Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Aku dan Adiba: Awal mula hidup bersama

crotyuk

Semprot Lover
Daftar
27 Sep 2012
Post
223
Like diterima
128
Bimabet
DISCLAIMER: Cerita fiksi yang diilhami dari kejadian nyata.



AKU mengalami suatu malam yang indah. Suatu malam yang membuatku sangat berkesan dibanding malam yang sudah-sudah. Suatu malam yang menjadikanku untuk memulai tekad hidup bersama dengan kekasihku, Adiba. Kejadiannya sepuluh tahun yang lalu, 2008.

Di suatu sore, aku dan Adiba berangkat pakai angkot dari kostan Adiba dekat kampusnya di Ciputat menuju kontrakanku di Pondokpinang. Adiba sudah membawa ransel besarnya. Isinya beberapa pakaian dan barang-barang terakhir dari kostan dia.

Adiba sudah tidak mau tinggal di kostan lagi. Dia maunya tinggal di kostanku. Banyak barangnya sudah ditaruh secara nyicil di kontrakanku dua-tiga hari sebelumnya.

Sampai di kostanku, waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh. Petak-petak rumah kontrakan sudah pada sepi, para penghuninya sudah pada tidur. Dari ketigabelas rumah, aku datang paling akhir malam ini.

"Aman, 'Diba! Udah pada tidur orang-orang!"

Aku mempersilahkan masuk Adiba. Adiba langsung duduk di sofa. Adiba semakin kerasan dan betah di rumah kontrakanku. Waktu pertama kali datang ke kontrakanku, di bilang, "Rumahnya enak, Bang! Pas banget kalau buat kita berdua! He he he. Ada ruang tamu, ruang tidur, dan dapur. Juga MCK." Entah omongannya becanda atau serius waktu itu, tapi sekarang kami akan hidup bersama mulai malam ini. Yang punya rumah kontrakan sudah aku hubungi dan aku sudah melakukan komunikasi yang hangat, sehingga semua hal dan segala tetek-bengek sudah terkondisikan dengan baik.

"Sip. Ya sudah! Kamu mandi aja duluan ya! Aku mau siapin makanan buat dinner kita!"

Adiba mandinya lama. Lebih dari limabelas menit belum kelar. Sedangkan dinner sudah siap. Kalau gini caranya, aku juga mau mandi ah. Mandi bareng Adiba!

Pintu kamar mandi tak dikunci rupanya. "Adiba, aku masuk ya?"

"Iya, Bang! Masuk aja!"

Adiba rupanya masih sabunan. "Tadi aku BAB dan sampoan dulu, Bang!"
"Ya udah, sini aku gosokin punggung kamu." Aku juga sudah bertelanjang bulat.

Kami sudah biasa dan tak caggung lagi bertelanjang bulat. Sudah enam bulan kami back-street, pacaran diam-diam tanpa diketahui oleh orangtua kami maupun kawan-kawan kami masing-masing.

Kami berpacaran sudah layaknya suami isteri. Kami sudah pernah ML, tidak sekadar saling peluk-pelukan, cium-ciuman, hingga oral seks. Bebas. Bener-bener bebas. Begitulah kalau sudah tinggal di perantauan. Apapun bisa terjadi.

Adiba masih kuliah, sudah mau empat semester menjalani kuliah di UIN Ciputat. Aku sudah lulus dari kampus dan jurusan yang sama. Kini aku menjalani bisnis kecil-kecilan, sudah dua tahunan berjalan. Lumayan, bisa ngontrak, bisa 'nabung.

"Abang masak apa?"
"Aku masak sayuran aja. Lauknya cuma ikan bakar tadi pagi yang sudah aku panasin di microwave barusan."

Mandi selesai. Berpakaian juga. Makan pun beres.

Sambil nyruput teh hijau, kami ngobrol santai dengan ditemani alunan musik jazz syahdu yang berasal dari mini player home theater milikku. Lampu ruangan aku ganti dimmernya dengan yang soft dan redup. Dan tetap, kami terus ngobrol.

Obrolan kami iringi dengan saling elus dan saling belai. Kami ngobrol duduk di sofa sambil berhadapan. Sesekali aku memijit kedua kaki Adiba. Aku suka dengan jari-jari kakinya, menggemaskan. Sementara itu, Adiba menikmati pijitanku sambil memejamkan kedua matanya. "Enak, Bang!"

Pijitanku merayap dari kaki keatas, menuju betis. Adiba suka dengan pijitan ringanku. Masih merem-melek dia, keenakan.

Belum ada setengah jam kami sudah saling ciuman. Ciumannya sih santai, pada awal mula. Lama-lama ganas juga. Saling betot. Saling isep. Berpelukan. Tindih-tindihan. Tonjolan ngaceng kontolku ikut menekan belahan pantatnya, juga didepan--belahan memeknya. Gesek-menggesek. Raba-meraba.

Pakaian kami sudah tidak karuan lagi. Acak-acakan. Juga rambut kami, sama-sama berantakan. Kaos oblong putih yang kukenakan makin lecek, daster pink yang dipakai Adiba pun sampai terangkat hingga ke perut, yang nampak cuma celana cangcut putihnya--kelihatan basah dan licin. Rambut panjang sebahu Adiba awut-awutan apalagi bentuk rambutnya tebal dan rada ikal. Lebih eksotik bila sudah dilepas jilbabnya. Kulit tubuhnya yang hitam manis atau sawo matang, tapi halus, bersih terawat, dan bersinar. Muka tanpa jerawat dan tanpa makeupnya adalah satu hal lain yang paling aku sukai. Alisnya melengkung tebal tanpa diukir. Bibir yang mirip artis lawas Brook Shields (benarkah tulisannya?). Ya, bibir, hidung, alis, bahkan telinga, leher, dan payudara tak luput dari ciumanku.

Payudara Adiba tergolong tocil. Ini membuatku gemas. Wajah imutnya bagaikan anak berumur enambelas tahun. Aku sudah seperti menggauli gadis dibawah umur. Tapi begitulah kenyataannya. Tetek Adiba tidak seperti kebanyakan cewek lain atau kawan-kawan perempuan kampusnya yang seusianya pada menonjol dan montok teteknya. Ukurannya bisa sekepal tanganku. Tapi yang kusuka adalah putingnya yang berwarna pink. Bikin aku nafsu hingga ke ubun-ubun.

Nafas kami sudah ngos-ngosan menahan birahi. Tak disangka kami telah saling melucuti pakaian kami masing-masing. Kami bertelanjang bulat.

Kontolku tegang maksimal. Memek Adiba menampakkan kilatan cairan kentalnya. Dia semakin horni. Baik Adiba dan aku, sama-sama mulai berkeringat.

Adiba langsung menggenggam lembut kontolku. Cara memegangnya bener-bener kusuka. Tidak dia genggam kencang.

Ukuran kontolku tak seberapa, pernah kuukur saat ereksi dari pangkal hingga ujung penis ada sekitar tidak lebih duabelas sentimeter.

Dimulai dari ujung kontolku yang mengeluarkan cairan kental licin, Adiba mengusap-usapnya hingga pangkal. Kocokan lembutnya mulai bekerja. Maju-mundur, perlahan. Engga sampai dua menit, mulutnya memberikan blowjob. Kuluman dan hisapan pada ujung kontolku benar-benar terasa, seperti disedot vacum cleaner.

Ketika blowjob, posisi kami sudah dalam keadaan enam-sembilan. Mulut Adiba ada di kontolku dan memek Adiba ada di mulutku. Kami sudah saling hisap, saling sedot, saling tekan. Pantatnya kupeluk, pantatku pun dipeluknya. Malam itu kami bisa mendengar bunyi decak dan becek kami sendiri.

Setengah jam kemudian, kami ganti posisi. Kontolku yang masih tegak ini mulai diarahkan dan dituntun oleh Adiba ke memeknya untuk dimasukkan.

Perlahan dan pasti, kutekan senti demi senti, memasukkan kontolku ke memeknya yang sudah becek. Maju-mundur, maju-mundur, maju-mundur. Adiba menarik nafas dan menahannya.

Blesek! Ugh!

Kami diam mematung, berpelukan erat, semakin kencang pelukan kami, seakan tak ingin kami lepaskan. "Lanjut, Bang"

Aku lihat kedua mata Adiba berlinang airmata, disertai senyum manisnya. Ah, bibir dan hidung mancungnya itu benar-benar telah membuatku kepayang dan berbuah manis pada saat malam ini dengan aku berhasil merebut keperawanannya. Aku berjanji didalam hatiku, aku bertekad untuk melamar gadis ini, aku akan pergi ke rumah kedua orangtuanya.

Entah mengapa, bukan hanya nafsu syahwat yang merasukiku kini, tetapi juga rasa sayang yang tiada terhingga. Pelukan yang kini kurasa bukan lagi pelukan mesum tapi lebih dari itu.

"Adiba, aku cinta kamu. Kita sudah sering bercinta. Jadilah kau isteriku. Dan, mari kita nikah ya? Aku akan datang ke Papih dan Mamih kamu."

"Bang, di hatiku ini, Abang sudah jadi suamiku."

Aku bahagia. Lega. Lega rasanya. Sambil kuelus rambut ikalnya yang panjang bergelombang, aku terus menggenjot kontolku di memeknya. Adiba diam menikmati keluar-masuk kontol aku.

Hah, hah, hah!!
Enghh, engh, engh!!
Sshh, sshh, sshh!!

Suara desahanku dan desahan Adiba bercampur satu. Sementara kedua kaki Adiba sudah berada di pundakku. Sodokan demi sodokan membuat memek Adiba semakin licin. Jepitannya masih terasa legit. Memek Adiba tergolong tembem dan besar. Tapi jepitannya kayak memek-memek tipikal kimcil yang pernah kucicip dari beberapa mantan pacarku sebelumnya. Memek Adiba itu, gede diluar tapi legit dan njepit didalam.

Adiba berhasil menikmati orgasmenya setelah limabelas menit kami ngentot. Aaahhh! Hemm!! Adiba menutup muka dengan kedua tangannya, menahan gejolak birahinya. Tetiba badannya lemas tiada bertenaga.

"Bang! Abang udah keluar?"
"Sebentar lagi." Buru-buru kutarik batang kontolku dan kuarahkan ke dada Adiba. Cret! Cret! Cret! ...Cret! Sperma putih, kental, dan bau anyir, menempel di payudara Adiba.

Setelah kami mandi untuk yang kedua kali, kami tidak langsung tidur. Kami ngobrol tapi entah berapa lama tau-tau kami ngantuk. Sekitar jam duabelas kami tidur sambil berpelukan, telanjang, dan satu selimut. Mungkin kami saling membawa mimpi masing-masing untuk esok yang lebih bersemangat. Malam itu, aku sudah buat komitmen yang lebih serius dengan Adiba, sepakat untuk go public bahwa kami sudah berpacaran lama dan siap membina hubungan yang lebih serius.
 
Iya mas Bro.. nama kampus dan lokasi disamarkan mas bro... karena terjerat undang-undang ITE.. saran ane diedit lagi deh
 
lupakan, jelas macet ini
 
Cerita yang Bagus. Usul aja, lain kali nama lembaga mah jangan dibabawa yaa ....
 
Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd