Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Alkisah Di Desa Permai

Cerita manakah yang akan diterbitkan selanjutnya

  • Majlis Budak ( MC Nur )

    Votes: 388 58,4%
  • Sekolah Budak ( MC Intan )

    Votes: 220 33,1%
  • Serikan Budak ( MC Syifa )

    Votes: 56 8,4%

  • Total voters
    664
Ke Kota

Hari itu adalah hari minggu. Aku dan Amir yang menjadi semakin dekat sejak Amir menikmati tubuh ketiga budakku merencanakan sebuah perjalanan liburan yang menyenangkan untuk sejenak melepas lelah dari pekerjaan kami.

Amir yang punya banyak kenalan berhasil mendapatkan sebuah undangan untuk sex party di ibu kota provinsi. Tentu saja aku segera menyetujui usulan itu karena aku ingin melatih budak-budakku menjadi lebih binal.

Sejak pagi-pagi kami sudah siap-siap dengan mandi dan mengenakan pakaiaan terbaik. Aku mengenakan kemeja gelap dipadukan dengan celana bahan hitam. Sementara ketiga budakku menggunakan gamis longgar dan hijab lebar namun tidak menggunakan daleman apapun.

"Uh, rasanya terangsang banget."kata Intan sambil berjalan keluar.

"Iya nih. Tuan tahu aja cara bikin kita terangsang."timpal Kak Syifa.

"Iya dong budak-budakku yang cantik."kataku merangkul Intan dan Kak Syifa dan sedikit memainkan toked mereka yang tidak memiliki pelindung lagi dibalik gamis mereka sehingga aku bisa memainkan pentil mereka dari luar jilbab dan membuat Intan dan Kak Syifa menggelinjang nikmat.

"Sudah-sudah. Nanti kita terlambat ke kota."ujar ibu menengahi. Akupun menghentikan aksiku dan berjalan memimpin ketiga budakku ke jalan desa.

Kami berempat berjalan beriringan dengan riang. Aku melihat samar-samar toked ketiga budakku bergoyang pelan karena tidak ditahan oleh bh. Aku juga bisa melihat sekilas pantat menggoda dari budakku yang bergoyang pelan seiring dengan langkah mereka.

Para penduduk desa mencuri-curi pandang pada ketiga budakku. Tatapan mereka seperti ingin menelanjangi tubuh budakku yang masih berbalut gamis lebar. Namun ketiga budakku membalas dengan senyuman menggoda mereka.

Setelah berjalan kurang lebih 1 kilometer, aku akhirnya sampai di pangkalan mobil yang digunakan sebagai angkutan desa bagi penduduk yang mau ke kecamatan. Di sana hanya terparkir satu mobil berwarna biru yang memang sebelumnya sudah di pesan olehku dan Amir.

Di tempat itu Amir berdiri dengan pakaiaan kemeja rapi bersama seorang bapak-bapak paruh baya yang memakai kaus oblong. Aku segera menghampiri Amir dan menyapanya.

"Lama nunggunya ?"tanyaku.

"Lama banget. Kau ngapain aja sih. Sudah hampir jadi batu aku menunggu kau."

"Ya maaf. Habis enak banget sih mainin budakku."

"Ah, kau begitu terus. Selalu aja keasyikan main sama budakmu. Sini aku pinjem. Itung-itung bayaran nunggu."

"Nur, kamu main sana sama Amir."perintahku.

"Di sini Tuan ?"tanya ibu cemas. Meskipun tempat kami terbilang sepi karena matahari beranjak naik, tetap saja mungkin ada beberapa warga yang lewat.

"Iyalah. Masa mau balik ke rumah."

Ibu hanya bisa mengangguk dan beranjak berlutut di rumput di depan Amir. Mulutnya meraih resliting celana Amir hingga membuat celana Amir lolos ke bawah. Mulut ibu kemudian meraih karet celana dalam dan ikut meloloskannya hingga terpampanglah kontol Amir yang menegang. Dengan cepat mulut ibu melahap kontol Amir dengan ganas.

"Wah, bang Amir udah main aja."ujar bapak-bapak tadi yang selesai memperbaiki ban mobil.

"Iya nih. Bapak gak mau coba ?"tanya Amir sambil kontolnya masih disepong.

"Saya mah nanti aja di kamar. Ya udah, mainnya cepet ya nanti kita terlambat lagi."

"Siap bos."ujar Amir yang mendesah kenikmatan karena kuluman ibu membuatnya mencapai klimaks.

Setelah permainan singkat itu, kami masuk ke dalam mobil. Namun sebelum itu aku ingin bermain lebih liar dengan ketiga budakku, pertama-tama, aku menyuruh mereka melepas gamis mereka hingga menyisahkan jilbab mereka. Kemudian aku hamparkan gamis Intan dan Kak Syifa di bawah mobil sebagai karpet sementara ibu kusuruh untuk duduk di depan.

"Nah Intan dan Syifa, tugas kalian adalah menjadi karpet mobil biar kakikita gak kotor. Buat Nur, nanti memekmu buat nyimpen recehan ya buat parkir sama kasih ke pak ogah."

Dengan patuh Intan dan Syifa masuk ke mobil dan berbaring di atas gamis mereka. Ibu juga duduk di kursi depan di samping bapak tadi yang ternyata bernama pak Abdul.

"Beh mantep banget ya karpet mobil kita."komentar Amir sambil meletakan kakinya yang berbalut sepatu ke toked Kak Syifa. Mendapat perlakuan seperti itu Kak Syifa hanya diam saja.

"Iya dong. Budakku mah serba bisa."balasku sambil meletakan kakiku di perut dan memek Intan yang juga diam saja.

"Eh bu, "ujar Pak Abdul yang memasang sabuk pengaman dan seperti sengaja menyenggol toked ibu.

"I..ya..pak."Ibu dengan muka genit membuka lipatan memeknya hingga memperlihatkan memeknya yang kemerahan."Silahkan masukkan pak duitnya."

"Baik bu."dengan wajah senang Pak Abdul mengambil uang receh di dashboard dan memasukannya satu persatu. Tampak sekali tangannya berusah bermain di dalam memek ibu yang membuat mendesah kenikmatan.

"Udah pak jangan lama-lama mainnya. Nanti kita telat loh."kataku mengingatkan.

"Oh, iya."pak Abdul tersenyum nakal sambil menjalankan mobilnya. Terlihat sangat kalau tangannya berusaha mencuri-curi kesempatan untuk menyentuh tubuh telanjang ibu.

"Gimana Mir karpetnya ?"tanyaku pada Amir yang duduk sendirian di belakang.

"Enak banget Ris. Karpetnya empuk dan bikin nagih."

"Iya dong. Buat alas kaki emang harus yang terbaik.

Dengan masih memakai sandal aku menggesekan memek Kak Syifa. Terlihat Kak Syifa menggigit bibirnya agar tidak mendesah karena saat ini dia adalah karpet mobil.

"Eh Ris, kayaknya sandalku kayaknya aga kotor gara-gara hujan semalem nih. Takutnya nanti pas nginjek lantai jadi kotor."ujar Amir.

"Ah, gitu aja repot. Karpet mobil kita kan punya fitur untuk bersihin sendal."

"Gimana tuh caranya."

"Tinggal deketin aja sendalmu ke mulut kayak gini." Aku mengarahkan kaki kiriku yang penuh dengan tanah ke mulut Kak Syifa. Seperti mengerti dengan maksudku, lidah Kak Syifa tanpa rasa jijik mulai membasahi sendalku kemudian dengan giginya dia mulai mengelupas lapisan tanah di sandalku. Bekas tanah itu turun kutubuhanya dan beberapa masuk ke mulutnya. Aku melakukan hal yang sama dengan sandal kiriku.

"Wah bener Ris. Sandalku jadi bershi tapi kayaknya basah nih."

"Gesekin aja di karpet."kataku sambil menggesekan sandalku di toked dan perut Kak Syifa hingga membuat tubuhnya penuh dengan ludah dan bekas tanah. Amir melakukan hal yang sama denganku pada Intan.

Mobil sampai di lampu merah. Terlihat tidak terlalu banyak kendaraan yang melintas. Satu dua pengamen mulai mendekati mobil kami. Melihat kedatangan pengamen itu, Pak Abdul mengambil inisiatif membuka jendela di tempat ibu.

"Wah, ibu kok telanjang ?"tanya seorang pengamen yang mendekati kami.

"Oh, dia cuma tempat nyimpen duit kok. Jadi gak usah pake baju."

"Maksudnya pak ?"

"Coba kamu masukin tanganmu ke memeknya."Pengamen itu dengan ragu-ragu mengulurkan tangannya sementara ibu dengan tanpa malu membuka lipatan memeknya. Tangan pengamen itu sedikit bermain di dalam memek ibu hingga akhirnya dia mengeluarkan tangannya dan mengambil beberapa recehan darinya.

"Wah iya pak. Ada duitnya."

"Bener kan. Ini memek emang cocok jadi celengan."kata Pak Abdul sambil menepuk-nepuk memek Ibu.

Mobil terus berjalan melintasi kota-kota. Karena kaca mobil yang gelap, sehingga orang-orang tidak dapat melihat ke dalam mobil dan melihat 3 mulimah yang sekarang telanjang dengan posisi yang memalukan.

"Eh Ris berhenti dulu ya. Aku pengen kencing nih."

"Ah gitu aja repot. Kencing aja disini."

"Gimana caranya ?"

"Lah itu di bawah lu kan bisa jadi toilet."jawabku jengkel.

"Oh iya gua lupa."Amir tertawa sambil melepas celananya. Seolah mengerti, Intan membuka berlutut di depan kontol Amir dan membuka mulutnya lebar-lebar. Kemudian terdengar suara kencing Amir yang mengalir deras dan semuanya diminum dengan lahap oleh Intan. Setelah selesai kencing, lidah Intan membersihkan kontol Amir dan sisa kencing di bawah.

Setelah perjalanan sejam, kami sampai di sebuah wilayah pinggiran kota yang padat di pinggir sungai. Rumah-rumah semi permanen berdempet-dempetan dengan gang-gang becek dan kumuh. Ini adalah sebuah kawasan bagi para pengamen, pemulung, dan pastinya para pelacur. Daerah ini dikenal sebagai wilayah pusat prostitusi.

"Ini dimana ?"tanya ibu.

"Oh, ini adalah tempat kita tinggal selama di kota."

"Tapi ini bukannya tempat pelacur."imbuh Kak Syifa.

"Lah, kenapa harus malu. Kaliankan lebih rendah dari pelacur."

Ketiga budakku diam saja mendengar kata-kataku. Aku, Amir dan Pak Abdul turun di pinggir sebuah gang. Tak berapa lama Amir mengeluarkan ponselnya dan terdengar menelpon seseorang. Tak selang lama dari dalam gang keluar seorang wanita usia 40an dengan dandanan menor meski punya postur yang agak gemuk. Wanita itu memakai tanktop ketat dan rok mini.

"Perkenalkan, dia Bu Linda."kata Amir memperkenalkan wanita itu pada ketiga budakku.

"Oh, jadi ini lonte-lontenya ya Pak Haris ?"tanya Bu Linda.

"Bukan bu, mereka budak. Lebih rendah dari lonte."Aku tersenyum sambil menjabat tangan Bu Linda."Ayo kasih salam sama Nyonnya Linda."

Ketiga budakku dengan serempak berlutut dan merangkak ke arah Bu Linda. Terlihat Bu Linda sedikit keheranan dengan tingkah budakku."Ini kenapa mereka merangkak."

"Oh iya. Jadi saking hinanya mereka sekarang mereka tak pantas untuk berjabat tangan. Mereka cuma pantas untuk mencium kaki atau kemaluan."

Bu Linda terdiam sejenak mencerna kata-kataku tapi sejenak kemudian dia tertawa setelah paham apa maksudku. Segera ibu, Kak Syifa, dan Intan menunduk mencium kaki Bu Linda dengan takzim. Bu Linda terlihat gemas sambil mengusap kepala mereka yang masih berbalut jilbab.

"Baik semua, ayo kita pergi ke rumah."ujar Bu Linda setelah bermain sejenak dengan budakku.

"Ayo semua."kataku sambil menepuk pelan pantat ibu.

Sepanjang perjalanan banyak tatapan heran yang menatap ketiga budakku karena memakai baju gamis dan jilbab lebar. Namun mungkin mereka menyadari kalau dibalik itu semua ketiga budakku tidak mengenakan apapun lagi.

"Lihat tuh, mereka semua kayaknya nafsu banget liatin kamu."kataku di samping ibu.

"Iya Tuan. Kayaknya mereka tahu kita gak pake daleman."

"Hahahah. Dasar binal."kataku sambil meremas pantat ibu.

Bu Linda mengajak kami ke salah satu bangunan yang cukup besar dengan 2 tingkat namun tidak memiliki halaman. Segera saja Bu Linda membuka pintu rumah dan mempersilahkan kami masuk.

"Eh, Bu Linda, ini tamu-tamunya ?"tanya seorang wanita dengan pakaiaan seperti Bu Linda namun memiliki usia lebih muda dan paras yang lebih cantik.

"Iya Sel. Kenalin ini Haris dan Amir juga ketiga budak mereka. Nur, Syifa, sama Intan."

"Wah, berjilbab lebar begini jadi budak ?"wanita itu bertanya tak percaya.

"Beneran loh lihat aja nih."kataku menepuk pantat ibu. Dengan sigap ibu berlutut dan mencium takzim kaki wanita itu diikuti Intan dan Kak Syifa. Wanita itu dengan riang menepuk-nepuk kepala ketiga budakku.

"Budaknya penurut sekali ya pak."

"Iya dong. Kalau gak nurut ngapain saya tampung. Nanti malah ngerepotin."Aku tertawa diikuti semua orang kecuali ketiga budakku.

"Hebat sekali ya pak bisa mendidik budak kayak mereka."Wanita itu tersenyum menatapku."Oh ya pak kita belum kenalan ya. Nama saya Seli."

"Haris,"balasku memperkenalkan diri.

"Ayo semua kita duduk dulu. Gak enak berdiri terus."Bu Linda mengingatkan.

Akhirnya kami semua duduk di sofa besar di ruang tamu. Seli hendak beranjak ke dapur untuk menyiapkan minuman tapi aku melarangnya. "Gak usah. Biar budak hina ini aja yang nyajikan. Mbak kasih tau aja dimana dapurnya."

"Oh iya. Saya lupa kalau di sini ada budak." Seli tertawa kecil sambil mencubit pipi Intan."Ayo budak-budak kotor. Kita ke dapur."

"Sebentar dulu mbak. Masa budaknya masih pakai baju."

"Benar juga ya pak. Ayo kalian lepaskan gamis kalian. Jilbabnya biarkan saja."Dengan patuh ketiga budakku melepaskan gamis mereka dan menyisahkan jilbab lebar yang kemudian di singkap ke belakang sehingga toked mereka dapat terekspos dengan jelas. Setelah itu Seli mengajak ketiga budakku ke dapur. Tentu saja dengan merangkak.

"Saya kagum sama Pak Haris yang bisa menaklukan mereka jadi budak. Anda memang hebat."

"Ah gak juga kok bu. Merekanya aja yang emang kegatelan. Berjilbab lebar doang tapi sange sama kontol saya."

"Baiklah pak. Tadi Pak Amir bilang kalau Anda ingin melakukan kerja sama dengan saya. Maksudnya apa ya pak ?"

"Begini bu, saya ingin budak saya semakin rusak dan semakin rendah lagi derajatnya."

"Oh Anda ingin menjadikan budak Anda jadi lonte di sini. Bisa kok pak."

"Bukan bu. Budak saya ini kan lebih rendah dari lonte jadi dia gak pantas dapet kehormatan menjadi lonte."

"Terus dijadikan apa ?"

"Begini bu, kami berdua mau supaya ketiga budak itu dipekerjakan sebagai tenaga tambahan atau tenaga kasar. Kami ingin ketiga budak itu direndahkan oleh para lonte di sini."Kali ini Amir yang menjawab.

"Saya masih tidak mengerti."

"Begini bu, nanti ketiga budak ini akan bertindak sebagai penerima tamu. Nanti ketiga budak itu akan dijamah secara gratis oleh para tamu. Kemudian para budak ini akan menjadi pelayan lonte di sini dengan memijat, memandikan, dan mendandani. Lonte ini juga akan menjilati memek para lonte setelah selesai berhubungan. Budak ini juga nanti akan jadi petugas kebersihan."

"Terus bayarannya ?"

"Tenang. Ibu hanya cukup bayar 500 ribu untuk 2 hari karena ketiga budak saya hanya akan datang waktu sabtu minggu. Nanti setelah itu terserah ibu budaknya mau diapain yang penting gak nyampe sakit."Bu Linda manggut-manggut mendengar penjelasanku

"Murah juga ya pak tarifnya."

"Iya dong bu. Kan mereka budak rendahan."

"Baik pak. Saya terima tawaran kerja samanya."

"Tapi sebelum itu ada beberapa syarat yang harus ibu penuhi."

"Apa itu pak ?"

"Begini, pertama saya ingin semua lonte disini mengencingi ketiga budak saya. Nanti makannya cukup dari sisa makanan lonte di sini."

"Oh gampang itu mah,"Bu Linda tertawa pelan,"ada lagi ?"

"Jadi biar di kampung saya tidak curiga, mungkin seminggu saya cuma bisa ngirim 2 budak. Gimana bu ?"

"Ah, gampang mah itu. Lagian bapak juga butuh budak buat nemenin kan ?"

"Ibu tau aja,"aku ikut tertawa pelan.

"Lalu nanti tidurnya di teras ya bu."Tambah Amir."Kasih aja koran buat alas. Nanti banguninnya dikencingin aja."

"Sip. Itu mah gampang diatur."

Tak selang lama ketiga budakku kembali datang dengan posisi merangkak. Di atas punggung mereka ada nampan dengan gelas minuman di atasnya dan beberapa kue kecil. Seli tertawa di belakang melihat tingkah ketiga budakku. Setelah itu Seli menata hidangan di atas meja.

Kami dengan nikmat menikmati semua hidangan itu sementara ketiga budak kami duduk bersimpuh dalam diam. Sementara itu sejenak kami melanjutkan obrolan kami dengan diselingi tawa. Akhirnya aku dan Bu Linda mencapai kesepakatan kerja sama.

"Eh budak hina, kalian haus ?"tanya Amir tiba-tiba.

"Iya tuan."

"Minum nih."Amir menuangkan air di gelasnya ke lantai. Dengan berebutan ketiga budakku meminum air di lantai dengan menjilatinya seperti anjing kehausan. Kami berempat tertawa melihat tingkah mereka.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd