Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Alkisah Di Desa Permai

Cerita manakah yang akan diterbitkan selanjutnya

  • Majlis Budak ( MC Nur )

    Votes: 388 58,4%
  • Sekolah Budak ( MC Intan )

    Votes: 220 33,1%
  • Serikan Budak ( MC Syifa )

    Votes: 56 8,4%

  • Total voters
    664
Terungkap



Semenjak kali itu aku menjadi bulan-bulanan pelampiasan nafsu bejat Rustam dan teman-temannya, mereka semakin ketagihan menikmati tubuhku. Sialnya Citra seperti senang-senang saja pacarnya dan teman-temannya memakaiku.



Sudah terhitung berapa kali Rustam menjamahku. Sepertinya setiap jengkal dari tubuhku sudah digerayangi oleh tangan dan lidah najisnya. Setiap lubang mulai dari mulut, anus, sampai memekku juga sudah smepat merasakan kontolnya bersarang di dalam.



Seperti juga Citra, Rustam tak segan-segan menyiksaku selama proses persetubuhan kami. Tangannya ringan saja memukuli tubuhku hingga merah. Telinganya juga seperti tuli mendengar teriakanku. Dia seperti menikmati setiap momen bisa menikmati dan menyiksa tubuhku.



Namun satu hal yang membuatku sangat sedih adalah karena waktu kebersamaanku dengan Tuan Haris menjadi terampas. Setiap sore, Citra sering kali menyuruhku untuk melayani nafsu binatang Rustam dan teman-temannya hingga larut malam. Hal itu membuatku baru pulang ke rumah ketika Tuan Haris sudah terlelap



Meskipun tidak bisa menikmatiku lagi, Tuan Haris sepertinya tidak terlalu keberatan. Beberapa kali dia bilang kalau aku harus berkorban demi bisa melindungi teman-temanku. Hanya karena perkatannya itulah yang membuatku masih bertahan menjadi budak Citra.



Seperti hari ini, sebelum pulang, aku dihampiri Citra yang menggebrak mejaku dengan kasar.



“Budak, sekarang kau ikut Rustam,”perintahnya tanpa basa-basi.



“Ta…ta…pi, baru kemarin…”



“Mau ngelawan, hah !”tantang Citra.



“Tidak Nyonya.”



“Ya udah sana. Rustam udah nunggu di belakang sekolah.”



Dengan langkah gugup sambil memeluk tas sekolahku di depan, aku berjalan menuju belakang sekolah. Beruntung suasana sekolah sudah sepi seiring penghuninya yang mulai pulang. Setidaknya dengan begitu aksi aneh yang dilakukan Rustam tak akan ketahuan.



Bagian belakang sekolah adalah hamparan luas yang ditumbuhi ilalang. Setelah hamparan ilalang seluas sekitar 10 meter itu, ada kebun karet luas milik penduduk.



Sesuai perkataan Citra, di belakang sana sudah ada Rustam yang berdiri bersandar dinding sekolah bersama 2 temannya. Jari mereka asik memiting rokok smabil menghisapnya.



“Wah, budak kita udah dateng nih,”ujar Rustam dengan senyum menyeringai.



“Oh, jadi ini si Intan itu ya. Yang katanya alim tapi sekarang dateng pake baju terbuka terus ya,”timpal seorang temannya.



“Bener. Nih orang emang udah rusak. Masa mau pake jilbab.”



“Cantik juga.”kata seorang teman Rustam lainnya yang dengan lancang mengulurkan tangan dan menyentuh daguku dan mengangkatnya hingga aku ikut mendongak.



Aku diam saja mendapatkan perlkuan seperti itu. Bahkan ketika orang satunya dengan berani meremas tokedku aku masih begeming. Aku tahu tahu kalau sebagai budak, aku harus membiarkan siapapun untuk melecehkanku.



“Wah, mantep juga ya tokednya,”komentar seorang dari mereka.



“Iya. Serasilah sama wajahnya.”



“Udah-udah, kalau kalian di situ terus kapan mainnya.”tegur Rustam.



“Oh iya bro. Sorilah. Nih orang cantik banget sih.”



“Bakalan lebih cakep kalau begini.”Secara tiba-tiab Rustam sudah menyibak rokku ke atas sehingga terlihatlah memekku yang tercukur bersih terpampang begitu saja tanpa secarik kainpun yang biasa menghalangi.



“Wih, mulus banget memeknya.”komentat salah satu teman Rustam kagum.



“Iya kan.”



“Dia gak make daleman ?”



“Masa budak make daleman sih.”tawa Rustam kencang.”Oi, mana salammu.”



Aku dengan memendam perasaan begitu terhina akhirnya berlutut di depan Rustam dan menciumi kakinya sambil berujar,”terimalah sembah budak hina ini.”



“Hahaha ! Nih budak mau aja disuruh cium kaki bos.”



“Lebih hebat lagi nih.”Rustam dengan kencang mencengkram kepalaku dan menariknya ke atas tepatnya ke depan celananya. Aku yang paham dengan kemauan Rustam lalu meraih resleting celana Rustam dan menurunkannya bersama dengan dalemannya hingga kontol panjang Rustam dapat mengacung tegang. Kontol besar nan bau itu akhirnya hilang ditelan oleh mulutku yang memainkannya.



“Wah, pinter nyepong juga ya nih budak.”



“Udah-udah, nanti kita gak selesai lagi mainnya.”Rustam menarik kembali kontolnya dengan rasa puas.”Kau mau main kan budak.”



“Iya Tuan.”jawabku pasrah meski dalam hati aku begitu benci harus mengikut permainan dari bajingan seperti Rustam karena apa yang dia sebut permainan tak lain adalah penyiksaan yang juga akan mempermalukanku.



“Ok budak. Sekarang kita bakalan main petak umpet. Kau harus bersembunyi dari kami selama 5 menit di lingkungan sekolah ini. Kalau kau bisa tetap gak ketemu dalam waktu 10 menit, kau bakalan bebas.”



“Bebas ?”Tanyaku terkejut.



“Iya. Kau gak perlu lagi jadi budakku atau Citra lagi.”



Aku memandang Rustam penuh dengan rasa curiga. Dalam hati aku tidak pernah yakin seorang bajingan sepertinya akan membebaskanku begitu saja apalagi lewat permainan sederhana.



“Serius ?”



“Kau gak mau.”



“Ten..tentu saja Tuan.”Aku cepat-cepat berlutut dan kembali menciumi kaki Rustam sebelum dia berubah pikiran.”Terima kasih atas kemurahhatiaan Tuan.”



“Nah, sebelum kita mulai petak umpet ini, cepet buka bajumu.”



Tanpa pikir panjang aku segera melepas semua pakaian yang melekat di tubuhku hingga bugil. Prospek dapat bebas dari Rustam dan Citra membuat rasa maluku terbuang entah kemana. Yang ada dalam pikiranku hanyalah cepat-cepat menyelesaikan permainan ini dan bebas.



Teman-teman Rustam terdiam terpaku melihatku berdiri tanpa sehelai kainpun yang menghalangi. Mereka tak menyangka dapat melihat tubuh bugil salah satu teman sekelas mereka.



Rustam meraih salah satu bungkusan di dekatnya dan mulai mengeluarkan berbagai peralatan untuk dipasang di tubuhku. Pertama-tama dia memasangkan kalung anjing berwarna hitam padaku. Kemudian kedua putingku dipasangkan dengan penjepit yang tersambung dengan lonceng kecil. Terakhir memekku dimasukkan vibrator yang disetel pelan dengan remot kontrotl yang diikat di pahaku.



“Nah, sekarang kau mulai sembunyi. Waktumu 5 menit. Terserah mau sembunyi di mana. Tapi ingat, jangan sampai lepas semua benda ini atau gak kau akan kalah”



Aku mengangguk senang dan langsung berbalik kembali ke gedung sekolah. Samar-samar aku menanggkap pembicaraan dari mereka.



“Gak apa-apa nih bos dia dilepas gitu aja ?”



“Tenang aja. Aku ada rencana.”



Meskipun cukup terganggu dengan vibrator yang terus bergetar diapit kedua dinding memekku, aku tetap mencoba berlari ke dalam kelas yang akan jadi tempat persembunyianku. Memekku yang terbiasa dimasukkan vibrator cukup banyak membuatku terbiasa.



Aku memutuskan bersembunyi di bawah meja guru yang kurasa cukup tersembunyi. Dalam hati aku sangat bersyukur karena akhirnya akan bebas dari cengkraman Rustam. Yang perlu kulakukan hanyalah bersembunyi selama 10 menit. Tentunya meski areanya terbatas dan mereka ada 3 orang, butuh waktu lama untuk menyisir seluruh lingkungan sekolah. Waktu 10 menit tidaklah cukup.



Aku mulai menghitung dalam hati. Sekitar 5 menit telah berlaru. Suara langkah kaki mulai terdengar bergema di lorong sekolah pertanda mereka semua sudah mulai berjalan mencariku. Aku tanpa sadar menggigit sendiri bibirku. Tak ingin ada satu suarapaun yang terdengar. Cukup 10 menit dan kebebasan yang selama ini kudambakan akan kudapat.



Menit demi menit telah berlaru. Tak ada tanda Rustam dan teman-temannya akan menemukanku. Aku mulai merasa di atas angin. Akhirnya aku akan lepas dari bangsat itu.

Ketika mulai memasuki 2 menit terakhir, aku tiba-tiba merasakan ada yang aneh dengan leherku. Rasanya seperti ada ribuan semut yang menggigit serempak. Secara reflek aku meraba kalung anjing yang kukenakan dan langsung merasakan sengatan listrik.



“AHHH!”jeritku reflek. Sontak saja aku menutup mulutku dengan kedua tanganku tak ingin keberadaanku diketahui.



Sengatan listrik di kalung itu bukanlah aliran kejutan yang tinggi melainkan aliran dengan tegangan lemah yang mengalir terus menerus. Hal itu membuat tubuhku serasa bergetar karena dialiri listrik tersebut.



Aliran listrik mulai naik. Kali ini polanya berubah memunculkan beberapa kejutan bertegangan tinggi yang membuatku tersentak ke atas dan tanpa sadar menabrak meja dnegan kepalaku. Suara yang ditumbulkan sangat keras. Namun sepertinya mereka belum sadar akan keberadaanku di bawah meja ini.



“Ayolah Intan. Tinggal sebentar lagi dan kau akan bebas.”kataku menyemangati diri.



Lidahku dengan kuat kugigit agar tidak menimbulkan suara. Tubuhku terlungkup dengan lutut yang tertahan oleh lilitan tanganku agar ketika kejutan listrik itu terjadi tubuhku tidak reflek bergerak dan membuat keributan.



Detik demi detik berlaru kulalui seperti tahunan. Sengatan listrik begitu menyiksaku memaksa fokusku berada dalam tingkat tertinggi demi tak menyisahkan suara untuk didengar. Keringat bercucuran deras membasahi semua tubuhku. Nafasku tanpa sadar juga kutahan. Kondisi menyiksa itu membuatku semakin frustasi. Sudah kuduga, Rustam pasti tak akan melepaskanku semudah itu. Dan tebakanku benar. Rustam menciptakan strategi yang membuatku harus tersiksa dalam kondisi ini.



“Ayo sebentar lagi.”bujukku dalam hati sambil memaksa tubuhku untuk terus diam dan mempedulikan sengatan listrik yang terus mengalir itu.



“Halo Intan.”ujar sebuah suara. Aku membuka mata terkejut ketika melihat sosok Rustam yang tanpa sadar sudah berjongkok di depanku.



Tepat ketika Rustam menemukanku, kulihat Rustam menekan sebuah tombol di remot yang dia pegang.



“ZZZZZ”Sengatan listrik paling tinggi akhirnya kurasakan. Aku yang sudah tak kuat lagi kejang-kejang sambil menjerit kesakitan.



“Ahhhh, berhenti….”



“Apa ? Tambah ?”tanya Rustam polos sambil menekan lagi tombol di remotnya dan membuatku semakin kejang.



Akhirnya Rustam mematikan alat itu yang membuat kalung di leherku mengalirkan listrik yang meskipun tidak mematikan tapi tetap saja membuatku tersiksa.



“Ahhh….ahhh….ahh”Nafasku keluar dengan lambat seiring dengan staminaku yang terkuras habis karena permainan tadi.



“Apa ? Mau kunaikin vibratornya ?



“Ja…jangan…”Terlambat. Tangan Rustam meraih remot yang terikat di pahaku dan menyalakannya ke mode maksimum. Membuatku kembali tersungkur sambil menahan getaran hebat di dalam memekku.



“Tolong….ber….henti…”kataku mencoba mengeluarkan vibrator itu namun Rustam sigap menahan kedua tanganku.



“Bro, cepetan nih. Budaknya udah gak sabar mau dikontolin,”panggil Rustam pada teman-temannya yang ada di luar.



Kedua orang itu akhirnya datang dan ikut membantu menahanku yang terus mencoba meronta.



“Ikat dia !”perintah Rustam.



“Siap bos.”Mereka tanpa mempedulikan keadaanku yang menyedihkan mulai menyeretku ke salah satu meja. Tubuhku diletakan di atas kursi dengan posisi terlungkuk ke depan dengan tubuh yang menekan mejadimana kedua tanganku diikatkan di dua kaki meja dan kedua kaki diikatkan di dua kaki meja satunya.



Kondisiku sangat mengenaskan sekarang. Kakiku terbuka lebar dengan setiap kakiku terikat di meja kursi sehingga pantatku terekspos jelas. Bagian perutku menempel di meja dengan tokedku yang menggantung di ujungkuna. Kedua tanganku sendiri juga diikat sehingga posisi membungkukku terkunci.



“Wah bagus juga nih karya seni kita,”komentar salah satu teman Rustam.



“Tinggal dimasukin kontol deh.”



“Tolong…lepas…”kaaku memelas.



“Sayang sekali, Intan. Kau sudah kalah. Sesuai kesepakatan, kau akan terus melayaniku sebagai budak.”



“Ta..tapi..tadi…”



“Udahlah. Tinggal nikmatin aja apa susanya.”Rustam kemudian mendelik pada kedua temannya dan berkata,”ayo semua. Kita sikat budak haus kontol ini.”



“Tung…”



Seorang dari mereka sudah membuka resleting dan menampakkan kontolnya yang tidak terlalu besar. Mataku menatap nanar ketika kontol itu diacungkan tepat di depan wajahku.



Tangan orang itu mencenkgram kepalaku dan menggumamkan perintah.”Buka mulutmu !”



Aku menutup mulutku rapat-rapat tak ingin mencicipi kontol itu. Kondisiku terlalu lelah untuk sekedar melakukan blowjob.



“PLAKK”Orang itu menampar pipiku keras hingga tanpa sadar mulutku terbuka. Sebelum aku sadar dan kembali menutup mulut, orang itu langsung menyumpal mulutku dengan kontolnya.



“HMMPPHHH !”Aku menggeram berusaha melepaskan diri namun kontol itu menghujam semakin dalam hingga menyentuh ujung tenggorokanku dan membuatku kesulitan bernafas.



“BLESSHH.”Tak cukup sampai di situ, satu orang lagi tanpa aba-aba membenamkan kontolnya ke dalam anusku hingga kontolnya hilang dari pandangan. Tak puas dengan sekedar memasukan kontolnya, dia mulai memompa kontolnya keluar masuk.



Aku berusaha melampiaskan rasa sakit karena saluran anusku yang terus digenjot dengan kasar namun sayangnya suara itu harus tertahan dengan kontol yang setia menyumpal mulutku.



“Ahh, mantep banget mulutnya.”



“Iya. Boolnya juga ajib. Kontol gua kayak dipijet.”



“Iya dong. Tuh lobang kalau gak enak ngapain dipake.”timpal Rustam sambil tertawa.



Aku hanya diam saja. Tenaga sudah terkuras habis. Nafasku tak mampu keluar dengan baik karena tersumbat. Anusku rasanya juga robek karena dipompa dengan keras.



“Gimana Intan, enakkan. Kalau gini kan semua lubangmu bakalan kepake dan gak mubazir lagi.”Rustam tertawa kencang. Aku tidak terlalu mendengarkan lagi sebab kesadaranku terengut seiring dengan tenagaku yang habis.







Ketika akhirnya aku terbangun, aku hanya melihat kegalapan. Sepertinya matakau sudah dililit dengan kain hitam hingga tak ada apapun yang dapat kulihat. Telingaku juga sepertinya disumpal dengan kapas hingga tak ada yang dapat kudengar.



Aku tidak tahu posisi yang sedang kujalani namun aku merasa aku tergantung dengan kaki disatukan dengan pahaku kemudian digantung ke atap. Kubayangkan sekarang tubuh bugilku yang tergantung tanpa pelindung apapun dengan memek yang terpampang jelas.



Ketika aku berada dalam posisi kebingunan, aku merasakan ada tangan yang meraba tubuhku. Terdengar juga samar meski teredam oleh kapas, bunyi tertawa orang-orang. Menyadari ada orang yang melihatku dalam posisi yang sangat memalukan membuatku mencoba berontak. Namun kondisiku yang tergantung hanya membuatku bergoyang-goyang layaknya bandul.



Tangan itu kemudian meremas tokedku. Aku merintih kesakitan namun rupanya mulutku juga telah disumpal dengan sobekan kain. Aku terus mencoba berteriak namun semua suara itu hanya menjadi bunyi yang teredam. Tangan yang kuerasakan memakai cincin tembaga itu semakin keras meremas tokedku. Putingku juga dipelintir oleh jemarinya dengan sesekali ditarik membuatku semakin tersiksa.



Puas telah memainkan tokedku, sosok misterius itu dengan lancangnya mulai menjilatiiku. Lidahnya yang basah dan panjang mulai membelai setiap inci dari tubuhku. Bagian putingku tak luput dari jilatannya. Juga bagian ketiak dan memekku yang membuatku menggeliat kegelian.



Setelah beberapa pemanasan itu, sosok itu kemudian memasukan jarinya ke dalam memekku. Aku tersentak kesakitan karena jari yang sepertinya berkuku panjang itu mulai menggaruk bagian dalam memekku. Adanya cincin dengan batu besar di salah satu jarinya juga membuat penderitaan yang kurasakan menjadi berlipat.



“MMMPPHHH.”Tak peduli bagaimana caranya, hanya suara itu yang bisa keluar. Suara yang tak akan mampu mengeluarkanku dari situasi ini dan sepertinya malah memanasi sosok itu untuk semakin kejam bermain denganku.



Setelah puas memainkan memekku dengan jarinya, aku merasakan kalau dia kini mulai mengeluarkan kontolnya. Kontol itu pertama-tama digesekkan dengan permukaan memekku tepatnya di garis pemisah kedua daging memekku. Kemudian dengan kasar memek itu ditusukkan ke dalam memekku.



Kini aku sudah pasrah sepenuhnya. Dengan posisiku yang tergantung, tidak ada yang dapat kulakukan selain pasrah menerima setiap siksaan meski itu berarti menghancurkan batinku. Kontol itu terus saja memompa membuat tubuhku bergoyang. Tangannya juga ikut menggerayangi tokedku sedangkan lidahnya menjilati leherku.



Kondisiku yang tidak dapat mendengar, bersuara, atau mendengar membuat indra perabaku menjadi begitu sensitif. Setiap rangansangan yang dia berikan seolah bertambah lebih banyak dan membuat tubuhku bergetar oleh nafsu.



“CROOTT ! CROTT !”Aku meraskan semburan sperma lengket yang keluar dari kontol itu mulai memenuhi memekku yang tak cukup besar untuk menampungnya hingga mulai menetes berjatuhan.



Tak selang lama, aku merasakan kenikmatan yang mencapai puncaknya. Aku merasakan setiap sel menerjemahkan rangsangan yang sejauh ini kuterima sebagai puncak kneikmatan yang jarang kuterima kecuali dengan Tuan Haris.



“CROTT ! CROTT !” Cairan kenikmatan itu kembali keluar. Namun itu bukan dari kontol dari sosok itu melainkan memekku yang mengeluarkan cairan kenikmatan.



Aku merasakan kalau sumbat telingaku dicabut. Sumbat dimulutku juga dilepas hingga meneteslah liur yang selama ini tertahan. Cepat-cepat aku mengumpulkan nafas untuk membantuku memulihkan diri.



“Gimana rasanya Pak Ghani, enak ?”tanya sebuah suara yang begitu kukenali sebagai milik Rustam.



Aku mengangkat kepalaku tak mengerti.”Rustam ?”



Kemudian terdengarlah sebuah suara yang sangat tak kusangka. Sebuah suara yang berasal dari sosok yang seharusnya mengajarkanku soal moral namun kini malah menikmati kenikmatan haram yang tak bermoral itu.



“Enak banget, Tam. Gak sia-sia bapak datang pagi-pagi gini.”ujar suara Pak Ghani nampak begitu puas.



“Pak Ghani ?”



“Oh, gimana kabarnya Tan. Enak gak kontol bapak ?”tanya Pak Ghani diselingi oleh tawa.



“Rustam, apa-apan ini !”seruku marah sambil mencoba berontak. Sayangnya hal itu malah memboat tubuhku kembali bergoyang layaknya bandul.



“Gimana ya, kita ketahuan nih.”



“Apa ?”



“Tadi sore saya sempat ke kantor karena ada yang ketinggalan.”jelas Pak Ghani.”Di situ kamu lagi asyik ngentot bareng Rustam dan teman-temannya. Kebetulan karena bapak kebelet jadi ikut gabung aja. Sayang kamu malah pingsan. Tapi syukur pagi ini kamu udah sadar. Beda loh rasanya ngentotin orang tidur sama yang sadar.”



Aku mengutuki Rustam dalam hati. Tak kusangka dia akan ceroboh dan membuat aib terbesarku terungkap. Bahkan kini dia sepertinya menggunakan tubuhku untuk bernegosiasi agar Pak Ghani bisa tutup mulut.



“Pak, bapak sudah menikmati tubuh saya kan, jadi tolong lepasin saya.”



“Alah, kamu juga nikmatin kan ?”



Aku menunduk menahan malu. Aku yang dulu terkenal sebagai murid baik-baik kini tergantung tak berdaya menyediakan tubuhku untuk dinikmati oleh guruku sendiri.



“Ya udah. Bapak akan lepasin kamu.”



“Beneran pak ?”tanyaku terkejut sekaligus girang.



“Iya. Tapi kamu ikut bapak dulu ya.”



Aku mau-mau saja dengan perintah itu. Dengan perlahan Pak Ghani menurunkanku yang semenjak tadi tergantung. Begitu menjejak lantai, aku merasakan rasa lemas yang luar biasa. Namun kupaksakan agar kedua kakiku tetap tegak berdiri demi memenuhi permintaan Pak Ghani.



Telingaku kembali disumpal dengan kapas dan mulutku juga ikut ditutup rapat oleh gumpalan kain. Pak Ghani juga sempat membersihkan memekku dengan tisue hingga bersih kemudian dia memasangkan rantai di kalung anjing yang masih kugunakan dan menariknya.



Aku terus berjalan tanpa prasangka apapun. Pak Ghani membawaku berjalan beberapa langkah tanpa memberitahukan tujuannya. Telinga dan mataku yang tertutup rapat juga membuatku tak mampu mengetahui kemanakah aku akan dibawa. Hatiku sudah terlanjur percaya sepenuhnya dengan guruku sendiri.



Hingga kemudian langkah Pak Ghani diikuti juga olehku. Sumpal dimulutku dibuka dan kemudian aku bertanya,”sudah sampai pak ?”



Sebagai jawaban, Pak Ghani membuka penutup mata dan telinga yang selama ini menghalangiku dan sekarang tahulah aku apa rencana Pak Ghani.



Aku beridiri tepat di depan kelasku.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd