Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

BROKEN JADE[2019]

Shibuya

Guru Semprot
Daftar
2 Oct 2014
Post
646
Like diterima
299
Lokasi
Ichinomiya Tres Spades Hotel & Casino
Bimabet
Cinta sering kali menjadi alasan seseorang bertahan, menguatkan jiwa lemah demi melindungi hal yang berharga untuknya. Namun tidak sedikit pula yang bertahan dan menjadi lebih kuat justru karena rasa benci dan dendam di hati mereka.​
BROKEN JADE
AUTHOR : SHIBUYA
RATING : DEWASA (21+)
WARNING : SEMUA TOKOH ILUSTRASI BERUSIA 19+
LKTCP 2019

Di jalanan utama yang tidak terlalu ramai kedua bocah berusia tujuh dan sembilan tahun berlari bergandengan tangan dengan wajah ketakutan. Sesekali melihat ke belakang hanya untuk memastikan sesuatu yang mengejarnya masih jauh tertinggal.

Namun saat kaki-kaki kecil tersebut mulai lelah dan memelan hal yang mereka hindari kian mendekat. Sebuah mobil berkecepatan tinggi dikendarai oleh seorang anak berseragam sekolah menengah atas melaju kencang ke arah mereka. Keduanya menoleh panik berniat menghindar namun tak sempat, dalam seperkian detik mobil telah menyentuh tubuh keduanya tapi terlebih dahulu si gadis mendorong tubuh bocah laki-laki itu hingga tersungkur di pinggiran jalan.

'BRUUUAAKH! TIIIIIIINNNNNN' suara mobil yang menabrak menggemparkan masa. Rodanya berhenti tertahan pohon besar. Bagian depan mobil mengeluarkan asap dan belum diketahui keadaan si pengemudi.

Sedangkan bocah laki-laki yang selamat meringis merasakan perih luka lecet di tangan dan kakinya, saat menoleh ke arah teman perempuannya jantungnya terasa berhenti berdetak.

"Ka-kak..."

Ia melihat gadis itu sudah tergeletak lemah, membuka mulut memanggilnya dengan suara parau dan napas tersengal. Yang membuatnya kian terpukul dress putih yang dikenakan gadis kecil tersebut telah dipenuhi warna merah oleh darah.

Namun bocah lelaki di sana tak mampu berbuat banyak, mulutnya seolah terkunci kekuatan ghaib, ia hanya menangis tanpa suara. Tubuhnya pun terasa lumpuh tak dapat digerakkan. Jiwa polosnya masih terlalu berat menerima tragedi memilukan itu.

Tak lama kemudian datang orang dewasa berjas rapi serta-merta mengangkat tubuh lemahnya, saat itu barulah ia meronta tak ingin dibawa pergi. Tidak tanpa teman perempuannya. Dia ingin menyelamatkan si gadis yang terus memanggilnya.

"MENTARI!! MENTARI!! AKU SUDAH BERJANJI MELINDUNGINYA! TOLONG LEPASKAN AKU! KUMOHON TOLONG DIA!" Tangisnya lolos memanggil bocah perempuan bernama Mentari tersebut. Namun seolah tuli orang-orang dewasa yang membawanya acuh meninggalkan tubuh kecil lain yang terlentang bersimbah darah.

Semakin jauh ia hanya bisa menggapai-gapai Mentarinya yang sedang sekarat tanpa hasil, dan dari kejauhan ia bisa melihat mentari mengangkat lemah tangan kecilnya yang penuh darah. "Ka-kak...sela-mat-kan a-" tak sempat mengucapkan kalimat terakhirnya mata itu telah memejam diikuti linangan air mata tanda putus asa.

"Mentarii...Mentari..."

"MENTARI!! HAH!" Seorang pemuda baru saja terbangun dari mimpi buruk, padahal alarm yang bising telah berdering sekitar 5 menit yang lalu. Kali ini ia harus berterima kasih pada benda yang biasanya akan segera ia banting jika berbunyi itu karena telah membangunkannya dari mimpi buruk.

Aksara Tanumihardja

Entah kenapa akhir-akhir ini pemuda bernama Aksara tersebut sering bermpimpi tentang kejadian tragis di masa lalu, padahal sudah lama ia telah dinyatakan sembuh oleh psikiater dari traumanya, masa di mana gadis yang ia sukai sewaktu kecil terbunuh oleh seseorang.

Gadis sederhana yang memberinya perasaan cinta luar biasa. Dan sampai mati pun ia tidak akan pernah melupakan wajah pembunuhnya.

Dengan sedikit malas pria yang dianugerahi paras tampan tersebut mendudukan dirinya di kasur, mengusap wajahnya frustasi, meremas rambutnya kemudian bergegas ke kamar mandi.

BROKEN JADE | SHIBUYA

Udara pagi masih sedikit dingin ketika seorang gadis baru saja turun dari mobil mewah yang membawanya memasuki halaman sebuah universitas elit di pertengahan kota. Padahal matahari sudah mulai meninggi dan menghantarkan sinar hangatnya.

Bibir berwarna pink lembutnya sedikit membulat, takjub menatap setidaknya tiga bangunan besar dan mewah di hadapannya, siapa sangka ini sebuah universitas? Jika saja ia tidak melihat Acalypha siamensis yang sudah dipangkas membentuk huruf besar bertuliskan BOARDING UNVERSCITY OF NSIA tentu saja ia akan mengira ini adalah sebuah Mall kelas atas.

Tidak mau berlama-lama mengagumi kemegahan Universitas yang akan ditempatinya, gadis berambut pendek berwajah imut itu lantas melihat selembar kertas yang sudah dibawanya. "Kamar Anggrek nomor 101, dari sini aku harus ke sana lalu belok ke kiri." Dengan suara lembut ia sedikit bermonolog, menunjuki jalanan yang akan dilaluinya, kemudian mulai berjalan melangkahkan flat shoes putih tulangnya memasuki area Universitas hanya dengan bermodalkan peta di belakang brosur.

Gadis itu akan tinggal di asrama universitas, mengingat ia sudah tak memiliki kedua orang tua lagi. Lagipula ia juga baru pindah dari Jepang, tentu saja ia tak punya teman sama sekali. Kakak lelaki satu-satunya juga akan lebih banyak di luar mengurus bisnis keluarga mereka. Mempertimbangkannya, kakak yang berperan sebagai orang tua sekaligus itu pun memutuskan untuk memasukan gadis itu ke boarding universcity dengan harapan adiknya lebih cepat berteman dan terawasi.

Lunar Pramujawati​

Ia sedikit cemas karena ini adalah hari pertamanya di universitas. Belum mulai berkegiatan sebagai Mahasiswa baru hanya melakukan pendaftaran ulang dan menyelesaikan administrasi. Dan ia hanya perlu mencari kamar yang akan ditempatinya karena pendaftaran ulang dan keperluan lain sudah ditangani oleh kakaknya.

Namanya Lunar Pramujawati, meski cantik ia mempunyai masalah dengan rasa percaya diri. Ia sedikit takut bertemu dengan orang banyak sendirian.Tidak tau kenapa ia tidak punya sifat layaknya wanita seusianya yang mulai berani mencoba make up atau baju sexy dan menebar pesona pada laki-laki. Bahkan ia lebih nyaman dengan berbagai macam dress kasual setinggi lutut, make up tipis dan parfum bayi agar tidak mencolok. Tapi percuma saja, dengan kecantikan di atas rata-rata ia tetaplah mencolok seperti mawar putih di antara mawar merah.

Seperti saat ini, ketika ia melewati taman tengah yang terhubung dengan jalan menuju asrama dan kantin, Lunar menjadi gugup melihat banyak sekali senior berseragam yang berlalu-lalang dan mengobrol di bangku taman. Dengan sedikit keberanian ia berjalan melewati mereka yang otomatis menatapnya dengan berbagai macam arti, tentu saja karena ia adalah satu-satunya yang tidak berseragam di sana.

Tak sedikit tatapan sinis ia dapatkan dari senior perempuan yang merasa iri dengan visual Lunar yang memukau. Ia memang tak berlebihan berhias diri dan selalu tampil sederhana meski keluarganya mampu membeli pakaian termahal sekalipun, namun justru kesederhanaan yang dipadukan dengan wajah imut membuatnya tampak begitu berharga.

Tak sedikit pula tatapan kagum ia dapatkan dari senior laki-laki karena kecantikannya yang alami. Kulitnya bening sebersih salju, tatapannya lembut mendamaikan,dan rambutnya yang hanya sebatas leher membuatnya tampak segar, tingginya yang hanya 153cm membuatnya terlihat awet muda.

Dalam hati Lunar merutuki dirinya sendiri telah menolak tawaran kakaknya untuk diantarkan dengan alasan ia sudah dewasa dan ingin belajar mandiri. Tapi ternyata tidak semudah itu, tatapan orang-orang padanya membuat nyali Lunar menciut.

Merasa seperti anak kelinci di tengah kerumuman harimau Lunar menunduk mempercepat langkahnya. Dengan itu ia berhasil mencapai ujung taman yang sepi. Tapi siapa sangka karena masih menunduk terburu-buru ia jadi menginjak kakinya sendiri kemudian kehilangan keseimbangan.

"Kyaaaaahh!!"

'Brukh!' Sialnya ia menabrak tubuh seseorang. Dan lebih sialnya lagi mereka berdua terjatuh bertindihan di atas rumput taman, dengan tubuh Lunar berada di atas.

'Degh'

Ada perasaan lain yang tak bisa ia terjemahkan saat tatapan keduanya bertemu. Kecuali visual yang tampan tampan. Ya memang pemuda itu sangat tampan namun Lunar rasa bukan hanya perasaan kagum saja yang ia rasakan, mungkinkah cinta pada pandangan pertama? Bisa saja. Tapi Lunar tak mau terlalu memikirkannya.

"Apa kau buta?" Sebaris kata kasar dari pemuda yang baru saja ia puji menyadarkan posisinya. Sekaligus menarik seluruh perasaan yang baru saja ia keluarkan.

Lunar mengerjap, menelan ludah. "Ma-maaf." cepat-cepat berdiri lalu menunduk menyesal. Namun sang lelaki yang sudah berdiri di hadapannya tak menjawab.

"Tegakkan kepalamu Adikku-" sebuah suara tiba-tiba sudah berada di sekitar mereka, Lunar menoleh dan menemukan seorang lelaki berpenampilan elegan dengan setelan jas abu-abu necis sudah berdiri angkuh di belakangnya.

"Eh? Kakak?"

Seseorang yang ia panggil kakak itu tersenyum dan menepuk puncak kepala Lunar pelan. "Jangan biarkan mahkotamu jatuh hanya karena bocah ini." lelaki berusia tiga puluhan tersebut melempar tatapan remeh pada pemuda yang baru saja mereka temui.

"Kau?!" Sementara pemuda yang Lunar prediksi sebagai seniornya membalas menatap kakaknya tajam, bahkan Lunar bisa melihat terdapat kemarahan yang amat di dalam sorot yang kelam tersebut. Sekarang Lunar hanya bisa terdiam sambil bertanya dalam hati. Apa yang sedang terjadi?

Menyadari kebingungan adiknya pria berpenampilan rapi itu lantas tersenyum lembut dan berkata, "Ah sudah kakak duga, kau tidak bisa melakukannya sendirian. Universitas ini terlalu besar untuk adikku yang seperti serangga kecil ini." Ia terkekeh, tangannya mencubit gemas hidung Lunar membuat gadis itu sedikit merajuk. Sementara satu pria diantara mereka terlihat muak.

"Sekarang kau pergilah bersama Thomas. Dia akan menunjukkan kamarmu, beristirahatlah. Kau akan memulai Freshman orientasi besok kan?" Dan...," ia memberi jeda lalu mengalihkan perhatiannya pada pemuda yang masih terpaku di sana. "Jauhi pria ini."

Lunar sempat menatap sekilas pemuda yang dimaksud kakaknya, ia mengangguk patuh. Tanpa diminta sekali pun Lunar sudah berencana untuk tidak akan pernah berhubungan dengan pria kasar itu. Perkataannya barusan sudah cukup mengecilkan nyali Lunar bahkan hanya untuk sekedar menatapnya. Dengan sopan Lunar segera berpamitan lalu menghampiri pengawal pribadi yang sudah menunggu di belakang mereka kemudian pergi.

"Lama tidak berjumpa." Ucap pemuda itu pada kakak Lunar. Wajah seseorang yang ia sapa itu tidak banyak berubah sejak pertemuan pertama mereka, hanya wajah stoic yang sedikit jadi lebih terlihat dewasa dengan rahang yang terbentuk sempurna. "Jadi... dia Adikmu? Eh?" Lanjutnya, tak mengalihkan tatapan tajamnya pada punggung mungil Lunar yang kian menjauh.

Mendengar pertanyaan bernada menantang itu pria dewasa tersebut lantas menajamkan lagi tatapannya. "Apa kau tertarik padanya?Jangan terlalu berharap. Dia punya selera tinggi. Tidak sepertimu. Aksara Tanumihardja. Pembunuh kecil yang lolos karena masih di bawah umur? Kau sudah sebesar ini? Cih!" Cibirnya, membuang muka jijik.

Damares Pramujawan

Membalas kalimat bernada hinaan lelaki yang terpaut 9 tahun darinya pemuda itu menjawab, "Ya aku tertarik. Aku tidak menyangka kau mempunyai adik yang sangat cantik. Dan bagian yang lebih menarik kau mengirim dia di sini? Apa kau sengaja mengantarkannya untukku?" Jawabnya santai namun terdengar seperti sebuah ancaman untuk adiknya dan cukup membuat pria tersebut mengeraskan rahang.

"Aku peringatkan jangan pernah dekati apalagi menyentuhnya! Atau kau akan menyesal!"

"Kalau aku menolak?"

Tangannya terkepal "Kau harus membunuhku lebih dulu untuk menyentuhnya!"

Aksara tertawa sinis. "Dulu aku sangat ingin. Tapi sekarang aku tidak begitu tertarik. Nyawa dibalas nyawa adalah tindakan yang kuno."

"Dia tidak punya masalah apapun denganmu Aksara!" Pria itu memperingatkan dengan protektif.

Mendengarnya Aksara terkekeh geli. "Damares Pramujawan. Si pecundang ini." Apakah kau lupa siapa yang telah kau renggut hidupnya? Bukankah dia juga tidak bersalah? Apa kau begitu takut jika aku melakukan hal yang sama pada Adikmu?" Balasnya tak kalah.

Telinga pewaris Pramujawan itu memerah, alisnya tertaut. Kemudian dari sorot kedua pasang mata lelaki itu kita bisa melihat tentang masa lalu mereka yang saling berkaitan.

"Kumohon nyonya kembalikan uang kami! Aku akan mengembalikan hutang-hutang itu secepatnya." wanita berpakaian lusuh merengek, menangis sambil bersujud memohon belas kasih, kedua tangannya memegang erat kaki seorang wanita kelas atas yang sedang sibuk menghitung dengan serius uang di dalam sebuah amplop cokelat.

Setelah selesai lantas sang nyonya yang ternyata seorang renternir itu menatap jijik wanita di bawahnya, "Uang ini belum cukup! Dan singkirkan tangan kotormu!"

'DUGH!' ia layangkan tendangan kasar pada wajah perempuan tersebut hingga pegangannya terlepas dan terjatuh terjengkang. Cairan merah berbau anyir tampak mengalir dari salah satu lubang hidungnya.

Setelah memandang remeh renternir wanita itu berjalan meninggalkan rumah jelek dan kumuh tersebut bersama kedua pengawal pribadinya. Tak menyerah si wanita miskin mengejar sampai halaman rumah dan tak berhenti memohon agar uang itu di kembalikan. Ia kembali bersimpuh di tanah, berulang kali ia jelaskan uang-uang tersebut adalah uang terakhir yang mereka punya untuk biaya rumah sakit suaminya yang sedang perawatan kanker.

Hal itu tak membuat hati sang nyonya luluh. Malah ia merasa terlalu risih, dan akibatnya ia memutuskan untuk memberi hadiah kebebasan pada wanita miskin yang menghalangi jalannya. Hanya dengan satu kibasan tangan sebagai isyarat, dan suara nyaring itu pun terdengar.

'DOR!'

Seketika burung-burung di pepohonan berhamburan ke udara meninggalkan tempat peristirahatan mereka dengan ketakutan. Sementara tubuh seorang wanita miskin yang beberapa menit lalu mengeluarkan suara bising karena tangisnya kini lunglai dan ambruk, darah segar segera mengaliri paving rusak di sekitar ia terkulai. Bersamaan dengan kejadian tersebut kedua anak kecil yang baru datang dari taman tampak terkejut. Tangan yang tadinya bergandengan tampak terlepas saat salah satunya tak tahan menahan air yang sudah memenuhi bola mata.

"Ibu!!!" Jerit gadis kecil itu menghambur ke mayat ibunya yang masih hangat.

Sementara laki-laki kecil berponi rata yang sedari tadi menjaganya menatap wanita yang tanpa penyesalan mulai meninggalkan mereka. Penuh amarah di dada kecilnya ia berlari memukul-mukul tubuh wanita itu sambil menangis.

"Wanita jahat! Wanita jahat! Pembunuh!"

"Menyingkir dariku bocah!" Tangan kecilnya ditepis kasar. "Hei apa yang kalian lihat! Cepat singkirkan bocah ini!" Perintah wanita itu pada pengawalnya geram.

"Dasar jahat!!!" Meski tangan kecilnya telah dikunci salah satu pengawal namun ia tak menyerah, "Kau pembunuh ibu kami!" ia terus berteriak meronta-ronta agar dilepaskan. Tapi tenaganya masih belum cukup. "PEMBUNUH!!"

Mendengar kata pembunuh keluar dari mulut seorang bocah yang bahkan tak tau apa-apa membuat wanita itu geram, ia menghentikan langkah kemudian berbalik. "Ibu?" Ia tatap bocah tersebut remeh, "Fufufu... Aksara Tanumihardja, pewaris satu-satunya Tanumihardja. Aku heran kenapa kau bisa berada di tempat sampah seperti ini." Lalu wanita itu menyamakan tingginya dengan bocah yang ia panggil Aksara dan menatapnya kasihan. "Kau benar-benar menyedihkan. Ibumu yang gila itu sudah mati! Lalu apa kau juga sudah gila menyebut wanita rendahan itu Ibu?" Tanyanya disertai seringaian keji.

Bibir Aksara tertekuk, dada kecilnya tak cukupl menampung amarah yang membuncah. Ia berteriak,"Ibuku tidak gila!! Ibuku tidak gila! Bibi Jahat! Bibi seperti Iblis!"

Di pinggir jalan suara keributan kecil tersebut mengusik anak berseragam SMA yang sedang mendengarkan musik klasik di mobilnya. Dari kaca ia sempat melihat seorang anak kecil yang menangisi mayat seorang wanita, satu lagi sedang ditahan pengawalnya. Sementara wanita di sana yang tak lain adalah Ibu kandungnya tampak tertawa seperti iblis. Bibirnya tersungging tipis betapa ibunya itu sangat kejam namun itu benar-benar mengaggumkan. Ia belajar banyak dari wanita tangguh tersebut.

Tak lama kemudian ia melihat bocah kecil di sana menggigit salah satu lengan pengawal yang membuatnya terlepas, ia sempat terhibur melihat usaha bocah itu. Lalu secepat mungkin bocah itu berlari menghampiri sang nyonya, tanpa prediksi sebelumnya sang bocah lemah mendorong wanita yang tak lain adalah Clarisa Pramujawati, wanita itu terbelalak kemudian terpeleset dan kehilangan keseimbangan. Akibatnya fatal ia terjengkang dan jatuh terjerembab dalam sumur yang ada di halaman rumah.

"Ibu?!" Melihat Ibunya terjatuh ipod mahal dari tangannya terlepas. Bocah SMA yang bernama Damares Pramujawan itu lantas turun dari mobilnya. Sementara menyadari keadaan semakin rumit Aksara berlari dan menarik tangan gadis kecil yang masih memeluk mayat Ibunya saat kedua pengawal Clarisa sibuk menyelamatkan atasannya, meski dapat dipastikan wanita itu tidak akan selamat karena sumur terlalu dalam.

"Mentari ayo pergi! Cepat kita pergi!" Aksara menarik lengan Mentari.

"Tapi kak..." masih dengan mata yang basah gadis itu terlihat enggan harus meninggalkan ibunya.

Tak mengindahkan rengekan gadis kecil tersebut Aksara tetap menarik tangan kecil Mentari dan berlari menjauh bersamanya melewati jalanan kecil.

Melihat pembunuh Ibunya melarikan diri dengan dada penuh dendam Damares masuk kembali ke dalam mobil mewahnya, kali ini kursi kemudi yang ia duduki. Tanpa lisensi berkendara ia menstarter mobilnya, menginjak gas dengan kemampuan berkendara yang masih minim.

Mobil berjalan tidak normal, dengan gas yang tersendat dan beberapa kali setir susah dikendalikan dan mengakibatkan ia menabrak pinggiran jalan, tempat sampah berhamburan, pohon kecil roboh. Namun tak menyurutkan niatnya untuk membalas bocah itu.

Di perempatan jalan ia melihat targetnya, kedua bocah berlari kecil sambil bergandengan tangah di pinggiran jalan dan mulai kelelahan.

Dengan penuh kemenangan ia menginjak gas berniat menabrak keduanya sekaligus, namun gadis kecil berdaster putih tersebut sampat melihat ke belakang. Matanya terbelakak ketika melihat mobil melaju ke arah mereka. Reflek ia mendorong Aksara ke pinggir jalan agar bocah itu selamat.

'BRAAAKK!!! TIIIIINNNNN...'

Mobil telah berhasil menabrak satu tubuh kecil dan kehilangan arah menabrak pohon membuatnya terhenti paksa. Aksara selamat namun tidak dengan gadis itu. Mentari tergeletak bersimbah darah di pinggir jalan.

Tubuh kecil Aksara tak dapat bergerak menyaksikan gadis berbaju putih lusuh yang kini bermandikan darah sedang menatapnya, menggerakan tangannya seolah meminta pertolongan, napasnya tersendat-sendat dan sesekali terbatuk disertai darah keluar dari mulut kecilnya.

Aksara menangis tanpa suara, ia menyeret tubuhnya untuk menggapai mentari. Namun tiba-tiba tubuhnya terangkat oleh orang dewasa yang ia kenali sebagai pengawal pribadi Ayahnya.

"Kita pergi tuan muda, ini sudah bukan urusan anda lagi."

"TIDAK! MENTARI!! MENTARI!! AKU SUDAH BERJANJI MELINDUNGINYA! TOLONG LEPASKAN AKU! KUMOHON TOLONG DIA!" Aksara barulah bisa menagis. Sungguh ia merasa sangat bersalah, namun tubuhnya tertawan lalu dibawa cepat-cepat meninggalkan mentari yang sedang sekarat. Perlahan namun pasti gadis malang itu menutup matanya bersamaan dengan Aksara yang memasuki mobil. Dan ketika pintu di tutup dengan kasar saat itu pula terakhir kalinya ia melihat Mentari.

'BLAM!!"


"Cih! Aku pikir kau sudah mati karena rasa bersalahmu pada gadis malang itu." Ucap Damares mengejek.

"Mati?" Aksara mengangkat salah satu alisnya. "Setelah semua yang telah terjadi kau masih berpikir aku bisa mati semudah itu?"

"Kalau aku jadi kau, aku pasti memilih mengakhiri hidupku. Kau tidak bisa melindungi siapapun, pacarmu mati karena kau! Bahkan Ibumu yang gila i-"

"TUTUP MULUTMU BRENGSEK!!"

'BUAGH!'

Hantaman keras mendarat mulus di pipi Damares hingga membuat pemuda itu sedikit limbung namun tak sampai jatuh. Mendengar Damares menyebut Ibunya membuatnya begitu marah.

"Ck! Cih!" Pria itu hanya mengusap pipi yang terasa panas dan melempar tatapan remeh. Damares bisa saja membalas dan mungkin bukan hal sulit mengalahkan Aksara, mengingat ia adalah pemegang sabuk hitam. Namun citranya sebagai kalangan elit tak mungkin ia jatuhkan di sini. Lagipula orang-orang sepertinya lebih suka menggunakan otak daripada harus mengotori tangan mereka sendiri dengan hal-hal murahan seperti ini.

"Apa ini cukup untuk membalas sakitmu?" Tanya Damares. "Haaah... betapa murahnya." Ia memprovokasi, seolah sengaja mengobarkan api amarah Aksara.

Dan benar saja. Mendengarnya Aksara menjadi benar-benar marah, tangannya terkepal dan pukulan kedua hampir saja kembali didaratkan.

Namun seseorang menghentikannya. "BERHENTI AKSARA!!" Kepalan tertahan di udara. Sesosok siswa lain datang dari arah kantin menghentikan bersamaan dengan sedikitnya tiga orang.

Flyyn Hendriarto, teman satu angkatan sekaligus teman baik Aksara. "Aku tidak tau apa masalah kalian, tapi aku hanya mengingatkan ini adalah universitas. Siapapun yang menang kalian hanya sedang mencoreng nama keluarga kalian sendiri."

"Cih!" Bahkan Aksara tidak peduli dengan keluarganya. Namun ia punya rencana yang lebih menarik daripada memukuli pria tersebut.

"Aksara, ada yang ingin aku bicarakan. Dan kau!" Flyyn mengalihkan tatapannya pada Damares. "Sebagai orang yang lebih dewasa seharusnya kau malu mencari masalah dengan kami. Pergilah." Perintahnya tanpa rasa hormat sedikitpun.

Merasa cukup Damares tersenyum sinis. "Well...aku hanya bosan dan sedang ingin bermain saja. Tapi baik lah, aku pergi." Tidak menunggu lama ia pun pergi dengan angkuhnya. Namun saat melewati Aksara ia sempat berkata, "Jagan pernah ganggu Lunar. Aku sudah memperingatkanmu."

BROKEN JADE | SHIBUYA
Waktu menunjukan pukul 7.20 saat Lunar berdiri di depan cermin mematut diri memeriksa kelengkapannya sebelum frehsman Orientation dimulai sepuluh menit lagi. Ia sudah siap dengan dress pink kesukaannya dipadu jaket maba berwarna biru, tag name besar yang dikalungkan di lehernya, dan juga beberapa perlengkapan lain sesuai apa yang dituliskan Thomas. Lunar berharap tidak ada yang terlewat mengingat minggu lalu ia tidak menghadiri sendiri Technical meeting karena kesalahan jadwal keberangkatannya dari Jepang.

Setelah memastikan semua lengkap Lunar menambahkan sentuhan terakhir pada penampilannya, jepit berbentuk cherry yang ia jepitkan pada poni samping lalu kesan imut pun otomatis terpancar dari wajahnya.

Ia tersenyum lalu meninggalkan kamar dan menguncinya. Tanpa disangka di depan kamar Lunar berjumpa dengan seorang gadis yang sepertinya tinggal di depannya, gadis itu juga sama dengannya-nampak baru saja mengunci pintu.

"Hai?" Sapa gadis cantik itu ramah saat melihat Lunar. Gadis berambut panjang berpenampilan fashionable dengan kemeja kuning berpotongan rendah memperlihatkan sebagian dadanya yang besar, dipadukan dengan jeans putih. Matanya besar berbinar dengan bulu tebal dan lentik, bibirnya diberi pulasan ombre dengan kesan merah darah di bagian tengah. Ia tampak begitu cantik mempesona seperti seorang idol.

"Se-selamat pagi." Lunar membalas canggung. Dalam hati ia mengagumi kecantikan gadis itu namun ia kurang suka caranya berpakaian. Mengkesampingkan hal tersebut Lunar bisa melihat sepertinya dia adalah gadis yang baik.

"Ah kupikir akulah yang paling terlambat. Apa kau tinggal di kamar ini?" Tanyanya, menunjuk pintu di belakang Lunar.

Lunar mengangguk. "I-iya."

"Dan kupikir kita satu jurusan? Management bisnis, benar?" Tebak gadis itu melihat jaket Lunar yang sama seperti yang sedang ia pakai. Lagi-lagi Lunar hanya mengangguk. "Perkenalkan namaku Merry." Gadis cantik itu mengulurkan tangan berkuteks merahnya. Sementara Lunar canggung membalas.

"Lunar."

"Ah nama yang indah. Aku harap kita bisa berteman." Sekilas gadis itu melihat jam yang melingkar di pergelangannya, "Oh ya! sebaiknya kita bergegas dan segera bertemu dengan yang lain. Kita bisa terlambat." Ajaknya tak ingin berlama-lama. Lunar setuju karena waktu memang telah menunjukan pukul 7.40 dan mereka pun memutuskan untuk lanjut berkenalan sambil berjalan.

"Tapi sebelumnya aku belum pernah melihatmu, kapan kau tiba?" Tanya Merry saat mereka berada di dalam lift.

"Aku baru tiba kemarin." Jawabnya. "Ada sedikit kesalahan jadi aku terlambat datang. Em...apa keperluanku sudah lengkap?" Kemudian ia gantian bertanya.

Merry memindai penampilan Lunar dari atas sampai bawah kemudian mengangguk."Hmm...Aku rasa sudah cukup lengkap." Ia menyatukan telunjuk dan jempolnya membentuk simbol oke. Lunar hanya tersenyum kemudian lift terbuka.

Setelah beberapa saat mereka memasuki auditorium yang sudah dipenuhi mahasiswa baru. Sementara Lunar sibuk mencari tempat duduk dan menyapa sesama peserta orientasi dengan Merry. Tanpa disadari sepasang obsidian sedang menatapnya lekat. Aksara Tanumihardja sebagai salah satu senior pendamping, berdiri dengan kedua tangan terlipat di dada. Padahal ia malas melakukan hal yang menurutnya hanya dilakukan oleh orang-orang bodoh ini. Tapi melihat salah satu peserta orientasi adalah adik kesayangan Damares Pramujawan ia menjadi bersemangat.

"Apakah semuanya sudah dapat tempat duduk?" Tanya salah satu senior perempuan sebagai pembicara melalui microphonenya, yang serentak dijawab 'sudah' oleh peserta orientasi. "Baiklah kita akan mengambil nomor untuk menentukan-"

"Apa yang kau lihat? Tertarik ikan segar? Ha?" Dilatar belakangi rekannya yang sedang berbicara dengan mahasiswa baru Flyyn menyikut lengan Aksara. Ia ikuti arah pandang Aksara dan menemukan objek yang membuat pemuda yang tak terlalu tertarik wanita itu menatap. "Wah, tidak kusangka seleramu unik." Komentar Flyyn melihat Lunar yang tampak imut dan polos. "Crunchy."

Aksara mendegus. "Dia menarik bukan karena dia wanita. Dia menarik karena dia Pramujawan."

"Apa?" Flyyn menoleh tak percaya sebelum kembali menatap gadis yang kini tertawa pelan bersama gadis di sebelahnya. "Jadi dia gadis yang kau ceritakan itu? Wah...wah...wah, apa kau sudah punya rencana bagus untuk menyambutnya?" Mendengar pertanyaan Flyyn, tanpa menjawab bibir Aksara terangkat tipis.

Sementara itu beberapa gadis di samping Lunar sibuk berbisik, "Aaa...tampannya, lihat senior itu."

"Iyaaa...tampan dan tinggi, pria seperti itu tipe idealku." Jawab yang tak lain menatap Aksara penuh tatapan kagum.

"Pria di sampingnya juga tidak kalah keren, bibirnya tebal. Uuuh sexy!" Balas satunya tak mau kalah melihat betapa tampannya Flyyn.

"Aku berharap dia akan mendampingi tim kita! Aw!"

Mendengar pujian-pujian yang terkesan berlebihan tak ayal membuat rasa penasaran Lunar tergerak, ia pun mengalihkan pandangan di mana pemuda yang jadi gosip hangat itu berada. Saat menemukan pemuda yang kemarin sempat beradu padangan sengit dengan kakaknya ternyata tengah menatap, Lunar mengerjap mengalihkan pandangannya ke depan kelas.

Jantungnya hampir meloncat keluar tak menyangka pemuda yang sedang dibicarakan kedua gadis ini ternyata pria kasar yang sangat ingin dijauhinya. Lunar berpikir gadis-gadis ini akan langsung mati jika saja tau betapa buruknya tabiat pria yang mereka puja tersebut. Dan sekarang ia berharap orang itu tidak menjadi senior pendamping grupnya.

"Lunar? Aku dapat nomor 5."

"Eh?" Suara nyaring Merry mengagetkan Lunar. Ia buru-buru membuka kertas undian di tangannya. "Ah-aku juga 5." Senyumnya lega melihat ada seseorang yang ia kenal. Meski baru dalam hitungan menit sepertinya Merry adalah teman yang cocok untuknya yang tidak pandai bergaul. Gadis berambut panjang itu ramah dan ceria berbanding terbalik dengannya.

"Jika kalian sudah mendapatkan nomor silahkan ke depan dan berkumpul sesuai angka yang kalian dapatkan." Suara microphone kembali terdengar. Mendadak ruangan menjadi gaduh karena peserta orientasi saling mencari anggotanya.

Tak jarang ada yang bersorak ketika menemukan kenalan lama dalam satu tim, ada pula yang belum saling mengenal kemudian berjabat tangan memulai perkenalan dengan canggung, tak sedikit juga yang langsung terlihat cocok dengan teman baru mereka. Sedangkan Lunar hanya mengekor di belakang Merry sementara gadis penuh energi itu sibuk bertanya sana-sani pada orang lain apakah mereka tim 5.

"Hei, kau mencari tim lima?" Sebuah tepukan di pundak membuat Merry menoleh, seorang laki-laki ternyata. Merry mengangguk. "Kurasa di sebelah sana," pemuda itu menunjuk arah di mana Merry membelakangi.

Mengikuti petunjuk pemuda tersebut Merry melihat ada sekitar 5 peserta orientasi sudah berkumpul, tiga laki-laki dan satu senior pendamping itu artinya mereka berdua anggota wanitanya. "Ah baiklah terima kasih banyak." Ucapnya ramah kemudian mengajak Lunar untuk segera bergabung dengan yang lain.

Ketika semakin dekat dengan timnya perasaan Lunar menjadi tidak enak, dadanya mendadak berdegub keras tatkala melihat sesosok tubuh yang sedikit familiar berjaket senior membelakangi mereka. Ia memelankan langkah, menggenggam erat tas selempang miliknya menyiapkan mental untuk bertemu orang itu. Sementara Merry sudah lebih dulu menyapa dan berbaur dengan mereka.

"Hei kemarilah." Merry melambai memanggil Lunar. Hal itu otomatis membuat semua orang yang berada di sana melihat ke Lunar. Termasuk senior yang Lunar tak ingin temui.

Namun Lunar bisa bernapas lega, dugaannya lebur saat melihat orang itu bukanlah Aksara Tanumihardja, seseorang yang ia maksud melainkan Flyyn Hendriarto. Ia pun tersenyun berjalan ke arah mereka, lalu membungkuk memberi salam pada teman-teman barunya.

Kegiatan hari itu sebenarnya tidaklah cukup berat, hanya saling berkenalan dan mengakrabkan diri dengan para senior, dosen beserta staff, kemudian berkeliling universitas untuk mengenalkan kelas-kelas yang akan mereka tempati. Meski begitu mungkin sebagian besar akan mengeluh karena berkeliling universitas sebesar ini menghabiskan waktu sekitar satu jam, ini mirip perjalanan ke taman rekreasi.

Dan sesuai jadwal, pukul 12 siang adalah waktu istirahat. Sementara grup dibubarkan untuk membiarkan peserta orientasi beristirahat, makan siang, beribadah atau melakukan hal lain di luar kegiatan orientasi.

BROKEN JADE | SHIBUYA
Di dalam toilet Lunar baru saja selesai mencuci wajahnya agar kembali segar setelah melakukan kegiatan di luar. Di depan cermin ia memastikan semua oke, wajah segar, bersih tak perlu ada yang dikhawatirkan.

Merasa cukup Lunar bergegas pergi keluar. Tak disangka di pintu utama ia malah berpapasan dengan pria yang bertabrakan dengannya kemarin. Lunar terkejut, ia hanya menunduk guna menghindari tatapan pemuda tersebut. Mengira orang itu akan berbelok ke toilet pria, Lunar kembali dikejutkan saat tiba-tiba ia menabrak sesuatu.

'Brukh'

Sesuatu yang bidang dan hangat, bahkan ia bisa mencium aroma khas akar manis dari sana. Perasaan dia sudah berusaha menghindar tapi masih menabrak. Lunar berpikir orang itu sengaja menghalanginya.

Perasaannya menjadi cemas, sedetik kemudian ketika menjauhkan wajah darinya Lunar menemukan sebuah nama yang sangat jelas bisa ia baca, 'Aksara Tanumihardja'.

Sadar di depannya adalah dada seorang pria yang ingin ia jauhiLunar mendorong kasar, alih-alih menjauh pinggangnya yang ramping sudah terlebih dulu terjebak dalam pelukan sepasang tangan kokoh milik Aksara.

"Le-lepaskan." Sedikit mendongak ia tatap wajah tampan Aksara dengan tatapan memohon, kedua tangannya memberi jarak antara dada mereka.

Aksara menyeringai sinis tanpa mengalihkan atensinya pada Lunar, malah ia sengaja mendorong tubuh mungil itu ke tembok hingga si empunya meringis kesakitan. Ia meletakan salah satu telapaknya ke dinding di samping kepala Lunar, mendekatkan wajahnya hingga Lunar bisa mencium napas beraroma mint segar dari Aksara. "Lunar Pramujawan? Melihatmu sepertinya kau dan Kakakmu hidup dengan baik?" Lunar melengos menghindari Aksara, tanpa menjawab.

Detik berikutnya Aksara menangkup kasar kedua pipi Lunar dengan satu tangan agar ia sudi menatapnya, membuat tulang rahang Lunar terasa ngilu. "Kau lumayan membuatku tertarik, bagaimana kalau..." ia memutus kalimat, sedangkan tangan satunya bergerak menangkup dada mungil Lunar lalu meremasnya kuat sambil berkata, "Biarkan aku sedikit bersenang-senang dengan Adik Damares ini? Apa dia akan marah?"

Lunar reflek berontak. "Le-pas!!"

"Tidak akan!" Setelah mengatakannya sigap Aksara mengunci kedua tangan Lunar ke tembok samping kepalanya, disusul ciuman kasar pada bibir lembut beraroma leci segar milik Lunar. Lunar mulai menangis, berkali-kali menggelengkan kepala menghindar namun berkali-kali pula Aksara mendapatkannya. Tak segan pemuda itu menggigit bibir Lunar, menjilatnya gemas bahkan sekarang mulai memasukkan lidahnya ke dalam mulut Lunar secara paksa.

"Uuugghm..."

Sedangkan Lunar seperti melakukan gerakan penolakan yang sia-sia, apalagi saat Aksara mulai mendorong tubuhnya menghimpit tubuh kecil Lunar yang lemah, bahkan ia bisa merasakan sesuatu milik Aksara mengganjal perutnya, dan Aksara sengaja menggeseknya.

"Nggh..." kali ini ia berhasil menghindari bibir Aksara dengan menoleh ke samping, tapi itu malah membuat pemuda itu beralih pada lehernya yang mulus.

"Lepas!" Teriaknya sekali lagi. Percuma sekarang Aksara telah menginvasi lehernya, jilatan kasar dan hisapan kuat bertubi-tubi ia layangkan hingga membuat bercak-bercak merah menodai kulit putihnya. Sesekali lengkuhan Lunar keluar tanpa sengaja karna perlakuan Aksara membuat pemuda itu tertawa dalam hati.

'Drrrt...drrt..drrt...'

"Ck!" Getaran ponsel di saku celana Aksara membuat pemuda berdecak kesal melepaskan cengkramannya. Kesempatan itu Lunar gunakan untuk kabur, tapi sayang Aksara bisa menahannya dengan satu tangan, satu lagi ia gunakan untuk memeriksa ponselnya.

Setelah membaca pesan sekilas dan memasukannya kembali ke saku, perhatian Akasara kembali ke Lunar yang masih ketakutan. "Kenapa begitu takut? Padahal aku hanya mencoba sedikit-" ia dekatkan lagi wajahnya pada Lunar, "Aku akan melakukannya lebih dari ini, jadi persiapkan dirimu." Setelah mengatakannya Aksara tersenyum menang lalu pergi meninggalkan Lunar yang menangis memegangi dadanya yang berdegub-degub keras.

BROKEN JADE | SHIBUYA
Embusan angin Ac beraroma Sakura menerpa lembut tubuh berbalut daster putih yang terbaring menyamping di kasur berukuran sedang. Pelecehan yang dilakukan oleh seniornya membuat Lunar memutuskan kembali ke kamar dan ijin dari kegiatan orientasinya. Saat ditanya oleh Merry dan yang lain ia beralasan sedikit pusing dan tidak enak badan.

Dan setelah seharian menangis tanpa makan ia membuka mata yang masih sembab, bahkan air mata di bantal yang ia pakai masih sedikit basah. Akibatnya sekarang perutnya berbunyi menagih untuk segera diisi.

Jam menunjukkan jarum di angka 21.05. Lunar segera turun dari tempat tidurnya yang nyaman berniat pergi ke dapur asrama untuk sekedar membuat mie instan sebagai pengganjal perut.

Namun saat menarik knop pintu kamarnya ia urungkan niat saat melihat Merry membukakan pintu untuk seseorang, namun begitu mereka bertemu langsung berciuman dengan panas di depan kamar. Lunar mengenal lelaki itu sebagai Flyyn senior pendamping grup mereka.

Mata Lunar hampir melompat keluar saat Merry membiarkan dasternya dibuka lalu dibuang ke dalam kamar oleh Flyyn, yang membuat tubuh tanpa dalamannya terekspos begitu saja. Sekejap kemudian senior berbadan sexy tersebut melumat dada jumbo Merry dengan lahap. Sedangkan Merry hanya mendesah-desah menikmati sambil menjambak kepala Flyyn melampiaskan perasaannya.

Tak hanya itu, tangan kanan Flyyn bergerak menggesek kewanitaan Merry yang sengaja ia lebarkan. Lunar tidak tahu pasti apa yang sedang jemari panjang Flyyn lakukan di sana, ia hanya bisa melihat Merry semakin menggeliat sambil terus mendesah-desah dengan seksinya.

Beruntung hal tersebut tak berlangsung lama. Lunar yang mematung bisa sedikit lega saat Flyyn mendorong tubuh Merry memasuki kamar lalu menutup pintu tanpa melepaskan mulutnya dari area sensitif Merry.

Dipenuhi perasaan yang campur aduk Lunar meneruskan niat memanjakan perutnya, di perjalanan ia berpikir bagaimana senior Flyyn bisa masuk ke dalam asrama perempuan? Bukankah itu terlarang dan melanggar aturan? Ada hukuman berat menanti jikalau sampai ketahuan, dari denda puluhan juta sampai ditendang dari universitas. Apalagi Merry adalah mahasiswa baru, betapa nyalinya cukup besar untuk melakukan itu.

Sibuk dengan pikirannya tentang Merry, Lunar telah sampai di dapur. Namun saat menyentuh gagang pintu dapur lagi-lagi ia harus mengurungkan niat untuk membuka pintu lebar saat melihat ketiga seniornya sedang bercinta dengan liar.

Ia menutup mulut rapat dengan telapaknya melihat senior wanita yang tak ia kenal sedang menungging di lantai mengoral kemaluan senior laki-laki yang duduk di kursi dekat wastafel. Sementara satunya sedang melakukan penetrasi secara brutal di dalam kemaluan si wanita.

"Ssshh...fuck! Bodoh! Lebih keras lagi!" Ceracau wanita itu tak melepaskan kejantanan yang sedang ia jilati.

Mendengar perintah itu si pejantan seperti mendapat cambukan semangat, ia memaju mundurkan tubuh kurusnya memompa wanita liar tersebut penuh semangat. "Jalang sialan! Apa ini belum cukup untuk lubangmu yang kotor ini? Ha?!" Tangannya meremas buah dada yang menggantung bebas, memilin puting tebalnya membuat si empunya menjerit nikmat.

"Hei kau harus tetap fokus di sini." Protes lelaki satunya tak terima miliknya dilepaskan. Sementara si wanita segera melanjutkan hisapan-hisapan panjangnya. Suara kecipak antara penyatuan kedua kelamin sekaligus suara lidah yang mengoral penis memenuhi pendengaran Lunar yang mematung dengan bulu meremang.

Tak mau berlama-lama tanpa pikir panjang Lunar berbalik, ia memilih kembali ke kamar mengurungkan segala keinginannya untuk makan. Mendadak ia kenyang.

Lunar tak habis pikir atas kegilaan ini, apa yang mereka lakukan? Bukankah masih masuk akal jika mereka melakukannya di kamar seperti Merry? Bukankah dapur juga dilengkapi kamera pengintai? Bagaimana kalau mereka ketahuan?

Lunar bisa gila, bahkan saat kembali ia sempat berpapasan dengan seorang laki-laki yang baru saja keluar dari kamar salah satu mahasiswi. Saat melihat Lunar mahasiswi yang bersembunyi di balik pintu tersebut hanya tersenyum sambil meletakan telunjuknya di bibir memberi kode Lunar agar merahasiakan temuannya.

BROKEN JADE | SHIBUYA
Kilatan lampu pesta, suara musik menggema, dan panggung mewah menampilkan pertunjukan seni bahkan buket makanan lezat terhampar di meja-meja. Aula telah disulap menjadi tempat pesta penyambutan mahasiswa angkatan baru yang telah dimulai beberapa jam yang lalu.

Wajah-wajah antusias berbalut baju mewah tampak memenuhi ruangan menikmati pesta.

A-line dress dengan turtle neck berbahan lace super lembut berwarna peach menjadi pilihan Lunar pada pesta malam ini. Make up natural dan rambut pendeknya dibiarkan tanpa asesoris, salah satu sisinya hanya diselipkan di telinga memperlihatkan anting sederhana nan elegan. Berkumpul bersama dengan grupnya, salah satu tangan memegang gelas berisi wine merah sambil sesekali melempar senyum, kesan lembut tak pernah hilang dari Lunar yang tampak seperti puteri para dewi.

"Bagaimana ini? Aku sangat gugup!" Celetuk Merry yang malam itu mengenakan long dress putih nampak anggun meski tak menghilangkan aura seksi. Ia sedikit stress mengingat ia akan tampil menyanyi bersama Lunar yang bermain piano mewakili grupnya.

"Tenang saja aku yakin tim kita berhasil dan menang." Jawab salah satu dari mereka.

"Benar Merry siapa yang bisa menolak pesonamu dan Lunar?" Yang lainnya menimpali. Lunar hanya tersenyum mendengar mereka.

"Ah aku tidak yakin...yah meski aku berharap akan memenangkan pentas ini. Dan berkencan dengan para senior!!" Soraknya genit.

Mendengarnya Lunar mengernyit. "Eh...kencan dengan senior?"

Merry mengangguk, "Kau tidak tahu ya? Jadi sudah tradisi jika mahasiswa baru memenangkan pentas penyambutan dia akan mendapat hak keistimewaan selama satu bulan."

"Benarkah?"

"Benar. Jika menang bebas memilih senior mana yang akan kau kencani, bebas meminta traktir makanan, berjalan-jalan dan mereka semua yang akan mentraktir!" Jelas Merry antusias.

Lunar tersenyum canggung, "Mmm...sepertinya menyenangkan." Itu terdengar aneh sebenarnya untuk Lunar mengingat ia tidak terlalu suka hal yang berbau foya-foya, tapi demi menjaga perasaan teman-temannya ia harus pura-pura senang juga.

Tiba-tiba ia teringat sesuatu, "Me-merry kalau kau kencan dengan senior lain bagaimana dengan senior Flyyn? Apa-eh ma-maksudku..." ah betapa bodohnya Lunar, bahkan Merry belum pernah menceritakan hubunganya dengan pemuda bernama Flyyn tersebut. Ia tidak mau disebut pengintip.

Bukan respon kaget atau marah, Merry malah tertawa terbahak. "Jadi Lunar melihatku ya?"

"Ma-maaf aku tidak sengaja."

"Tidak masalah. Aku dan Flyyn tidak terlalu memikirkan hal itu. Kami hanya bersenang-senang." Jawab Merry santai memeluk Flyyn tanpa malu. "Bukan begitu senior?" Tanyanya manja.

"Selagi kau masih muda jangan biarkan dirimu hanya terpaku hanya pada satu pria, nikmatilah masa mudamu." Flyyn dengan santai pula menjawab sambil mengecup bibir Merry

"Yohooo!! Aku setuju sekali!" Teriak salah satu dari mereka.

Sementara Lunar hanya tersenyum canggung tidak bisa menerima kegilaan ini. Sungguh ia sangat tidak cocok dengan jalan hidup mereka, namun selagi itu tidak membahayakannya Lunar masih bisa bertahan.

"Oh iya, Lunar jika kita menang senior siapa yang akan kau kencani?" Tiba-tiba Merry bertanya genit. Lunar mengerjap.

"Eeh... aku, aku belum memutuskan. Lagipula kakakku tidak mengijinkanku berkencan."

Merry yang mendengarnya mengibaskan tangan."Aaah...kuno sekali, asal berkencan di asrama saja tidak akan ketahuan kan?"

"Eh...itukan tidak boleh. La-lagipula aku penasaran bagaimana bisa laki-laki masuk ke dalam asrama?" Tanya Lunar polos.

Kali ini Merry mendekatkan bibir merahya ke telinga Lunar sedikit berbisik. "Kau benar-benar tidak tau ya? Bukan rahasia besar jika kepala asrama wanita penyuka uang? Flyyn hanya memberinya beberapa lembar ratusan ribu dan dia pun membiarkannya masuk."

"Aaah..." Lunar mengangguk paham. Akhirnya ia tahu bagaimana para lelaki itu bebas masuk ke asrama perempuan.

"Kenapa kau tanya? Apa kau berniat memasukan siswa laki-laki ke kamarmu?" Goda Merry, langsung saja membuat Lunar mengelak. "Ahahaha... aku hanya bercanda."

"Hei sudah bercandanya sebentar lagi giliran kalian.! Tegur Flyyn membuat Lunar dan Merry menatap panggung, dan benar saja itu grup 4 yang hampir menyelesaikan pentas dramanya.

"Baiklah kami akan bersiap-siap. Ayo Lunar."

Tak lama giliran Lunar dan Merry untuk naik ke panggung, riuh tepuk tangan memenuhi ruangan seolah artis besar sedang melakukan konser. Memang sejak awal Merry sudah menjadi wajah bagi mahasiswa baru. Ia menjadi idola di kalangan senior maupun teman angkatannya. Dada dan pinggulnya yang besar serta mata bulat sempurna menjadi nilai plus untuknya. Apalagi aura sexy nan menggoda selalu terpancar darinya.

Tuts piano mulai ditekan pelan, satu persatu nada lembut mengalun membentuk intro yang hampir semua tau. Lagu 'When youre gone.' Dari Avril lavigne dipilih Merry dan Lunar untuk pementasan. Suara sorakan kembali riuh tatkala sang penyanyi utama memulai mengalunkan lirik pertamanya. Tak ada kesulitan berarti untuk keduanya. Dalam pentas itu Merry dan Lunar menjadi sebuah kesatuan yang membentuk satu keharmonisan.

Seolah semua terhipnotis tak sadar lagu telah habis sampai akhir, saat benar-benar musik berhenti tiada tepuk tangan, hening, semua hanya menatap keduanya kagum membuat Lunar dan Merry sedikit khawatir penampilannya tidak disukai.

'Clap'
'Clap'
'Clap'
'Clap clap clap...' Ditengah keheningan sebuah tepuk tangan tunggal berasal dari sesosok pemuda bermata kelam yang berada di tengah penonton mencuri perhatian, dan karenanya seolah seluruh audience tersadar barulah bertepuk tangan. Sontak sorakan riuh membahana ditunjukkan kepada grup 5.

Di atas panggung Merry terlihat lega, berlonjak kemudian berdadah ria bagai seorang bintang, sedangkan Lunar hanya tersenyum sambil mencuri pandang pada pemuda yang kemarin telah membuatnya menangis tersebut. Tatapan mereka kembali bertemu, dan lagi-lagi Lunar hanya mampu menghindar.

"Huaaa apakah kita sudah dapat pemenangnya?" Sambut gembira salah satu anggota grup 5 saat Lunar dan Merry turun dari panggung.

"Sepertinya begitu..." jawab Merry percaya diri. "Baiklah sambil menunggu yang lain, mari kita berpestaaaaa!!! Yeeaaahh!!" Jeritnya bahagia mengangkat tangan ke atas memamerkan arm pit yang mulus bersih. Ia berlari ke tengah lantai dansa diikuti yang lain.

Grup 5 dan yang lain kembali menikmati berpesta, menari mengikuti musik sambil bercengkrama. Tak lupa beberapa wine dengan kadar alkohol tinggi yang berhasil senior mereka selundupkan mereka nikmati bersama-sama.

"Ayolah Lunar satu gelas lagi," bujuk Merry menawarkan satu gelas wine berwarna merah di depan wajahnya.

Lunar menggeleng, pipinya bersemu merah menandakan dia sudah sedikit mabuk. "Cukup Merry, aku tidak kuat minum." Tangannya menepis membuat tim 5 mengeluh kecewa dan mengatakan Lunar payah. Gadis manis itu hanya tersenyum melihat ekspresi kekecewaan teman-temannya. Ia memang bukan peminum yang hebat, kegiatan minum-minum yang ia lakukan selama ini hanya untuk menghormati tamu-tamu Damares. Tentu saja ia tidak mau merepotkan kalau sampai benar-benar mabuk.

"Yuhuuu... apakah kalian masih bersemangat??" Teriakan berasal dari atas panggung membuat semua orang mengalihkan atensinya pada sesosok wanita bergaun merah yang kini berdiri di atas panggung membawa kertas hasil penjurian. "Baiklah...akhirnya sampai pada puncak acara di mana saya akan mengumumkan juara pentas pada malam hari ini."

"Ayo cepat umumkan!" Teriak penonton tak sabar.

"Iya ayo cepatlah."

"Baik...juara ketiga di raih oleh tim 9 dengan tema dance modern!" Suara riuh memenuhi ruangan. "Juara kedua diraih oleh tim 2 dengan stand up comedy. Tepuk tangan untuk tim 2."

Prok...prok...

"Daaaan....juara pertama sekaligus Raja dan Ratu kita malam hari ini adalah...." suara musik genderang diputar seolah membiarkan peserta berdegup-degup ria menanti keputusan. Sementara Merry bersiap-siap memeluk Lunar erat dengan kedua tangan yang sudah melingkar di bahu Lunar.

"Tiiiiiimmmm.... limaaaaaa!!!""

"Yeeeeeaaa!!!" Tim lima bersorak girang. Merry memeluk Lunar erat sampai gadis itu susah bernapas. Sementara ketiga lelaki yang lainnya bertoast gembira membayangkan akan dimanjakan oleh senior-senior cantik selama satu bulan.

Untuk sesaat kehebohan masih terus berlanjut meskipun pesta secara resmi telah dinyatakan selesai. Tak lama para senior menghampiri grup 5 mengucapkan selamat dan berkata tidak usah sungkan pada mereka.

Setelahnya mereka memutuskan untuk pergi bersama minum di luar. Sedangkan Lunar menolak dengan halus, ia mengatakan sudah pusing dan ingin istirahat saja. Awalnya anggota tim 5 tampak kecewa, namun Lunar benar-benar tidak bisa dibujuk dan membuatnya harus tinggal sendirian di aula yang sudah mulai sepi.
 
Merasa sedikit pusing Lunar berpikir akan lebih baik jika ia segera bertemu dengan kasurnya dan tidur.

'GREP.'

"Eh?" Lunar terkejut saat tiba-tiba bahunya dicengekram seseorang.

Saat ia berbalik ternyata seorang senior dari grup lain, "Hei...apa yang kau lakukan di sini sendirian?" Pemuda itu bertanya, namun sambil menatap genit Lunar, membuat ia merasa tidak nyaman namun Lunar masih berusaha tersenyum untuk menghormatinya.

Ia tepis pelan tangan asing itu."A-aku akan kembali ke kamar." Setelah mengatakannya ia tinggalkan senior itu, namun tangannya ditahan lalu ditarik yang mau tak mau membuat Lunar jatuh pada pelukan pria tersebut.

"Eh!!"

"Hei...hei...tidak baik seorang ratu menolak hamba yang ingin menyenangkan ratunya kan?" Setelah mengatakannya pria itu berusaha mencium Lunar, namun sebelum terjadi pukulan telak telah terlebih dulu ia terima tepat di kepalanya.

'Gubrak!'

Dan secepat kilat tubuh Lunar sudah berpindah ke pelukan tangan lain. "Jangan sentuh milikku!" Ucap orang itu protektif. "Aku sudah menandainya." Ia tarik kasar kerah dress Lunar mengekspos leher putih yang kontras dengan warna keunguan hasil karyanya kemarin.

Mendengarnya Lunar yang tadinya merasa tertolong kini dalam hati menjadi semakin melolong, lelaki ini sama berbahayanya. Ini terdengar seperti lepas dari mulut buaya jatuh ke tangan singa.

Merasa lawannya adalah Aksara Tanumihardja, pemimpin puncak rantai makanan di Universitas ini, mau tak mau membuat pemuda tersebut tak melawan. Hanya menatap Aksara penuh dendam kemudian meninggalkan mereka dengan perasaan kesal.

"Mi-minggir." Pinta Lunar setelah pemuda itu pergi, mencoba lepas dari kuncian kedua lengan Aksara. Alih-alih menjawab ia malah mendengus, menarik lengan Lunar kasar. Merasa ini akan menjadi lebih buruk, Lunar mengibaskan lengannya. "Lepas! Kumohon lepas!" Namun semakin ia meronta semakin kuat pula cengkraman Aksara dan menyakitinya.

"Diamlah dan ikut aku!"

Lunar belum tau kemana Aksara akan menyeretnya pergi. Mereka melewati lorong panjang gelap yang menghubungkan kelas-kelas, jelas Lunar tau itu bukan jalan ke kamarnya. Sepanjang jalan ia hanya mampu meronta tanpa arti. Tapi saat terlihat sebuah gerbang kecil dengan lampu temaram, kemudian gedung berlantai empat dengan jendela-jendela kaca persegi dengan biasan lampu dari dalamnya menyerupai sebuah hotel barulah ia sadar itu adalah asrama. Lebih tepatnya pintu belakang asrama pria.

Semakin dekat dengan gerbang Lunar semakin panik. Bagaimanapun ia tidak boleh masuk asrama pria apalagi dengan seseorang yang jahat seperti Aksara.

"Tidak! Biarkan aku kembali ke kamarku! Ugh!"

"Diamlah brengsek!" Setelah mengatakannya Aksara mengunci kedua tangan Lunar ke belakang kemudian dengan tangan kanannya ia bungkam mulut Lunar sembari mendorong gadis itu untuk terus berjalan.

Lunar berharap akan berpapasan dengan penjaga atau penghuni lain agar bisa lepas dari Aksara yang sudah seenaknya. Namun lorong asrama ini terlihat sepi, bahkan saat menaiki lift ke lantai tiga ia belum pernah berpapasan dengan satu orang pun. Lunar ingat ini adalah hari sabtu, mungkin sebagian pulang ke rumah masing-masing. Dan beberapa masih melanjutkan pesta mahasiswa baru di luar.

Saat lift terbuka ketakutan Lunar semakin besar karena bisa jadi ini akan menjadi lantai pemberhentiannya di mana lantai 4 adalah kamar khusus VVIP, tempat di mana anak-anak kalangan atas seperti Aksara tinggal. Sesuai prediksi tak lama kemudian Aksara berhenti depan kamar bernomor 156, memutar knop pintu mendorong Lunar masuk ke dalam lalu mengunci pintunya.

Merasa keadaan akan semakin buruk Lunar berniat keluar meraih pintu namun tubuhnya sudah terlebih dulu terangkat kemudian dibanting begitu saja.

"Ugh!" Ia mengira akan jatuh di tempat yang keras namum tubuhnya memantul pelan ia sadar sedang berada di tempat tidur Aksara yang nyaman. Buru-buru Lunar terduduk menatap ngeri Aksara yang menatapnya sambil melepas jas dan satu persatu kancing kemeja putihnya.

Lunar beringsut mundur siaga mencengkram seprei. "Ma-mau apa?!"

Aksara menyeringai menikmati ekspresi putus asa Lunar. Apalagi saat ia selesai dengan kancing terakhirnya memamerkan dada bidang dan pahatan seksi diperutnya yang dijamin akan membuat barisan pemujanya menjerit.

Ah bukankah Lunar seperti kelinci lemah yang ingin kabur dari harimau? "Ayolah kita coba tubuh adik kesayangan Pramujawan ini."

"Ugh!"

Setelah mengatakannya ia disergap begitu saja, kedua tangannya dicengkeram Aksara disusul sebuah ciuman kasar mendarat di bibir.

"Mmmhh!" mata Lunar membulat menerima ciuman beraroma mint segar yang diberikan Aksara. Ia sempat mematung sebentar merasakan lumatan gemas pria berwajah tampan tersebut di bibirnya.

Saat tersadar ia menggeleng menghindari bibir Aksara yang didambakan para gadis. Tapi si penyerang tidak peduli, ia ikuti kemana Lunar menghindar. Napasnya kian memburu menandakan ia benar-benar sedang tidak bisa menahan untuk menerkam mangsanya lebih dari ini. Bahkan tangannya mulai bergerak memasuki dress menggerayangi paha Lunar, kemudian ke area perut hingga dress itu naik memperlihatkan perut rata sedang kembang kempis menahan serangan Aksara yang kian menjadi bahkan kini telah berhenti di dadanya yang mungil, meremasnya kuat membuat si pemilik menjerit kecil.

"Anh!"

Salah satu tangan yang terlepas Lunar berniat menampar Aksara, namun dengan mudah pemuda itu menepisnya dan membuat Lunar tak berdaya karena kedua tangannya berhasil dicengkeram hanya dengan satu tangan.

Dengan lidahnya Aksara membuka paksa mulut Lunar, melesakannya untuk membelit lidah milik gadis itu, mengulumnya gemas disertai hisapan-hisapan yang tidak pernah Lunar duga sebelumnya seolah tidak mengijinkan ia bernapas.

“Ngghhh...”

Menerima perlakuan Aksara, wajah ayunya memucat, sudut-sudut matanya berair, dan cairan-cairan bening ludahnya yang bercampur milik Aksara meleleh. Dadanya mulai terasa perih kekurangan pasokan oksigen.

Di titik ini Lunar benar-benar serasa akan mati, ia butuh bernapas. Sekuat tenaga ia gunakan salah satu tangan lemahnya mendorong tubuh tegap itu menjauh. Tubuh Aksara memang sedikit menjauh. Bukan karena dia berubah pikiran, tapi karna ja juga butuh bernapas.

Kesempatan itu Lunar gunakan untuk mengambil udara banyak-banyak melalui mulut mengisi paru-parunya yang hampir kosong kemudian masih berusaha kabur.

Jeritan Lunar tertahan saat tubuhnnya kembali memantul di kasur, kali ini tangan Aksara dengan kasar menarik lepas gaun tipis Lunar dan membuangnya paksa. Ia belai pelan perut rata Lunar menimbulkan sensasi geli yang membuatnya merinding. Belum lagi saat tangan itu mulai merambat di gundukan mungil berlalapis bra, menelusup ke dalam meremas payudara dan memilin puncak dadanya.


“Ssshh...uhh...” Meski menolak dan berontak, bulu kuduk Lunar meremang merasakan sensasi telapak hangat yang bermain di balik branya. Rasa malu bercampur rasa aneh menggelitik perutnya.

Sepasang obsidian Aksara berkilat melihat tubuh mungil menggairahkan di depannya meliuk. Tak tahan melihat betapa mulus tubuh Lunar ia membenamkan kepalanya di leher penuh keringat itu. Aksara menjilat dan menghisapinya, memberi kecupan-kecupan kecil sekaligus gigitan gemas yang meninggalkan bekas merah kontras dengan kulit bak salju milik Lunar.

"Nnnhh... cukup! Aksara lepaskan aku!” entah sejak kapan kedua tangan Lunar sudah berada di belakang punggung aksara yang basah. Ia cakari punggung kokoh Aksara sekuat tenaga berharap hal kecil itu bisa melukai Aksara, namun bagi Aksara itu seperti respon gairah bahwa Lunar menyukainya dan tentu saja semakin membangkitkan libidonya sebagai seorang pria.

"Mmh! aksara berhenti!" Lunar memelas dengan mata sayu. Kepalanya mendongak ke atas yang tidak ia sadari hal itu malah memudahkan aksara mengeksplore kulit lehernya yang bersih.

Aksara menyeringai, ia sapukan lidahnya ke permukaan leher Lunar yang dipenuhi keringat, rasa keringat yang keluar entah kenapa malah seperti bumbu penyedap yang membuatnya ingin terus menyesap kulit tipisnya. “Kau suka ini?" bisik Aksara, salah satu tangannya masih sibuk menjepit dan memainkan puting merah milik Lunar. Lunar menggeleng cepat menggigit bibirnya.

"Aku tau kau menyukai ini,” bisikan yang terkesan sexy itu membuat Lunar merinding. Ia benci tapi sesuatu di dalam dirinya menyukai sisi maskulin Aksara yang tak bisa ditolak. Tapi demi apapun ia mengutuk perbuatan aksara apalagi kini bra nya telah di loloskan, membiarkan kedua payudara yang hanya berukuran B cup cukup memanjakan netra Aksara yang kian menggelap.

Dada mungil bulat sempurna dengan puncak kemerahan tersaji didepan mata aksara, seperti buah apel segar yang siap dikunyah. Darahnya berdesir mengalir ke kepala membuat segala perasaan gemas dan napsu bercampur menjadi satu. Ia merasa begitu terangsang dan tidak sabaran ingin segera mengulum puting itu sampai puas.

"Shit!" Aksara gemas dengan sendirinya lalu segera mencaplok rakus buah dada Lunar mengobati perasaan yang ia bayangkan.

"Nnnnh...berhenti..."

Jeritnya tertahan merasakan ada benda lunak penuh lendir memutari salah satu puncak dadanya yang mulai menegang. Kepalanya mendadak pening, keringatnya keluar lebih banyak membasahi permukaan kulit. Pandangannya mulai berkunang-kunang kesadarannya kian hilang, Lunar ingin menjerit, mendesah, bahkan berteriak merasakan segala sensasi yang baru pertama dirasakannya. Tapi ia tahan sekuat tenaga, ia tidak sudi Aksara besar kepala karna perbuatanya berhasil menyulut gairah Lunar.

"Slllrrp...elhmm..." Mata kelam aksara sedikit melirik keatas melihat ekspresi mangsanya, memastikan gadis itu telah terbakar gairah saat lidahnya menari-nari di puncak dada merah segar tersebut. Terbukti dengan desahan yang selalu lolos meski bibir Lunar selalu tergigit menahannya.

Aksara merasa menang melihat Lunar tak berdaya dan tampak menikmati sentuhannya, seharusnya ia merasa bangga tapi tujuannya bukan untuk menyenangkan gadis itu, melainkan membalas kakak kandung gadis ini. Seolah semua yang patut disalahkan adalah Lunar, Hisapan di puncak dada itu pun berubah menjadi gigitan kuat. Dengan tega pula aksara mengoyak bulatan kecil kemerahan itu, menarik-nariknya dengan gigi seakan ingin memutusnya dari payudara Lunar. Jeritan pedih otomatis keluar dari bibir pucat Lunar.

“Aaarrghh!! Su-sud-ah!”

Dengan tenaga yang tidak sebanding Lunar menjambaki rambut pemuda yang sedang sibuk menciptakan perih bercampur geli yang begitu hebat di dalam perutnya. Lalu aksara mengganti dengan menggelitiknya menggunakan ujung lidahnya yang basah dan kasar. Menarik dengan gigi kemudian di hisap lagi seolah tidak pernah puas.

"Oouh...."

Tak puas tangan pemuda itu bergerak membelai paha dalam Lunar, merambat ke pangkal paha dan berhenti di sana.

"Jangan! kumohon!" tangan Lunar menepis pergerakan aksara. Ia terus menggeleng frustasi berharap pemuda yang dikuasai nafsu itu akan berhenti. Tapi nyatanya yang ia dapat malah belaian lembut di gundukan yang masih tertutup celana dalam berwarna putih bersih..

"Be-berhenti!"

“Kenapa kalau di sini?” Aksara sengaja menelusupkan jemarinya pelan ke dalam kewanitaan Lunar yang basah dan sedikit menggosok-gosoknya dengan lembut seolah sengaja menggoda. “Bukannya kau suka?

“Tidak!” Lunar memejamkan mata menggeleng. Sementara Aksara menyeringai menemukan benda sebesar kedelai yang ia belai dengan jari tengahnya, membuat Lunar semakin basah.

Aksara tersenyum menghina mengetahuinya. "Kau menikmatinnya, eh? Bagaimana kalau aku tidak usah memaksamu, diamlah dan layani aku dengan baik." ia berbisik di telinga Lunar dan menjilatnya pelan.

Kali ini Lunar berani membalas tatapan Aksara dengan tajam, ia mengutuk. Demi Tuhan Lunar ingin sekali mencakari wajah dengan ekpresi meremehkan yang sudah berani menyentuhnya sejauh ini. Tapi tangannya yang terbebas hanya mampu menjambak rambut tebal pemuda itu tapi sepertinya tidak memberikan efek apa-apa untuknya.

Lunar membelakkan mata, kali ini saat salah satu jari aksara telah berhasil memasuki lubang kemaluannya. "Mnnnhh...jangan..." remasannya pada rambut Aksara menguat.

Aksara acuh, sambil menggerakan jari tengahnya maju mundur di lubang basah milik Lunar mulutnya kembali mencaplok puncak dada menggemaskan di depannya. Merasa satu jari kurang, aksara menambah satu telunjuk untuk membuat gadis itu semakin terangsang. Tapi sayangnya lubang milik Lunar tidak mudah dimasuki.

"Belum pernah dimasuki? Ini masih sangat sempit." Gumam aksara, suaranya mulai berat menahan perasaan gemas yang berlebihan membayangkan kehormatan adik seseorang yang ia benci ini akan menjadi miliknya. "Aku merasa terhormat menjadi yang pertama."

Lunar yang mendengarnya merasa begitu marah, "Lepasakan! Aku tidak sudi dengan bajingan sepertimu!”

Urat kemarahan aksara muncul mendengar dirinya disebut bajingan. Terlebih dia ingat betapa kakak gadis ini lebih pantas disebut bajingan. Matanya menggelap tajam, aura membunuh menguar dari tubuhnya yang basah berkeringat. Ia tatap Lunar dengan tatapan mematikan.

"Kau bilang apa?" salah satu tangannya dengan cepat sudah mencekik leher Lunar. "Aku bajingan?! Coba ulangi sekali lagi!"

Lunar membalas tatapan Aksara tanpa rasa takut, ""KKH..KAH BAJHINGAN!" teriaknya dengan gigi yang mengatup rapat.

PLAK!

Cekikannya terlepas berganti satu tamparan keras mendarat di pipi kanan Lunar, meninggalkan bekas memerah yang terasa panas. Gadis itu hanya bisa menangis menahan.

“Sebentar lagi kau akan jadi gadis murahan! Ya! Adik Damares ini. Lihat dirimu,” aksara memasukan jarinya lagi di lubang Lunar yang sempat terlepas saat pemuda itu mencekiknya. Mempercepat pergerakan maju-mundur jari tengahnya disana. Lunar sesekali memejamkan mata dan menjerit sambil memohon agar dilepaskan.

Mengabulkan keinginan Lunar, kemudian aksara mencabut tangannya dari sana tapi ditunjukan jemari penuh cairan kental itu tepat di depan wajah Lunar yang membuatnya bisa mencium aroma kewanitaannya sendiri. “Bahkan kau terangsang saat diperkosa!”

Lunar menggigit bibir pucatnya, merasa begitu malu menerima kenyataan tubuhnya yang merespon suka dengan perlakuan Aksara. Ia tidak bisa melakukan apapun kecuali berteriak lagi. "LEPASKAN AKU BAJINGAN!"

PLAK!

"Ah!!" Sekali lagi tamparan mendarat di pipinya hingga tubuh Lunar kembali tersentak ke kasur.

"Percuma saja menolak."

"Uh, berhenti!" Merasakan sentuhan tangan panas aksara kembali menjalar ke paha dalamnya Lunar merinding tidak suka. "Aku mohon lepas!"

Aksara menyeringai. "Tidak sebelum aku selesai! Jadi diamlah dan layani aku!"

Setelah itu aksara menarik pinggul Lunar ke sisi ranjang, menurunkan paksa celana dalamnya yang sudah basah. Sambil menahan agar paha Lunar tetap terbuka Aksara membenamkan kepalanya di sana.

"Uuuh..!"

Tangan Lunar reflek menjambak rambut kepala Aksara merasakan benda lunak mulai menyapu permukaan kewanitaannya. Ia ingin sekali menjauhkan wajah tampan itu dari sana, tapi tenaganya hampir habis dan lidah hangat berlendir itu semakin bergerak-gerak liar menggelitiknya.

"Aaaah...berhen...aah..."

Lunar benci mengakui ini tapi rasa asing yang baru pertama ia rasakan memberi efek aneh pada perut bagian bawahnya. Seperti bulu-bulu lembut menggelitik perutnya dan membuat cairan kewanitaannya kian deras mengalir.

"Uh... su-sudah...!" Wajahnya memerah sempurna, beberapa bulir keringat muncul di kening. Ia juga aktif menggeliat menghindar, yang secara tidak sengaja gerakan itu malah membuat lidah aksara menyapu seluruh bagian sensitifnya.

"Ck! Diamlah!" gerakan Lunar sedikit mengganggu, aksara menggunakan tangannya untuk menahan agar paha Lunar tetap terbuka lebar.

Lunar sangat malu dengan posisi menjijikan ini terlentang tanpa sehelai benang dengan kaki mengangkang memperlihatkan kewanitaan berbulu halus dengan labia minora yang memerah basah menggiurkan, dan yang paling ia benci ada kepala orang asing menjilati area pribadinya tersebut.

"Ssh...sudah..." ia mendesah lemah, dan hanya dibalas suara decakan lidah bercampur cairan kewanitaan yang mendominasi ruangan membuatnya semakin malu.

Melihatnya Aksara semakin suka, salah satu tangan aksara bergerak meremas dada Lunar yang membusung. Menambah sensasi geli berlipat ganda yang membuat pandangannya kabur. Tak lepas lidahnya terus menggelitik biji kenari milik Lunar yang kini sudah membesar. Gemas Aksara tak berhenti menghisap-isapnya rakus.

"Mmmnnhh, sudah! Hentikan!" Lunar menggeleng frustasi, seluruh bulu di tubuhnya meremang, ia merasakan geli yang teramat sangat sampai-sampai desahan dan erangan yang sedari tadi ia tahan lolos perlahan-lahan.

"Aah! Sssh...Aksa-uuuh..."

Erangannya terus lolos, ia kehilangan kesadaran hingga tak malu lagi mendesah-desah. Kali ini diikuti tubuh yang telah menegang. Dada dengan puting merah jambunya mencuat keras. Bermili-mili cairan asing dari kewanitaannya terus menyusul keluar. Setelahnya perlahan dada mungil yang membuat lelaki manapun ingin mengulumnya itu turun diikuti napas yang tersengal.

"Mmmnnnh..." Lunar memejam, tubuhnya lemas tak bertenaga setelah orgasme pertamanya. Ia mengatur napas dengan paha yang masih terbuka dan kedua kaki menggantung di pinggir ranjang.

Untuk sesaat ia tak ingin melakukan apa-apa, Lunar lemah kehilangan tenanganya. Dan saat Lunar kira semua telah berakhir mendadak hatinya kembali dipenuhi perasaan buruk ketika samar-samar ia melihat aksara sedang membuka ikat pinggang disusul bunyi resleting yang dibuka.

Kekhawatirannya bertambah ketika indera visualnya yang kembali normal menangkap pemandangan yang tidak ingin dia lihat. Aksara sedang menurunkan seluruh celananya kali ini dengan kejantanan yang sudah menegang hebat.

Tanpa persetujuan pemilik sebagian saham di univeristas tersebut menarik paksa tubuh Lunar turun dari ranjang mengubah posisi mereka, ia kini duduk di tepian sementara Lunar bersimpuh di lantai dengan wajah menghadap di kejantanan Aksara yang tampak perkasa dengan rambut di area kemaluan yang tampak telah dicukur dan dirawat dengan baik.

"Tidak adil kan?" Bisikan dan tatapan aksara membuat Lunar menelan ludah.

Gadis itu menggeleng ngeri saat rambutnya dijambak kemudian bibirnya dipaksa menyentuh kelelakian Aksara, bahkan Ia bisa mencium aroma sabun bercampur dengan aroma khas area pribadi pria di sana. "Buka mulutmu!" Tidak sudi, Lunar mengatupkan kuat-kuat bibirnya. Tapi Aksara punya kendali lebih, ia tarik rambut Lunar dan membuat gadis itu menjerit, dengan kesempatan itu Aksara dengan sukses memasukan kepunyaannya ke dalam rongga panas milik Lunar.

"Shh...aah..." Aksara sedikit mendesis saat pusat rangsangnya bersentuhan langsung dengan lidah kasar. Sedangkan gadis yang sekarang mulutnya penuh dengan kelelakian orang asing itu hanya bisa merasa jijik tak dapat menghindar.

Tanpa kesiapan dari Lunar, Aksara menggerakan kepala gadis kecil itu dengan kasar. Lalu dengan kasar pula ia memaju mundurkan kejantanannya hingga beberapa kali pipi Lunar menggembung ketika kepala kemaluan Aksara menyentuh rahangnya. Matanya sayu mendesis-desis nikmat merasakan sensasi panas dan basah di rongga basah tersebut.

"Ugh!" Sedangkan si wanita memejam, sudut-sudut matanya berair saat Aksara membenamkan miliknya menyentuh tenggorokan. Ia benamkan batang kokoh itu sedikit lebih lama membuat Lunar kehabisan napas hingga urat-urat di lehernya mengeras. Lunar mulai terbatuk sekaligus ingin muntah. Namun lain bagi Aksara, sensasi bergetar di kerongkongan Lunar sudah seperti vibrator yang membuatnya semakin terbuai melayang.

Meski begitu ia tetap tak puas, Aksara mengeluarkan miliknya untuk ditamparkan berkali-kali pada pipi Lunar. Tak hanya itu ia juga meratakan bekas ludah Lunar ke seluruh wajah gadis itu menggunakan kejantanannya. Dengan tujuan menghina Lunar.

"Keluarkan lidahmu!" Perintahnya. Gadis itu menggeleng. Tapi bagi Aksara perintahnya adalah mutlak, ia tak bisa ditolak. Maka Aksara kembali menjambak Lunar hingga menjerit merasakan beberapa helai rambutnya tercabut.

"Keluarkan lidahmu kalau kau ingin ini cepat berakhir."

"Hiks...T-tidak!"

'PLAK!' Aksara menamparnya lagi.

"Ck! Kau bebal ya?!" Geram, ia tarik rambut Lunar dan membawanya berdiri tak peduli gadis itu menjerit sakit. "Dengar!" Aksara menatap marah wajah Lunar yang sudah sepenuhnya basah oleh air mata dan keringat. "Aku akan membuat penawaran denganmu! Keluarkan lidahmu dan layani aku dengan baik. Jika kau berhasil membuatku kalah dengan cepat, aku akan segera melepaskanmu! Atau kau lebih memilih aku mencari kepuasanku sendiri di sini?" Ancan Aksara, tangan kanannya menyentuh belahan kewanitaan Lunar.

Ia merinding. "T-tidak..."

"Aku akan membuatnya sedikit lebih mudah." Aksara sedikit menyeret Lunar mendekati nakas, lalu ia meraih sesuatu dari dalam sana. Sebuah botol berisikan cairan.

Detik berikutnya ia paksa Lunar untuk bersimpuh di bawahnya. Aksara membuka botol itu dan menuangkan cairan kental kecoklatan tersebut pada kepala penisnya. Seketika benda kokoh miliknya mengkilap menggoda. "Apa ini lebih menarik?" Tanyanya pada Lunar yang membuang muka malu melihat kejantanan Aksara mengacung tepat di depan wajahnya, dipenuhi oleh lelehan madu beraroma manis.

"Cepatlah, atau aku berubah pikiran."

Lunar terdiam menggigit bibir, dia hanya punya dua pilihan memberikan oral pada Aksara atau mahkotanya yang berharga. Kedua pilihan yang tak ingin Lunar pilih.

"Cepatlah!" Perintah Aksara menyadarkan.

Akhirnya Lunar memutuskam untuk menuruti Aksara. Pertama-tama ia sentuh pelan benda itu, terasa keras dan sangat kokoh dipermukaan tangannya yang lembut. Lalu mulai mendekatkan wajah dan mulai mengeluarkan lidah ragu.

"Slllrp." Satu jilatan pendek di kepala penis Aksara yang terasa manis. Pemuda itu menautkan alis bergidik geli.

"Ssshh...cepatlah, kalau kau cepat ini akan segera berakhir." Bujuknya tak sabar. Dan Lunar setuju, ia harus segera menyelesaikan kegiatan menjijikan ini.

Lunar sempatkan mendongak melihat Aksara dengan tatapan ragu, sementara tangannya menggenggam kejantanan Aksara. "Slllrrrpp..."Dengan satu tarikan panjang Lunar menjilat kemaluan Aksara dari pangkal sampai ke ujung.

Melihatnya bukan kasihan melainkan nafsunya semakin menggebu, bahkan Aksara tak bisa menyembunyikan ekspresi birahinya. Mulutnya sedikit terbuka dan suaranya berat, "Teruskan."

Kemudian Lunar memejamkan mata, ia tidak mau melakukan hal rendahan ini dengan sadar. Ia hanya mengikuti instingnya, membuang segala perasaan jijik dan mulai menjilati seluruh permukaannya mengikuti rasa manis di mana madu tersisa.

Tanpa sadar Lunar sudah mengulum batang kebanggaan milik Aksara. "Elllmmmh...eelmh..." memaju mundurkan kepalanya dengan gerakan amatir, tak jarang Aksara meringis karena terantuk gigi-giginya. Tapi tak masalah, itu lebih dari cukup untuk membuatnya mendesah.

Bosan dengan gerakan Lunar, Aksara mencabut batangnya kemudian membenamkan kepala Lunar pada pangkal pahanya agar gadis mulut gadis itu mencaplok kedua biji testisnya yang telah membesar.

'Ha'amph' mau tak mau Lunar mengulumnya juga. Menghisapnya dengan sangat terpaksa, dan saat Aksara menambahkan madunya Lunar kembali menjilati batang tersebut dengan suka rela.

Aksara menyeringai melihat Lunar cepat belajar. Gadis itu berganti-gantian menghisap testis dan batang miliknya. Dia sedang benar-benar menikmati penghinaannya terhadap salah satu keluarga Pramujawan tersebut.

Merasa cukup Aksara menarik lagi tubuh Lunar ke kasur. Lunar panik karena gelagat Aksara mencurigakan, detik berikutnya aksara benar-benar menindihnya, menggesekan kepunyaannya di kewanitaan Lunar.

Seluruh bulunya meremang merasakan milik aksara yang telah basah oleh mulutnya kini menekan lubang miliknya. "Uugh! T-tidak, lepas. Kau bilang tidak akan melakukan ini!"

Aksara tak menjawab. Ia berpikir betapa polosnya gadis ini, mana ada seekor harimau yang melepaskan kelinci buruannya setelah mencicipi sedikit darahnya?

"C-cukup..." tangis Lunar memohon. Tapi itu tak ada artinya bagi Aksara. Ia sedikit memijat kejantanannya.

"Jangan..." Ia terisak menggeleng.

"Tenanglah ini tidak akan sakit. Kau pasti suka." Cibir Aksara sembari membuka kedua paha Lunar lebar-lebar, membiarkan hawa dingin AC menerpa kewanitaannya yang basah.

"Mnnh!" Lunar terus menggigit bibir. Bulunya kembali meremang di sertai kepala yang sedikit pusing merasakan kejantanan aksara mulai menggesek-gesek kasar permukaan kewanitaannya.

"Berhenti..."

"Diamlah! Biarkan kau sedikit membayar kesalahan kakakmu!" geramnya, diikuti remasan kuat di salah satu dada Lunar.

"Tidaaak! Kakakku bukan pembunuh!"

“Omong kosong!!" Mengabaikan rontaan Lunar, setelah menemukan lubang yang dicarinya aksara sedikit mengernyitkan dahi yang di penuhi bulir-bulir keringat. Ia sempat kesulitan memasukan miliknya ke pintu surga para lelaki itu. Tapi setelah menggerakan pinggul beberapa kali ia berhasil melesakkan kejantanannya meski hanya seperempat.

"Uugh... Kakak..." tangis Lunar menyebut kakaknya.

"Sial!" Aksara fokus pada penyatuan mereka yang sedikit susah. Ketika kembali membuat gerakkan mendorong, aksara sempat dikejutkan oleh suatu penghalang berupa selaput tipis menghalangi pergerakannya. Ia memang berhenti bergerak kemudian menyeringai lebar menemukan bahwa gadis Pramujawan ini benar-banar belum tersentuh.

Lunar menggigit bibirnya saat aksara menekan lagi miliknya dengan susah payah. "Aku benar-benar merasa terhormat. Menjadi yang pertama." Ia terus berbicara dengan wajah memerah dipenuhi napsu , sementara Lunar hanya terus menangis sambil memohon dilepaskan. Ia begitu takut saat merasakan sesuatu yang mengganjal kewanitaannya mulai bergerak menyakitkan.

"Cukup! Aaahhh!"

Lunar menjerit. Selaput tipis yang ia jaga berhasil dirobek seseorang yang bukan siapa-siapanya dengan sekali sentak. Tangannya meremas erat, perih di bagian bawahnya bukan apa-apa namun perih di hatinya tak akan terobati.

Aksara menyeringai sambil menatap tajam Lunar yang berhasil ia nodai. Pinggulnya terus maju mundur mencari kepuasan, sementara gadis lemah di bawahnya membuang tatapan ke samping tak sudi menatap pemuda terhormat bermental bajingan seperti aksara.

“Kau suka?” dengan sombongnya aksara menggerakan tubuhnya di atas Lunar. Wajahnya dibenamkan di antara perpotongan leher Lunar lalu menjilat dan menghisap kulit tipisnya.

“Aku mohon berhenti...”

"Berhenti?Shh...yang benar saja. Kau menghisapku dengan kuat!" kedua alis aksara menaut tatapannya menggelap. Kocokan batang miliknya di percepat, bibirnya sibuk memagut paksa bibir Lunar.

Aksara terus menghujamkan kejantannya, sementara Lunar terus terisak menyadari kesuciannya telah direnggut pria yang sama sekali tidak ia cintai. Meski tak ia pungkiri gesekan kelaminnya dengan Aksara menciptakan perasaan nikmat di sana.

Sorot putus asa terpancar dari mata Lunar yang membengkak, ketika kepunyaan aksara menghujamnya dengan kasar. Bahkan ia sudah pasrah, energinya habis. Melawan juga percuma karena semuanya sudah terlambat. Ia hanya terus berharap agar semua ini segera berakhir.

"Ssshh... aaah..." Melihat Lunar terus menangis membuang wajah, bahkan saat dirinya merasa begitu nikmat membuat Aksara tidak suka.

Dengan satu tangannya ia cengkram rahang Lunar untuk menatapnya. "Tatap aku saat melakukan ini sial!" Ia paksa gadis yang memejamkan mata itu agar menatapnya.

Tidak mengabulkan permintaan aksara yang masih menggerakan juniornya didalamnya, pemuda itu menekan ibu jarinya untuk menyakiti pipi Lunar. "Tunjukan brengsek!" Aksara menggeram. Tatapannya menajam. Keringat di dahinya jatuh menetes di wajah Lunar bercampur air mata.

"Buka matamu dan tatap aku!" Perintahnya sekali lagi.

Tidak tahan dengan segala siksaan aksara, ragu-ragu Lunar membuka mata sayunya yang basah membengkak. Ia terpaksa menatap pemuda yang mirip jelmaan iblis yang sedang menyetubuhinya. Meski wajah itu sangat tampan dengan alis tebal dan tatapan yang tajam, rambutnya basah berantakan tak membuat Lunar bisa memaafkan pemuda tersebut.

Dan saat tatapan mereka bertemu mendadak jantung Aksara seolah berhenti, ia seperti mengingat tatapan penuh ketakutan tersebut. Tatapan takut seseorang di masa lalu yang tak bisa ia selamatkan. Sementara Lunar tampak menggengam sesuatu di dadanya.

Mengabaikan perasaan yang menurutnya tidak masuk akal, Aksara menepis bayangan yang tak seharusnya muncul di saat yang seperti ini. Aksara terus meyakinkan gadis yang sedang diperkosanya adalah adik Damares, seseorang yang telah membunuh seseorang yang spesial baginya Aksara memilih mengalihkan tatapannya dengan mengulum puting Lunar.

Kini ia terus mempompa, aksara mendongak menutup mata, dan mulai meracau tidak jelas. Sedangkan Lunar sendiri tak bisa menahan kenikmatan yang diberikan Aksara. Otot-otot vaginanya terus berkedut menyedot batang Aksara. Desahannya sesekali lolos seolah menyemangati Aksara yang kian memuncak.

Ia tak menyangka Lunar benar-benar nikmat. Aksara ingin dan terus ingin menyetubuhi gadis ini. Dan saking gemas ia menurunkan kepalanya untuk mengigiti leher, bahu kemudian turun ke puting Lunar. Begitu terus bergantian seolah tidak pernah puas.

“Shit!!”

Hujaman aksara mulai tidak beraturan, bertambah cepat bertenaga seolah megaduk-aduk isi perut Lunar yang menimbulkan efek menggelinjang hebat. Lunar kembali orgasme untuk yang kedua kalinya, bahkan ia menggigit lidahnya agar tidak mendesah saat gelombang itu datang.

Mata aksara berkilat merasakan kejantanananya seperti dihisap lubang Lunar yang berkedut-kedut hebat. Ia juga menjambak rambut Lunar sambil menambah tempo hujaman juniornya karena sebentar lagi ia juga akan mengeluarkan sesuatu yang sedari tadi ia tahan.

"Ssshh...mmmh...Aksa...aaah..."

“Shit! Tak kusangka kau senikmat ini!” Dengan satu remasan kuat di dada dan rambut Lunar ia melampiaskan saat kedutannya bertambah kuat. Lunar menggeleng ketakutan merasakan denyutan hebat batang aksara. Gadis itu takut kalau aksara mengeluarkannya di dalam.

"Tungu aksara... ja-jangan, aku mohon! Uummhh...ahhh..."

Aksara menyeringai. “Kenapa? Kau takut hamil?" Ia cium lagi bibir basah Lunar, kemudian bibirnya bergerak pelan ke pipi dan berhenti tepat di telinga Lunar. "Hn! Aku tidak peduli!” bisiknya diakhiri dengan jilatan lembut di telinga Lunar.

Setelah itu ketakutan Lunar segera terjadi karena saat aksara memejamkan mata sambil mendongak disertai desahan panjang, dalam sekali sentakkan benihnya lolos keluar mengisi kekosongan rahim Lunar.

"Ooughh!"

Lunar membuka mulut. Gadis itu menangis merasakan cairan panas mengisi rahimnya. Sedangkan aksara dengan wajah brengsek menyeringai menang.

Suasana hening beberapa saat dan hanya diisi dengan desah napas tersengal pasca orgasme Aksara. Lunar masih terus terisak sampai matanya benar-benar bengkak. Seluruh pusat sakitnya berdenyut bersamaan. Rambutnya acak-acakan, beberapa lengket menutupi wajahnya yang basah.

Ia membiarkan aksara menindihnya menikmati pasca orgasme yang hebat barusan, ia juga merasakan napas hangat aksara menerpa lehernya. Lunar hanya bisa memalingkan wajah sambil menyesali semua, menyesali benih haram pemuda itu telah tertanam ke dalam rahimnya. Setelah ini ia tidak tahu lagi apa yang harus ia katakan pada kakaknya.

"Kau benar-bener seksi," Aksara mengangkat kepalanya yang terbenam di leher putih Lunar, leher yang kini penuh tanda kemerahan. Ia cium pelan pipi Lunar. Bukan ciuman sayang namun hinaan. "Tapi sayang aku juga harus berbaik hati pada teman-temanku."

Mendengar perkataan Aksara, Lunar tak paham apa maksudnya. Tapi ia tahu itu bukan sesuatu yang baik.

Dan bagi Aksara sekilas ia melihat liontin yang ternyata sedari tadi digenggam Lunar telah dilepaskan, sebuah liontin berwarna hijau seperti miliknya yang telah diberikan pada seseorang.

Tapi Aksara yakin itu bukan. Bukan, miliknya hijau bersih. Sedangkan milik Lunar terdapat corak lain, seperti batu itu telah retak.

Perasaan Aksara kian bercampur aduk. Ia turun dari tubuh Lunar, ambil ponsel kemudian menghubungi seseorang. Dan saat orang di seberang sana menjawab ia hanya berkata, "Bawa dia pergi. Nikmati sesuka kalian. Aku akan kirimkan videonya untuk disebarkan besok."


***


"Tuan muda...tuan muda. Kembali lah." Saat itu matahari kian membenam menyisakan semburat jingga di langit tatkala beberapa pria berstelan rapi berlarian kesana-kemari di sebuah taman mencari sesosok bocah 9 tahun yang biasa mereka sebut tuan muda.

Sedangkan tuan muda yang dicari hanya diam memeluk lutut di sebuah rumah liliput buatan, mengabaikan kaki-kaki pengawal yang berlalu-lalang mencarinya. Ia tidak ingin pulang ke rumah yang lebih mirip neraka, ia tidak ingin bertemu dengan ayah yang ia benci.

Dia tuan muda malang yang baru saja kehilangan sosok Ibu yang meninggal karena memutuskan membunuh dirinya sendiri.

Bibir kecilnya bergetar menahan tangis, matanya masih basah oleh air mata. Masih segar diingatannya setiap kali Ayahnya yang super kaya membawa beberapa wanita lain dan berujung melelehkan air mata ibu yang sangat ia sayangi. Tak jarang pula pukulan biadab dilayangkan yang membuat ibunya terluka. Puncaknya wanita itu memilih mengakhiri penderitaannya, meninggalkannya sendirian bersama laki-laki yang bahkan tidak becus mengurusnya.

Saat dirasa para pengawal menyerah atas pencarian mereka, tuan muda bernama asli Aksara Tanumihardja tersebut mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Ia tatapi benda itu, sebuah kalung berbatu giok.

Lama menatapnya dan membuat beberapa memori tentang ibunya kembali hadir Aksara barulah menangis sendirian. Menangis sejadi-jadinya, ia merindukan ibunya yang telah pergi selamanya. Ibu yang memberinya giok di tahun ke-7 ulang tahunnya. Giok berisi harapan agar putra satu-satunya itu akan selalu dikaruniai keberuntungan.

"Hiks...Ibuu...Ibuu..."

Sementara di jalan kecil taman menuju jalan besar seorang gadis kecil yang tingginya hanya sepinggang orang dewasa bisa mendengar suara Aksara. Ia berhenti dan membuat wanita muda yang menggandeng tangannya ikut berhenti.

Gadis itu dan menoleh, mata bulatnya menatap asal bunyi berasal. Sedikit memiringkan kepala memastikan ia tak salah dengar.

"Ada apa Mentari?" Sosok wanita yang menggandengnya bertanya.

Gadis itu menunjuk dengan jari kecilnya. "Aku rasa aku mendengar suara tangisan, Ibu."

Sang ibu yang tampak lelah dengan baskom besar di punggungnya mengeratkan genggaman khawatir yang didengar bukan suara manusia, "Sudahlah ayo kita pulang."

Tapi gadis lucu tersebut melepaskan tangan. "Biarkan aku melihatnya."

"Eh Mentari!" Mengabaikan raihan tangan ibunya gadis kecil berusia 7 tahun itu sudah lebih dulu menginjakan kakinya di rumput taman menuju suara berasal.

Di depan rumah liliput Mentari sedikit jongkok lalu menyibak tanaman yang menghalang.

'Kresek.'

Suara itu membuat Aksara mengangkat kepala dan kedua pasang mata polos tersebut otomatis saling bertatapan.

Awalnya mata Mentari membulat namun meneduh kemudian melihat mata lelaki tersebut penuh kesedihan. Ia mengangkat kedua sudut bibir kecilnya dan bertanya ramah, "Kakak kau baik-baik saja?"

Yang ditanya hanya beringsut mundur. Menyadari laki-laki yang lebih tua darinya tersebut tampak ketakutan lantas ia menyodorkan lolipop yang sedari tadi ia genggam. "Apa kau mau?"

"..."

"Kau boleh memilikinya."

Aksara masih terdiam siaga namun perlahan ia luluh oleh senyuman Mentari yang tampak tulus dan tidak berbahaya. Ia angkat tangannya meraih lollipop rasa stroberi kesukaannya.

"Mentari siapa di sana?" Ibu mentari datang memastikan putrinya baik-baik saja. Tanpa jawaban dari Mentari wanita bersorot mata lembut itu tampak terkejut oleh temuan anaknya. Kemudian penuh kasih ia bersimpuh bertumpu kedua kakinya dan menyapa Aksara dengan lembut. "Kau baik-baik saja nak?"

Aksara mengangguk ragu sedang menilai sosok yang baru saja bergabung.

Penuh kehati-hatian Ibu Mentari mengulurkan tangan meraih Aksara "Kemarilah, kita bicara di luar." Awalnya Aksara menggeleng. Tapi saat ibu Mentari berkata, "Hari sudah mulai malam, banyak cerita mengatakan di kegelapan malam akan muncul monster jahat." Dengan pertimbangan matang Aksara kecil perlahan menerima uluran tangan ibu Mentari dan keluar dari rumah liliput.

Di sana ia berdiri takut. "Siapa namamu?" Yang ditanya enggan menjawab. Melihat bocah di depannya begitu kacau Ibu Mentari memilih bertanya pertanyaan lain. "Apa kau lapar?" Ia tetap diam. Namun bunyi 'Krruuk...kruuk...' yang berasal dari perut kecil Aksara membuat Ibu mentari tersenyum, lantas ia mengambil sesuatu dari baskom besar yang sudah diturunkan.

"Ini untukmu, makanlah." Ia sodorkan sebungkus kue beras berisi abon. Aksara tetap diam tak menerima hanya menatap kue itu dengan mata berkaca-kaca.

Ibu Mentari semakin bingung, ia coba membuka pembungkus daun dan kembali menyodorkannya."Kau harus makan dulu." Kali ini meski ragu Aksara menerima kuenya lalu menggigitnya hanya dengan satu potongan besar.

"Nyam." Aksara mengunyah perlahan. Ia tampak begitu menikmati. Tapi perlahan pula ia mulai tak bisa menahan air matanya. Dan butiran bening yang sedari tadi ia tahan meleleh keluar. "I-ibuu..." tangisnya pecah tatkala memakan kue yang sama persis dengan buatan Ibunya. Ia ingat kue itu adalah satu-satunya kue yang bisa ibunya buat sekaligus kue favorit Aksara. "Ibuuu..." tangisnya terus pecah. Aku rindu ibu..."

Ada banyak pertanyaan di dada ibu Mentari tentang bocah itu. Tapi alih-alih bertanya apa dan kenapa, insting keibuannya tak tahan. Ia mengusap puncak kepala Aksara dan berkata, "Tenanglah, jika mau kau boleh memanggilku Ibu." Tak tega ia lantas membawa kepala kecil Aksara dalam pelukannya dan sama sekali tidak mendapat penolakan.

Dalam dekapan wanita asing itu entah kenapa Aksara merasa lebih baik, wanita ini terasa begitu tulus berbeda dengan para maid yang melayaninya hanya karena uang. Ia tak menemukan kehangatan seperti pelukan ibu Mentari yang mirip pelukan Ibunya. Hangat, tulus dan penuh kasih sayang.

Melihatnya Mentari pun bergabung memeluk Ibunya bersama anak laki-laki yang baru saja mereka temui.

"Tuan muda! Apa yang kau lakukan pada tuan muda?! Kau mau menculiknya?!" Tiba-tiba seorang wanita berseragam maid datang tergopoh-gopoh bersama dua pengawal, memisahkan pelukan hangat ketiganya dan mengambil paksa Aksara seoalah takut anak majikannya itu tertular suatu penyakit mematikan.

"M-maaf. Ta-tapi kami hanya ingin membantunya." Menunduk penuh penyesalan hanya itu yang bisa diucapkan Ibu Mentari.

"Jangan seenaknya pada tuan muda kami!" Sambil mengatakannya ia ambil paksa kue di tangan Aksara dan membuangnya mengabaikan Aksara yang nampak marah. "Kali ini aku melepaskanmu!" Setelah mengatakannya kemudian ia pergi begitu saja membawa Aksara yang meronta dan mulai menangis.

Penuh perasaan sedih Ibu Mentari hanya menatap kepergian Aksara. Dan Mentari menggenggam tangan Ibunya menenangkan.

***

Hari-hari pun berlalu dengan Aksara yang selalu pergi ke taman untuk bertemu dengan Mentari dan Ibunya. Awalnya ia tak yakin bisa menemuka kedua orang baik itu, beruntung ibu Mentari memang menjajakan kue buatannya di sekitar taman. Dan kebetulan rumah mereka tidak jauh dari taman.

Setiap harinya sambil menunggui ibunya berkeliling Mentari biasa bermain dengan Aksara. Berkejaran, main perosotan dan ayunan, kadang mereka juga bermain petak umpet dengan anak-anak lain.

Sejak bertemu dengan Mentari dan ibunya, hidup Aksara menjadi sedikit lebih baik. Ia jadi punya ibu angkat yang sayang padanya, dan saudari lucu yang selalu menghiburnya. Meski perasaan Aksara kecil menganggap mentari lebih dari seorang adik, dia tidak terlalu bisa menterjemahkan perasaannya. Ia juga belum menemukan kosa kata yang pas untuk mendeskripsikannya. Yang ia tahu Mentari adalah pusat hidupnya.

"Huaaa...kita istirahat sebentar." Kelelahan karena terlalu banyak bermain kejar-kejaran Aksara kecil memberbaringkan diri di atas rumput taman yang hijau. Disusul Lunar yang tak kalah kepayahan mengejar Aksara yang jauh lebih gesit darinya.

Keduanya berbaring dengan kepala saling berdempet, mengambil napas banyak-banyak mengisi kekosongan paru-paru. Sejenak hanya suara napas mereka yang sendiri yang terdengar. Angin pun bertiup lembut, aroma rumput menguar ke udara, keduanya masih mengatur napas menatap awan yang menyerupai permen kapas sedang berjalan pelan.

Memecah hening, tanpa melepaskan matanya dari awan gadis kecil itupun bertanya. "Kakak kau belum mau memberi tahukan namamu?"

Aksara menggerakan kepalanya untuk melihat Mentari. "Memangnya untuk berteman harus mengetahui nama?"

Mentari memutar tubuhnya menjadi tengkurap. Dengan mata bulat berbinar ia menatap Aksara "Hee...tentu saja! Kau tidak akan bisa mengobrol kalau orang lain tidak mengetahui namamu!" Jawabnya sedikit ngotot.

"Benarkah? Lalu apa kita ini tidak sedang mengobrol?" Timpal Aksara membuat Mentari menggembungkan pipinya lucu.

Sudah sebulan lebih pertemuan mereka Aksara masih enggan memberitahukan namanya, bukan apa-apa ia hanya malu bahwa dia adalah anak dari Tanumihardja yang akhir-akhir ini muncul di berita atas perbuatannya yang menyebabkan istrinya stress dan bunuh diri. Aksara hanya ingin dilihat bahwa dia adalah anak biasa yang baru saja kehilangan ibunya.

Tapi untuk tidak mengecewakan Mentari, Aksara mendudukan diri lantas tersenyum, "Panggil saja aku Giok."

"Eehh?" Gadis itu langsung bersemangat duduk. Seperti dugaan Aksara Mentari akan bertanya-tanya. Lantas ia mengambil sesuatu yang mengalung di lehernya.

"Lihatlah." Sebuah kalung kalung dengan giok hijau yang cantik menggantung di depan Mentari.

"K-kenapa?"

"Karna aku seperti Giok pembawa keberuntungan ini," katanya menjelaskan. "Giok yang akan selalu melindungi Mentari dan Ibu." Ia nyengir percaya diri.

"G-giok?"

"Ya ini adalah giok pemberian Ibuku. Dan sekarang ini untukmu saja." Ia sodorkan batuan indah itu pada Mentari.

"Untukku?" Mentari masih tak mengerti.

"Selama ini giok inilah yang menjagaku, karena aku sudah punya Ibu dan Mentari aku tidak membutuhkannya lagi."

"Tapi kan ini jimat keberuntungan kakak?

Aksara tersenyum khas dengan kedua mata yang hampir memejam. "Aku kan laki-laki, aku tidak mau memakai kalung ini, untukmu saja. Jika kau kesulitan kalung ini akan menyelamatkanmu. Jadi ambilah."

Mentari masih membulatkan mata indahnya tak percaya karena kalung itu begitu cantik. "Benarkah?"

Aksara mengangguk yakin.

"Jika aku diganggu anak nakal apa ini akan membantuku?"

"Tentu saja."

"B-baiklah aku mau." Dengan senyuman yang selalu menghangatkan hari-hari Aksara gadis kecil itu menerima pemberiannya. Bocah laki-laki yang selalu ia panggil kakak itu lantas membantunya memakaikan perhiasan itu ke leher Mentari.

Dan sejak saat itu Mentari terus mengalungkan pemberian Aksara di lehernya. Seperti kata Aksara setiap kali diganggu anak lain ia akan memegang gioknya sambil berteriak "Kakak!!" Saat itu pula Aksara datang seperti pahlawan dan mengusir anak-anak nakal yang mengganggu Mentari.

"Kakak!" Bahkan saat ada anjing yang mengincar Mentari. Saat itu pula Aksara mengusirnya.

Saat ia tak bisa menyeberang jalan ."Kakak!" Dan Aksara datang membantunya.

Dan Lunar yang tengah diperkosa pun menggenggam gioknya dan menyebut.

"Kakak!!"

"Kakak!!"


'Sraaak'

Aksara tiba-tiba terduduk terbangun dari mimpinya. Keningnya basah oleh bulir keringat, dadanya berdegup keras, dan tenggorokannya terasa kering. Mimpinya barusan seperti nyata, ia seperti kembali ke masa lalu bertemu dengan Ibu angkat dan gadis yang ia sukai. Dan yang paling aneh sekilas ia melihat Lunar yang tengah ia gagahi tempo hari memanggil kakak. Seolah panggilan itu adalah untuknya, bukan kepada Damares yang merupakan saudara kandungnya.

Ada ketakutan di dada Aksara tentang Lunar, perasaannya mengatakan ia mengenalnya. Sejak awal ia merasa gadis itu tak asing. Aksara merasa ada benang tak kasat mata yang menghubungkan mereka. Dan demi apapun Aksara berharap kekhawtirannya itu tidak benar.

Ia putuskan bangun dari tempat tidur bergegas mengambil laptopnya kemudian mengetikan kalimat 'Keluarga Pramujawan' di kolom pencarian.

Mesin pencari menampilkan ratusan artikel tentang keluarga pengusaha minuman keras dan renternir ternama itu. Perusahaan kecil yang kini mulai menjadi raksasa di tangan Damares.

Berita yang terlintas termasuk kematian Clarissa Pramujawati Ibu Damares 10 tahun yang lalu, di mana isi berita kematiannya disamarkan. Clarissa tak terbunuh melainkan kecelakaan. Dan itu atas kuasa ayah Aksara dalam upaya membersihkan nama keluarganya.

Dari banyaknya artikel ia hanya tertarik dengan profil keluarga Pramujawan. Ia membuka laman dan seketika menampilkan foto-foto masa lalu keluarga Damares tersebut.

Foto saat keluarga mereka masih lengkap bersama mendiang Ayah Damares dan beberapa foto lain. Namun ia tertarik pada salah satunya saat Clarissa sedang duduk menggendong bayi perempuan, di dekatnya Damares kecil berusia 6 tahun tersenyum tiga jari. Di mana foto tersebut berketerangan bahwa nama-nama di dalam foto adalah Clarissa Pramujawati, Damares Pramujawan dan Lunar Pramujawati.

Setelah itu sepertinya tidak ada lagi update foto terbaru dari keluarga tersebut. Di halaman lain hanyalah foto-foto terbaru Damares bersama Lunar di masa sekarang. Namun hal itu cukup meyakinkan bahwa Lunar yang telah ia nodai bukanlah seseorang yang bahkan tak kuasa ia sebut namanya. Dan Aksara pun bisa bernapas lega.

Ya apa yang ia takutkan? Mentari tidak mungkin kembali. Gadis malang yang dijanjikan akan selalu ia lindungi telah pergi selamanya itu pun disebabkan olehnya. Aksara memang tidak berhasil melindunginya, tapi Aksara akan membalaskan dendamnya ke pada keluarga Damares. Ia akan hancurkan sedikit demi sedikit sampai Damares memohon untuk segera dicabut nyawanya. Dan sekarang ia sedang memulai dari Lunar, adik kesayangan Damares.

BROKEN JADE | SHIBUYA
"Nggghh..." Lunar meringis di balik selimut tebalnya merasakan seluruh sendi tulang-tulangnya terasa ngilu. Matanya yang masih berat perlahan terbuka, berkedip beberapa saat menormalkan pengelihatan lalu tiba-tiba langsung bangkit terjaga, ia teringat sesuatu lalu panik memeriksa keadaannya.
Bajaunya bersih, pintu kamar tertutup dan terbangun di kamar asramanya. Ia bisa sedikit merasa lega mengingat kejadian buruk yang menimpanya hanyalah mimpi. Mimpi buruk yang begitu menyesakkan dadanya di mana ia diperkosa Aksara lalu setalah itu diperkosa bergantian oleh Flyn dan teman-temannya. Bahkan Lunar masih merasakan betapa hatinya masih terasa perih karena mimpi tersebut. Tidak, membayangkannya saja Lunar tak mau.

Tapi rasa sakit di sekujur badannya begitu terasa, ada rasa nyeri teramat di beberapa bagian sensitifnya yang sebenarnya terasa sakit digunakan untuk bergerak. Lunar mengabaikan dan berpikir hanya kecapaian karena semalam terlalu banyak minum dan menari.

Ia pun harus tetap memaksakan diri untuk segera mandi lalu berangkat ke kelas pertamanya hari ini. Ia turunkan kaki menyentuh permukaan lantai yang dingin melangkah ke kamar mandi, namun hanya beberapa langkah mendadak bagian sensitifnya berdenyut nyeri tak terkira.

"Uuuh..." Lunar meringis menghentikan langkah. Saat dirasa sedikit reda ia kembali menyeret kakinya ke kamar mandi.

Di dalam kamar mandi Lunar melihat pantulan dirinya di cermin. Wajahnya begitu layu dengan kelopak mata membengkak serta kantung mata menghitam. Saat itu pula atensinya teralih pada kulit lehernya yang penuh bercak merah kebiruan. Jantungnya mendadak berdenyut hebat, menyusul hal itu cepat-cepat Lunar melepas dress tidur yang ia kenakan.

Masih menatap dirinya di cermin tangis Lunar siap pecah tatkala melihat sekujur tubuhnya terdapat tanda kebiruan yang sama, terutama bagian payudara penuh bercak menjijjkan yang tak ingin ia lihat.

Lunar membungkam mulutnya, sesak memenuhi rongga dada. Ia harus menerima kenyataan bahwa kejadian mengerikan yang semalam terjadi padanya bukanlah mimpi. Dirinya memang telah diperkosa Aksara dan teman-temannya.

Tubuhnya lemas tak berdaya, melorot lemah bersimpuh di lantai keramik yang dingin memegangi dadanya yang sakit. Bayangan pelecehan atas dirinya kembali muncul dimulai dari Aksara yang menculiknya, lalu ia terbangun dan berpindah ke tangan lain yang memperlakukannya bagai binatang pemuas.

Lunar menangis sejadi-jadinya. Ia tak tahu lagi setelah ini apa yang akan ia hadapi, bagaimana ia menjelaskan semua pada Damares kakaknya.

BROKEN JADE | SHIBUYA

Dengan perasaan kacau, mengabaikan seluruh nyeri di tubuhnya Lunar memberanikan diri keluar dari kamar. Ia berniat menemui kakaknya, Lunar akan bicara pada pria itu untuk dipindahkan kembali ke Jepang. Dan yang paling penting ia tidak akan menceritakan kejadian memalukan ini pada siapa-siapa, bicara jujur dan melaporkan kejadian ini pun tetap akan mencoreng nama keluarganya. Untuk itu Lunar memilih diam, pergi dan melupakan seolah pelecehan atas dirinya tak pernah terjadi. Bahkan Lunar sudah menyiapkan berbagai macam alasan untuk pertanyaan-pertanyaan Damares atas permohonan pemindahannya yang mendadak. Ya keputusannya sudah final.

Namun terasa sedikit ada kejanggalan saat Lunar berpapasan dengan orang-orang yang ia temui, mereka menatap Lunar dengan tatapan jijik sambil berbisik-bisik dengan yang lain seolah Lunar adalah sebuah najis.

"Wah dia berani sekali berjalan-jalan di sini."

"Orang seperti itu sudah membuang rasa malunya."

Perasaan Lunar semakin buruk saat akan melewati gerombolan siswa laki-laki yang tengah asik dengan video di ponsel mereka. Saat melihat Lunar mendekat mereka seperti sengaja mengeraskan volume video yang sedang mereka tonton agar Lunar bisa mendengar. Benar saja Lunar bisa mendengar suara desahan atas penyatuan kedua tubuh yang terdengar begitu panas. Dan ia seperti familiar dengan suara pemeran wanitanya.

Membuang segala perasaan buruk Lunar mengeratkan genggaman pada tali tas yang menyilang di dadanya dan mempercepat langkah. Tatapan nakal pun dilayangkan padanya, bahkan beberapa tak segan lagi menyentuh wajah Lunar.

"Hei Lunar bagaimana kalau malam ini kita membuat janji?" Tiba-tiba ia dihadang beberapa dari orang-orang itu.

"A-ap-apa mmaksud kalian?" Tanya Lunar tanpa mampu menatap salah satu dari mereka, tak mau menunggu jawaban ia mencoba melewati namun dikepung.

"Ayolah jangan malu-malu. Kami juga ingin merasakan gadis yang terlihat polos sepertimu."

Dengan wajah yang hampir menangis gadis itu tak mau tau apa yang sebenarnya para pria itu maksudkan. Nekat Lunar menabrak kepungan dan berlari melewati ratusan tatapan merendahkan. Bahkan ia tak memperdulikan tertawaan penuh hinaan dari mereka.

Kaki-kakinya terus melangkah jauh meninggalkan tatapan-tatapan melecehkan yang menyesakan dada. Namun dentingan pesan cepat di ponselnya membuat Lunar berhenti di taman kampus yang sepi. Ia segera mengambil ponsel dan memeriksanya. Sebuah nomor asing mengirimkankan dua file video.

'Klik'

Sebuah video berformat mp4 menampilkan sebuah kamar yang sepertinya tak asing buatnya. Adegan berikutnya membuat mata Lunar terbelalak karena ia melihat dirinya sedang menjilati area pribadi seorang pria yang sudah disamarkan wajahnya. Yang Lunar sendiri tahu siapa pria tersebut. Aksara Tanumihardja orang yang telah memperkosanya.

Perlahan air matanya meleleh, tanpa melihat keseluruhan Video yang seolah-olah dibuat suka sama suka Lunar buru-buru menghapusnya. Akhirnya ia tau alasan orang-orang menatapnya dengan tatapan jijik dan menghina. Sekarang Lunar hanya ingin menghilang dari muka bumi karena semua orang pasti sudah menganggapnya tidak punya harga diri.

Saat ingin melangkahkan kaki lagi tiba-tiba ia melihat seorang pria berpenampilan rapi sudah berada di ujung pintu keluar taman. Untuk sesaat Lunar lega melihatnya namun menyadari tatapan orang yang paling ia percaya itu tampak lain Lunar hanya mampu menahan suaranya di tenggorokan, padahal panggilan itu adalah panggilan yang paling mudah ia sebutkan.

Damares Pramujawan tengah menatapnya dengan mata tak biasa, memerah dan memancarkan kemarahan yang amat sangat.

Pria itu berjalan mendekat sementara Lunar menahan tangis menelan ludahnya. "Apa yang telah kau lakukan padaku?!" Pria itu bertanya dengan gigi terkatup dan rahang mengeras.

"K-kkakak?"

'PLAK!'

"Jangan berani menyebutku kakak!" Tamparan keras mendarat di pipi putih Lunar meninggalkan rasa yang teramat panas. Menyusul dari saku jasnya ia mengeluarkan puluhan lembar foto dan dilemparkan tepat di wajah Lunar.

'pluk'

Lembaran itu sempat melayang sesaat, dan ketika menyentuh tanah otomatis isi di dalamnya terlihat. Puluhan gambar menampilkan adegan menjijikan dengan fokus objeknya adalah Lunar. Berbagai macam pose bersetubuhan dengan beberapa pria yang juga disamarkan wajahnya. Saat itu juga Lunar hampir kehilangan kesadarannya.

Dimulai dari kedua sudut matanya air mata yang sedari tadi ditahan mengalir lagi membasahi kedua pipinya. Ia akan membuat pembelaan namun Damares sudah lebih dulu memberi isyarat agar Lunar tetap diam.

"Ini kah balasanmu padaku? Mencoreng nama keluargaku?!" Bentak Damares penuh emosi. Bahkan Lunar tak pernah melihat kakak yang begitu menyayanginya semarah itu.

"Biarkan aku menjelaskannya pada kakak!" Lunar berlutut memeluk kaki Damares, "Ini bukan salahku!"

"Cukup! Pergilah aku tidak mau melihat wajah menjijikanmu. Dan kau bukan lagi seorang Pramujawan lagi!"

Mendengarnya hati Lunar hancur berkeping, "Tapi Kakak! Aku mohon maafkan aku..." ia peluk erat kaki Damares. Ia tak mau meninggalkan Damares, di dunia ini hanya pria itulah miliknya satu-satunya. Ia tak tahu kehidupan macam apa yang akan ia jalani tanpa kakaknya tersebut.

"Aku katakan jangan panggil aku dengan mulut kotormu! Pergi dari hadapanku! Kau sama sekali tak pantas menerima kebaikanku!" Saat itu juga Lunar menangis tak percaya. Ia tak menyangka Damares semarah ini.

Menyerah, Lunar melepaskan kaki Damares. Sambil terisak ia berdiri "Aku...hiks...aku..."

"Pergi!"

Bibirnya bergetar, kedua bahunya terguncang naik turun, tanpa bisa menyelesaikan kalimatnya ia mulai meninggalkan Damares pergi dengan perasaan yang sangat kacau.

"Wah...wah... kakak macam apa yang mengusir adiknya hanya karena masalah sepele semacam ini?" Entah muncul dari mana Aksara dengan wajah mengejek sudah berada di sana dengan kedua tangan di dalam saku celana. Ia merasa sangat puas melihat adegan barusan di mana Damares sangat marah lalu mengusir adiknya.

Pria pembunuh Mentarinya itu pasti sudah sangat gila melihat adiknya digilir secara brutal oleh beberapa pria, lalu semua bisnis dan proyeknya dibatalkan yang menyebabkannya rugi ratusan juta. Ya semua karena Aksara, dia yang memerintahkan anak buahnya untuk menyebarkan kedua video yang dibintangi Lunar. Betapa pembalasan dendamnya kali ini berjalan lancar? Dan Damares harus tahu ini belum seberapa.

Tidak merasa gentar atau apapun Damares menaikan salah satu sudut bibirnya. "Tch! Kau pikir kau sudah berhasil melawanku?"

Aksara mengangguk sombong, "Melihatmu aku rasa cukup untuk permulaan."

"HAHHAHAHAHA!!" Damares tertawa puas, Aksara sedikit tak mengerti melihatnya.

"Kuberitahukan padamu bocah!" Damares menarik kerah Aksara yang menatapnya tajam "Kau masih butuh seribu tahun lagi untuk melawanku." Ia dorong tubuh Aksara tanpa menggoyahkan sedikitpun.

"!!!!"

"Kh! Jangan terlalu bangga! Kau pikir siapa yang sebenarnya telah kau hancurkan?" Sambil mengatakannya Damares mengambil ponsel dari saku jas. Menunjukan layar iphone miliknya yang berisikan berita terbaru berjudul, 'Lunar Pramujawati dicoret dari keluarga Pramujawan.' ,'Lunar Pramujawati anak angkat yang kembali dibuang.'

Melihatnya cukup membuat Aksara merubah ekspresi sombongnya menjadi penuh tanda tanya.

"Bukankah seharusnya kau melindungi gadis ini?" Tanya Damares, wajahnya terlihat begitu mengesalkan bagi Aksara. Sementara Aksara masih terdiam menerka-nerka.

"Aku sudah pernah memperingatkanmu jangan sentuh Lunar atau kau akan menyesal."

"Brengsek berhenti basa-basi! Apa maksudmu!" Kali ini Aksara berganti mencengkram kerah kemeja Damares.

Dengan santai Damares membalas tatapan Aksara santai. "Well... jadi saat umurnya baru tujuh tahun adikku yang cantik itu aku pungut dari sebuah rumah sakit. Dia lemah, sebatang kara, dan sedang terluka parah."

"!!!"

"Sebagian ingatannya hilang, dalam tidurnya yang dia ingat hanyalah "Kakak", bahkan dia tidak mengingat bahwa akulah yang menabrak dan berniat membunuhnya."

Mendengarnya Aksara mengeratkan cengkraman membuat leher Damares mulai terasa sesak.

"Aku punya banyak kesempatan membunuhnya saat itu. Tapi mengingat kau sangat ingin melindunginya membuatku berpikir untuk menggunakannya sebagai alat balas dendamku." Emosi Aksara sudah sangat memuncak, matanya berkaca-kaca siap menjadikan pria dewasa ini samsak. Namun ia tahan karena masih ingin mendengar penuturan Damares lebih banyak.

"Saat ia terbangun aku menjanjikannya bertemu denganmu. Dan sampai saat ini dia masih berharap bertemu denganmu. Tapi ketika bertemu denganmu lihatlah apa yang kau lakukan padanya?"

"K-kenapa!!!" Aksara kian mengeraskan cengkramannya.

"Karna seperti yang kau katakan, nyawa dibalas dengan nyawa adalah cara kuno. Karna untuk sebagian orang kehidupan bukan berarti jiwa yang menempel di raga mereka. Melainkan jiwa yang berada di dalam raga lain, itulah nyawa dan hidup mereka" Jawabnya sinis.

"Dan bagian menyedihkannya adalah aku bisa membuat orang yang seharusnya melindungi menjadi orang yang paling menghancurkan. Hahaha! Aku pikir ini tidak akan berhasil. Ternyata kau memanglah bocah yang sama sekali belum tumbuh."

"K-kau!!" Mata Aksara memerah sempurna mendengar penuturan panjang Damares, kedua tangannya terkepal.

"Mentari, itukah nama aslinya eh?"

"BRENGSEK!!"

'BUAGH!'

Kesabaran Aksara meledak. Sebuah pukulan telak menghantam wajah tampan Damares.

'BUAGH!' Menyusul di ulu hatinya hingga membuat kakak Angkat Lunar tersebut terhuyung.

'BUAGH!'

'BUAGH!"

Damares tidak melawan sedikitpun menerima pukulan Aksara, ia hanya mengikuti ke mana pemuda itu mengombang-ambing tubuhnya dengan pukulan-pukulan keras. Ia hanya tersenyum remeh dengan wajah penuh luka dan darah. Baginya ini bukan apa-apa dibandingkan perasaan Aksara saat ini. Kesakitan fisik bukanlah apa-apa, yang terpenting ia bisa melukai perasaan Aksara.

Pukulan terus dilayangkan tanpa perlawanan hingga Aksara merasa lelah dengan sendirinya. Damares tau bertarung dengan kemarahan hanya akan membuatnya merasa cepat lelah.

Melihat Aksara di atas tubuhnya sedang bernapas melalui mulut Damares yang tengah terbaring lemah masih bisa tersenyum remeh. "Bagaimana Aksara apakah aku sudah seperti penjahat di dalam film-film?"

'BUAGH!!'

Mendengarnya dengan sisa-sisa tenanga satu pukulan keras kembali Aksara layangkan pada wajah Damares. Setelahnya pria dewasa itu tak lagi bergerak. Kemudian dengan dada sesak dan tubuh terhuyung lelah Aksara pergi berlari mencari Lunar.

BROKEN JADE | SHIBUYA
'Tuuuuuut...'

'Grojess...grojes...grojes...'

Angin menghempas seiring dengan tubuh kereta senja yang melintas, mengibarkan rambut serta dress seorang gadis yang berdiri di pinggiran rel kereta.

Air matanya sudah mengering namun kelopak yang membengkak tak dapat menutupi bahwa ia telah lama menangis. Kakinya mulai melangkah, menginjakkan kaki telanjangnya di atas ruas rel yang masih hangat oleh matahari.

Kedua tangan terkepal di dada memegangi batu giok kesayangannya. Tatapan mata bulatnya memandang kosong jauh ke depan. Menatap ke ujung jalan kereta yang seolah tiada bertepi.

"Kakak..." lirihnya yang mungkin hanya bisa didengar makhluk-makhluk tak kasat mata. Pada titik ini gadis itu benar-benar merasa putus asa, tidak ada lagi yang bisa menguatkannya, tidak ada lagi alasannya untuk tetap mempertahankan hidupnya.

Dulu ia bertahan hidup untuk seseorang yang selalu menjaganya. Orang yang sekarang menghilang tak kunjung bisa ia temukan, padahal sudah ribuan kali ia memanggil nama itu, nama yang selalu ia sebut saat ia kesulitan. Padahal orang itu berjanji akan selalu datang saat Lunar membutuhkannya.

Ia ingin kembali bertemu dan mengungkapkan perasaan bahwa Lunar mencintainya. Cinta monyet yang terus berekembang menjadi cinta sejati.

Sekarang meski bisa bertemu sekalipun Lunar tak yakin cinta pertamanya sudi mengenalnya jika tahu sekarang ia sudah menjadi wanita kotor dan menjijikan. Bahkan ia sendiri juga malu jika bertemu dengannya. Ia benar-benar merasa tak pantas.

Sedangkan satu-satunya orang yang dia punya telah ia kecewakan dan sekarang tengah membencinya setengah mati. Reputasinya di universitas juga sudah hancur tak tersisa.

Tidak ada. Tidak ada lagi alasannya untuk tetap berada di dunia yang keras ini.

Di tempat lain seorang pemuda berpenampilan lusuh berlarian seperti orang gila. Wajah tampan yang biasanya dipenuhi kebanggana kini menyiratkan penyesalan, dadanya berisi ribuan rasa bersalah yang bahkan ia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri kali ini.

Ia tak henti merutuki kebodohannya kala itu. Andai saja ia menuruti perasaannya, andai saja ia benar-benar memastikannya dengan serius siapa Lunar sebenarnya, andai saja ia tak gelap mata oleh dendamnya. Anda saja, andai saja. Otaknya dipenuhi oleh andaian-andaian yang tak akan pernah bisa ia lakukan lagi.

Aksara hampir gila saat ini, ia tak menemukan Lunar di mana pun. Dia sudah bertanya pada orang-orang, mencari di pinggiran jalan, di taman bermain, di mall dan beberapa rumah singgah, bahkan di pinggiran perairan sekalipun ia tak dapat menemukan Lunar.

Kali ini Aksara memohon pada Tuhan dalam hati agar dipertemukan dengan Mentarinya semasa kecil, ia berjanji akan menjaganya kali ini, ia berjanji akan memperlakukan Mentarinya dengan baik. Akasara berjanji, sungguh berjanji. Bahkan ia rela kehilangan seluruh kenikmatan duniawinya asal bisa bertemu dengan Mentari.

Pada titik ini Aksara yang sedang berada di pinggiran kota tanpa ia sadari sebenarnya Mentari sedang berada di dekatnya, hanya terhalang oleh rumah-rumah kosong di pinggir rel memisahkan jarak mereka.

Aksara yang kelelahan hanya mengedarkan pandang ke arah kota di mana orang sedang berlalu-lalang, anda saja ia mau menengok ke belakang ia bisa melihat seorang gadis tengah berdiri di atas rel kereta. Mungkin untuk saat ini Tuhan belum mau berbaik hati kepada keduanya.

Langit telah berwarna jingga, burung-burung berterbangan pulang ke sarang mereka. Samar suara kereta tengah melaju memecah sunyi.

Inilah saatnya. Lunar mengeratkan genggaman pada giok yang masih menggantung di dadanya, ia telah mengumpulkan seribu keyakinan, membulatkan keputusannya, dan meletakkan segala mimpinya di dunia untuk mengakhiri hidupnya yang tak lagi berarti.

'Tuuuuuuuut...'

Kereta pun mulai mendekat, embusan angin terlebih dulu membelai wajah lembutnya. Ia memejam menunggu kehidupan baru menjemputnya.

'Tuuuuuttt....' klakson panjang seolah menjadi peringatan terakhir lari atau berhenti. Namun Lunar tetap bergeming.

'Tuuuuuuutt....' saat embusan angin mulai kencang bibirnya tersenyum. Sedetik kemudian bagian depan kereta telah benar-benar menyentuh tubuhnya. Sekali lagi Lunar menitikan air matanya.

'Tuuuuuuttttt.....'

Aksara menoleh di mana kereta melintas.

Kalung giok terbang ke udara kemudian pecah berkeping dan jatuh ke tanah.

'Gojress... gojres...' kereta masih melaju kecang.

Angin yang berhembus di tempat Aksara seperti membawa aroma tubuh Lunar yang sangat ia ingat. Namun saat melihat gerbong kereta yang perlahan menghilang satu persatu menjauh menuju ke arah matahari tenggelam entah kenapa dadanya begitu terasa sakit, ribuan penyesalan tak berarti. Tak disadari air matanya mengalir.

Masih menatap matahari yang kian tenggelam, sesuatu di dalam dirinya berbisik untuk berhenti. Berhenti mencari Mentarinya yang tak akan peenah terbit kembali.

Di suatu tempat di atap gedung yang tinggi Damares dengan wajah penuh luka terlentang lemah menatap langit yang menggelap. "Bertahun-tahun bermain adik dan kakak denganmu tak kusangka membuatku menjadi selemah ini."

Mata yang biasanya tajam mengintimidasi siapapun yang melihatnya kini teduh. "Lunar terima kasih sudah mau menjadi adikku yang manis." Tapi hutang tetap harus dibayar kan?" Damares memejam. "Maafkan aku." Dan titik-titik air di kedua sudut matanya pun meleleh.

Matahari telah benar-benar tenggelam, menyisakan semburat warna jingga memudar. Rel kereta mendadak sunyi. Bahkan angin pun berhembus pelan seolah sedang mengantarkan sebuah jiwa yang pulang dengan tenang.


END
A/N : Halo terima kasih sudah membaca, usahakan tinggalkan komentar yang bukan junk post ya. Jangan lupa vote jadi cerita favorit. Semoga suka...

SHIBUYARIGATO
 
Wahh akhirnya rilis juga. Selamat yahh

Baca-baca dulu ya suhu Vio, rapih banget ini mana ilustrasinya juga keren.:beer:
 
Selamat suhu atas rilis ceritanya.... cerita klasik namun asik, endingnya juga nyesek, sempat berharap kalo Aksara bisa menyelematkan Mentari...
 
Congrats master, atas rilisnya cerita ini. Semoga dapet penilaian yang bagus dari para juri.

Ane ga nyangka endingnya. Ternyata Lunar adalah Mentari. Pesan moralnya dapet kan, om. Dendam cuma ngancurin diri sendiri.

Rating 8/10
 
aku kan gak melu mbul
:fmalu:
Loh masa sih? Wkwkkw kirain ikutan loh.
Selamat suhu atas rilis ceritanya.... cerita klasik namun asik, endingnya juga nyesek, sempat berharap kalo Aksara bisa menyelematkan Mentari...
Haloo makasih udah mau mampir ya...
Selamat atas karyanya di Gelaran LKTCP 2019




Salam dan Sukses Selalu :beer:
Makasih banyak...^^
Congrats master, atas rilisnya cerita ini. Semoga dapet penilaian yang bagus dari para juri.

Ane ga nyangka endingnya. Ternyata Lunar adalah Mentari. Pesan moralnya dapet kan, om. Dendam cuma ngancurin diri sendiri.

Rating 8/10
Makasih sudah mampir ya... jgn lupa vote. Wkwkk

Yg vote bisa mabar pabji atau mobel lejen bareng aku. Wkwkwk
 
Ini cerita sebenernya cerdas banget sih, tidak memberikan tokoh utama pada 1 karakter, tp 3 karakter sekaligus, takjub, izin kasih rating...

9/10
 
Luwaaaar biazzzzzaaa...ampe bingung mo koment apa..ceritanya apik banget..
Bukan horor, bukan misteri, tapi bikin bulu kuduk berdiri. Seperti bisa ngrasain luka akibat dendam lama diantara mereka..
Jozzzz..
Sukses buat cerita ini
:jempol: :jempol::jempol:
 
Ini cerita sebenernya cerdas banget sih, tidak memberikan tokoh utama pada 1 karakter, tp 3 karakter sekaligus, takjub, izin kasih rating...

9/10
Wah...wah... terima kasih banyak sudah mau mampir^^
Luwaaaar biazzzzzaaa...ampe bingung mo koment apa..ceritanya apik banget..
Bukan horor, bukan misteri, tapi bikin bulu kuduk berdiri. Seperti bisa ngrasain luka akibat dendam lama diantara mereka..
Jozzzz..
Sukses buat cerita ini
:jempol: :jempol::jempol:
Saya senang mendengarnya. Seleramu bagus...makasih banyak ya sudah mampir ^^
 
Ini para kontestan kenapa kebanyakan pada suram semuanya ya endingnya...
Jirrrrr ikut kebawa alur cerita... Keren om ceritanya... Semoga menjadi juara ye om thanks for suguhan ceritanya...
 
Cerita yang menarik bukanlah cerita yang selalu diakhiri dengan kebahagiaan, tetapi bagiaman cerita tersebut bisa memainkan emosi pembaca:tepuktangan::tepuktangan:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
eah koq:((:(( Mentari dimatiin gini sich, non Vio!? jadi gelap pada akhirnya
:jimat:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd