Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Annisa Febrianti (No Sara)

Hu saran aja ya, kalo bisa d masukin efek pelecehan terhadap anisa, apalagi dengan karakter anisa yg d awal tolong d buat supaya anisa bisa d jamah terutama d lecehin banyak orang, apalagi yg beda kasta/d luar nalar... D tu ggu kejutannya
 
Endingnya kalau bisa jangan bahagia Hu.. Soalnya ini genre pelecehan dan pemerkosaan.. Jadi yang bgituan jadi daya tarik.. Hehe apalagi yang dilecehkan akhwat akhwat cantik
 
PART 8

Sebuah Reuni





Disuatu sore yang indah.


Di sebuah warung kopi yang terletak di sebuah jalanan sepi yg tidak terlalu ramai, di sebuah meja kayu yg diatasnya terletak sebuah laptop menyala tampak seorang pria mengenakan sweater Hoodie sedang menyeruput secangkir kopi. Dengan senyuman tipis di bibirnya ia terus dengan lihai menggoyang-goyangkan jarinya di mouspad laptop miliknya.

"Gak berasa udah 6 bulan. Belum ngapa-ngapain padahal. Cepat amat waktu berlalu. Kamu sehat-sehat aja disana kan sayangku?? slrrrpppp" ucap pria itu tersenyum lalu menyeruput kembali kopinya.

Dari layar laptop yg menyala itu tampak ia membuka website Instagram sedang memperhatikan sebuah akun Instagram berpengikut sebanyak 600k, dengan perlahan membuka satu-persatu postingan yg di telah di upload oleh pemiliknya. Pupil matanya membulat tatkala ia melihat sebuah foto fullbody dari seorang akhwat cantik dengan bentuk tubuh yg nyaris sempurna sedang memegang sebuah kue bertuliskan "selamat ulang tahun ke-23 umi nya Abi tercinta"

"Cantiknya wajahmu nis. eh.. itunya jg nambah gede kayaknya. Jadi pengen segera ketemu kamu. Sabar ya sayang" ucap pria itu mengusap-usap layar laptopnya.

Bibirnya kembali tersenyum dan sesekali mengeluarkan tawa tipis.



____________________________________________________




Diwaktu yang sama di sebuah kantor yang terletak di pusat kota, seorang wanita tampil sangat cantik sedang melihat sendiri pantulan dirinya di sebuah cermin yg terletak di dekat monitor meja kerjanya merapikan hijabnya yg bewarna hitam. Ia memakai kemeja cokelat longgar dipadukan dengan rok warna hitam panjang sehingga tampak matching dan trendi. Dengan paras indah serta gaya berpakaiannya yg modus, jika tidak mengenalinya siapapun yg melihatnya tidak menyadari bahwa akhwat cantik tersebut sudah memiliki seorang suami bahkan sudah 3 tahun berumah tangga.



__ __ __ __ ____ __ __ __ ____ __ __ __ __






POV Annisa Febrianti



"Pak.. Nisa ijin pulang yah. Kerjaan yang diminta sudah Nisa letak di meja bapak. Draft video ada di dalam flashdisk di saku map nya yah pak.." ucapku mendatangi pak Joko yg berdiri di depan jendela sedang memantau keadaan jalanan dari atas.

Pak Joko adalah seorang head manager di tempatku bekerja. Ia orang yg sangat rajin dan telaten. Dengan beberapa idenya, perusahaan kami melejit, ia bahkan bisa membuat sebuah produk yg sebelumnya kurang dilirik menjadi bahan incaran kaum sosialita dalam kurun waktu yg tidak begitu lama.

Aku sendiri adalah model sekaligus brand ambassador di perusahaan ini. Pak Joko kerap mendokumentasikan produk yg akan ia pasarkan dengan aku sebagai model penglaris nya.

"Buru-buru amat mbak.. tuh lihat jalanan masih macet. Yg ada pegal nanti kamu nyetirnya." Ucap pak Joko dengan santainya.

"Iyah pak soalnya Nisa ada janji sama teman. Malah kayaknya Nisa udah telat nih pak" jawabku sambil memeriksa kembali tas yg sedang kujinjing.

"Ya udah deh. Hati-hati dijalan yah kamu" balas pak Joko yang kali ini dibarengin dengan senyum

"Makasih bapak. Assalamualaikum." Jawabku membalas senyuman pak joko lalu melangkah pergi.

sebagai gambaran aku berkerja di gedung 40 lantai dimana kantorku berada di lantai 15-20 sementara lantai lainnya dipakai oleh perusahaan lain yang menyewa atau dijadikan apartemen oleh si pemilik gedung.


Dengan sedikit tergesa aku berjalan menuju lift. Di dalam lift aku bertemu dengan Rizal, seorang pria yg dahulu pernah mendekatiku.

"Eh Nissa. Mau kemana kok cakep amat?" Tanya Rizal memperhatikan adanya perbedaan dari penampilan ku

Rizal adalah seorang staf administrasi keuangan di salah satu perusahaan yg bertengger di gedung yg sama dengan perusahaanku. Sekitar 4 tahun yg lalu, ia pernah menembakku dan menyatakan niatnya ingin menikahiku namun harapannya harus kandas karena saat itu mas Farhan telah terlebih dahulu meminangku. Kuakui Rizal adalah pria yg hebat. Dapat dilihat dari sikapnya terhadapku yg masih sama seperti dulu, tetap baik bahkan disaat aku yg saat ini sudah menjadi istri orang lain.

"Kamu tau aja yah zal. Iya, aku ada reuni nih. Jadi ya pake make up ala kadarnya aja deh" jawabku ke Rizal yg masih memperhatikan penampilanku

"Kamu mah mau pake make up apa enggak sama aja nis."

"Sama aja gimana zal? Tetap gini-gini ajah yah? Ih kamu ya zal..." ucapku sedikit cemberut memonyongkan bibirku

"Sama aja. Sama aja manis. Kalo dasarnya manis mau pake make up atau engga make up ya tetap aja manis nis. Hehe" ucapnya cengengesan

"Kan kan... keluar deh gombalnya. Aku aduin ke pacarmu loh baru tau kamu. Weeek" balasku memeletkan lidah lalu menoel pinggangnya

"Ampun niss hehe. Tp yg aku blg bener loh. Eh.. " kata Rizal terpotong karena ternyata lift sudah terbuka dan aku sudah sampai ke lobby

"Ya udah deh kali ini aku ampuni zal. Hehe.. btw duluan ya" ucapku melambaikan tangan

"Hati-hati ya Annisa. Jangan ngebut" ucapnya dari dalam lift yg hampir tertutup

Seperti yang disampaikan oleh pak Joko, kemacetan langsung terlihat begitu aku menginjakkan kaki keluar gedung kantor.

“hufftt. Kok macet banget sih? Padahal kan hari ini bukan weekend” lirihku pelan

Dengan berat hati aku menyusuri jalan setapak luar gedung kantorku menuju kearah mobil yang kuparkirkan tidak begitu jauh. Kulewati beberapa pedagang asongan yang memang selalu berjualan disekitaran sini.

“sore mbak nisaa. ” ucap seorang pedagang somay memberi sapaan.

Aku menoleh lalu memberi senyuman padanya. Kupercepat langkah ku agar semakin cepat sampai ke mobilku sampai tiba-tiba kulihat seorang laki-laki tua sedang mengutip sampah pada bak sampah yg tepat berada disebelah mobilku. Dahiku langsung mengkerut, kedua kakiku berhenti melangkah mendekati mobil yg jaraknya hanya beberapa meter lagi dariku, sementara pandanganku tidak bisa kualihkan dari dia yang pernah merasakan nikmatnya liang kawinku.

"Duh.. kenapa pak kifli ada disitu? Mana sebelahan sama mobilku lagi. Iiih... gimana ini??" aku menggerutu didalam hati.

Pikiranku berkecamuk dengan tindakan apa yg harus aku lakukan. Apakah beranikan diri saja dengan asumsi pak kifli sudah melupakan atau bahkan tidak mungkin ingat dengan wajahku? Atau menghindari pak kifli yg bisa saja masih mengenaliku. Memang beberapa bulan ini, semenjak kejadian di taman aku selalu menaruh awas terhadap sekelilingku khususnya pak kifli karena dia biasa mulung di daerah sini dan juga agar cerita yang sama tidak terulang kembali.


Pak kifli terus mengorek isi bak sampah itu. Botol plastik bekas yg masih layak dijual ia pindahkan ke keranjang rotan miliknya yg selalu ia bawa bawa sementara ketika mendapati adanya sisa tulang ayam, ia bahkan memasukkannya ke mulut lalu melahapnya mengharapkan masih ada sisa daging tersisa. Jujur saja hatiku langsung merasakan sesuatu, ntah itu rasa kasihan, rasa iba, atau rasa ingin menolongnya. Tapi aku tetap tidak mau apabila harus mendekatinya lalu membantunya secara terang-terangan yang akan membuatnya melihat wajahku. Tiba-tiba saja terpikir olehku sebuah cara, cara yang sebenarnya mudah dan tidak memerlukan banyak usaha.

Aku menarik satu sisi hijabku lalu menyelipkannya di lipatan hijab di pipiku menutupi separuh bagian bawah wajahku. seperti mengenakan cadar, hanya kedua mata lentikku dan kening yang terekspose.

Dengan tangan kananku aku rogoh tasku, aku mengambil selembar uang 50rb dengan niat akan memberinya ke pak kifli yang saat ini terlihat sangat membutuhkan bantuan. Kuberanikan mendekatkan diri dengan kembali melangkah menuju mobilku.

Sesampainya di depan pintu mobilku, pak kifli tidak memperhatikanku dan terus mengorek bak sampah itu berharap menemukan sisa makanan lain yg masih bisa ia santap.

"Permisi Bapak.. pak..." tegurku ke pak kifli

Pak kifli yang menyadari adanya panggilan dari seorang wanita langsung menolehkan pandangannya.

"Hm? Eh iya ada apa mbak??" Jawab pak kifli sembari mengelap kedua tangannya yg kotor ke baju kucel yg ia kenakan.

"Ini pak ada sedikit uang utk bapak.. tlg dipakai untuk beli makanan yah pak. Jangan beli rokok" ucapku menawarkan uang 50rb yg tadi kuambil. Karena setahuku pak kifli suka merokok, aku mengingatkannya agar mempergunakan uang yg kuberikan untuk hal yg lebih berguna.

"Beneran mbak? Serius?" Tanya pak kifli dengan sorot mata mengharapkan uang yg kutawarkan.

"Iyah bapak.. ini uangnya utk bapak. Tp ingat pesan aku yah pak." Ucapku memberikan uang tersebut yg langsung diterima dengan riang oleh pak kifli.

"Asiik! Horee!! Terima kasih mbak cantik. Semoga mbak cantik semakin murah rezeki dan sehat selalu" Teriaknya dengan menunduk ke arahku lalu tiba-tiba melompat kegirangan.

Dari balik kain hijabku, bibirku tersenyum melihat tingkah lucu pak kifli yang meloncat-loncat kecil sambil menatap uang 50rb yang kuberikan.

Pak kifli memakai kaos bewarna hitam yg sudah compang camping. Saat ia melompat kecil, pusar pada perutnya terlihat. Sedangkan dibawah ia hanya memakai celana bola yg sudah sangat kusam, ntah berapa lama ia tidak mencuci celana yg ia kenakan itu.

Namun tiba-tiba aku menyadari sesuatu, sebuah tonjolan bergerak naik turun seiring lompatan tubuhnya, saat loncatan terakhirnya aku melihat sesuatu seperti mengintip dari balik celananya. Ternyata pada bagian pisaknya, ada bolongan yg membuat penisnya mengintip.

"Ehh.. itu kan...! " ucapku dalam hati.

"Pak. Aku permisi dulu ya.. assalamualaikum"

Akupun langsung membuka pintu mobilku lalu dengan segera pergi meninggalkan pak kifli yang masih memegang uang 50rb yang kuberikan




__ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __



"Hufff.. beneran deh. Nyetir hampir sejam aja masih sampe sini. Bakalan telat nih pasti"

Aku kembali menggerutu dengan kemacetan yg kurasakan. Jalanan yg begitu ramai membuat perjalananku menuju tempat reuni tersendat, bunyi klakson kendaraan berulang kali menggema. Tidak jarang dibarengi oleh teriakan kekesalan dari pengemudi motor yg sering memaksakan lewat dari celah sempit antara mobilku dan mobil disebelahku.

Lampu lalu lintas mungkin sudah 6x berubah warna namun aku masih berada di persimpangan yg sama. Karena tidak bisa berbuat apa-apa ditengah kemacetan ini, pikiranku jadi suka melayang kemana-mana. anehnya lagi ntah kenapa aku jadi mengingat pak kifli kembali. Aku tau persis tadi ia tidak memakai daleman lagi dibalik celana bolanya. Tonjolan besar yg gondal gandul di celananya ketika ia meloncat dan sepersekian detik menunjukkan jati dirinya dari lubang di pisak celananya, membuatku merasakan sesuatu desiran.

Untuk beberapa saat aku terus mengingat batang kejantanan pak kifli, bahkan di otakku sedang terjadi reka ulang saat aku pernah disetubuhi olehnya. Saat itu ia berhasil membuatku merasakan nikmat dunia, meski dalam keadaan terpaksa dan birahiku sedang tinggi-tingginya akibat obat perangsang.

Nafasku memburu, syahwatku kembali meninggi.

"Kalo td pak kifli mengenaliku lalu menyergapku gimana ya? Kalo tadi penis dia yg kotor itu kembali masuk ke memek aku yg bersih ini gimana ya? Kalo tadi dia berani kembali menyirami rahimku dengan pejuh nya yg hangat gimana ya? Hmmmpp.." tanyaku dalam hati sambil mendesah kecil. Tangan kananku tetap fokus di setir sementara tangan kiriku tanpa sadar sudah berada di dada ku meremas pelan bongkahan kenyal payudara dari luar kemeja yg kupakai.

Kurasakan birahiku semakin meninggi karena remasan yg kulakukan sendiri. Aku menggigit bibir bawahku, mataku meram melek menikmati rangsangan yg kuperbuat sendiri.

"Padahal kalo pak kifli td berani menarik tanganku, mengajakku ke pos kosong dekat situ lalu memaksaku melayani nafsunya. Pasti pasti...... emmpphh" desahanku semakin menjadi.

Jemariku perlahan menyusup masuk melalui sela diantara kancing bajuku mencari ujung dari payudara yg masih dilapisi bh. Kupilin lembut putingku sendiri sambil terus membayangkan jika saja pak kifli berani memperkosaku tadi. Karena bh yg kupakai membuat sulit jemariku bermain di area puting, aku pun menurunkan bantalan bh yg membuat payudaraku kini semakin membusung karena ada penopangnya.

Kucubit halus, kutarik lembut, kuputerputer, rasa geli dan nikmat terus merangsang otakku untuk terus melakukan perbuatan tercela ini. Tubuhku berasa panas, ingin sekali rasanya kubuka pakaianku ini lalu melanjutkan sentuhan-sentuhan birahi ke tubuhku sendiri. Dibawah tepatnya di bagian selangkanganku, kurasakan celana dalam yg kupakai sedikit lembab akibat cairan vaginaku yg mulai merembes.

Dengan akal sehat yg kumiliki, sebisa mungkin aku tidak mau menyentuh bagian vaginaku karena jika kusentuh, bisa aja aku lepas kendali dan malah manstrubasi didalam mobil yg masih terjebak di kemacetan ini.

"Emmpph kenapa senikmat ini?? Padahal kan aku tidak dalam pengaruh obat perangsang. Abii sayang... umi pengen..." ucapku manja sambil terus mempermainkan puting payudaraku sendiri.

Tanpa kusadari disebelahku ada seorang pria yg sedang memperhatikanku. Meski kaca mobilku tampak gelap dari luar namun dia pasti dapat melihat sedikit2 kelakuan cabul yg sedang kulakukan.

"Biarlah.. lagian dia tidak akan mengenaliku" pikirku dalam hati.

Bukannya khawatir dan takut, aku malah semakin aktif mempermainkan payudaraku. Kubuka kancing ketiga kemejaku sehingga tanganku bisa semakin leluasa dalam aktifitasnya. Malah aku miringkan badanku kearah pengendara itu yg membuatnya semakin dapat melihatku dari balik kaca jendela mobilku.

Kulihat sekilas pengendara itu mupeng, mulutnya tidak menutup melihat aksi nakal ku. Matanya menyipit berusaha menembus kaca film jendela mobilku.

*Tiiiin tiinnnn!*

Tiba-tiba dari belakang terdengar suara klakson yg bersahutan dari banyak kendaraan. Ternyata lampu yang tadinya merah sudah berubah jadi hijau yg menandakan sudah bisa melintasi persimpangan jalan di depan mobilku.

Akupun dengan sigap menarik keluar tangan yg sedang meremas payudaraku keluar lalu segera mengendarai mobilku. Pengendara motor yg tadi asik melihatku juga terburu-buru memacu motornya pergi menjauh.

"Syukur deh lampu udah hijau sebelum aku berbuat lebih jauh. Masa aku manstrubasi di tempat umum sih? Yg kubayangin juga malah pak kifli. Masih mending bayangin mas miftah deh.. Hufft" ucapku tak habis pikir atas apa yg kulakukan beberapa saat lalu.




30 menit kemudian




Matahari perlahan tenggelam, rembulan bergantian mulai menampakkan wujudnya menyinari bumi tempatku berpijak. Mendapati sudah waktunya sholat maghrib, kusempatkan berhenti sejenak di sebuah masjid yang searah dengan tujuanku guna menunaikan ibadah wajib yang harus kutegakkan, akupun. Seusainya aku kembali memacu mobilku menuju tempat reuni.

*Terus lurus. 200 meter lagi lalu tujuan anda berada disebelah kiri*

notifikasi google maps dari hp ku berbunyi.

"Oh ini dia tempatnya. Luas banget dalamnya terus Cantik juga. Yg lain udah pada ngumpul belum yah?" Pikirku saat mobil yg kubawa memasuki sebuah cafe dengan nuansa alam nan aesthetic. Nama cafenya juga sama dengan konsep yg disajikan yakni living aesthetic cafe.

"Yak kiri kiri.. terus... yak opp!" Teriak tukang parkir yang mengomandoiku untuk parkir.

Kumatikan mobilku, kuambil tasku lalu kubuka pintu mobilku.

"Terimakasih mang." Ucapku begitu keluar dari mobil.

"Iya neng sama-sama atuh." Jawabnya singkat dengan tatapan tajam memperhatikan seluruh tubuhku.

Aku yang sedikit takut dengan tatapannya itu langsung melewatinya namun aku tahu dia tetap menatapku.

"Eh Eneng maaf. tunggu." Ucapnya dari belakangku

"Iyah mang ada apa?" Aku beranikan menjawabnya kuputar badanku melihat kearahnya.

Tatapannya membuatku bingung. Walaupun matanya menatap tajam kerahku namun saat ini aku tidak merasakan adanya niat jahat.

"Maaf sebelumnya neng. Itu nya Eneng emang sengaja digituinkah?" Tanya mang parkir itu memperhatikan area dadaku

Astaga!. Ternyata aku lupa memperbaiki pakaianku. Kancing baju di area dadaku lupa aku kancingkan, bahkan kedua gunung kembarku masih membusung keluar dari BH yg kupakai sehingga putingku tercetak jelas di kain tipis kemejaku.

"Eh? Maaf mang jangan diliatin" ucapku langsung berbaik badan dan memperbaiki pakaianku.

*Aduh kok kelupaan.. pasti mamang ini jadi mikir yang macem-macem deh.* Pikirku dalam hati

"Permisi ya mang. Aku masuk dulu.. sekali lagi terima kasih mamang sudah mengingatkanku" ucapku ke tukang parkir tersebut

"Hehe iya neng. Terima kasih juga pemandangan gunungnya. Indah lho hehehe becandaa" jawabnya cengengesan

Tidak memperdulikan ucapannya aku hanya membalas kalimat itu dengan senyuman dan pergi ke dalam area cafe. Sejujurnya aku telah diselamatkan olehnya, apa jadinya kalo kondisiku tadi terlihat oleh teman-temanku nanti.

"Rezeki bagi mereka musibah di aku dong. Hehe" ucapku dalam hati

"Weii Annisa datang! Nisa sinii!!" Ucap seorang lelaki dari meja kayu di dekat tanaman pagar.

Mendengar suara itu aku langsung tahu kalau teman-temanku ada disana. Ada 5 orang yang sudah ngumpul dan salah satunya adalah Rani.


mulustrasi Rani

Rani memakai baju rajutan warna abu berlengan panjang dengan hijab warna abu rokok serta kacamata berwarna merah jambu. Disebelahnya ada Bobby, agung, Dhea, dan imron. mereka adalah teman-temanku semasa kuliah dulu. Sudah hampir setahun aku tidak berjumpa dengan mereka. Setahuku Dhea sudah menikah dan memiliki 1 anak, agung sudah menikah dan memiliki 2 orang anak, Imron baru saja menikah namun terpaksa LDR karena istrinya bekerja di lain kota, sementara Bobby yg notabenenya paling heboh diantara mereka ntah kenapa belum juga menikah, serupa dengan Rani yang masih lajang meskipun banyak yg menaksir.

"Assalamualaikum. Maaf yah aku telat. Macet banget jalannya.." ucapku sambil menyalim mereka satu persatu

"Akhirnya yg ditunggu datang juga. Kami hampir bersawang nih nungguin kamu tau. Jadi udah bisa kita pesan makanannya. Laper nih Haha" kata Bobby sambil menyalamiku.



mulustrasi Bobby


"Nisaaa.. kamu makin cantik aja deh. Si gembrot Bobby gak usah didengerin tuh. Hihi.. Gak berasa ya udah setahun aja kita gak jumpa." ucap Dhea sambil menyalamiku sambil kami cepika cepiki ala girlie

"Dhea juga makin cantik kok. Udah anak 1 tapi masih keliatan singset. Hihi" jawabku lalu kami dua pun tertawa

Lanjut aku menyalami Imron dan agung. Mereka tampak sama seperti sebelumnya tetap tidak banyak omong, beda banget sama Bobby yg kalau gak ngomong artinya dia sedang sakit.

Bobby orangnya gembrot, mukanya biasa aja, namun paling enak diajak bicara. Ia paling pandai dalam menghidupkan suasana dengan jokes-jokesnya. Imron orangnya kaleman, wajahnya lumayan ganteng tapi badannya kurus. Agung orangnya kaleman juga tp tidak sekalem Imron. Ia menikah di usia muda dengan pacar masa kecilnya. alhasil 2 anaknya saat ini pun adalah yg tertua diantara anak-anak Dhea dan imron. Dhea beparas manis namun bertubuh mungil, aku sebenarnya terkejut dari tubuh mungil Dhea, udah menghasilkan 1 orang baby imut. Sementara Rani berparas manis dengan tubuhnya yg molek.

"Permisi mas dan mbaknya mau pesan apa?" Kata pramusaji yang datang menghampiri kami.

Kamipun memesan makanan dan minuman untuk disantap.

Sembari menunggu kami bercanda gurau yg membuat gelak tawa terdengar riuh dari kami ber-6. Tentu saja Bobby pelopornya, ia sangat pandai dalam menciptakan guyonan yg membuat kami semua ikut menikmati riangnya malam ini.

Pasti timbul pertanyaan, kan teman-temanku ini selain Bobby dan Rani pastinya udah punya pasangan, bahkan Dhea dan agung sudah memiliki anak. Mana mereka?? Wess.. For your info(fyi), sebelum reuni ini kami semua sudah sepakat untuk tidak membawa pasangan serta anak agar acara malam ini benar-benar menjadi milik kami. Karena alasan itu jugalah mas Farhan tidak kubawa kemari. Namun dengan ijin nya jugalah aku bisa menghadiri reuni ini.

Sungguh aku kangen dengan romansa seperti ini, seakan membawaku kembali kejaman kuliah dulu. Makanan dan minuman yg dipesan datang tidak lama setelahnya, sembari makan kami tetap mengobrol dengan asiknya. Bahkan beberapa kali aku hampir tersedak karena harus tertawa padahal sedang mengunyah makanan.

Kulihat Rani juga ikut tertawa riang. Dari raut mukanya tidak ada lagi kesedihan akibat kejadian di lapangan Saday*na dulu. Kami berdua telah sepakat merahasiakannya dari siapapun sehingga cerita kelam kami itupun tidak menyebar. Syukurlah..

Seperti kata orang, ketika kita senang-senang, waktu akan berputar lebih cepat dari biasanya yg membuat kami tidak menyadari kalau malam semakin larut.

Bobby yang seakan menjadi ketua grup kecil kami ini terus mengoceh seakan tidak ada titik dalam hidupnya. Sebenarnya kami menikmati ocehannya yang lucu itu. Sesekali ia menyinggung kami para cewek, karena kami tidak membawa pasangan kadang ocehannnya malah menyinggung hal yang berbau mesum. Tapi emang seperti itulah bobby, ia sama sekali tidak berubah semenjak dulu.

*Piiip piiiip*

Aku merasakan getaran hp ku. Dari notifnya aku langsung tahu mas Farhan lah yang mengirim pesan.

Dengan cepat ku hidupkan hp ku lalu kubuka pesan dari suamiku.

"Assalamualaikum umi sayang. Udah jam 9 loh. Umi masih reuni apa udah dijalan pulang?" Tanya suamiku

Aku yang lupa waktu kaget ketika menyadari sudah jam 9 malam.

"Waalaikumsalam abi. Umi masih di reunian Abi. Umi lupa waktu gak nyadar udah jam 9 aja. Sebentar lagi umi pulang ya Abi." Balas ku ke mas Farhan

Tidak lama berselang balasan pesan mas Farhan sampai yg isinya "iya umi. Yg penting umi jangan pulang kemaleman ya sayang. Abi juga titip makanan ya sayang. Laper nih".

Mas farhan ternyata belum makan. Padahal karena tau akan pulang malam, mas farhan sudah kupesankan agar memesan makanan online saja.

Sepertinya teman-teman yg lain menyadari gelagatku, merekapun baru menyadari waktu sudah menunjukkan jam 9 lewat.

"Tuan puteri kita udah dicariin nih. Kalian udah dicariin belum?" Tanya bobby ke teman yg lain

"Belum sih. Tp baiknya udahan yuk. Lain kali kita ngumpul lagi" sahut agung yg sepertinya ingin segera pulang.

"Kamu sih Bob. Jomblo Mulu. Cari pacar gih biar ada yg nyariin." Ucap Dhea memeletkan lidahnya mengejek Bobby

Bobby tampak sinis menanggapi celotehan Dhea.

"Yee gini-gini yg naksir aku banyak tau. Tinggal aku pilih aja satu jadi deh. Haha." Jawab Bobby tertawa

"Dasar si gembrot ini emang paling pande ngelesnya. Gini deh. Ntar aku kenalin sama temanku mau? Masih lajang anaknya sama kayak dirimu Bob" sahut Imron sambil mengetik pesan di hp nya

"Udah udah.. kok jd ngebahas aku. Malesin deh. Walaupun yg antri banyak. Tp aku bakal ninggalin mereka semua kalo Annisa mau samaku" ucap Bobby dengan berani merangkulkan tangan di pundakku.

"Eh... Bobby jangan modus yaa.. ntar Nisa cubit baru tau rasa" ucapku hendak mencubit perutnya yg gembrot.

“cubit aja niss. Dari dulu dia emang suka modusin kita-kita. Genit ih hahaha” kata dhea tertawa

“enak aja mana ada aku modusin lu. Yang kumodusin tuh yang cakep-cakep aja. Keg annisa hahaha” balas bobby ikut tertawa lepas

“dasat buaya lu bobb. Bangun rumah tangga gak mau. Giliran godain cewek cakep nomor satu. Yakan nissa? hehe” Kata Imron sambil sedikit menahan tawa

“iya tau tuh si bobby. Hihi” jawabku teresnyum

Bobbypun melepas rangkulannya dari pundakku. Teman yg lain hanya tertawa melihat tingkah lucu kami.

Di bangku kuliah dulu, kelas kami terkenal dengan kelas yang berisikan wanita-wanita cantik. Aku, rani, silvi, dan dila contohnya. Kami berteman dekat namun karena silvi dan dila berada dibawa suaminya merantau, mereka jadi tidak bisa ikut reuni ini. Teman satu angkatan bahkan kakak kelas banyak yang menargetkan salah satu dari kami untuk jadi pacarnya, namun untuk diriku, aku selalu membatasi siapa yang berhak dekat denganku sehingga di jaman kuliah dulu walaupun banyak yang menyukaiku, aku hanya meliliki 1 orang gebetan dan 1 orang mantan pacar. Selainnya hanya kujadikan teman atau malah tidak kurespon, tergantung bagaimana responnya terhadapku. Sementara rani, silvi dan dila sudah pernah beberapa kali berpacaran di masa kami kuliah dulu.

“tapi kali ini aku setuju sama bobby nis.” Ucap agung

“setuju apa gung??” tanyaku penasaran

Dhea juga melihat ke agung. Pasti dhea bingung, agung yang biasa keleman kali ini membuka suara.

“kamu cakep nissa. Cantikmu alami. Pantes dari dulu banyak orang naksir kamu. Baru nyadar aku Hehe” ucap agung malu-malu. Agung sampai menurunkan pandangannya saat aku menatapnya dengan sedikit kaget. Tidak kusangka agung mengatakan hal itu di depan yang lain

“oi gung. Ingat anak istri. Ooo ini lebih parah dari aku yang suka modus ni. Langsung merayu coii. Hahaha” kata bobby

“iya tau. Kan aku bilang yang sebenarnya aja bobb. Ga ada maksud lain tau” balas agung

“’udah udah.. memang semua lelaki sama aja. Buaya semua yakan ran? Hihi” ucap dhea ke rani

“hehe iya tuh. Mereka sama aja mungkin ya.” Jawab rani terseyum sambil meminum jus jeruk hangat pesanannya

“hihi kalian emang lucu-lucu yah.. hihi.. tapi aku kaget loh agung bisa muji aku. Makasih deh. tapi walaupun dipuji jangan harep aku yg traktir yeee” ucapku bercanda yang membuat semua temanku ini kembali rianng hanyut dalam suasana nyamanya persahabatan.

Karena mas Farhan belum makan, aku berinisiatif memesan nasi goreng jamur untuk dibawa pulang. Sekitar 20 menit menunggu ntah mengapa, pesananku kali ini lebih lama datangnya ketimbang pesanan awal tadi.

"Ya udah aku duluan ya semua. sehat-sehat kita semua ya byee" ucap agung pergi meninggalkan kami. Langkahnya dengan segera disusul oleh Dhea dan imron

"Perasaan aku duluan deh yg mau pulang. Hufff nyebelin" gumamku memasang muka sebal.

Rani mendekatkan dirinya dengan duduk disebelahku.

"Nisaa. udah jangan cemberut gitu. Kan masih ada aku disini. Sampe besok pagi pun tetap aku nungguin kamu" ucap Rani menenangkanku

Semenjak kejadian di taman, Rani tampak lebih dewasa. Saat ini malah dia yg dapat menghiburku. Ia mengusap-usap punggungku seperti seorang ibu menenangkan anaknya. Membuatku merasa nyaman.

"Busset dah. Macem ada kejadian apa aja pake drama segala. Ntar lg juga jadi pesananmu nis" celetuk Bobby

"Bawel ah. Biarin aja Bobby ngomong apa nis.. " Rani yg membalas perkataan Bobby

"Tuh dengerin Rani Bob. Jangan bawel. Hihi" ucapku sedikit menahan tawa

"Btw Rani pulang sama siapa? Berani sendiri?" Tanyaku

"Hmmm sebenarnya nis.. sebenarnya.." jawaban Rani terpotong-potong membuatku penasaran

"Sebenarnya apa ran?"

"aku dijemput sama calon suamiku niss. Sebenarnya dia udah di parkiran tp kusuruh tunggu dulu karena nungguin Nisa" jawab Rani

"Congrats ya raniii. Kaget aku tau dengar kamu udah punya calon. Cakep gak? Kenal dimana? Kasih tau dongg" tanyaku manja menyenderkan kepalaku di bahunya

Rani cengengesan mendengar pertanyaanku. Tapi Ia dengan semangat menceritakan awal perjumpaannya dengan calon kekasih hatinya sampai tiba-tiba pesananku datang.

"Nanti lanjut lagi ceritanya ya Rani.. kita atur meet up kita berikutnya. Hrs secepatnya. Penasaran tauu" ucapku ke Rani.

"Iya Annisa.. pasti" balas Rani

Aku memeluknya sebagai tanda bahagia sekalian rani berpamitan mau pulang.

"Udah udah kalian pulang aja sana. Tinggalin aja aku disini. Gak usah anggap ada" ucap Bobby merajuk karena daritadi merasa diacuhkan

"Iih si Bobby malah merajuk. Mobilku diparkiran sana Bob. Mobilmu juga kan? Yuk kita ke parkiran bareng" ajakku ke Bobby

"aku pamit ya Nisa. Assalamualaikum" ucap Rani melambaikan tangan

"Waalaikumsalam" sambil membalas lambaian tangan Rani

Setelahnya aku dan Bobby menuju parkiran. Bobby lebih dahulu sampai ke mobil avanza hitamnya karena diparkirkan lebih dekat sementara mobilku terletak agak keujung lahan parkir

Di dekat pos security kulihat tukang parkir yg tadi memarkirkan mobilku. Ia terlihat sedang mengobrol dengan seseorang sembari menunjuk ke arahku sedangkan ia menuju mobil Bobby. Aku terus menuju mobilku. Teman ngobrolnya tadi tibatiba udah sampai kedekatku.

"Mau keluar neng??" Ucap tukang parkir itu.

Badannya cukup kekar dengan balutan rompi orange khas tukang parkir. Ada bekas luka di wajah sebelah kirinya. Rokoknya yg masih menyala ia jepit menggunakan bibirnya yg hitam.

"Iya mang.." jawabku sembari merogoh tas mencari kunci mobilku.

"Kok gak ada ya?? Apa ketinggalan di meja makan td??" Tanya ku dalam hati

"Maaf mang. Sepertinya kuncinya ketinggalan di meja. Aku ambil dulu" ucapku hendak kembali kemeja kami td untuk memeriksa apakah kunciku memang ketinggalan disitu atau tidak

"Jangan repot repot neng biar aku aja"

Ia langsung berlari menuju area cafe mencari kunci mobilku yg berukuran kecil. Mungkin hanya sebesar korek api.

Kulihat Bobby mengeluarkan mobilnya lalu pergi menuju pintu keluar. Ia pasti tidak melihatku yg lagi berdiri seorang diri membawa kantung kresek disebelah mobilku.

"Neng kuncinya gak Nemu. Di meja di lantai juga gak Nemu" ucap mang parkir itu ngos-ngosan

Aku kembali memeriksa tasku. Kujelajahi setiap jengkal isinya berharap menemukan yang kucari namun sepertinya memang tidak ada. Rasa panik mulai melandaku karena sebenarnya kunci utama mobilku sudah kuhilangkan, yg hilang kali ini adalah kunci serep.

“dimana ya?? Jangan sampe hilang plisss” ucapku dalam hati

Mang tukang parkir yang kulihat masih ngos-ngosan hanya diam memperhatikan kepanikanku. Lalu aku beranjak menyusuri semua titik di café ini yang ada aku lewati tadi. Karena cukup luas, belum lagi karena rasa panikku, energiku cukup terkuras dalam mencari kunciku. Tapi hasilnya tetap sama, kuncinya ditak kutemukan. Lantas aku pun kembali ke mobilku.

Ditengah rasa keputusasaan ini, aku mengambil hp dari saku tasku dan hendak menelpon mas Farhan, berharap dia menemukan solusi masalahku. Ku buka aplikasi whatsap lalu aku scroll layar hp ku sampai menemui kontak bertuliskan “Suamiku” lalu langsung ke sentuh tombol “call”. belum sempat berdering, tiba-tiba sebuah tangan menyentuh tombol merah yang membuat panggilanku dibatalkan.

“eneng mencari ini ya?” ucap tukang parkir yg memarkirkan mobilku ketika datang tadi. Aku tersentak. Dengan berani dia menunjukkan kunci mobilku yg dipegangnya sangat dekat dengan wajahku.

“iya mang. Aku lagi nyari ini dari tad… ehh?” perkataanku terpotong karena saat hendak kuambil kunci tersebut, dengan sigap ia menarik tangannya lalu mengumpetkannya kebelakang badan. Wajahnya memancarkan senyuman licik.

“bentaran dulu atuh neng. Buru-buru amat.. kuncinya gak akan hilang lagi kok kalo mamang jagain” ujarnya mendekat

Firasat buruk menyeliputi pikiranku seakan aku mengetahui kemana arah pembicaraan kami ini.

“terima kasih banyak mamang udah nemuin kunciku. Sebagai imbalannya ini aku ada sedikit hadiah untuk mamang” ucapku mengambil 2 lembar uang 100rb dari saku tas lalu memberinya ke mang tukang parkir.

Ia melihat kearah tanganku. Sejenak ia terdiam kemudian dengan halus menepis uang yang kusodorkan kepadanya.

“uang mah mudah dicari neng. Tapi neng yang binal begini nih yang susah nyarinya” ucapnya sambal mencolek daguku.

“mang jangan kurang ajar ya. Aku bisa aja teriak supaya hmppphh” nada bicaraku meninggi sebelum tiba-tiba mulutku ia sumpal menggunakan tangannya

Ia mendekatkan wajahnya menatap mataku. Pandangannya begitu menakutkan membuatku kehilangan keberanian.

“jangan coba-coba melawan kalau tidak mau tersakiti neng. Bukan Cuma eneng yang tersakiti tapi kunci ini juga akan kubuang” katanya menghardikku. Di tangannya terselip sebuah pisau kecil yg ditempelkannya pada pinggangku

“hemmpp hmmm”

Aku yang tidak bisa mengeluarkan suara dengan terpaksa memberi anggukan. Tanpa kusadari air mataku berlinang membasahi pipi dan tanggannya yang masih mendekap mulutku

“nah pinter. Kalo begitu yuk sini.”

Dengan tangannya yang masih mendekap mulutku ia menarikku masuk kedalam sebuah mobil angkot yang berada area parkir lain, tidak jauh dari area parkir tempat mobilku berada. Letaknya tepat diujung. Disekitarnya tidak ada mobil lain yang terparkir karena sebenarnya parkir ini adalah parkiran cadangan apabila area parkir lain telah penuh.

Didalam mobil angkot, ia menyuruhku duduk di bagian belakang mobil. Stelah duduk barulah ia melepas dekapan tangannya.

“mamang mau apa? Kumohon jangan seperti ini mang..” ucapku bermohon

“dari tadi mamang-mamang mulu. biar lebih akrab panggil aja mang asep. Nama neng annisa kan?” kata tukang parkir yang ternyata memiliki nama asep.



mulustrasi Asep

Pisau lipatnya ia simpan lalu menaruh kunciku kedalam saku celananya. Ia mendekat hingga posisi duduk kami kini bersebelahan. Pencahayaan didalam angkot ini begitu remang, hanya bersumber dari lampu taman yang jaraknya sekitar 10 meter. Meski gelap, mata ku yang sudah terbiasa bisa melihat kalau pandangan mang asep saat ini tertuju ke payudaraku. Mengetahui hal tersebut membuat tanganku secara reflek menutupi bagian dadaku yang dipandangnya.

Namun tidak begitu lama, tangan mang asep segera mengambil tanganku sehingga payudaraku yang masih tertutupi pakaian dapat dilihatnya.

“permintaanku tidak sulit kok neng. Pertama mang asep mau melihat teteknya neng annisa seperti waktu datang tadi” ucapnya sambal kembali memegang daguku.

Ternyata ini memang kesalahanku. Karena keteledoranku membuat mang asep jadi menaruh hasrat terpendam kepadaku. Meski ini kali pertama kami berjumpa tapi kecantikan wajahku dan kemolekan tubuhku kembali membuat seorang pria yang tidak kukenal terpikat.

Aku tidak segera menjawab permintaannya itu. Aku masih diam terpaku sampai tiba-tiba kurasakan keningku dikecup olehnya.

*cupp*

Aku masih terdiam. Kecupannya tidak berakhir begitu saja. dengan pasti dia mengecup setiap jengkal area keningku lalu perlahan kecupannya turun ka area mata dan pipiku.


“harum sekali aroma mu neng annisa cupphh”

Kalimat itulah yang kudengar sebelum bibirnya yang hitam mendarat di bibirku yang berwarna pink. Hidungnya yang pesek sesekali bersenggolan dengan hidungku yang mancung sementara bibirnya terus melumat bibirku dengan ganasnya. Tanganku kuarahkan kebidang dadanya berusaha mendorongnya agar menjauh tapi apa daya, tenaga dari tubuhnya tetap saja lebih kuat ketimbang tenagaku.

“manis sekali bibirmu. Muachhh”

“emhhh… eeemmmppphhh” erangku

Dia kembali mencumbuku dengan brutal. Kali ini lidahnya ikut ambil bagian. Dijilatinya bibirku dengan rakus sehingga aroma liurnya yang bau merasuk kehidungku. Jujur saja aku langsung merasakan mual dan ingin muntah tapi harus kutahan. Tanganku yang ada didada nya ia pegangi membuatnya semakin leluasa dalam mencumbuiku. Lidanhya kini kurasakan berusaha menyusup dari sela bibirku yang masih menutup namun karena bibirku yang kurapatkan, usahanya itu sia-sia.

“buka mulutmu neng. Aku mau icip lidahmu” perintahnya. Ia melepas pegangannya dari lenganku lalu mendekap kembali pipiku sehingga bibirku jadi monyong kedepan.

*muacchhhhhhh*

Ciumannya kembali mendarat untuk yang kesekian kali. Bibirku yang seolah maju akibat dekapan tangannya di pipiku membuat mulutnya dengan mudah dapat menghisap mulutku. Ia sedot-sedot dengan kencang, ia lepas lalu ia sedot kembali. Bibirku semakin basah karena liurnya. Seakan terbiasa, rasa ingin muntah yang kurasakan sebelumnya telah hilang.

“keluarin lidahnya neng!” ucapnya dengan suara meninggi.

Akupun menjulurkan lidahku. Dipandangannya pastilah dia melihatku seperti anjing yang sedang menjulurkan lidahnya.

*slerrpppp*

Mang asep langsung memasukkan lidahku kedalam mulutnya. Lidah kami bertemu. Seperti sepasang kekasih, lidahnya melingkar memeluk lidahku. Ia isap dengan lembut lidahku. Lidahku yang sebelumnya pasif kali ini mulai menyambut permainan lidah mang asep. Air liur ku pun ikut keluar membasahi bagian bibir bawahku.

“ehhmmppp hmmmpppph”

Sepertinya mang asep mengetahui kalau aku sudah mulai takluk. Tangannya yg memegangi kepalaku ia pindahkan ke area dadaku yang masih tertutupi pakaian. Juntaian hijabku yang menutupi dadaku pun ia singkap ke pundakku. Dengan menggukanan jempol tangannya ia mengusap-usap lembut payudaraku yg masih terbungkus BH. Ia tekan pelan sebelum mengusapnya lagi. Rangsangannya di dadaku sepertinya mampu membuatku kembali bergairah.

“emhh mang.. jangan.. ini salah mang… emhhh” perkataanku kembali terpotong karena cumbuannya dibibirku. Di dada, kurasakan tangannya sedang membuka kancing kemejaku. Dibukanya satu persatu hingga seluruhnya terbuka.

Ia melepas cumbuannya lalu melihat dengan tajam ke area payudaraku yang masih terbungkus BH berwarna merah jambu. Diamatinya beberapa saat kedua melon kembarku tanpa berkedip satukalipun.

“anjir! Sekel banget susumu neng. Barang bagus sih ini" katanya sambil meremasi lembut kedua payudaraku.

"Ehmmmm ahhhhh mangggg asepppp"

Ditengah remasannya yg tidak teratur, yg terkadang lembut bisa berubah menjadi kuat membuat aku tidak bisa menahan desahanku.

Luapan birahiku yg sejak sore tadi kutahan seperti menjadi bom waktu yg sebentar lagi akan meledak. Rangsangan yg ia berikan di payudaraku sudah cukup menjadi pemicunya.

"Mang Asep buka ya BH nya." Ucap mang Asep meminta izin agar ia boleh melepas BH yg ku kenakan.

Tanpa menunggu jawabanku jari-jarinya segera menyusuri BH ku sampai pengaitnya lalu membukanya dengan mudah. Dengan sebuah tarikan ia tarik lepas BH ku sehingga kini kedua buah payudara indah dengan putingnya yang berwarna cokelat muda dapat terlihat olehnya.

Meskipun remang, dapat kulihat bola mata mang asep membulat melihat keindahan yang tersaji dihadapannya. Bibirnya yang hitam itu terus terbuka sementara matanya terus menatap keindahan payudaraku. Perlahan wajahnya ia dekatkan ke dadaku.

“aroma tubuhmu. Aroma susumu. Uhhhh” ujarnya lalu menyelipkan wajahnya diantara kedua payudaraku.

Tangan kiri dan kanan nya menekan sisi luar payudaraku sehingga kini wajahnya benar-benar terhimpit oleh payudaraku, wajahnya yang jelek seakan tenggelam dibelahan daging kenyal kebanggaanku ini.

“emhhh mang aseeppp udahh… kumohon manggg emphhh” desisku merasakan wajahnya ia gesesk-gesekkan di belahan payudaraku.

Tangannya yang masih menekan sisi luar payudaraku, sementara jarinya bergerak naik mencari putingku untuk di permainkan. Mang asep menggunakan ibu jari dan jari telunjuknya untuk memilin putingku. Ia putar-putar halus lalu menariknya lembut, membuat syahwatku semakin meninggi. kedua tanganku yang sebenarnya sudah tak terkawal, tanpa kusadari sudah berada di punggungnya seolah menyetujui aksi cabulnya terhadapku.

Setelah puas merasakan himpitan payudara kenyalku di wajahnya, mulutnya menyosor ke putingku. Ia jilat-jilat sebelum mulutnya mencaplok masuk seluruh putingku lalu ia hisap. Hisapannya juga bervariasi, kadang ia hisap lembut, lalu tiba-tiba ia hisap dengan kencang. Sembari ia hisap kencang, wajahnya ia angkat menjauh sehingga payudaraku seakan memanjang karena tertarik oleh mulutnya.

“hmmmppphhh aaaaahhh… jangan digituin mang.. ahhhhhh” desisku menggelinjang

“enak banget susumu neng. Lihat nih pentilnya. Nantangin banget kan. Nih rasaiin!!. Slrrppp” ucapnya saat melepas hisapannya, ia melihat dari dekat puting payudara kananku yang sudah mengeras lalu dengan cepat dihisapnya lagi dengan kencang.

“ehhhmmmppp maangg… uhhh.. auuuuuhhhh.. ouuhhhh.. uhhhhhh kok disentill mang??! uuhhhh” desisku merasakan sentilan berulang di puting payudara kiriku.

Mang asep yang sedang asik bermain di payudaraku tidak mendengarkan perkataanku. Ia tetap menghisap kencang satu sisi payudaraku sementara satunya lagi ia sentil-sentil dengan gemasnya.

“aaaahhhh uuuhhhhhh mangggg aahhhhh”

Aku hanya bisa terus mendesah akibat perlakuannya. Aku menggigit bibir bawahku smentara mataku merem melek merasakan payudaraku yang menjadi bulan-bulanannya. Vaginaku sendiri sebenarnya sudah terpancing meskipun belum disentuh oleh mang asep. Kurasakan rasa geli yang menjalar, seakan vaginaku meminta untuk di garuk.

Tidak terasa hampir setengah jam mang asep mengerjai payudaraku. Kulit halus payudaraku yang seharusnya berwarna putih bening dengan sedikit kelihatan urat-uratnya kini memerah akibat perlakuan kasarnya. kini mang asep telah mengangkat wajahnya dari payudaraku sehingga posisi kami kembali duduk bertatapan. Aku sungguh malu karena saat ini pasti ia dapat dengan jelas melihat wajahku yang sedang diburu nafsu.

Tangannya mengarah ke kepalaku lalu ia mengusapnya lembut.

“jilbabnya dibuka ajah neng. Pengen liat aslinya kamu. Pasti cantik banget” pinta mang asep sambil membuka satu persatu jarum pentul yang kugunakan untuk mengunci hijabku. Dengan telaten ia dapat dengan cepat menemukan yang ia cari lalu menariknya lepas. 2 jarum itu kemudian ia tancapkan ke senderan kursi angkot sementara 1 jarum lagi masih ia pegang lalu mengarahkannya ke putingku.

“kira-kira gimanah ya kalo pentilnya si eneng di cucuk pake ini? Penasaran deh suerrr” ucapnya dengan tangan kiri menarik putting kiriku lalu dengan tangan kanannya, ia arahkan jarum itu mendekat tepat di tengah.

“ssshhh manggg jangaannnn. Tolongg jangaannn” rengekku memelas. Tanganku menyentuh pahanya mengharap iba darinya

Bibir hitamnya tersenyum. Tangannya yang sedang memegang putingku menariknya sehingga aku semakin mendekat kerahnya.

“bercanda.. bercyanda.. bercyandaa” ucapnya sambil mengejekku.

Wajahku semakin memerah menahan malu akibat semua perbuatannya. Dengan tercabutnya semua jarum pentul di hijabku, mang asep dengan mudah bisa membuka hijab hitam yang kupakai. Kini hijabku yang ia taruh di senderan kursi mobil angkot ini. Tangannya segera menuju jepitan rambut yang kugunakan untuk mengikat rambutku, ia lepas sehingga saat ini rambutku jatuh terurai.

“buseettt.. neng ini bidadari dari mana seeh? Cakepnya bukan main. Bisa-bisa jatuh cinta lagi mang asep dah neng” ucapnya memperhatikan penampilan polosku.

Perkataannya tidak mengagetkanku. Paras ayu dengan rambut hitam panjang sepunggung ditambah dengan body aduhai memanglah kelebihan yang membuatku ditaksir banyak lelaki. Meski keseharianku mengenakan hijab, yang membuat rambut indahku selalu bersembunyi dibaliknya tetap saja tidak menutupi keindahan yang terpancar olehku.

“eh si asep udah duluan aja. Bukannya nungguin” ucap seorang pria dari luar yang mengagetkanku dan mang asep.

Ternyata pria itu adalah tukang parkir yang satu lagi, yang lebih tua dengan bekas luka di wajahnya yang sampai ngos-ngosan karena berlari mencari kunci mobilku.

Spontan aku menyilangkan tanganku menutup kedua payudaraku yang menggantung bebas tanpa penghalang.

“si mamang daritadi kemana aja atuh. Saya mulai duluan deh. Udah gak sabar atuh liat neng nya Hehe” jawab mang asep



mulustrasi jaka


“nama mamang ini mang jaka. Dia senior mang asep neng. Jangan sungkan atuh neng.” Ucap mang asep padaku. Mang asep lalu menurunkan tanganku yang menutupi payudaraku sehingga mang jaka kini kebagian jatah untuk melihat payudara indahku.

“montok benar dah. Oih dah sampe lepas hijab aja!” ucap mang jaka kaget karena melihat untaian indah rambutku yang sedang di rapikan oleh mang asep.

Mang asep meluruskan rambutku yang sedari pagi terikat dibalik hijab yg kupakai. menggunakan jemarinya ia seakan menyisir rambutku dari pangkal hingga ke ujung. Sesekali ditengah sisirannya, ia mengecup ubun-ubunku. Ia hirup aroma rambutku yang mungkin sedikit apek karena 2 hari belum keramas.


“ oh ya sep. kamu dicariin sama kang andi atuh. Penting katanya” ucap mang jaka

“hah? Serius? Ih dasar ya manusia satu itu tau aja orang lagi enak. Malah di ganggu!” ucap mang asep kesal

Seketika mang asep yang sedang memanjakan rambutku menghentikan aktifitasnya.

“mang asep pergi bentar yah neng. Ntar mang asep balik kita lanjut enak-enaknya” ucapnya beranjak pergi. Sebelum pergi mang asep menyempatkan meremas kedua payudaraku dengan kencang lalu turun dari angkot meninggalkanku.

Aku melihat mang asep dengan buru-buru berlari menuju area terang dimana café berada. Sementara mang jaka mulai menaiki angkot seolah berganti posisi dengan mang asep.

Seperti mang asep tadi, mang jaka seolah terpana melihatku. Ia terdiam beberapa saat sebelum kembali mendekatiku. Matanya menatapku dengan tajam seolah melihat buruan empuk didepannya membuatku memalingkan pandangan.

“cantik banget kamu neng” ucap mang jaka yang sudah berada didekatku memegang pipiku lalu mengarahkan tatapanku kearahnya.

Kulihat wajahnya sebelas dua belas dengan mang asep. Sama-sama tidak enak dipandang. Wajah mang jaka yang sudah sedikit keriput dengan bekas luka yang menjadi perbedaan. Selainnya mirip. Seperti bibirnya yang menghitam karena rokok, pipinya yang kurus, sampai gaya rambutnya yang cepak.

*cupppp*

Mang jaka tiba-tiba mendaratkan ciumannya di bibirku. Berbeda dengan mang asep yang terkesan gentlemen, mang jaka adalah tibe yang buru-buru dan ingin main cepat. Ia langsung memasukkan lidahnya kedalam mulutku mencari lidahku untuk disantap. Sementara tangannya kini sudah berada di dada meremas-remas kencang payudaraku.

“hemmmpphhh aaaahhhhh ahhh” desahku

Sentuhan mang jaka yang terkesan hanya karena terbawa nafsunya semata ntah mengapa ikut memacu nafsuku. Syahwatku kembali membara mengambil alih akal sehatku.

Mang jaka mencoba berdiri, tangannya berusaha membuka kancing celana jeansnya. Sementara aku tetap duduk terpaku melihat aksinya meloloskan celana dari kakinya. Tak perlu menunggu lama hingga mang jaka meloloskan pertahanan terakhirnya, sebuah celana dalam berwarna biru dongker kusam yang menyembunyikan batang kejantanannya yang berukuran tidak terlalu kecil juga tidak terlalu besar.

“mamang tak bisa berlama-lama neng. Kalau disini pasti susah. Ayuk kita keluar dari sini” ucap mang jaka menarik tanganku menuntunku keluar dari dalam angkot.

Mang jaka sudah menanggalkan seluruh pakaiannya terkecuali sebuah singlet putih yang masih menutup badan kurusnya. Smentara aku juga sudah menanggalkan baju dan hijabku, hanya menyisakan rok hitam Panjang serta celana dalam yang masih menutupi vaginaku

Mang jaka membawaku ke balik angkot yang diseberangnya hanya terdapat tembok pagar dengan tanaman hias di sekelilingnya. Ia langsung mendekap tubuhku dari belakang. Ia hirup dalam dalam aroma rambutku dari belakang. Tangan kirinya meremas-remas payudaraku sementara tangan kanannya kini menyusup masuk dari rokku sedang mengusap bagian paling sensitif dari tubuhku.

“udah basah aja kamu neng” ucapnya merasakan kelembaban pada bagian luar celana dalamku.

“ssshhhhh heemmmphhh”

Aku tidak menjawab hanya mendesah merasakan nikmat ketika jari-jarinya menyapu area vaginaku. Dari luar celana dalamku, jarinya menekan lembut klirotisku yang membuat aku semakin belingsatan.

Mang jaka semakin mendorong tubuhku, selangkangannya yang tidak tertutupi apapun kini menumpu pada bongkahan pantat bulatku. Kedua tanganku kini hanya bisa kugunakan untuk menahan agar tubuhku tidak menempel ke body angkot yang kotor ini.

“nungging neng” perintah mang jaka sambil menekan area punggungku agar posisiku menunduk membelakanginya. Rok ku ia angkat, Pantatku ia tunggingkan. Dengan satu tarikan ia melepas celana dalam yang kupakai lalu melemparnya ke tempat sampah yang ada di dekat tembok.

Ditengah ledakan birahi yang kurasakan, aku kembali menggigit bibir bawahku seakan bersiap. Namun jauh dilubuk hatiku masih merasakan adanya penyesalan. Dimana aku sebagai seorang istri dari mas Farhan sebentar lagi akan kembali dipake oleh orang lain.

“maafin aku mass.. maafin istrimu yang hina ini.. aku istri yang buruk mass.. aku dibutakan oleh nafsuu.. maafi….. henngggkkkkkk ouuuuuhhhhh!”

Ucapku dalam hati merasakan penyesalan.

Selagi aku aku membatin tadi ternyata mang jaka dengan tega langsung menghujami vaginaku dengan penisnya. Dengan satu dorongan bertenaga, penisnya berhasil masuk kedalam liang senggamaku yang sempit. Lendir cinta yang sedaritadi merembes keluar membantu mang jaka dalam penetrasinya.

“henggkk anjirrrr! Dasar anjirrrr!! Memek mu rapat pisan.. uhhhh” desah mang jaka merassakan penisnya dijepit oleh vaginaku. Saking nikmatnya, mang jaka sampai melontarkan kata-kata kasasr.

Mang jaka tidak langsung memaju mundurkan pinggulnya menggenjotku, ia biarkan sejenak penisnya didalam merasakan setiap ulekan yang dilakukan oleh dinding liang senggamaku.

"Gile baru ini mamang rasain memek bisa njepit gini. Anjir emang memekmu neng! Rapatnya uhhhh" desah mang jaka

“aaaaaaaaahhhhhhh maaangg….”

Desahanku kembali keluar. Bukan karena penisnya yang mulai menggenjotku namun karena tangannya kini aktif meraih payudaraku yang bergelantungan. Di remasnya lalu ditariknya putingku ke arah bawah.

"Ntar mamang mau minta maaf ke istri mamang." Ucap mang Asep terlihat seperti berpikir

"Sshhhh kenapah emangnya mangg??" Tanyaku membelakangi mang Jaka, wajahku tetap menghadap ke body angkot tempat aku bersandar

"Biasanya jatah istri mamang tu 2 hari sekali. Harusnya mamang pulang dari sini tu jadwalnya ngecor istri. Tp biarlah udah ada Eneng yg gantiin hehehe" jawab mang Jaka

Penyesalan kembali merasuki. Ternyata bukan hanya aku yang mengkhianati suamiku tapi mang Jaka juga, karenaku mang jaka jadi mengkhianati istrinya.

"Udah bisa mamang mulai yah neng.. terima sodokan mamang. Hengghh!!" Kata mang Jaka mulai memaju mundurkan penisnya.

"Ahhhhhhh aaaaaahhhhhhh hhmpppppp"

Dengan punggung tanganku kututupi mulutku berusaha menghalangi setiap desahan yang keluar dari mulutku agar tidak terdengar kemana-mana. Walaupun sudah larut, di area cafe masih banyak muda-mudi yg masih nongkrong sebatas menghabiskan waktu dengan meminum kopi atau mengemil snack.

Mang Jaka mulai mengencangkan sodokannya. Penisnya kini sudah sangat basah dilumuri oleh cairan cintaku. Kurasakan penis mang Jaka berada di ambang pintu keluar vaginaku sebelum ia masukkan kembali dengan kuat membuatku meringis merasakan nikmat. Penis mang Jaka yang berukuran biasa aja ternyata mampu memberikan kenikmatan yg sedari tadi sore kuidamkan.

*Plokk plokkk plokk plok plok*

Benturan kulit kami berbuah bunyi nyaring yang menggema di area parkir kosong ini. Ditengah hujaman penisnya sesekali kurasakan tangan mang Jaka menyusuri area punggungku mengarah ke pinggulku merasakan betapa lembutnya kulit yang selalu ku rawat dengan sering menkonsumsi sayur dan buah serta olahraga rutin. Ia cengkram kuat pinggulku lalu dengan gerakan yang sama ia terus menghujami vaginaku dengan penisnya.

"Aaahhhhh manggg mamaanngg aahhhhhh ssshhhhhh" desahku merasakan garukan penis mang Jaka yg semakin liar mengaduk vaginaku

"Ah ya neng.. ada apa? Enak to di entot kontol mamang?" Tanya mang jaka

"Aahhhhh shhhhhhh aaaaaahhhh"

Meski membelakangi mang Jaka aku berusaha menoleh ke arahnya. Tidak ada jawaban yang keluar dari mulutku selain desahan manja yang membuat mang Jaka mendekatkan wajahnya lalu mencium bibirku.

"Eempppphhhh hummmpppp hemmmppp"

Desahanku tertahan ciumannya. Lidah mang Jaka kembali masuk untuk beradu lidah denganku. Tangannya juga kini kembali hinggap di payudaraku, mencengkram kuat dua melon kembar yang sekel. Ditengah cumbuannya kurasakan nafas mang Jaka memberat.

"Ssshhhhhhh manggg.. mamanggg kenapahhhh?" Tanyaku menaruh perhatian

Ciuman kami terlepas, namun wajah kami hanya berjarak beberapa centi saja. Mang Jaka pasti dapat melihat dengan jelas wajah binal yang saat ini kupasang. Wajah seorang akhwat yang sudah dibutakan oleh nafsu.

Ia tersenyum lalu menghentikan sodokannya.

"Mamang capekk nengg. Baru ini mamang menggenjot memek seenak ini. Mamang jadi lupa diri kalo mamang udah tua. Stamina mamang terbatas uhh." Jawab mang Jaka sambil sesekali kembali menyodok dengan pelan

Aku yang sebenaenya sudah diambang klimaks merasakan kekecewaan mendengar ucapan dari mang Jaka. Penisnya masih dengan gagah perkasa membelah vaginaku sementara stamina pemiliknya yang sudah terkuras habis karena dari awal menggenjotku dengan kencang.

Kini penis mang Jaka sudah sama sekali tidak melakukan tarik ulur di dalam vaginaku, hanya sebatas mendiami tempat yang tersedia didalamnya. Tanpa kuperintahkan, pinggulku seolah mencari sendiri cara agar vaginaku kembali merasakan nikmat, pinggulku dengan nakalnya malah maju mundur sendiri.

"Aaahhhhhh enakkkkk" desisku kembali merasakan kenikmatan

"Uhhhhh nennggg" Mang Jaka juga sepertinya keenakan mendapati di penisnya, vaginaku sedang keluar masuk.


Dengan posisi doggy ini, selama beberapa menit aku terus memaju mundurkan pantatku. Aku yang bekerja sementara mang Jaka hanya menikmati. Tapi ntah mengapa aku menyukai hal ini. Tangan mang Jaka yg dari tadi kesana kemari berpindah posisi, saat ini hanya memegangi bongkahan pantatku sambil sesekali menepuknya.

Vaginaku semakin banjir. Cairan cintaku tidak berhenti mengalir meluberi penis mang Jaka yang sedang diam dipuasin oleh rapatnya vaginaku. Pinggulku bergerak semakin cepat. Kedua susuku yang sedang berjuntai inipun ikut gondal gandul kedepan kebelakang mengikuti ritme goyanganku.

*plokk plokkk plokkkk*

"Aaaaahhhhhh maangggg aaaaahhhh enakkk mangggg. Aahhhhhh kok bisa senikmat iniiii aaaahhhhhh.."

Desahku meninggi. Penis mang Jaka yang tidak terlalu besar ini berasa pas di vaginaku yang masih sempit. Nafasku kini ikut memberat seiring rasa nikmat yang kurasakan. Aku menyadari kalau sebentar lagi hasratku akan tuntas, aku akan meraih orgasmeku.

Mang Jaka seolah tau yang kurasakan saat ini. Dengan sisa-sisa tenaganya ia kini ikut menggerakkan pinggulnya menyesuaikan dengan gerakan ku yang cepat.

Rasa nikmat ini semakin menjadi. Vaginaku mulai berkedut menjelang orgasmenya. Mataku memejam menyambut adanya sebuah ledakan ternikmat yang pernah kurasakan.

"Aaahhhh mannggggg aaaahhhhhhh memek aku mau pispisss mangggggg" ucapku mendesah nikmat

"Keluarin ajah neng. Puaskan dirimu. Uhhhh" balasnya singkat

Dengan tenaga penuh aku mempercepat goyanganku di penis mang Jaka hingga saat yang kutung tunggu tiba.

*Srrrr*

"Aaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhh keluarrrrrrrrr!!"

Aku melolong panjang. Kepalaku mendongak keatas dengan mulut menganga berbentuk huruf o. Inilah rasa yang kutunggu hadir sejak birahiku meninggi sore tadi.

*Ccrrrrrttt crrrrrtttt crrrttttt*

Semburan cairan cintaku menghangati penis mang Jaka. Percikan cairan cintaku tetap menyembur keluar dari sela lubang kenikmatan ku yang masih tersumpal penis mang Jaka.

Mang Jaka kembali merem melek merasakan penisnya diurut oleh setiap otot kewanitaan pada dinding vaginaku.

"Anjiirrrrrr.. anjiiiiirrrr.. anjiiiiirrrr! Anjir pas lagi keluar gini memekmu malah makin jepit gini nengg.. uhhhh gak tahan kontol mamaanng" lirih mang Jaka keenakan.

Penisnya mulai berkedut. Dengan sisa tenaganya ia kembali menghujami vaginaku yang masih sangat sensitif. Tidak sekencang sebelumnya namun aku yakin mang Jaka juga sudah diambang batasnya.

Kaki ku bergetar, terasa rasa lelah menggerogoti tubuhku. Ingin sekali rasanya menjatuhkan tubuhku ke bawah. Namun itu tidak bisa kulakukan karena pinggulku masih di pegang mang Jaka yg tengah berusaha menuntaskan birahinya.

"Aahhhh aaahhhhhhh ssshhhhhh aaaaaahhhhhh"

Aku terus mendesah merasakan gesekan penisnya bergerak keluar masuk di vaginaku.

"Dikit lagi. Ughhh. Dikit lagi.... ughhhh... dikit... ouah yaaahhhhh!"

*CROTTT CROOTTTT*

Mang jaka menusukkan penisnya sedalam-dalamnya sebelum mengeluarkan lahar putih kentalnya ke dalam rahimku. Di usianya yang sudah tergolong tua dan kebiasaanya menyetubuhi istrinya 2 hari sekali membuat spermanya tidak begitu banyak mengisi rahimku, namun spermanya tetap terasa begitu hangat.

"Aahhhh mamang kok keluarin di dalam??" Tanyaku menoleh kebelakang.

Sebenarnya pertanyaan itu hanya sekedar alasan saja. Aku hanya ingin melihat ekspresi mang Jaka usai berhasil menyetubuhi wanita cantik sepertiku.

Mang Jaka mengeluarkan penisnya yg masih setengah tegang dari vaginaku. Penisnya sangat basah sementara dari vaginaku, lelehan sperma mang Jaka yang bercampur dengan cairan cintaku merembes keluar menyusuri pahaku.

Aku lalu menyenderkan punggungku ke body angkot di belakangku. Ku lihat mang Jaka melepas singlet yang ia pakai.

"Kamu gak mungkin hamil neng. Mamang teh mandul" jawabnya sambil mengelapi penisnya menggunakan singlet yang ia kenakan

*DEG*

perasaan bersalah langsung menyelimutiku. Tak sepantasnya aku menanyakan hal sensitif seperti itu ke seorang pria yang tidak mungkin memiliki anak.

"Maaf mang.." ucapku meminta maaf.

Disatu sisi diriku, ada rasa yang bertolak belakang dengan kata yg kuucapkan ke mang Jaka.

"Apa peduliku dia mandul atau tidak. Toh dia sudah menggarapku, dia sudah mendapatkan kesenangan yg tidak mungkin akan ia dapatkan lagi" batinku

Mang Jaka lalu memasukkan singketnya ke sebuah kantung kresek. Diikatnya lalu ia lemparkan masuk kedalam angkot melalui jendela yang terbuka. Kini ia sedang telanjang bulat didepanku.

"Mang.. mamang!"

Kudengar suara mang Asep mendekat mencari mang Jaka.

"Kutu buset udah telanjang aja si mamang. Udah ngapain aja??" Tanya mang Asep ke mang Jaka.

Mang Asep mendekatiku lalu merangkul ku.

Mang Jaka tersenyum lebar sambil memakai celana jeans nya yang ntah kapan ia ambil dari dalam angkot. Rompi orange yang menandakan dirinya adalah tukang parkir kembali ia kenakan.

"Lemas lututt ku sep di buat neng Annisa. Sekarang giliran mu tuh. Aku mau jaga dulu" jawab mang Jaka dengan santainya

"Mamang sialan. Aku gak bisa make nih cewek sekarang. Kita 2 di beri kerjaan sama kang Andi" ucap mang Asep

"Hah tugas apa lagi? Harus banget sekarang ya sep??" Tanya mang Jaka lagi

"Besok! Ya sekarang lah mang. Masa besok atuh" jawab mang Asep lagi.

Aku hanya terdiam memperhatikan mereka berbicara. Tapi rasa senang meliputi hatiku karena dari pembicaraan mereka, sepertinya aku bisa segera pulang, segera lepas dari mereka.

"Yok sini neng Annisa"

Mang Asep menarikku ke dekat lampu yang menyinari kami sedari tadi. Tubuh montokku dengan kulit halus dengan butiran keringat hasil persetubuhan ku dengan mang Jaka membuat mang Asep meneguk ludah. Tatapannya seolah ingin memakai tubuhku juga. Di celananya timbul sebuah tonjolan yang perlahan membesar.

"Sial banget ah. Disaat seperti ini kok malah dapat kerjaan. Sialan! Arrggggg!" Umpatnya kesal.

Aku yang masih bertelanjang dada ini masih sedikit letih, napasku juga masih tersengal-sengal.

"Mang Asep.. boleh Annisa pulang? Abi pasti lagi khawatir mang.." ucapku ke mang Asep. Ku pegang lengannya sembari menatap ke wajahnya

Mang Asep tampak berpikir sejenak. Ia menatapku, mengelus rambutku lalu mengecup mesra keningku.

"Hahh! Iya deh neng Annisa boleh pulang. Asall...."

"Asal apa mang?" Tanyaku

"Asal neng Annisa tuker pakaian. Neng gak boleh make ini rok. Bolehnya make"

"Mang. Mamang! Tolong ambil tas yang ada di dashboard!" Teriak mang Asep ke mang Jaka yang masih berada disekitaran angkot

Mang Jaka pun membuka pintu depan lalu memasukkan sebagian tubuhnya mengambil sebuah tas kecil lalu mengantarkannya ke mang Asep.

*Muach*

Mang Jaka menyempatkan mendaratkan sebuah ciuman di pipiku. Tangannya juga ia sempatkan menarik putingku.

"Sshhhhh" lirihku karena rasa ngilu di putingku.

"Aku ke gerbang dulu jaga sep" ucap mang Jaka meninggalkan kami berdua

Mang Asep lalu membuka tasnya mengeluarkan beberapa helai pakaian.

"Ini pake neng. Tp sebelumnya lepas dulu rok nya" perintah mang Asep yang langsung aku turuti.

Aku ingin segera pulang. Bagiku tidak masalah meninggalkan pakaian ku disini karena di mobilku, masih ada pakaian cadangan yg selalu aku siapkan mana tau ada apa-apa.

"Iyah mang" jawabku.

Aku membuka seleting dan pengait rok hitam panjang yang masih kupakai, kuloloskan dari bawah. Mang Asep kini dapat melihat kaki jenjangku serta bongkahan pantat semok didepannya. Vaginaku juga tersaji didepannya yang membuat mang Asep kembali meneguk ludah.

Mang Asep memutar balik badannya membelakangiku. Aku yakin saat ini hatinya berkecamuk, antara harus menuruti perintah bosnya atau menyetubuhiku. Dengan sikapnya yang seperti itu aku yakin pilihan mang Asep adalah yang pertama yaitu menuruti perintah bosnya.

"Udah mang" ucapku menunjukkan pakaian tubuhku yg sudah mengenakan pakaian yg diberikan olehnya

"Busset cakep benar kamu neng. Mirip lonte mahal tau neng" ucapnya memperhatikan ku dari atas kebawah.







Pakaian yang ku kenakan sangat minim. Hanya memakai tengtop tipis berbelahan rendah berwarna hitam dibaluri sebuah cardigan berwarna cokelat dengan celana hotpan berwarna hitam yang hanya menutupi sebagian paha ku saja

"Eh itu cardigannya jangan dikancing neng. Biarin ngebuka aja" ucap mang Asep membuka kancing cardiganku.

"Tapi tengtopnya rendah kali mang. Susu aku nyembul keluar kalo gini mang" ucapku

"Ya justru itu neng Annisa. Biar lebih menarik to.." ucapnya lagi. Tangannya yang masih membenahi cardiganku sesekali usil dengan menekan payudaraku.

Tentop yang kupakai juga kembali ia turunkan sampai belahan payudaraku terlihat jelas, bahkan puting payudaraku hampir ikut terekspose. Mang Asep lalu menyisir rambutku dengan jarinya, ia gerai rambutku hingga tampak lebih anggun.

"Oh ya sampe lupa mang Asep nya. Bonus buat neng Annisa. Pakai nih biar lebih pede" ucap mang Asep memberikan sehelai masker.

Aku pun mengambil masker tersebut dan langsung kupakai.

"Setidaknya wajahku tertutupi oleh masker ini. Hussff syukurlah dia masih punya hati" ucapku dalam hati

"Dah.. yuk neng" ajaknya.

Mang Asep mengenggam tanganku, ia mengajakku berjalan menyusuri seluruh area cafe.

Kini kami sudah berada di spot tempatku reuni dengan teman-temanku. Sungguh tidak bisa dibayangkan, diriku yang tadi tampil anggun dengan hijab yang menutupi aurat ku sekarang malah pamer aurat.

Kurasakan payudaraku bergoyang setiap kulangkahkan kakiku. Bukan tanpa sebab, saat ini tidak ada Bh yang menutupi payudara ku. banyak mata melirik kearahku. Ada yang melihat ke arahku secara terang-terangan ada juga yang diam-diam melirik karena takut dimarahi pasangannya. Mang Asep yang membawaku kemari tampak begitu bangga denganku yang saat ini berada disisinya.

"Tuh benar kan mang Asep. Pasti banyak yg jadi ngefans sama neng Annisa kalo penampilannya gini atuh" bisik mang Asep di telingaku.

Aku melirik kecut ke mang Asep berpura-pura kesal terhadapnya, namun menjadi tontonan seperti saat ini membuatku sedikit bangga memiliki tubuh seindah bidadari.

Mang Asep lalu mengajakku lanjut berjalan. Tak terasa sudah hampir seluruh area cafe kami jajaki. Mang Asep berulang kali membenarkan posisi cardigan yg menutupi tonjolan bulat didadaku. Ia benar-benar mengumbar belahan dan separuh bagian payudaraku ke muka umum. Bahkan tadi di area WC, didepan seorang pria yang kutaksir masih SMA, mang Asep sengaja memasukkan tangannya dari atas tentopku mengambil tetek kananku lalu ia keluarkan dari tentopku. Sontak pria itu kaget. Matanya melotot melihat susu indahku menyembul keluar. Dengan akting seadanya mang Asep seolah tak sengaja lalu memasukkan kembali payudara kananku kedalam tentop. Pria yang melihat tindakannya itu hanya bisa menganga sampai kami berusa beranjak meninggalkan nya.

Kini kami sudah keluar dari area cafe sedang menuju parkiran mobilku. Ditempat yg sunyi ini mang Asep semakin berani melanjutkan kenakalannya. Tentopku ia turunkan lagi, kedua payudaraku kini ia keluarkan.

Ia kembali mempermainkan payudaraku. Ia remas remas, ia tarik putingnya, sesekali ia sentil, dan ia tampar pelan. Dari gerbang kulihat tiba-tiba sebuah mobil Avanza datang. Cahaya dari lampu mobilnya menyenter ke arah kami. Aku tak sempat menutupi payudaraku sehingga dari dalam mobil, kuyakin si pengemudi pasti melihat toket bulatku, pasti lah dia berpikiran aku ini perempuan yang gak bener.

Mobil itu dengan pelan bergerak maju ke arah kami yang memang bejalan kaki di pinggir jalan. Mang Asep menghalangiku memasukkan kedua payudaraku, ia tetap memainkannya sesuka hati sehingga aku harus menahan malu dengan perbuatannya ini.

Mobil itu semakin mendekat kearah kami, otakku berpikir seperti mengenali mobil tersebut. Belum sempat aku mengingatnya, mang Asep melambaikan tangan kirinya kearah mobil Avanza hitam itu, memberikan sign agar mobil itu berhenti. Aku memalingkan wajahku kesamping. Meskipun memakai masker, rasa malu ku tetap membuatku membuang wajahku ke arah sisi berlawanan dari arah mobil. Jendela depan tempat driver mobil itu perlahan membuka, suara yang tak asing terdengar olehku.

"Pak Asep??" Tanya nya.

*Bobby!!!!!*

Aku kaget setengah mati mendengar suara temanku Bobby memanggil nama mang Asep.

"Kok bisa?!!" Tanyaku dalam hati sambil tetap menatap arah berlawanan dari Bobby. Aku tidak berani melihat ke Bobby. Rasa takut dan cemas menghantuiku.

"Pak Bobby?" Tanya mang Asep. Ia melepaskan tangannya dari payudaraku, hendak memberi salam ke Bobby.

"Iya pak saya Bobby" jawab temanku

Mereka pun bersalaman. Tangan mang Asep yg baru saja menyentuh kulit payudaraku bersalaman dengan tangan Bobby.

Kedua payudaraku montokku terpampang bebas dapat dengan jelas dilihat oleh Bobby temanku.

"Ini pak dompet yg tadi terjatuh. Coba diperiksa kembali ada yang kurang tidak" ucap mang Asep.

"Jadi Bobby kemari karena dompetnya ketinggalan?? Bukan karena dia temannya mang Asep kan?" Ucapku dalam hati

Bobby mengecek isi dalam dompetnya. Kudengar hembusan nafas lega keluar dari mulutnya. Kuduga isi dalam dompetnya masih lengkap tanpa ada satupun yang hilang.

"Terima kasih pak Asep. Ini buat bapak." Ucap Bobby memberikan imbalan yang langsung diterima mang Asep.

"Sama-sama pak. Lain kali hati-hati ya pak. Untung saya yg temukan. Kalo orang lain udah habis tuh duit dalam dompetnya bapak hehe" ucap mang Asep cengengesan

"Iya pak. Saya teledor tadi. Untung ada bapak. Hehe" balas Bobby

"Itulah orang Indonesia. Udah ketiban sial ujung-ujungnya masih untung kan ya. Hahaha.." ucap mang Asep

Setelahnya pembicaraan mereka berhenti sejenak. Aku masih mematung diam menolehkan pandanganku ke arah berlawanan dari Bobby. Andai Bobby melihatku, yg ia lihat hanyalah rambut panjang ku serta kedua buah payudara bulatku yang indah.

"Anuu. Dari tadi saya perhatiin bapak liatin neng ini terus? Kenapa atuh??" Tanya mang Asep dengan bibir menyeringai mesum

"Ranum pak toketnya. Badannya juga bagus. Tapi kenapa maskeran sih?? Lontenya bapak ya?" Tanya Bobby

Dadaku terhenyak. Tak kusangka dengan penampilanku yang seprti ini Bobby secara terang-terangan menyebutku lonte.

Mang Asep menarikku mendekat. Yg artinya membuatku semakin dekat juga ke Bobby. Mang Asep menuntunku agar berhadapan ke Bobby dengan posisinya berada tepat dibelakangku.

Kini mataku beradu pandang dengan Bobby. hatiku sunggu berbebar kencang, bukan karena cinta namun karena takut kalau Bobby mengenaliku. Aku takut masker ini tidak menyembunyikan jati diriku.

"Neng.. betul neng ini lonte nya mang Asep??" Tanya mang Asep di kupingku

Aku tidak berani bersuara takut Bobby akan mengenali suaraku. Kugeleng geleng kan kepalaku mengartikan aku bukanlah Lontenya mang Asep.

"Ah yang benar atuh neng??" Mang Asep menanyaiku lagi.

Lagi, kugelengkan kepalaku memberi isyarat kalau aku bukanlah Lontenya.

Bobby hanya menatapku tajam seolah pandangannya berusaha menembus masker yang kukenakan.

"Ahh"

Tiba-tiba dari belakang mang Asep mendorongku, membuat tubuhku menghimpit di body luar pintunya, sementara payudaraku berada tepat diatas kaca jendela mobil Bobby yang menutup.

Bobby kaget melihat perlakuan mang Asep kepadaku namun ia tidak berbuat apapun. Malah senyum jahat mulai timbul di bibirnya

"Namanya siapa ya?" Tanya Bobby mendekatkan mukanya.

Sekilas Bobby melihat keluar, kearah mang Asep tentunya. Aku tidak tau apa maksudnya tapi setelahnya Bobby kembali mendekatkan wajahnya yg kini hanya beberapa cm saja dari mukaku.

"Akuu Ica bang" jawabku. Dengan usaha ekstra aku berusaha mengubah suaraku agar berbeda dari suara Annisa yang Bobby kenal

"Berapa tarif kamu?? Ngamar yuk" tanya Bobby. Kali ini Bobby mengarahkan pandangannya ke payudaraku yg tergantung tepat di depannya.

Tanpa meminta izin tanganya yang besar menyentuh payudaraku dimulai dari putingku.

"Sekel bener tetekmu hehe" ucapnya sambil memainkan putingku

"Ssshhhhhh emhhpppp"

Rangsangannya di payudaraku membuat syahwatku kembali meninggi. Meski belum mengalahkan akal sehatku namun cukup membuatku mendesah

Sembari mempermainkan putingku, Bobby kembali tanpa meminta izin menciumi leher jenjangku. Kepalaku seketika mendongak keatas akibat ulahnya itu.

"Huahh.. enak bener baumu kak. Suka bener aku aroma tubuhmu" ucap Bobby kembali menciumi area leherku

Ditengah ciumannya ia kembali membisikkan sesuatu.

"Parfum kamu kak. Seperti aroma parfum temanku. Temanku yang tak mungkin kumiliki" Ucapnya di bawah telingaku yg sedang diciumnya

*Deg*

Dadaku kembali tersentak.

“apa? Tak mungkin dimiliki?? Apa maksudmu bobby?? sshhh” tanyaku dalam hati sambil meringis diterpa cumbuan booby dileherku.

Bobby lalu menghentikan ciumannya. Tangannya yg kiri kini memijit pelan payudara kananku sementara tangan kanan Bobby mengarah ke wajahku.

Saat ini aku sudah pasrah. Identitas ku pasti terbongkar. Bobby pasti selamanya akan menganggapku sebagai lonte pemuas, bukan Annisa yang sudah lama ia kenal.

Namun dari belakang tiba-tiba mang Asep menghentikan perbuatan Bobby.

"Eh pak kenapa??" Tanya Bobby heran

"Udah cukup. Neng Ica ini pacar saya pak. Saya td hanya berbagi rezeki saja ke bapak. Tolong jangan menganggap lebih. Hehe"

Aku tertunduk. Tidak kusangka mang Asep yang td seolah menawarkanku ke Bobby malah jadi penyelamat ku.

"Yah bapak. Gini deh pak. Sejuta. Sejuta buat bapaknya kalo aku boleh make pacarnya bapak" pinta Bobby kembali

"Eh enak aja kamu. Kok makin gak sopan ya. Kalu saya tidak mau ya tidak mau jangan maksa atuh." Jawab mang asep dengan suara yang lantang

Bobby yang berbadan gempal sebenarnya bernyali kecil. Ia langsung ciut mendengar suara tinggi mang Asep

"Iya deh iya. Maaf pak" jawab Bobby ketus lalu menjalankan kembali mobilnya keluar dari pintu cafe

Sungguh lega rasanya Bobby tidak mengetahui cewek yang ia nakalin tadi adalah aku. Berkali-kali didalam hati aku bersyukur.

"Dah... ini kunci mobil kamu neng. Kamu boleh pulang sekarang" ucap mang Asep memberikanku sebuah kunci

Aku segera mengambil kunci milikku tersebut. Kupasang muka cemberut ke mang Asep atas perlakuannya malam ini.

*TIT TIIT*

kubuka pintu mobilku lalu aku langsung masuk duduk kedalam. Saat aku hendak menutup pintu, tangan mang Asep menahan pintuku.

"Entar atuh neng annisa. Ini jangan sampe ketinggalan. Nanti suaminya kelaparan loh" ucap mang Asep memberikanku kantung kresek berisi nasi goreng pesananku

"Eh iya mang. hampir lupa. Makasih ya mang" jawabku tanpa sadar mengucap kata terima kasih.

Tidak sepantasnya aku mengucapkan hat tersebut atas apa yang mang Asep lakukan padaku. Tapi ya sudah lah..

"Ya sama-sama neng Annisa. Mang asep terima kasih juga buat malam ini" ucap mang Asep mendekatkan kepalanya mengecup rambutku. Tangannya ia arahkan kembali meremas kuat bongkahan kenyal payudaraku. Tidak lama, seharusnya tukang parkir ia berinisiatif menutup pintu mobilku lalu mengarahkan mobilku keluar dari cafe.

Sebelum meninggalkan cafe, mataku menoleh kekanan dan kekiri mencari keberadaan mang Jaka yang katanya berjaga di area gerbang. namun mang Jaka tidak kutemukan. Aku pun memacu mobilku menuju rumah.

Dijalan aku teringat dengan penampilanku, tidak mungkin aku pulang dalam keadaan seperti ini. Di tempat yang sepi ku parkiran mobilku, lalu aku mengambil pakaian cadangan yang kusimpan. Ku ganti pakaian sexy ku ini dengan baju gamis terusan berwarna hijau, lalu kembali aku pacu mobilku pulang kerumah.




__ __ __ __ ____ __ __ __ ____ __ __ __ __




Disaat yang sama, disebuah jalanan yang sudah lengang bobby dengan rasa kesal memacu mobilnya dengan kencang. Pikirannya tidak tenang setelah kejadian tadi. Meski dompet serta isinya telah kembali dengan lengkap, tapi otaknya hanya memikirkan seorang wanita yang ia temui tadi.



“kok bisa ada wanita sepertinya? Posturnya, bentuk tubuhnya, bahkan aromanya mirip dengan annisa. Dasar sialan! Kenapa aku tadi gak langsung buka aja masker nya!! Ahh siall!

Umpatnya lantang memukul setir mobilnya.




__ __ __ __ ____ __ __ __ ____ __ __ __ __




Disaat yang sama di living aestetich cafe, tampak dua orang lelaki dengan wajah puas sedang mengobrol seru dari atas motornya masing-masing



“oiya lupa aku mang. Harusnya aku minta nomor hp nya neng annisa. Mamang sih puas bisa make dia. Aku mah belum dapat jatah atuh” kata asep menepok jidatnya



“rezeki orang tua atuh sep. Memeknya wuenakk pisan. Jepitan dan empotannya juara. Moga aja bisa make dia lagi.” Jawab jaka sambil menghidupkan motornya.



Kedua lelaki itu kemudian pulang kerumahnya masing-masing.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd