Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Bunga Dikubangan Lumpur

*Update

Part 5



“Aku pamit dulu ya, tuh keretanya sudah bersiap,” Kata mbak Narti menyalamiku kemudian menyalami mas Imam di lobi stasiun hendak masuk keruangan penumpang

“Mbak hati – hati ya, salam buat ibu. Bilang ke ibu bulan depan ganti aku yang pulang,” kataku

“Iya Wulan,”

“Tata hatimu lagi ya, pikirkanlah sekali lagi dengan matang tentang penawarannya,” Bisik mbak Narti ketelingaku dibarengi dengan lirikan matanya yang menuju ke arah mas Imam yang sedang berdiri dibelakang kami berdua

“Iya – iya..bawel banget ih..” Kataku dengan gurauan

“Hehe, ya udah aku berangkat dulu,” Katanya yang kemudian berlalu meninggalkan kami berdua,

Beberapa saat kemudian setelah mbak Narti berlalu meninggalkan kami, suara mas Imam terdengar dibelakangku

“Wulan, aku ingin ngobrol serius denganmu, kamu ada waktu kan?”

“Eh, i..iya mas, kok tumben. Ada apa sih?” Tanyaku yang hampir bersamaan aku membalikkan badan menghadapnya

“Kita cari tempat ngobrol didepan yuk,” Ajaknya, aku hanya mengangguk.

Mas imam mengajakku meninggalkan tempat itu, dan melangkah menuju café stasiun yang jaraknya tidak jauh dari pintu penumpang tadi. Setelah memesan minuman, aku dan mas Imam memilih duduk di meja sudut ruangan dan kita saling berseberangan,

“Ada apa sih mas, kelihatannya serius banget?” Tanyaku penasaran sambil menyeruput jus jeruk yang sudah dipesannya

“Tidak ada apa – apa Wulan, aku hanya ingin kita ngobrol berdua saja,”

Mas Imam berhenti sejenak dengan menarik nafas pelan sebelum melanjutkannya kata – katanya,

“Wulan, aku sebenarnya ingin bicara ini serius dengan kamu. Entah kenapa akhir – akhir ini ada rasa takut disaat kita berdua sedang dikamar. Mungkin untuk saat ini kita masih bisa bernafas lega, disaat kita melakukan hubungan yang harusnya dilakukan sepasang suami istri tanpa ketahuan siapapun dikamarmu, akan tetapi aku khawatir kalau lambat laun hubungan kita akan tercium juga oleh orang rumah Wulan,” Suaranya lirih, kedua matanya menatapku teduh

“Sebenarnya aku juga berfikir demikian mas, akan tetapi mas tau sendiri kalau nafsuku sedang naik , aku sudah lupa akan itu semua sedangkan perbuatan kita bisa kapan saja diketahui orang rumah,” Kataku

“Aku juga tidak ingin hal itu terjadi Wulan,” Kata mas Imam

“Lantas, rencana mas Imam bagaimana?”

“Aku sebagai laki - laki ingin tanggung jawab dengan apa yang telah aku lakukan padamu selama ini,” Ucapnya sembari kedua tangannya meremas kedua tanganku diatas meja

“Maksud mas Imam?” Tanyaku menatapnya tajam

“Aku akan menikahimu dalam waktu dekat ini Wulan?” Ucapnya

Sebenarnya sedari awal mas Imam mengajakku ngobrol serius seperti ini, aku sudah bisa menebak akan tujuannya. Pasti ini berhubungan dengan cerita dari mbak Narti semalam. Tetapi entah kenapa, ucapan mas Imam yang begitu tulus didepanku saat ini tidak mengubah sama sekali atas perasaanku kepada mas Bima meskipun perasaanku itu sangat mustahil akan terbalas. Aku terdiam dan menunduk, serasa mataku mulai berkaca kembali,

“Kenapa Wulan? Kamu tidak menerimaku?” Ucapan mas Imam

“Maafkan aku mas, kasih aku waktu untuk memberikan jawaban itu,” kataku terbata

“Aku seakan masih trauma dengan rumah tanggaku yang telah hancur,” Lanjutku

“Kita berdua mempunyai nasib yang hampir sama Wulan, kita sama – sama gagal menjalin rumah tangga sebelumnya. Oleh sebab itu aku mengajakmu untuk melupakan itu semua dengan membuka lembaran baru bersama,” Ucapnya, tangannya kini terasa menggenggam tanganku semakin erat.

“Tolong mas..kasih aku waktu..” Jawabku lirih dan tak terasa airmataku kembali meleleh.

Mas Imam terlihat menghela nafas, dan terdiam sesaat.

“Baiklah, aku tidak memaksamu untuk menjawabnya sekarang Wulan. akan tetapi akan selalu menunggu jawaban itu,” Katanya sembari menatapku lekat

Aku hanya mengangguk dengan sedikit tersenyum menatap wajah mas Imam

“Maafkan aku mas Imam, bukan kamu yang ada dihati Wulan…” Ucapku dalam hati

Beberapa menit kemudian, mas Imam mengajakku untuk kembali kerumah. Selama perjalanan pulang, didalam mobil kita berdua sama – sama membisu, ada guratan rasa kecewa yang luar biasa diwajah mas Imam.

---

Sejak pagi aku telah disibukkan dengan aktifitas didapur. Semua pekerjaan yang biasanya dikerjakan mbak Narti, aku menggantikannya selama mbak Narti pulang kampung. Mulai dari memasak, menyiapkan sarapan pagi dan bersih bersih rumah. Disaat aku sedang beraktifitas didapur, terdengar suara bu arini memanggil dari ruang tengah dengan sedikit berteriak,

“Wulan...bisa kesini sebentar,”

Mendengar itu, bergegas aku meninggalkan semua aktifitas lalu melangkah meuju ruang tengah. Disana terlihat bu Arini sudah berpakaian rapi, begitu juga dengan mas Bima, terlihat mas Imam juga sudah memarkir mobilnya didepan teras.

“Iya bu, ada yang bisa Wulan bantu?” Kataku

“Pagi ini Bima mau check up ke dokter dan aku akan ikut anter, kamu jaga rumah ya. Tolong sekalian bawain tas itu ke mobil?” Kata bu Arini

“Bukannya jadwal periksanya baru minggu depan ya bu?” Tanyaku

“iya memang, harusnya minggu depan. Akan tetapi minggu depan aku akan keluar kota, jadi aku ajukan sekarang. Aku juga ingin tahu perkembangan Bima saat ini,”

“Sudah2, cepat bantuin, nanti keburu kesiangan,” Lanjutnya

“Baik Bu,” kataku sambil meraih tas dan memasukkan kedalam mobil dengan dibantu mas Imam.

--

Semua pekerjaan rumah telah usai, kulirik jam masih menunjukkan pukul 10 pagi. Baru satu jam bu Arini dan mas Bima meninggalkan rumah. Aku berjalan menuju ruang tengah dan ingin merebahkan sejenak tubuhku yang sangat lelah, karena sejak pagi aku disibukkan didapur. Kuhempaskan tubuhku disofa ruang tengah lalu menyalakan TV.

“Mumpung dirumah tidak ada orang, aku bisa santai sejenak,” Pikirku

Sekitar lima belas menit aku tiduran disofa sambil menatap layar Tv, bel pintu rumah berbunyi,

“Ting tong..”

“Duh, siapa sih ini. Ganggu orang istirahat saja,” Aku menggerutu dalam hati

Dengan sedikit malas aku beranjak dari sofa lalu menuju ruang tamu untuk membuka pintu.

“Klek..” Gagang pintu kudorong dan pintu itu terbuka,

Terlihat didepan pintu ada pak Johan berdiri disana, dia sedikit terhenyak setelah tau aku yang membuka pintu. Aku yang pagi ini hanya memakai kaos agak ketat membuat pandangan pak Johan seakan tak berkedip menelusuri seluruh bagian tubuhku. Tetapi dengan melihat pandangannya yang nakal, tubuhku tiba – tiba kembali bergetar, aku seakan menikmati pandangan itu.

“Maaf pak, bu Arini tidak ada dirumah, beliau sedang mengantar mas Bima ke dokter,” Kataku

“Iya saya tahu kok, pak shobirin sudah memberitahuku didepan tadi,”

“Bolehkan kalau aku akan menunggu disini, sekalian ingin santai sejenak disini,” Lanjutnya

“Oh, baik pak. Silahkan masuk pak,” Aku mempersilahkannya masuk

Setelah terlihat pak Johan duduk disofa, aku yang hendak berbalik melangkah ke ruang belakang, terdengar suaranya memanggilku sehingga ku urungkan untuk melangkah,

“Wulan, kamu sibuk kah dibelakang?,” Tanyanya

“Eh..tidak pak, Semua kerjaan rumah sudah selesai, tinggal menyiapkan makan siang,” kataku yang kembali menoleh ke arahnya

“duduk sinilah sebentar, temani aku ngobrol, biar tidak bosan sendiri,” Ucapnya

“Ta..tapi pak..” Kataku gugup

“Udah tidak papa, kamu juga biar istirahat sebentar,”

Dengan sedikit gugup, aku kembali berbalik dan duduk disofa yang berseberangan dengannya,

“Kamu ini kalau aku perhatikan sepertinya masih sangat muda, umur berapa kamu sebenarnya?” Tanyanya membuka obrolan

“Saya tahun ini baru masuk 22 tahun pak,” jawabku sambil menunduk

“Oh, pantesan. Kamu mengingatkanku pada anakku yang telah tiada,” Suaranya lirih

“Anak bapak seusia saya?” Tanyaku yang kini kuberanikan menatap wajahnya

“Iya, Dia gadis yang kuat, ceria dan sangat taat pada orang tuanya. Tapi takdir berkata lain, dia meninggalkan kami semua setelah dia berjuang keras melawan kanker yang ada diotaknya,” dia mengawali ceritanya

Aku hanya terdiam mendengarnya, hingga tak terasa hampir 30 menit dia bercerita, mulai dari anaknya hingga dia bercerai dengan istrinya. Akan tetapi ditengah dia bercerita dia sesekali mencuri pandang kearah bagian tubuhku dengan tatapan nakalnya.

“Oh iya, saya mohon maaf pak. Saya hampir lupa tidak menawarkan minuman ke bapak,” Kataku menyela ceritanya

“Hm..boleh..tolong buatkan kopi saja,”

“Baik pak, saya mohon diri dulu kebelakang,” Kataku sambil beranjak menuju ruang belakang.

Didapur aku selalu terbayang pandangan nakal pak Johan, entah kenapa pandangan itu malah seakan membuatku bergairah. Nafsu birahiku kini seakan merambat naik kembali.

Ditengah aku menyiapkan kopi dimeja dapur sambil masih membayangkan tatapan nakal itu, tiba – tiba aku merasakan ada seseorang yang memelukku dari belakang, kedua tangannya merangkul perutku dan dagunya diletakkan di bahuku. Aku sangat terkejut dan seketika hendak berteriak merasakan perlakuan ini,

“Wulan, ini aku. Tolong jangan teriak.” Terdengar suara ditelingaku lirih dengan hembusan nafas yang sedikit berat

Entah kenapa, suara itu seakan mencegahku untuk teriak sekaligus mencegahku untuk melawan perlakuannya yang bisa dibilang kurang ajar terhadapku. Itu adalah suara pak Johan, yang aku tidak tahu sejak kapan dia berada dibelakangku.

“Pak, kumohon, jangan pak..” Ucapku lirih, akan tetapi aku tetap membiarkan tangan pak johan mendekapku

“Tolong aku Wulan, disini cuma kita berdua dan tidak ada yang tahu,” Katanya yang kini dekapan itu terasa lebih erat sehingga terasa gundukan batang penisnya yang sudah mengeras di belahan pantatku.

Pak johan dengan lembut menggesek – gesekkan penisnya disana, semakin lama terasa penis itu semakin mengembang. Diperlakukan seperti itu, jujur aku juga sudah sangat terangsang. Nafsuku seakan tersulut begitu saja.

“Taa..tapi aku takut apabila ini ketahuan ibu,” Kataku sedikit gemetar

“Tenang, Arini masih lama dan kita masih punya banyak waktu,” Katanya yang bersamaan bibir itu mencium telinga belakangku

Ciuman itu membuat tubuhku semakin bergetar merinding, terlebih lidahnya kini menyapu leher belakangku yang bersamaan kedua tangannya yang tadi mendekap perut, kini berpindah ke payudaraku dan meremasnya disana.

“Ssshhh....” Tanpa sadar aku mendesis pelan diperlakukan seperti itu dengan mata terpejam

Kini aku seakan sudah tidak perduli lagi dengan siapa aku saat ini, dan akupun tak perduli lagi apabila kami berdua akan mudah dipergoki siapa saja. Nafsuku kini kembali mengalahkan akal sehatku, aku ingin menuntaskan ini bersama pak Johan, kekasih majikanku sendiri.

“Kekamarku saja ya,” Kataku lirih sambil melepaskan pelukannya lalu melangkah kekamarku yang bersebelahan dengan dapur

Pak Johan hanya mengangguk, dan mengikutiku dari belakang,

Sesampai dikamar, pak johan kembali memelukku dengan saling berhadapan. Kedua tangannya meremas pantatku yang bulat disertai bibirnya yang tiba – tiba mendarat dibibirku. Kusambut ciuman itu dengan mulut sedikit terbuka, sehingga lidah kami saling beradu, kita saling lumat dengan panasnya,

“Slrrruppp....slrruuuppp.”

“Sssh.......aaaaahh...” Aku mulai mendesah kembali disaat tangannya sudah menelusup kedalam celana pendek yang aku pakai, dirabanya vaginaku yang mulai lembab disana..

“Oohhh.....,terrrruuuuussss....eeemmm...” Aku mulai meracau

Setelah beberapa saat, diloloskannya celana pendek beserta celana dalamku kebawah, sehingga kini bagian bawahku sudah tidak memakai apa – apa lagi. Jilatan mas Johan kembali menyapu leher dan telingaku...

“Ssllrrrupppp...”

“Oh..lidah kamu nakal sekalliiii....aaaah...” Aku semakin terbakar oleh nafsu

Mendengar aku semakin mendesah, dengan sigap tangannya mengangkat kaosku keatas, dan sekali sentak BH yang aku pakaipun ikut terlepas, aku kini telanjang bulat,

“Oh..bagus sekali tubuhmu Wulan..” Ucapnya dengan nafas yang berat

Dihisapnya putingku secara bergantian, tangan kirinya kini mulai melepas semua kancing kemejanya lalu berpindah ke celananya. Tidak lama kemudian, baju yang kami pakai sudah berserakan dilantai, kita berdua sudah telanjang bulat. Batang Penisnya yang sudah tegak mengacung dengan kerasnya ku elus pelan, pak Johan mulai mendesah,

“Aaah...” Suara desahannya kini terdengar

Kedua tangannya menarik tubuhku kebawah, seakan menyuruh untuk jongkok didepannya. Seakan paham akan maksudnya, aku segera mengambil posisi jongkok tepat dihapannya. Kini batang penisnya yang sudah sangat kaku tepat didepan wajahlu, kuelus pelan dengan jemariku kemudian lidahku menyapu ujung penisnya dan kini aku melahapnya,

“Aaaaaaaah.....seponganmu enak sekali Wulan...” Desahnya

Ku maju mundurkan mulutku, dan sesekali lidahku menyapu semua bagian penisnya didalam mulutku. Terasa kedua tangannya kini berada dikepala belakangku dan menariknya, sehingga batang penisnya masuk kemulutku semakin dalam,

“Orrrggghhhh....” Batang itu semakin masuk membuatku tidak bisa bernafas,

Setelah sekitar 10 menit diposisi itu, terasa batang penisnya mulai berkedut, segera tangannya menarik kepalaku kebelakang,

“Plup..” batang itu terlepas dari mulutku.

Pak Johan kini ikut jongkok dan meraih tubuhku untuk direbahkannya diatas ranjang, aku hanya bisa pasrah mengikuti arahannya. Kini aku terbaring diatas ranjang dengan posisi pak Johan diatasku. Kembali leherku disapu dengan lidahnya bersamaan tangan kirinya meremas payudaraku dengan gemas...
“Aaaah....ayo cepat sayaaanggg, entot aku....” Erangku tertahan

Pak Johan menghiraukan ceracauku, dia seakan betah berlama – lama memainkan lidahnya di payudaraku secara bergantian. Sekitar beberapa menit kemudian, sapuan lidahnya yang mulanya dipayudara berangsur turun dan hampir lidahnya menyapu vaginaku.

“Aaaaah…..” Aku kembali mendesah panjang

Hampir bersamaan dengan desahanku yang panjang itu, tiba – tiba ada suara yang membuat kita berdua terperanjat.

“Braaak....”

Tubuhku seketika bergetar dan lemas tak berdaya. Seakan petir menyambar tubuhku disiang hari setelah tahu apa yang terjadi. Dobrakan yang kuat membuat pintu kamarku terbuka dengan lebar, pandanganku seketika tertuju ke arah pintu kamar, begitupun dengan pak Johan, kita berdua menatap ke arah pintu dengan mulut menganga karena sangat terkejut. Didepan pintu terlihat bu Arini sedang berdiri disana dengan wajah merah padam memendam emosi yang sangat besar. Mas Imam dan mas Bima terlihat berdiri mematung dibelakang bu Arini dengan wajah yang sangat tercengang melihatku dengan pak johan yang sama – sama telanjang tanpa memakai apapun dengan posisi pak johan berada diatas tubuhku.

Berlanjut ke Part 6
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd