Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Alkisah Di Desa Permai

Cerita manakah yang akan diterbitkan selanjutnya

  • Majlis Budak ( MC Nur )

    Votes: 387 58,4%
  • Sekolah Budak ( MC Intan )

    Votes: 220 33,2%
  • Serikan Budak ( MC Syifa )

    Votes: 56 8,4%

  • Total voters
    663
Dilema Seorang Anak

Pagi itu aku bersorak senang melihat mesin itu. Sebuah tabung besi dengan 2 buah selang berwarna biru serta alat penghisap di ujungnya terlihat begitu gagah di atas meja. Alat itu adalah alat penghisap susu yang biasa digunakan untuk mengambil susu sapi dan Tuan Haris dengan begitu murah hatinya membelikannya agat dapat menghisap susu dari putingku.

"Terima kasih, Tuan,"ungkapku seraya langsung berlutut dan mencium kaki Tuan Haris dengan takzim.

"Sesuai perjanjian, setelah kau menyelesaikan misimu, aku akan menghadiahkan alat ini,"ujar Tuan Haris tersenyum sambil menepuk kepalaku.

"Tuan memang sangat baik."Dengan lembut kuelus betis Tuan Haris yang terbuka.

"Memang. Alat ini cocok untuk mengambil ASI dari toked ini."Dengan jahil Tuan Haris menyentil ujung pentilku hingga aku merasakan geli di ujungnya.

"Ih, ibu enak banget tokednya bisa dihisap,"cetus Intan yang keluar dari dalam kamar dengan tanpa menggunakan sehelai benangpun seperti perintah Tuan Haris yang melarang budaknya untuk menutupi tubuhnya kecuali dengan jilbab.

"Jangan bilang begitu, Tan."tegur Syifa yang juga keluar tanpa menggunakan pakaiaan apapun."Emang tokedmu bisa ngeluarin susu ?"

"Tapi kan enak kalau putingku diisep."protes Intan tak terima.

"Udah-udah, kamu nih udah di kasih kandang masih mau lagi yang lain."kataku menegur.

"Intan kan pengen jadi lebih hina lagi biar pantas menjadi budaknya Tuan Haris."balas Intan masih kukuh.

"Sudahlah, kalian ini."Tuan Haris berdehem menengahi protes Intan.

"Ma....maaf Tuan,"Intan yang melihat mata Tuan Haris yang menyiratkan amarah sontak saja menjatuhkan dirinya di depan Tuan Haris."Saya mohon maaf."

"Kamu ini, udah berapa kali protes. Kamu mau gak minum kencingku !"

"Maaf tuan, "kata Intan yang masih bersujud."Saya ingin terus meminum air kencing tuan yang suci."

"Syifa, pukul pantatnya !"perintah Tuan Haris. Dengan sukarela Intan menunggingkan pantatnya dengan wajah yang masih mencium lantai. Dengan semangat Syifa mendekati Intan kemudian mulai menampari pantat milik Intan. Intan sontak saja menjerit tapi Syifa tidak mempedulikannya dan terus menampar pantat Intan hingga memerah.

"Ayo,"Tuan Haris memberikan isyarat padaku untuk mengikutinya. Dengan patuh, aku mengikuti langkah Tuan Haris dan mengabaikan Intan yang pantatnya masih dipukul oleh Syifa.

Aku diperintahkan untuk merangkak di atas meja kayu sementara Tuan Haris meraih ujung selang dari alat penghisap dan memasangnya di putingku. Kemudian Tuan Haris segera menyalakan alat itu dan dimulailah pemerahan susuku.

Alat itu berdenging dan bergetar lembut tanda telah aktif. Alat itu menghisap udara di katup yang terpasang di putingku. Aku merasakan putingku seperti tersedot dan hampir lepas dari tokedku akibat hisapan kuat dari mesin itu.

"Wih, ibu keren banget,"komentar Syifa yang telah selesai menghukum Intan.

Aku tersenyum menanggapinya. Di situasi normal aku seharusnya malu. Bagaimana tidak, saat ini, anakku sendiri melihatku dalam kondisi telanjang sedang diperah tokednya layaknya sapi. Namun di bawah pengaruh nafsu untuk mengabdi pada Tuan Haris, aku malah merasakan perasaan horni ketika ditatap dalam keadaan memalukan ini.

"Nih, minum biar tambah banyak susumu."Tiba-tiba saja Tuan Haris mengacungkan kontolnya di depan wajahku dan seketika keluarlah aliran deras air kencing dari kontolnya. Dengan sigap aku segera membuka mulutku untuk menampung semua air kencing Tuan Haris yang suci.

Proses pemerahan itu berlangsung agak menyakitkan karena aku tidak terlalu terbiasa sehingga tokedku memerah karena aliran darah yang bergerak lebih cepat di seputar tokedku. Setelah beberapa saat, Tuan Haris mematikan alat penghisap itu dan melepaskan selang itu dari putingku. Aku yang kelelahan hanya bisa bernafas putus-putus tanpa menggerakan tubuhku sebab tidaka da perintah dari Tuan Haris.

"Dikit sekali susumu,"ujar Tuan Haris memperhatikan susu yang berhasil dia kumpulkan.

"Maafkan saya Tuan."Aku segera turun dari meja dan berlutut meminta maaf pada Tuan Haris."Maafkan budak ini yang tak dapat memberikan susu yang banyak pada Tuan."

"Intan, cepat hukum budak ini !"seru Tuan Haris mengabaikan permohonan maafku.

Intan yang sebelumnya berbaring kesakitan kini beranjak bangkit dengan semangat. Dengan kasar dia menarik rambutku hingga kepalaku mendongak kemudian langsung saja dia menampar tokedku.

"Rasain,"ujar Intan sinis yang sepertinya puas bisa membalaskan rasa sakitnya padaku.

Aku hanya bisa terdiam mendengarnya. Seharusnya aku marah dengan perlakuan kurang ajar anak-anakku. Namun diriku yang sudah menyerahkan segenap jiwa dan ragaku untuk melayani mereka hanya bisa diam pasrah. Sebab kenikmatan yang mereka rasakan dengan mempermainkanku adalah kebahagiaanku.




Siang itu, ketika aku sedang sibuk menjaga warung milik salah satu warga yaitu Bu Lail. Warung makan itu cukup ramai saat siang karena banyak petani yang beristirahat memilij untuk makan di warung tersebut sambil bersendau gurau dengan sesama petani lainnya. Warung itu sendiri sebenarnya tidak terllau besar. Ukurannya seperti rumah lainnya dengan sebuah meja panjang dan etalase untuk memajang lauk.

Saat itu aku sedang menjaga warung sendiri karena Bu Lail sedang pergi ke kota menemani suaminya. Aku cukup sibuk mengawasi warung mulai dari mengambil lauk pauk, melakukan transaksi, sampai menyiapkan piring. Beruntung siang itu tak terlalu ramai oleh pelanggan sehingga setidaknya aku bisa melayani mereka dengan baik.

Mendekati jam 2, warung sudah beranjak sepi oleh pelanggan. Para petani sebelumnya sudah pergi semua kembali menggarap ladang sehingga suasana warung sekarang cukup sepi. Tidak ada pelanggan pada jam-jam segini sehingga aku memutuskan untuk menutup warung sesegera mungkin karena aku tak sabar untuk kembali ke rumah.

Namun baru saja aku hendak menutup warung, kulihat dari kejauhan Bu Riska datang mendekat. Dia mengenakan celana bahan berwarna gelap, kemeja hijau dan jilbab instan bermotif bunga. Dengan senyum hangat dia menyapaku ramah.

"Eh, bu Riska, tumbe ke sini siang-siang."

"Iya nih bu, Saya pulang cepet dari puskesmas karena ada acara."

"Oh, begitu. Eh, mau ngapain ke sini bu."

"Ini,"Bu Riska terlihat ragu untuk mengungkapkannya."Ada yang ingin saya sampaikan."

"Kalau gitu, ayo masuk."Aku segera membuka pintu warung dan mengajak Bu Riska duduk di salah satu kursi. Aku ke belakang sebentar dan kembali membawakan segelas teh untuknya.

"Eh, malah ngerepotin nih,"ujar Bu Riska agak tidak enak."

"Gak papa, toh gak ada yang ngabisin juga."Aku tersenyum sambil duduk di depannya."Jadi, mau ngomongin apa ?"

"Gini nih bu, saya lagi ada perasaan aneh."

"Perasaan apa tuh ?"

"Saya..."Bu Riska terlihat semakin ragu untuk meneruskan. Namun akhirnya dia membulatkan tekadnya dan berujar,"saya sepertinya menyukai ayah saya."

"Loh, bukannya anak harus mencintai orang tuanya ?"

"Bukan begitu. Saya mencintai ayah saya seperti wanita dewasa. Malam-malam saya sering membayangkan kontol ayah saya mengambil keperawanan saya. Saya ingin ayah saya menikmati tubuh saya. Tapi...."Bu Riska terlihat begitu malu sampai tanpa sadar menggigit pelan bibirnya."Itu adalah perbuatan terlarang."

"Kenapa harus takut ?"tanyaku memegang lengan Bu Riska dengan lembut.

"Bukannya hubungan seperti itu terlarang ?"tanya Bu Riska tak mengerti.

"Kita sebagai wanita diberikan tubuh indah untuk sebuah tujuan mulia yaitu melayani nafsu lelaki. Kita seharusnya merelakan tubuh kita dijamah demi kepuasan lelaki terutama jika itu adalah keluarga kita sebab adalah tanggung jawab kita untuk menjaga keutuhan keluarga kita dan itu baru bisa terjadi kalau kita merelakan diri kita dinikmati oleh mereka."

"Bahkan jika itu merupakan tindakna terlarang ?"

"Mana yang lebih penting, menaati larangan atau membahagiakan orang lain ?"tanyaku balik.

Bu Riska terlihat ragu dengan ucapanku namun pada akhirnya dia menjawab,"membahagiakan orang lain."

"Maka, jangan ragu dalam melayani ayahmu. Lagipula, hasrat yang kau miliki harus disalurkan dengan baik. Jangan malah dipendam. Itu akan berakibat pada mentalmu."

"Lalu, apa yang harus saya lakukan ?"

"Ibu harus melayani ayah ibu sebagai budak. Ibu harus melepaskan segala kehormatan dan rasa malu dari diri ibu. Ibu juga harus merelakan tubuh ibu menjadi pemuas nafsu bagi pria lainnya."

"Apa harus sampai sejauh itu ?"

"Rasa malu dan kehormatan itu akan menghalangi kita dalam melayani orang."

"Tapi menjadi budak dan membuat tubuh kita dinikmati pria lain. bukannya itu salah ?"

"Bu Riska, bukankah kita diperintahkan untuk berbagi ?"Aku tersenyum lembut menatap Bu Riska yang masih ragu."Maka jika dengan menyerahkan tubuh kita bisa membuat orang lain bahagia, hal itu seharusnya menjadi kebaikan."

Sejenak Bu Riska berpikir hingga akhirnya dia mengangguk."Saya paham bu. Terima kasih. Ibu benar. Saya seharusnya mengabdikan jiwa dan raga saya untuk melayani pria terutama ayah saya sebagai wujud cinta saya."

"Bagus kalau begitu, mari kita latihan sejenak."Aku tersenyum penuh kemenangan melihat Bu Riska dapat dengan mudah disusupi pemikiran seperti itu. Rupanya mantra dan doktrin yang dia terima sebelumnya berhasil membuatnya gelisah dan akhirnya dapat dengan mudah dipengaruhi pikirannya. Tak sia-sia rencana yang kususun bersama Bu Rahma untuk membuat mereka melihat hal yang tabu serta makanan khusus yang kuhidangkan. Lihatlah, dengan mudahnya Bu Riska terpengaruh olehku.

"Latihan ?"

"Benar. Ibu harus melepaskan semua rasa malu dan menerobos larangan. Demi menjadi seorang budak baik yang dapat melayani nafsu para lelaki."

"Apa harus sekarang ?"

"Tentu saja. Ibu mau kan memberi kebahagiaan pada mereka."

"Mau."Bu Riska akhirnya mengangguk mantap.

"Sekarang, ibu buka semua baju ibu."

Perlahan Bu Riska berdiri. Tangannya hendak menjangkau jilbabnya dan ingin membukanya namun cepat-cepat aku melarangnya."Jilbabnya gak usah dibuka. Kita kan harus menutup aurat."

Bu Riska tersenyum tipis mendengarnya. Dia mengalihkan tangannya membuka satu persatu kancing kemejanya kemudian meletakan kemejanya di atas meja. Tangannya juga segera membuka resleting di rok panjangnya dan segera saja roknya jatuh kebawah. Hingga memperlihatkan tubuh indahnya yang dibungkus dengan bh dan cd berwarna hitam yang kontras dengan kulitnya yang putih.

"Sekarang ibu kencing tapi cd nya hangan di lepas."

Bu Riska mengangguk dan berjongkok di bawah. Namun aku segera melarangnya."Masa budak kencing kayak manusia sih, kayak anjing dong."

Dengan patuh Bu Riska berganti posisi menjadi merangkak kemudian dia mengangkat salah satu kakinya dan mengucurlah air kencingnya yang berwarna kekuningan yang karena terhalang dengan cd sehingga air kencingnya jadi meluber ke mana-mana.

"Lepas bh ibu dan lap semua sisa kencing ibu."Bu Riska dengan cepat segera melepas kaitan bh nya dan segera menggunakna bh nya mengelap lantai yang basah oleh kencingnya serta pahanya yang juga terdapat sisa kencingnya.

Aku tersenyum sinis melihat penampilan baru Bu Riska. Dia yang sebelumnya adalah dokter terhormat yang disegani kini dengan tanpa malu memperlihatkan dadanya yang terbuka dengan puting yang berawarna merah muda dan cd yang basah oleh air kencing. Apalagi dengan posisinya yang sekarang yang sedang membersihkan sisa kencingnya dengan bh nya dengan posisi merangkak seperti anjing.

"Pintar,"gumamku sambil menepuk kepala Bu Riska yang tersenyum senang sambil mengelus tanganku.

Perlahan tanganku membuka jilbabnya hingga memperlihatkan rambut Bu Riska yang hanya setenguk. Kemudian kulepaskan cd hitam yang sudah basah ku dan kupasang di kepala Bu Riska hingga sisa air kencing itu membasahi rambut dan wajah Bu Riska. Terakhir kupakaikan kembali jilbab Bu Riska seperti semula.

"Gimana rasanya, dipermalukan seperti ini."

"Enak banget. Awalnya malu, tapi lama kelamaan malah ketagihan."jawab Bu Riska dengan semangat.

"Nih, hadiah buatmu."Aku menyingkap gamisku hingga ke pinggang dan memperlihatkan memekku yang bersih dengan sebuah timun yang tertancap di sana. Seolah tahu apa yang harus dilakukan, Bu Riska dengan cepat merangkak ke arahku dan langsung mengulum timun itu. Aku yang sesekali memeknya terkena bibir dan lidah Bu Riska ikut terangsang dengan permainannya.

Aku lalu mendorong kepala Bu Riska dan mencabut timun yang ada di dalam jepitan memekku. Kemudian kulemparkan timun itu agak jauh hingga ke dekat pintu. Bu Riska reflek bagai anjing yang bermain lempar tangkap merangkak mengejarnya kemudian menggigit timun itu dan membawanya padaku dengan menggigitnya.

Bu Riska mengankang dengan kedua tangan terangkat se bahu sambil bergoyang ke atas bawah seperti sedang menikmati sodokan kontol. Aku menepuk kepalanya dan bergumam lirih,"bagus, sepertinya ibu sudah menjadi anjing yang baik."




Malam beranjak larut. Pak Luqman terlihat cemas dan itu dapat dilihat dari sikapnya yang terus mondar-mandir di teras. sambil terus menatap kelokan di dekat rumahnya. Bulan purnama beranjak naik setelah orang-orang beranjak pulang setelah menunaikan shalat isya. Namun bahkan sampai saat itu kecemasan di diri Pak Luqman belum juga hilang karena menantikan anaknya.

Pak Luqman yang sebelumnya pulang petang setelah mengawasi perkebunannya sebenarnya sempat heran karena anaknya belum pulang padahal biasanya anaknya sudah sampai sebelum dia pulang. Matahari beranjak terbenam hingga malam naik tapi anaknya belum juga kembali. Hal itu memantik kecemasan Pak Luqman. Dia menanyakannya pada penduduk dan rekan kerja anaknya namun tak ada yang mengetahui keberadannya.

Di tengah kecemasannya, aku datang sambil membawa sebuah obor untuk menerangi jalan. Pak Luqman terlihat keheranan dengan kedatanganku yang tidak biasa ke rumahnya.

"Bu Nur,"sapa Pak Luqman tak mampu menyembunyikan keherenanannya."Kenapa tiba-tiba ke sini ? Malam-malam lagi ?"

"Oh, saya ada kabar mengenai Bu Riska."jawabku ramah.

"Apa ? Benar tuh bu ?"tanya Pak Luqman cukup terkejut.

"Benar. Tapi lebih baik kita bicara di dalam saja."

Pak Luqman berpikir sejenak dan akhirnya mengangguk setuju. Dia mengajakku ke ruang tamu yang cukup luas namun terkesan sepi karena Pak Luqman hanya tinggal berdua saja dengan Bu Riska.

"Jadi, ibu tahu dimana Riska berada ?"Pak Luqman langsung menanyakan inti pembicaraan.

"Saya tahu. Tapi Riska sepertinya tidak ingin pulang ?"

"Apa yang terjadi ?"tanya Pak Luqman cemas.

"Di sudah berubah pak. Dan hanya dengan cinta bapak saja dia akan kembali."

Pak Luqman memandangku keheranan tidak dapat menangkap maksudku."Maksud ibu ?"

"Saya bisa membawa Riska kembali tapi hanya jika Bapak mau menerima keadaannya, apapun yang terjadi."

"Kalau itu bisa mengembalikan anak saya, saya akan tetap menerimanya, apapun yang terjadi dengannya,"ujar Pak Luqman pasrah.

"Apa bapak serius ?"

"Tentu saja. Apapun akan saya lakukan demi putri saya."

"Tapi sekarang, dia bukan lagi putri bapak,"kataku dengan wajah sinis.

"Maksud ibu ?"

Aku bersiul panjang 3 kali dan seketika pintu berbunyi keras seperti ada yang menabraknya. Aku segera membuka pintu dan langsung saja sosok Bu Riska yang telanjang bulat dengan butt plug berbentuk ekor anjing menancap di pantatnya. Kepalanya tertutup celana dalamnya yang berwarna hitam dan membuat rambutnya tak berantakan. Ada juga hiasan kalung anjing di kepalanya.

"Guk ! Guk !"Bu Riska menggonggon kencang sambil mengakang dan tangan terangkat. Lidahnya terjulur sepenuhnya disertai desahan seperti anjing yang kehausan.

"Riska ! Kamu kenapa ?"tanya Pak Luqman yang sangat terkejut dengan perubahan diri Bu Riska.

"Dia sekarang bukan manusia lagi. Dia adalah anjing binal yang hidup untuk memuaskan nafsu laki-laki."Seolah menegaskan perkataanku, Bu Riska langsung merangkak mendekati Pak Luqman dan berusaha membuka celananya. Pak Luqman reflek segera mundur.

"apa yang sudah kau lakukan !"tanya Pak Luqman sambil menatapku marah.

"Saya hanya membangkitkan hasrat terpendam Bu Riksa untuk melayani anda sebagai anjing."

"Apa !"Pak Luqman ingin memukulku namun Bu Riska dengan cepat menghalanginya dengan menyundul-nyundul kepaalnya.

"Itu adalah keinginannya sendiri. Saya hanya membantu untuk memunculkannya."

"Kembalikan anak saya !"

"Itu mustahil."Aku menggeleng tegas."Bu Riska akan terus seperti itu. Dia akan kehausan dengan kenikmatan kontol. Tapi, ada satu cara untuk menghambat hasratnya."

"Katakan bagaimana."

"Anda harus menerimanya dan memperlakukannya seperti anjing. Mulai dari menidurkannya di kandang, memberinya makan seperti anjing, memandikannya dengan selang, hingga bermain lempar tangkap dengannya dan anda harus ngentot dengannya setiap hati. Jika anda melakukannya, dia hanya akan menjadi anjing di rumah ini dan akan hidup normal di luar."

"Tapi...."

"Itu semua ada di tangan bapak. Mau membiarkannya berjalan-jalan seperti ini di desa dan mengejar kontol orang asing atau menampungnya seperti anjing."

Dengan sendu Pak Luqman memandang anaknya yang kini sedang dengan nikmat menjilati kakinya. Akhirnya Pak Luqman memandangku lagi dan mengangguk."Kalau itu bisa mengurangi dampaknya, akan saya lakukan."

"Bagus. Sekarang, sebagai simbol kepemilikan, silahkan pakaiakan ini ke leher anak anda."Aku menyerahkan sebuah collar berwarna merah dengan rantai di tengahnya.

Dengan tangan bergetar Pak Luqman memakaikan kalung anjing itu pada anaknya sendiri yang sebelumnya adalah dokter terhormat. Tanpa sadar Pak Luqman sampai meneteskan anak mata melihat kondisi anaknya sekarang. Sementara itu Bu Riska terus saja mendesah sambil menjulurkan lidahnya.

"Bapak harus tahu, Bu Riska menjadi seperti ini karena tak tega melihat anda yang kesepian setelah kematian istri anda. Karena itulah Bu Riska memutuskan untuk menyerahkan segenap jiwa raganya untuk melayani anda sebagai anjing."Aku tersenyum dan berjalan mendekat. Tanganku memukul pelan pantat Bu Riska dan bergumam,"nah sekarang, beri kenikmatan pada tuan barumu."

Bu Riska dengan ganas langsung menumbuk Pak Luqman hingga terjatuh. Kemudian mulutnya dengan lincah membuka celana Pak Luqman dan menurunkan celana dalamnya juga. Pak Luqman terlihat sangat terkejut dan berusaha untuk lari. Namun Bu Riska langsung memasukan kontol Pak Luqman ke dalam mulutnya dan memberikan blowjob yang membuat Pak Luqman kenikmatan.

"Ahhh....enak....blowjobmu...."cercau Pak Luqman di tengah blowjob yang diberikan anaknya sendiri.

Setelah kontol milik Pak Luqman mulai tegang, Bu Riska segera bangkit dan langsung membenamkan kontol milik ayahnya sendiri ke memeknya. Awalnya Bu Riska terlihat kesakitan namun seketika itu semua sirna digantikan dengan wajah penuh kenikmatan.

"uhhhh...memekmu sempit banget...."Pak Luqman tanpa sadar mulai meremas toked milik Bu Riska sepertinya kenikmatan memek milik Bu Riska telah membuat Pak Luqman lupa kalau ia sedang menyetubuhi anaknya sendiri.

Bu Riska yang berada di posisi atas mulai menaik turunkan memeknya sehingga kontol Pak Luqman mendapatkan kenikmatan ganda terlebih memek perawan Bu Riska yang sempit.

"AHHHH...."Kontol Pak Luqman akhirnya mencapai klimaksnya dan menyemprotkan cukup banyak sperma menembus hingga rahim Bu Riska.

"Ahhhh....."Bu Riska juga akhirnya mencapai klimaks disertai juga dengan darah perawan yang keluar dari memeknya.

Aku tersenyum bahagia menatap pasangan ayah anak itu. Akhirnya mereka sekarang bisa menjadi semakin dekat tidak dengan status ayah anak melainkan tuan dan budak anjingnya.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd