Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG AGUS, Sang Pemijat Wanita

*Bab 3*

Perlahan-lahan tapi penuh tekanan, aku mulai memijat telapak kaki Mbak Maya. Wanita muda berkulit lembut itu mulai memejamkan matanya menikmati pijatanku. Terkadang aku melirik ke arah Ibuku, aku merasa sedikit khawatir dan takut kalau pijatanku salah. Lalu pijatan jemariku mulai merambat naik ke betis putih mulus milik Mbak Maya. Sedikit desahan lolos dari mulut wanita cantik itu.

Dadaku mulai berdegup lebih kencang, pengalaman pertamaku bersentuhan dengan seorang wanita membuat sensasi aneh di dalam dadaku. Aku sedikit menelan saliva, tenggorokanku terasa kering. Namun aku tahu jika aku sedang diawasi oleh ibuku.

“Mantep banget rasanya bisa megang-megang betis mulus ini, enggak nyangka pokoknya, apalagi sebentar lagi aku bakalan megang, tuh, paha putih Mbak Maya,” batinku dalam hati. Tapi aku tak berani macam-macam karena ibuku terus mengawasiku.

Jantungku makin deg-degan, saat kulit tanganku menyentuh bagian sensitif, takut otong berontak berdiri. Sedikit menggeser posisi duduk, aku mulai merasa gerah.

“Duhhhh Gustiii … anjirrr … empuk banget nih pantat, kalau aku cerita ke temen-temen pasti mereka bisa coli di depanku sambil disuruh cerita, " kataku dalam hati saat membayangkan reaksi teman-temanku ketika aku nanti bercerita sudah sampai memiijat bokong segala. Gerakan tanganku mulai memijat naik dari betis kea rah paha.

Dari situ, ibuku sudah berpesan memberi sedikit tekanan pada dua jari jempolnya sambil diputar-putar, akupun mempraktekkannya. Pelan-pelan penuh perasaan sambil menenangkan detak jantungku, aku memulai pijatan di arah paha. Kali ini pijatanku masih dengan tangan kosong, untuk melemaskan otot-otot dan saraf-saraf yang tegang. Ibuku masih memandang ke arah pijatan dengan saksama. Dia terlihat puas dengan pijatanku yang sesuai dengan arahannya saat ia mengajari di rumah.

Kini tahap selanjutnya pemijatan dengan mengoleskan olive oil dan lotion khusus pijat.

Aku menarik napas panjang sebelum mengambil cairan khusus yang sudah diramu oleh Ibuku.

Perlahan-lahan kini tanganku mulai kembali menyusuri betis mulus Mbak Maya dengan lotion khusus yang membuat betis itu licin, sekali tekan, jari-jemari ku meluncur menyusuri setiap inchi kulit betis mulus yang terpampang nyata di hadapannya.

Glek!

Aku kembali menelan ludah dan menenangkan debaran tak tentu di dalam dadaku. Sedikit hawa panas di dalam tubuhku menghasilkan butiran keringat di dahi, dengan siku aku menyeka keringat itu.

“Konsentrasi, Gus. Ini emang pemandangan yang menggoda, tapi kamu harus konsentrasi,” gumam ku berusaha menenangkan diriku sendiri. Beberapa saat aku sempat hilang konsentrasi hingga gerakan tanganku yang memutar lebih menyerupai elusan halus yang membuat otongnya juga segera memberontak.

“Anjai, ini paha Mbak Maya super mulus tanpa cela, cuma ada satu tahi lalat kecil, cuiii !”

Aku berteriak kegirangan di dalam hati. Aku melanjutkan memijat setiap bagian dengan teliti sambil menikmati erangan otongku yang juga mulai terasa minta dipijit juga.

"Enak, Gus pijatan kamu," kata Mbak Maya sambil mendesah pelan membuatku reflek menarik tangan. Aku kaget setengah mati. Sesaat tadi tanganku sedang melayang membayangkan jika otongku juga mendapat pijatan serupa.

"Loh kok berhenti. Jangan kaget gitu, dong Gus. Ayo … lanjutin lagi, dong," lanjut Mbak Maya sambil tersenyum.

Aku mengangguk lalu buru-buru memijat kembali paha putih Mbak Maya yang mulus. Tentu ini akan menjadi pekerjaan yang menyenangkan, hanya mengelus-elus paha mulus dan dibayar. Aku mulai menikmati setiap gerakan tanganku yang melingkar sesuai ilmu pijat yang didapatkan dari ibuku.

“Aku enggak habis pikir, kok bisa putih mulus gini ya, kebanyakan teman-temanku rata rata-rata betisnya agak kecoklatan gitu.” Pikiranku kembali berkelana membanding-bandingkan rezeki nomplok yang aku terima di hari itu.

Dadaku semakin deg-degan sewaktu memijat paha sekali lagi dan semakin naik mendekati dua daging kenyal di atas paha Mbak Maya.

“Sumpah otong jangan memberontak, dong.” ujar ku memerintah otongku yang mulai bergerak. Untuk menenangkan otongku, aku sampai membayangkan sedang dimarahi Pak Sandi, guru killer di sekolahku.

Belum habis deg-degan dan gemuruh di dadaku, tiba-tiba terdengar suara pria berteriak.

"Say aku mau pijet juga, dong!"

"Tuh kebenaran, Mbok Tia nganggur, ini yang mijit kan si Agus," balas Mbak Maya.

"Wahhh … sip kalau begitu, Mbok, tolong pijat aku di depan sini aja ya, bisa kan?" jawab pria yang ternyata adalah suami Mbak Maya.

"Tolong ya, Mbok, pijat Mas Ardy suami saya, dia kelelahan kayaknya, kemarin abis tugas luar kota.”

"Boleh, Bu Maya, Mbok siap, lumayan jadi engga bosen liatin Agus juga," jawab Ibuku sambil bangkit bediri lalu keluar kamar.

Aku melirik ke pintu melihat Ibuku berjalan keluar kamar dan menghilang bersama Pak Ardy.

“Yesss!” Batinku melonjak puas.

Aku merasa lumayan lega kini bebas berduaan dengan Mbak Maya sambil mengelus-elus paha mulusnya.

“Udah nggak ada yang ngeliatin aku. Kalau kayak gini kan puas bebas memandang tubuh Mbak Maya yang seksi ini,” batinku senang.

Pijatan makin naik ke paha atas mendekati bulatan pantat. Ya pantat yang sekal menjulang. “Ya Ampunnn … mimpi apa aku semalam bisa memandang keindahan seperti ini?” Kembali bibirku melengkungkan senyuman.

Mbak Maya sedikit menggeser pantatnya, dan terlihatlah sebuah harta karun. “Gilaaa, celana dalam biru muda mengintip di sela sela kain penutup yang melilit bagian bawah Mbak Maya.

"Susah, ya, Gus ada kainnya?" tanya Mbak Maya sambil tersenyum dan kembali memejamkan matanya.

Aku semakin tak karuan. Dadaku turun naik mulai dibakar nafsu.

Sedetik kemudian keberuntunganku kembali datang, saat Mbak Maya tiba-tiba menarik ke atas kain penutupnya.

“Ini boleh di photo enggak, sih? Sumpahhh ... pantatnya indah bener." Pengalaman pertamaku melihat gundukan daging kenyal yang bulat putih, montok ditambah pemandangan celana dalamnya.

"Kok beda ya? Ada renda dan tidak menutupi penuh bulatan pantatnya.” aku terus membatin menikmati keindahan di depan mataku.

“Ya Tuhan, dosa apa aku sampai bisa melihat pantat nan indah ini, dan bentar lagi aku boleh memegangnya.Tolonggg … Otong jangan aneh-aneh yaaa, nanti sampai rumah aja demonya.” aku kembali berusaha berkonsentrasi dengan pekerjaanku.

Aku kembali menuang lotion sepelan mungkin jangan sampai tumpah. Aku mulai mengurut bongkahan pantat dan paha atas Maya, dan lagi-lagi tanganku meraba, tapi dadaku merasakan sensasi luar biasa.

“Ya ampun … pantatnya kok bisa empuk gini, ya."

"Tuhan, sungguh indah ciptaan-Mu ini.” Sesekali aku mengusap keningku yang mulai banyak keringatnya. Aku tak mau sampai keringatku terjatuh di paha mulus Mbak Maya.

“Anjir, hayuuu Gus, jangan aneh-aneh, kamu kan lagi kerja sekarang, jangan sampai SIM ku dicabut nyokap.” Batinku kembali mengingatkan SIM alias Surat Izin Memijat memang harus duipertahankan. Sesungging senyum kembali hadir di wajahku kala menikmati dialog batinnya sendiri.

“Kuat-kuat, Gus, kamu pasti kuat menerima cobaan ini.”

Kembali suara-suara bermunculan di kepalaku. Pada kenyataannya aku bukan hanya sedang berusaha menenangkan diriku sendiri, tapi juga membujuk otongku agar tak terus memberontak di dalam celanaku.

“Otong, jangan demo dong, kuatin ya, Tong.”

Aku mulai hilang kendali, sejenak gerakan pijatanku mulai terburu-buru seiring gejolak di dalam dadaku. Aku sengaja mempercepat ritme gerakan agar segera beres memijit bagian pantat Mbak Maya.

“Bahaya kalau di sini berlama-lama,” ujarku memerintahkan jemariku segera move on.

Mataku terus memandang bagian keindahan yang sulit dileatkan ini.

“Bahaya … Gannn … bahayaaa ini, sih!”

Mau bagaimana lagi tanganku memang harus menjalankan tugas suci, sementara mataku tetap tak bisa lepas melihat montoknya pantat Mbak Maya.

“Semoga mata bisa merekam ini untuk bahan coli nanti di rumah, ya, tolong jangan sampai ilang.”

Aku buru-buru naik pindah ke bagian pinggang atas pantat.

" Nahhh … enakkk Gus, aku pegal banget bagian itu," desah Mbak Maya masih memejamkan matanya.

Tidak lama kemudian Mbak Maya bergerak memindahkan kain penutup.

“Ya Tuhan … godaan apalagi yang aku dapatkan ini?” Mataku langsung terbeliak saat melihat kain penutup ditarik pelan oleh Mbak Maya.

“Ampunnn ... itu payudara Mbak Maya tergantung sempurna, hanya ditahan kutang biru muda berenda.”

Otongku langsung tegak menantang dunia.

“ Hei, Otong tenangkan dirimu, kawan. Jangan merusak pekerjaanku hari ini, ya.”

Batinku menenangkan otongku, tapi bukannya menurut, Otong malah semakin memberontak menimbulkan denyut tak keruan yang semakin membuat aku gelisah, Tanganku tak lagi membuat gerakan memijat, tapi sekarang justru meremas. Tak ayal satu desahan halus keluar dari mulut Mbak Maya.

“Ahhh …”

Aku langsung menuangkan lotion ke telapak tangan perlahan, dan kembali memijat pinggang lalu pelan-pelan naik ke punggung putih semulus kain sutera.

“Di situ enak banget, Gus.” Desahan Mbak Maya semakin menyulut gairahku yang berusaha keras memadamkannya.


•••


Bersambung...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd