Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG AGUS, Sang Pemijat Wanita

*Bab 5*

Pelanggan kali ini semakin membuatku banjir keringat kala aku memberikan service untuknya. Dia jauh lebih menggoda daripada Kak Maya yang menjadi pelangganku beberapa waktu lalu. Bu Shinta terlihat begitu menikmati setiap sentuhan pijitan yang aku lakukan, terlihat dari raut wajahnya saat beberapa kali aku meliriknya.

“Akh… Enak Gus, coba naik sedikit lagi,” tutur Bu Shinta sambil menggigit bibir bawahnya.

“Di sini, Bu?” tanyaku sambil naik memijat bagian pantat bawahnya.

“Iya, benar disitu,” sahutnya sambil terus memejamkan mata menikmati pijatanku.

Aku mengurut dengan pelan naik turun bagian pantat bawahnya yang putih dan mulus, tak ada sedikipun strechmark, bahkan untuk ukuran seorang ibu-ibu, ia memiliki tubuh yang indah bagai gadis perawan. Aku mengoleskan sedikit minyak agar lebih licin, semakin kugosok memutar searah jarum jam, semakin Bu Shinta mengerang keenakan.

“Mmmhhh….” gumam Bu Shinta.

Tubuhku seketika merinding bak disengat aliran listrik kala mendengar suara erangan yang keluar dari mulutnya, bagiku itu terdengar sangat sexy. Sejenak aku terdiam, aku sedang berpikir area tubuhnya bagian mana lagi yang akan aku mainkan. Tiba-tiba tanganku bergerak dengan sendirinya menuju ke pantat bawah bagian dalam milik Bu Shinta.

“Maaf, ya Bu,” ujarku meminta izin.

“Iya, Gus… Akh, iya benar disitu,” jawab Bu Shinta meracau keenakan kala jari jemariku bermain di selangkangan miliknya.

Aku menuangkan kembali sedikit minyak dan aku mengulang kembali memijat daerah pantat bawah, dapat kurasakan bulu kemaluannya yang tipis dan halus. Bulu-bulu kemaluan yang dibiarkan tumbuh tipis itu justru membuatnya menjadi lebih sexy. Tanganku dengan perlahan menelusup ke bagian dalam dan ku gosok perlahan secara berulang daerah yang berbulu.

“Gus, terusin dibagian situ ya, jangan pindah dulu,” ucap Bu Shinta sambil menahan suara desahnya.

“Enak ya, Bu?” tanyaku menggoda.

“Iya, enak banget, pinter banget sih, kamu mijetnya,” sahut Bu Shinta dengan nafas yang terengah-engah.

Aku semakin mempercepat gosokan tanganku dibagian dalam pantatnya, sempat beberapa kali tanganku tak sengaja mengenai bibir vagina miliknya. Hal itu sontak membuat Bu Shinta menggelinjang dan mengeluarkan suara desahan dari mulutnya. Aku tersenyum melihatnya menikmati permainan tanganku di area sensitifnya. Semakin melihat tubuhnya menggelinjang keenakan, semakin aku mempercepat gosokan tanganku.

“Shhh…Akh…Mphh….” gumam Bu Shinta sambil membekap mulutnya sendiri karena tak ingin terdengar oleh orang lain.

“Sepertinya Bu Sinta benar-benar sedang menikmati permainan jari-jariku,” ucapku dalam hati sambil tersenyum senang.

Bukan hanya Bu Shinta yang merasa terangsang akibat permainan jari-jariku, tapi sedari tadi penisku sudah mengeras dibalik celana. Ia seolah meronta-ronta meminta untuk keluar kandang dan memuncratkan cairannya. Tapi sebisa mungkin aku harus menahannya, sebab aku tak mungkin memainkan penisku di sini sekarang.

“Pasti yang dirasakan Bu Shinta sangat enak, aku juga ingin merasakannya sekarang, bayangkan saja jika adik kecilku ini bisa menerobos masuk ke dalam lubang vaginanya yang hangat. Ahhh, pasti sungguh nikmat rasanya,” ujarku dalam hati sambil membayangkan kenikmatan itu.

“Akh, Gus kenapa pijatannya makin pelan? Ayo dong, cepetin lagi kayak tadi,” ucap Bu Sintha.

Seketika aku tersadar dari lamunanku dan aku berusaha untuk kembali fokus menjalankan tugasku memuaskan Bu Shinta. Aku melirik ke bagian bawahku, terlihat jelas penisku sudah berdiri tegak, aku sedikit panik karena khawatir Bu Shinta atau Ibuku menyadari pemandangan ini. Seketika aku menepuk kepalaku sendiri karena merasa frustasi, harusnya aku bisa menahan nafsuku sampai nanti pulang.

“Aduh, nggak sabaran banget sih Si Joni pake tegang segala, mau pakai celana renang salah, tak pakai juga salah,” gumamku kesal.

“Gus, kenapa diam saja?” tanya Bu Shinta sambil menoleh ke arahku.

“Oh, nggak apa-apa kok Bu,” jawabku malu-malu.

Aku kembali fokus melanjutkan pekerjaanku, sesuai dengan keinginan Bu Shinta untuk memijat di area yang dia inginkan, aku menggerakkan tangaku mengosok-gosok daerah berbulu itu sebanyak sepuluh kali. Rupanya aku salah, jika tadi aku mengira bulunya tipis, rupanya semakin aku masuk ke dalam bulu disekitar vaginanya dibiarkan tumbul dengan tebal. Entah Bu Shinta sengaja membiarkannya atau lupa mencukurnya.

“Wuih, lebat juga bulunya, pasti geli-geli nikmat jika penisku bermain diantara lebatnya hutan rimba itu,” pikirku tergoda.

Semakin aku menyusuri bagian berbulu itu, semakin aku dibuat penasaran dengan garis di tengahnya. Aku mencoba memberanikan diri untuk menyetuh area itu, perlahan namun pasti sambil aku melihat reaksi Bu Shinta, jika ada penolakan maka aku akan menghentikannya, tapi rupanya dia justru menikmati itu.

“Gus, terus… Enak…” ucap Bu Shinta.

“Bu Shinta suka ya?” tanyaku sedikit menggoda.

“Ah, kamu bisa aja tanya begitu, tentu saja suka,” jawab Bu Shinta dengan nada centil.

Aku mempercepat gerakan tanganku menggosok-gosok bibir vagina miliknya. Semakin cepat aku menggosok, semakin tubuh Bu Shinta menggelinjang tak karuan. Sembari menutup matanya, sesekali ia mendesah nikmat dan menggigit bibir bagian bawahnya, sungguh ia terlihat sangat sexy.

Aku menghentikan pijitan di area sensitinya dan berpindah memijat pantat bagian luar lalu ke pinggang. Kembali aku menuangkan beberapa tetes minyak di atas kulitnya yang lembut dan kenyal. Setelah tanganku berpindah dari area bibir vaginanya, Bu Shinta nampak kembali tenang.

“Udah Bu, bagian pinggangnya,” ucapku.

“Oh, udah ya,” sahutnya sambil menarik kembali celana dalamnya.

Kulihat ia sedikit menungging kala menaikkan kembali celana dalam sexynya, sedikit terlihat gundukan daging berwarna pink di sela-sela pantatnya. Dari penglihatanku bibir vaginanya sedikit basah, entah basah karena minyak atau karena cairan kenikmatan.

Aku sedikit menghela nafas lega, setidaknya godaan dan siksaan batin enak ini berkurang walaupun bongkahan pantat Bu Shinta masih bisa kau lihat. Sembari menunggu Bu Shinta membetulkan celana dalamnya, aku sedikit mengelus penisku yang sedari tadi menegang dengan harapan supanya ia tak terlihat terlalu menonjol dari balik celana. Saat aku sedang mengelus adik kecilku, tiba-tiba Bu Shinta menoleh ke arahku dan tertawa kecil, sontak aku menghentikan aktivitasku.

“Kenapa, kok di elus-elus begitu? Emangnya sakit?” goda Bu Shinta sambil tertawa kecil.

“Eh, nggak kok Bu,” jawabku sambil salah tingkah.

“Gantian pijat bagian punggung ya Gus, udah beberapa hari ini rasanya pegel semua,” ujar Bu Shinta kembali berbaring tengkurap.

Aku mengiayakan perintah Bu Shinta, lalu memijat bagian punggungnya dari bawah ke atas. Tiba-tiba tangan Bu Shinta ke belakang dan membuka kaitan tali BH nya, seketika tali itu terlepas dan dari sisi kanan kiri terlihat gumpalan daging kenyal. Seketika aku kembali menelan ludah melihat pemandangan yang menggoda ini.

“Astaga! Godaan apalagi ini, baru tadi aku berhasil membuatnya basah dibagian bawah dan sekarang ia kembali menyuguhiku bongkahan dada yang besar dan sintal,” ucapku dalam hati tak kuasa menahan nafsu.

Aku tak ingin melewatkan momen, aku segera memijat naik ke atas lalu dengan sedikit sentuhan menggoda tanganku sedikit ke pinggir. Jari jariku secara sadar dan sengaja menyentuh bagian payudara Bu Shinta yang terasa kenyal. Aku penasaran dengan bentuknya dan akhirnya aku sedikit memiringkan kepalaku.

“Wow, luar biasa indah, meskipun buah dadanya tertekan dengan tubuhnya sendiri namun masih kelihatan begitu besar,” ucapku dalam hati.

“Sampai ke bagian bawah juga nggak apa-apa kok Gus,” celetuk Bu Shinta kala aku secara sengaja memegang bagian samping buah dadanya.

“Emm… Iya Bu,” sahutku.

Siksaan kembali datang, penisku yang semula berhasil kutidurkan kini kembali tegak. Beberapa kali jariku menyentuh embuk empuk daging tak bertulang yang menggoda itu. Aku tak kuasa membayangkan bagaimana indahnya daging empuk itu jika dilihat dari bagian depan.

“Shhh…Mphhh… Kenapa enak sekali,” gumam Bu Shinta.

Sekarang aku gantian memijat punggungnya menggunakan siku, ini adalah trik yang diajarkan oleh ibuku sebab pasti membuat ketagihan karena rasanya begitu nikmat. Dan benar saja seketika tubuh Bu Shinta kembali menggelinjang dan mengeluarkan suara erangan dari mulutnya.

“Ah… Geli Gus,” tuturnya sambil tertawa kecil.

“Mau ganti gerakan saja, Bu?” tanyaku.

“Jangan, ini geli tapi nikmat, jadi lanjutkan saja,” katanya.

"Agus pundak saya kok tidak dipijat? " tanya Bu Shinta.

"Nanti dari depan ya Bu, biar lebih gampang," sahutku.

"Sip dan nanti kepala juga ya, Gus " ucap Bu Shinta.

"Kalau perut nanti sama saya aja Neng," teriak ibuku yang selalu membuatku terkejut.

"Nggak usah Bu, perut saya baik-baik aja kok,” jawab Bu Shinta
Aku telah menyelesaikan pijatan di bagian belakang, sekarang aku meminta Bu Shinta untuk berbalik badan dan gantian memijat tubuhnya di bagian depan. Perlahan Bu Shinta bangun dan mencari kain penutup untuk menutupi bagian depan tubuhnya. Saat ia sedang mencari kain, sepintas aku melihat buah dadanya tereskpos dengan sempurna. Begitu besar, sintal, padat dan berisi membuatku serasa ingin melahapnya.

“Aduh, susah sekali,” gumamnya seraya berusaha mengaitkan tali BH nya.

Bu Shinta berusaha menutupi buah dadanya dengan BH tapi karena tidak dikancing otomatis tidak tertutup dengan rapat. Dan ia terlihat begitu cuek, meskipun dadanya sedikit terekspos. Ia lalu tertidur dengan posisi terlentang ditutup kain. Aku mulai memijat kembali kaki bawah Bu Shinta dengan minyak sampai bagian betis kiri dan kanan.

“Saya mulai pijat lagi ya, Bu,” ucapku.

“Iya Gus, yang enak kayak tadi ya,” sahutnya.

Dalam hati aku berdoa semoga Bu Shinta kembali berkenan menaikkan kainnya lagi. Saa aku memijat mulai naik sedikit demi sedikit ke bagian atas paha, Bu shinta sempat terdiam sesaat yang membuatku ragu untuk melanjutkan pijatanku. Namun tak lama kemudian, tangan Bu Shinta menaikkan kain penutup bawah secara perlahan hingga tersingkap.

“Astaga! Lihat celana dalam merah yang sangat sexy itu, di tambah dengan gundukan daging di baliknya yang membuatnya terlihat begitu menggoda,” batinku.

“Naik lagi ke atas ya Gus, agak pegel nih,” tuturnya.

“Baik, Bu,” jawabku tanpa menolak.

Pemandangan yang begitu indah, jika tadi aku hanya melihat dari belakang, kini aku bisa melihatnya dengan sempurna dari arah depan. Daging vaginanya begitu tebal dengan bulu- bulunya yang membayang berbentuk segitiga. Penisku semakin mengeras, rasanya aku ingin segera berlari ke kamar mandi dan mengocok penisku hingga lemas.

“Gundukan bulu-bulu membuatku tidak tahan, terlihat membakas di celana dalam yang begitu tipis. Astaga! Aku tidak sanggup!” teriakku dalam hati.

Aku berusaha tetap sopan dan menahan godaan yang sudah menggoyahkan imanku sedari tadi. Kali ini aku kembali memijat dan berusaha untuk menjaga pikiranku tetap positif, namun raut wajah Bu Shinta yang keenakan membuatku semakin tergoda.

“Sudah stop!” batinku sambil kembali menutup bagian kainya ke posisi semula.

Aku pindah ke sisi kiri untuk memijat lengan Bu Shinta, tapi beberapa kali tidak sengaja saat memijat lengannya, aku menarik kain penutup bagian atasnya yang membuat kain itu sedikit tersingkap. Sekarang aku dapat melihat bongkahan gunung kembar itu dengan jelas. Aku mulai memijat bagian lengan kemudian ke bagian pundak, dan sedikit mengenai payudara bagian atas.

“Akh… Mpphhh… Agus….” gumam Bu Shinta sedikit meracau.

Aku tersenyum puas, ternyata Bu Shinta menyukainya. Aku menang satu sama dengan Bu Shinta, ia menikmati pijatanku dan aku menang karena bisa merasakan empuknya gunung kembar itu. Selama beberapa menit kedepan, aku serasa dibawa terbang melayang ke surga.



•••



Bersambung...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd