk dibelakang,” Kata – kata pak Johan yang membuatku sedikit terkejut disaat kita berdua sudah sampai di dekat mobilnya yang terparkir dihalaman rumah. Aku hanya mengangguk seakan pasrah memasuki mobil itu di kursi belakang, pak Johan menduduki kursi pengemudi lalu menancap gas meninggalkan rumah bu Arini.

Disepanjang perjalanan aku dan pak Johan masih tetap terdiam, entah aku akan dibawa kemana kali ini karena sudah hampir setengah jam mobil ini melaju dan akupun tak tahu dimana posisiku sekarang. Aku yang duduk dikursi belakang seakan masih tidak menyangka akan hal ini.

Bayangan orang – orang yang ada dirumah bu Arini, terus memenuhi pikiranku, Mas Bima, Mas Imam, Mbak Narti, pak Shobirin dan pak Kardi, termasuk bu Arini sendiri. Aku merasa sangat berdosa pada mereka, orang – orang yang sangat baik yang pernah kukenal, orang – orang yang sangat sayang denganku selama aku disini, tanpa mereka aku sudah tidak kenal siapa – siapa lagi dikota besar ini. Semakin lama aku semakin larut dalam lamunan itu bersamaan dengan air mata terus mengalir dengan derasnya.

Bu Arini sangat murka melihatku bersama orang yang dicintainya sudah telanjang bulat didalam satu kamar aku sangat memakluminya, bahkan aku bisa merasakan sakitnya hati bu Arini ketika itu. Tamparan yang sangat keras dipipiku seakan tak ada apa – apanya dibanding rasa sakit yang ada hatinya. Karena aku tahu dari cerita mbak Narti, Bu Arini ini sangat mencintai pak Johan, dan rencana beberapa bulan kedepan mereka akan melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan. Bahkan begitu cintanya bu Arini dengan pak Johan, semua kemewahan telah diberikan oleh bu Arini, termasuk mobil yang aku tumpangi saat ini.

Disaat aku melamun dengan linangan air mata, terasa mobil yang dikemudikan pak Johan menepi ke bahu jalan lalu tiba – tiba berhenti. Aku sedikit heran, karena mobil berhenti di tepat tengah kota dengan samping kiri kanan jalan adalah sebuah bangunan gedung tinggi.

“Sial, ini semua gara – gara kamu, harapanku untuk menguasai harta Arini juga telah sirna,” Tiba – tiba pak Johan mengumpat dengan nada emosi seraya menggebrakkan tangannya ke setir mobil.

Mendengar itu, aku sangat terkejut dan seketika emosiku juga ikut tersulut mendengar perkataannya kali ini, karena seakan dia menyalahkan aku sepenuhnya.

“Maksud kamu? Aku gak salah dengar kamu berucap seperti itu? Kamu yang merayu aku kan, hah?” Kataku dengan sedikit teriak

Dia terdiam dan pandangannya tetap kedepan,

“Oh, aku baru tahu ternyata kamu memilih bu Arini hanya mau mengincar hartanya kan? Licik juga kamu ternyata,” Lanjutku

“Ah..Sok tau dan banyak omong kamu,” pak Johan juga berteriak dengan emosi

“Sekarang juga kamu turun dari mobilku,” Ucapnya dengan membentak, Aku kembali terkejut dibuatnya,

“Apa kamu bilang?” Kataku tersentak

“Cepat turun kataku..!!!” Teriaknya sekali lagi

“Baik, aku juga tidak sudi naik mobil seorang bajingan seperti kamu,” Kataku dengan nada emosi lalu kutamparkan telapak tanganku kepipinya dari bangku belakang dengan keras

“Plaaak…”

Setelah itu aku beranjak turun. seketika itu pak Johan menancap gas mobilnya meninggalkanku seorang diri dibahu jalanan.

---

Aku yang masih berderai air mata, berdiri mematung di bahu jalan dipusat kota. Aku baru tersadar, saat ini aku sudah tidak mempunyai apa – apa lagi dan tidak tahu dimana aku sekarang. Sepeser uang pun tidak sempat terbawa karena aku sangat panik waktu dirumah tadi, hanya baju yang terpakai yang kumiliki saat ini. Aku semakin panik, seakan aku tersesat ditengah hutan yang tak tahu arah.

Aku bertekad untuk melangkah menyusuri jalanan ditengah keramaian hiruk pikuk pusat kota, tetapi aku merasa sendirian disini, mau bertanyapun aku tidak tahu apa yang akan aku tanyakan karena aku sendiri tidak tahu kemana arah tujuanku. Mau kembali kembali kerumah bu Arini juga sangat tidak mungkin, sedangkan mau kembali ke kampung juga aku merasa malu dengan ibu dan saudara dirumah, entah bagaimana perasaan mereka apabila tahu kondisiku sekarang.



Berlanjut ke Part 7
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd