Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Alkisah Di Desa Permai

Cerita manakah yang akan diterbitkan selanjutnya

  • Majlis Budak ( MC Nur )

    Votes: 387 58,4%
  • Sekolah Budak ( MC Intan )

    Votes: 220 33,2%
  • Serikan Budak ( MC Syifa )

    Votes: 56 8,4%

  • Total voters
    663
Jalan-jalan

Pagi itu seperti biasa aku dibangunkan oleh budakku dengan kontolku yang dihisap. Ketika itu yang menghisap kontolku adalah ibu yang seperti biasa hanya mengenakan jilbab lebar. Aku mengelus-elus kepalanya dan memintanya untuk berhenti. Kemudian aku beranjak mengenakan celanaku dan kaus di tubuhku kemudian berjalan keluar kamar diikuti oleh ibu yang merangkak seperti anjing di sampingnya.

Ketika aku berjalan ke ruang tamu, aku melihat Amir yang sedang duduk santai tanpa pakaian. Kontolnya yang mengacung tegang sedang dikulum nikmat oleh Kak Syifa yang memaju mundurkan kepalanya dan membuat kontol Amir serasa timbul tenggelam. Melihatku datang, Amir tersenyum lebar. Dia memberi isyarat pada Kak Syifa dengan kakinya. Kak Syifa dengan patuh berganti posisi dengan merangkak dengan posisi menyamping dari kaki Amir. Dengan santainya Amir meletakan kedua kakinya di punggung Kak Syifa.

"Enaknya kalau ada budak begini. Kakiku bisa nyandar dimana aja."

"Makanya punya budak sendiri dong. "Aku duduk di samping Amir dengan posisi yang sama namun ibu yang sekarang menjadi tumpuan adikku.

Kami mengobrol sejenak dengan santai sementara ibu dan Kak Syifa hanya diam menyangga kaki kami. Mereka berdua memang sangat patuh dan bisa diperlakukan menjadi apa saja. Tak lama kemudian tiba-tiba Bu Linda mendatangi kami dengan Intan yang merangkak di sampingnya. Melihat pose kami, Bu Linda mengikutinya dan menyuruh Intan menyangga kedua kakinya. Meski keberatan karena berat badan Bu LInda, Intan tetap berusaha diam agar kaki Bu Linda tidak bergerak.

"Gimana bu, budaknya enak ?"

"Enak banget mas. Pijetennya mantep. Dia juga mau kusuruh jilatin memek sama minum kencingku."

"Iya dong bu. Kalau gak nurut mana mau saya tampung. Mending saya buang aja."

"Bener tuh. Ngapain ngerawat budak yang gak becus,"timpal Amir sambil tertawa diikuti olehku dan bu Linda.

Ketika itulah, Intan yang mungkin sudah tidak kuat lagi tiba-tiba sikunya bergetar. Gerakan itu kecil saja tapi membuat kaki Bu Linda bergerak sedikit.

"Heh, kau ngapain dasar budak !"seruku melihat itu. Sontak Intan ketakutan melihatku berdiri marah.

"Ma...maafkan budak hina ini Tuan."Cepat-cepat Intan bersujud mencium kakiku. Namun aku cepat-cepat menarik kakiku.

"Enak saja ! Kau ini memang gak becus jadi alas kaki ya. Udah gak mau jadi budak lagi."

"Tolong ampuni budak hina ini tuan. Budak ini ingin terus melayani tuan terus."Intan mulai terisak sementara ibu dan kakak memandang intan iba karena terancam kehilangan posisinya sebagai budakku.

"Gak bisa begini. Jadi alas kaki aja gak bisa gimana mau melayani tuanmu."

"Hukum saja intan tuan."intan mulai menangis tersedu-sedu."intan siap dihukum untuk menebus kesalahan intan."

"Udah pak, hukum aja budak ini. kasihan dia masih pengen melayani bapak."ujar bu Linda mendekat.

"Benar tuan. Biarkan intan terus menjadi budak tuan."ibu dan kakak juga ikut membujuk.

"okelah. Tapi hukuman ini harus berat."Aku akhirnya luluh juga. Dengan kasar aku menarik rambut Intan dan menyeretnya ke ruang makan. Aku mengangkatnya ke atas meja dan mengikat kedua tangan dan kakinya ke sudut meja sehingga dia tak terbaring tak berdaya.

Aku naik ke atas meja makan dan jongkok di depan wajah Intan. Perlahan aku membuka celana jeans ku dan celana dalamku hingga kontolku yang panjang mengacung seperti pisang. Lalu dengan sedekat mengedan, kontolku meluncurkan kencing panas yang langsung diminum oleh intan seperti sedang kehausan. Namun sebelum dia menegak tegukan kencingku yang terakhir, aku melarngnya.

"Tahan di mulutmu !"perintahku. Intang mengangguk sambil susah payah menahan air kencing di mulutnya hingga menggelembung.

Setelah memastikan air kencingku aman, aku beranjak ke lemari dan mengambil sebuah lilin. Dengan pematik api, aku menyalakan ujungnya. Kemudian kuarahkan lilin yang menetes ke memek Intan hingga ia menggeliat kesakitan. Namun meski begitu Intan tak ingin berteriak agar air seniku masih tetap terjaga di mulutnya.

Setelah memeknya mulai dipenuhi lelehan lilin panas, aku menancapkan bagian bawah lilin ke memek Intan hingga lilin itu menyala persis di bagian memeknya. intan hanya bisa memejamkan mata menahan rasa sakit di memeknya akibat lelehan lilin.

Tak cukup sampai di situ, aku beranjak mengambil bongkahan es di kulkas. Kemudian kuletakan di belahan tokednya hingga Intan harus merasakan 2 siksaan sekaligus. Rasa penes dari lelehan lilin di memeknya dan rasa dingin dari bongkahan es di tokednya. Di tambah Intan tak dapat bergerak karena kaki dan tangannya terikat membentuk huruf x sementara di mulutnya ada air seniku yang harus tetap dia jaga.

"Nah, kamu diam aja di sini ya."Ujarku sambil mengelus pelan rambut Intan. Intan dengan lemah balas mengangguk.

Tak lama kemudian, dari atas muncul beberapa cewek dengan baju tidur yang sangat seksi berupa linggire yang transparan. Mereka agak terkejut melihat Intan yang terikat di atas meja.

"Wah, mi, ini kenapa ada yang diiket di sini ?"tanya Seli yang terlihat baru bangun tidur.

"Oh, ini, budaknya Pak Haris bikin masalah makanya dihukum,"jawab Bu Linda,"gak masalah kan ?"

"Wah, budaknya nakal ya,"salah seorang cewek itu mendekat dan menyentil puting Intan. Intan berusaha agar tetap bergeming karena tak ingin es di belahan tokednya meluncur jatuh.

"Ya udah, makan yuk. Mami udah siapin roti bakar buat sarapan."Bu Linda mengerlingkan matanya padaku."Mau makan juga pak ?"

"Iya dong. Masa gak sarapan sih."Aku tersenyum sambil memberi isyarat pada Amir untuk bergabung sarapan."Tapi kita kursinya spesial yah."

"Wah, gimana tuh pak ?"

"Nur, Syifa, sini !"perintahku yang di turuti dengan patuh. Ibu dan kakak bergegas merangkak ke samping meja kemudian menyamping. Aku lalu duduk di punggung ibu sementara Amir duduk di punggung kakak. Meski terlihat keberatan, ibu dan kakak mencoba tetap diam agar tidak menganggu makan kami."

"Ayo makan !"seru Amir mengabaikan tatapan terkejut para wanita di sana dan lebih memilih melanjutkan makan.

"Budaknya serba guna ya, pak."kata Seli berusaha mencairkan suasana.

"Iya dong. Budakkan harus bisa digunakan untuk berbagai keperluan. Kalo gak ngapain dipelihara."

"Benar itu."timpal Amir sambil menepuk pantat Kak Syifa.

Kami kemudian bercakap ringan sambil menghabiskan sarapan. Sepertinya penghuni di sini sudah mulai terbiasa dengan status budakku. Setelah mengandaskan makanan, aku beranjak berdiri dan mengambil panci kecil dari dapur.

"Oh ya, boleh minta tolong gak ?"

"Apa itu ?"

"Begini, saya ingin memasak mie rebus. Tapi karena budak saya sangat suka dengan air kencing, boleh tidak kalian menyumbangkan air kencing kalian buat jadi air rebusan mie ?"

Mereka saling pandang dengan agak risih. Tapi kemudian, Seli dengan tanpa canggung berdiri di dan melepaskan cdnya hingga sekilas aku bisa melihat memeknya yang lebat dengan bulu. Kemudian Seli jongkok di atas panci itu dan mulai mengeluarkan kencingnya yang agak pucat. Di susul kemudian Bu lInda yang juga kencingnya ditampung mangkuk.

"Ayo semua. Kasian budaknya Tuan Haris nanti gak makan."Dengan agak enggan semua perempuan di situ ikut menyumbangkan air kencing. Amir juga ikut menyumbangkan air kencingnya.

Setelah terkumpul cukup banyak, aku mulai memanaskan air kencing itu dan setelah mendidih, aku memasukan mie instan di dalamnya. Tak lama berselang, mie rebus spesial kuah air kencing sudah tersedia. Aku langsung meletakan panci kecil itu di lantai kemudian melepaskan ikatan di tangan intan. Setelah itu, intan segera berlutut di kakiku.

"Terima kasih sudah menghukum budak hina ini, tuan,"ujar Intan yang mencium kakiku.

"Ya udah sana makan sana."perintahku. Ketiga budakku kemudian sambil merangkak makan langsung dari panci itu. Mereka bergantian memasukan wajah mereka ke panci dan memakan isinya sekaligus kuahnya. Terlihat wajah mereka belepotan air kencing dan juga sisa mie membuat kami tertawa melihatnya.

"Kalo udah makan, ayo siap-siap. Aku pengen budakku tampil beda."




Kami berangkat ke pusat kota dengan mobil yang dikendarai oleh Pak Abdul. Kali ini Ibu dan Intan berbaring di mobil untuk menjadi karpet sementara Kak Syifa duduk di samping Pak Abdul agar memeknya bisa digunakan untuk menyimpan uang receh. Selama perjalanan juga, tangan Pak Abdul tidak berhenti untuk menggerayangi tubuh polos Kak Syifa.

Akhirnya kami sampai di sebuah pasar yang terlihat cukup kumuh. Matahari yang naik mengiringi pasar yang beranjak sepi. Kami berenam kemudian turun di tempat parkiran.

"Oh ya, Mir, di sinikan tempatnya ?"Tanyaku ingin memastikan.

"Bener. Tuh, kita ke sana dulu."Amir menunjuk ke arah sebuah pos tempat petugas polisi berjaga. Ke sanalah kami melangkah.

Di pos tersebut, ada dua petugas polisi yang berjaga dan mereka segera menyambut kami berenam. Kedua polisi itu punya wajah yang mirip dengan tubuh gembul dan kulit agak gelap.

"Wah, Pak Amir dateng juga."Seorang polisi dengan nama Gunawan di dadanya menyalami Amir.

"Iya dong. Bayarannya kan mahal."Amir tertawa menyambut uluran tangan Gunawan.

"Jadi ini budaknya."Polisi satunya dengan nama Rahmat mendekat ke arah ibu dan tanpa basa-basi langsung meremasnya. Ibu bukannya risih tapi malah mendesah kenikmatan.

"Bener. Ini budak punya temen saya. Haris."Kedua polisi itu menyalami kedua polisi itu sambil tersenyum ramah.

"Oh ya, kalian, cepat kasih salam ke dua polisi baik ini."Aku memberi isyarat pada ketiga budakku. Sontak ketiga budakku dengan takzim mencium sepatu kedua polisi itu bergantian.

"Wah, budaknya penurut ya."Gunawan mengelus kepala ibu yang sedang mencium sepatunya.

"Iya dong. Kalau gak nanti kontraknya batal."

"Jadi bagaimana pak. Bisa kita lanjut ?"tanya Amir.

"Kami ingat lihat dulu tubuhnya. Jangan-jangan gak bagus lagi."ujar Gunawan sambil tertawa lepas.

"Sip. Eh, Syifa, cepat maju."perintahku. Kak Syifa maju ke depan. Gunawan dengan tanpa basa basi langsung mengangkat gamis milik Kak Syifa yang polos tanpa celana dalam. Pak Gunawan jongkok di depan gamis Kak Syifa yang tersingkap dan membenamkan wajahnya ke memek Kak Syifa. Sementara itu Rahma di belakang menggerayangi dada Kak Syifa yang bagian gamis depannya di buka.

Tanpa kusadari, kontolku mengeras melihat kelakukan kedua polisi itu pada kakak kandungku. Terlebih mereka melakukannya di dalam pos polisi yang meskipun tertutup, tapi cukup rentan karena ada di pasar. Setelah diperiksa, ibu dan Intan bergantian memasrahkan tubuhnya untuk digerayangi oleh kedua polisi bejat itu.

"Bagus pak budaknya. Kami siap menerima."ujar Gunawan sambil menepuk pantat Intan usai mennggerayanginya.

"Gimana, jadi gak ?"tanya Amir ingin memastikan.

"Jadi dong. Ini dpnya."Gunawan menyerahkan sebuah amplop putih berisi uang yang cukup banyak.

Aku dengan senang hati menerima amplop itu. Tapi hal yang membuatku lebih gembira adalah karena ketiga budakku untuk pertama kalinya akan dipamerkan di depan publik.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd