Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Addicted To You


I found a love
For me
Oh darling, just dive right in
and follow my lead




Lagu Ed Sheeran mengiringi sentuhan ringan pertama Mas Havish di tubuhku. Telapaknya yang hangat menyentuh bahuku. Aku memejamkan mata, mengantisipasi. Menumpulkan indra penglihatanku, memusatkan perhatian pada rasa dan sensasi. Pelan-pelan dia menambah tekanannya sambil mengukur reaksiku. Jari-jari Mas Havish terasa licin dibaluri minyak kenanga, menyusuri lengan kanan dan kiriku. So damn soft.

“Segini cukup?”

“Eh?”

“Tekanannya, sudah cukup?”

Mas Havish mulai memijat bahuku dengan tekanan yang entah kenapa terasa lembut sekali.

“Iya, cukup.”

“Nanti kasih tahu ya, kalau terlalu kencang atau kurang.”

Aku mengangguk lalu kembali memejamkan mata. Menikmati sentuhannya yang membuat aku relaks dan nyaman. Siapa yang mengira mas-mas kantoran punya jemari dan sentuhan selembut ini? Rasanya kayak froyo jco sedang meluncur di kulitku. Selembut itu!

Biasanya, kalo bayar ibu-ibu pijat capek atau pijat lulur di dekat kosan, aku lebih suka tekanan yang kuat dan liat. Tapi, dengan Mas Havish, walaupun tekanannya kuat, tapi sentuhannya sangat halus dan lembut. Aku merasa seperti bayi baru lahir yang harus dipegang dengan super hati-hati dan penuh kasih sayang. And I looove the feeling.

Setelah dirasa aku cukup relaks, Mas Havish mundur dan jarinya turun ke telapak kaki… lutut belakang… paha belakang… Pijatannya enak, tekanannya tepat, gerakannya halus dan percaya diri. Aku membiarkan diriku terbawa sensasi menyenangkan ini, tapi juga waspada supaya tak tertidur saking rileksnya. Musik romantis, ruangan beraroma lavender, dan harum minyak kenanga yang mengulik hormon perempuanku… what a perfect ambiance. Bohong sih, kalo aku gak horny sekaligus ngantuk hahaha…

Jari-jari lembut Mas Havish mulai naik ke bagian bawah pantatku. Ibu jarinya sekilas menyentuh klitorisku dari belakang, berputar di area itu sesaat sebelum naik memijat bagian atas pantatku. Dia mengulanginya tiga kali. Kelihatannya seperti menyentuh asal-asalan saja, tapi rasa penasaranku malah bangkit. Kemudian, dia fokus memijat pantatku sementara ujung kontolnya sekali-kali terasa menyentuh ujung bokongku. Oh Tuhan…

Aku mendesah pelan, bokongku bergerak pelan, dan memekku mulai berkedut tipis.

Mas Havish telungkup di atas tubuhku, mengambang sekitar tiga sentimeter namun aku bisa merasakan kehangatannya. Jemarinya menyentuh bagian pinggir payudara kanan dan kiriku, lalu merayap ke depan, mengelusnya halus sementara bibirnya mengecup tengkukku. Lidahnya menjilat sekejap sebelum dia menurunkan tubuhnya sepenuhnya, menyelimuti tubuhku dari desiran dingin AC.

Jari kirinya bergerilya ke bagian depan vaginaku, mengusapnya agak kencang. Bibirnya menempel basah di tengkukku dan jari kanannya meremas putingku yang sudah mencuat di balik bra. Aku mendesah panjang, pantatku terangkat, tanganku turun meraih celana dalamnya, mengelus-elus tonjolan di sana. Aku mengangkat kepala, menuntut… tapi Mas Havish malah fokus di tengkukku. Ugh!

“Mas.”

“Ya?”

“Cium aku.”

Mas Havish mengangkat kepalanya dan mendekati bibirku, menciumnya sekilas, lalu terkekeh usil. Mulutku mengerucut kesal.

“Sabar, ya.”

Bisikan lembutnya berdesir di telingaku, membuat memekku berkedut kencang.

“Kamu rileks aja dulu, katanya kamu sering begadang dan online sampai subuh. Syaraf-syaraf kamu perlu dikendurkan. Biar gak tegang.”

Kalimat terakhirnya diikuti sentakan menusuk ke selangkanganku. Aarrghhh!! Pantatku naik lebih tinggi.

Mas Havish mengangkat tubuhnya, lalu menciumi dan menjilati punggungku dengan intim, setitik demi setitik dari tengkuk hingga ke keliman atas celana dalam hitamku. Janggut tipisnya menggelitik birahiku… mengirimkan setruman oksitosin hangat ke sekujur tubuhku.

“Badan kamu harum, Ses.”

Aku hanya membalas dengan senyuman kecil, rasanya terlalu lemas untuk menjawabnya.

“Kamu sering ke gym, ya?”

“He em.”

“Pantatmu kencang, bagus banget. Aku senang mijetnya.”

Desahan panjang keluar lagi dari mulutku saat Mas Havish memijat pantat sambil menjilati paha dalamku. Damn, my spot… Jarinya menyelinap ke balik celana dalamku dan meremas belahan pantatku. Hidungnya menyentuh klitorisku ringan. Mengendusnya… Super seksi! Spontan pantatku naik lagi.

Tiba-tiba Mas Havish melepaskan remasannya dan berpindah duduk ke samping kananku. Dia mencium pipiku sekilas, lalu menjilat kupingku sebelum berbisik halus, “Balik badan, yuk.”

Pikiranku masih di awang-awang dan perlu beberapa detik untuk kemudian menangkap maksudnya.

Mas Havish bukan pria pertama yang melihat tubuhku hanya berbalut dalaman, tapi entah kenapa rasanya malu. Tanganku mencari-cari bantal di atas kepala untuk menutupi bagian dada dan perut, lalu pelan-pelan membenarkan posisi keliman celana dalamku. Seolah-olah dengan begitu bagian terbukaku jadi sedikit tertutup.

Mas Havish membalurkan minyak di kedua kakiku, lalu dia mulai lagi dengan kakiku. Kali ini dia memijat pergelangan kakiku, persis di bawah tulang pergelangan selama beberapa menit. Lalu, pelan-pelan merayap ke jari-jari kakiku. Tekanannya menguat saat dia memijat jari kakiku satu per satu, menariknya pelan terutama di jari tengah.

Aku mengerang nikmat, pasrah pada setiap sentuhan mesranya. Desahanku semakin panjang saat ibu jari Mas Havish menstimulasi bagian atas telapak kakiku, sekitar 4-5 senti di bawah jari tengahku, menekannya kencang dan kuat. Kemudian tekanan panjang dengan sedikit kuku menyeberangi lengkungan kakiku, bergantian dipijat-pijat dengan ujung ibu jari dan seluruh jarinya.

“Ahhh…. Maaasss...”

Tanpa sadar, aku menjambak rambut sendiri. Mungkin Mas Havish melihatnya sebab dia langsung mengangkat kaki kananku dan mengecup jariku satu per satu. Menggigit mesra seolah-olah jariku kepingan coklat yang tak ingin dibagi dengan orang lain. Saat dia meniupkan udara hangat ke jari-jariku, memekku otomatis menjepit, lutut kiriku terangkat, tanganku meremas payudara… Ssshhhh…

Mas Havish memijat halus bagian tengah ibu jariku, lalu tiba-tiba jariku terasa basah dalam kuluman lidahnya. Pelan-pelan dia menjilatnya dengan intim, seakan-akan kami punya waktu semalaman. Sementara itu, tangan kanannya memijat kuat pergelangan kakiku, menyalurkan stimulasi ganda yang… well, it works like a charm. Aku mengerang panjang dan meremas payudaraku kuat-kuat.

Zona erotisku, cheeeck.

“Enak?” Tanya Mas Havish di ujung eranganku.

“He em.”

Aku bisa merasakan sang masseur tersenyum senang.

“Kok kamu tahu aja, Mas?”

Mas Havish membalasnya dengan mengecup ringan telapak kakiku. Dia melepas kakiku dan kurasakan hangat tubuhnya menaungi torsoku.

Tiba-tiba saja dia mengecup rahang kananku dan berbisik halus.

“Kamu lupa aku punya sertifikat tantric massage?”

Crit. Celana dalamku basah. Libidoku naik.

Tanganku mencari-cari rambut Mas Havish dan menahannya agar tidak lolos. Bibirku mencari bibirnya, dan begitu ketemu langsung kucium ganas.

“Hmmmph…”

Mas Havish membalas ciumanku dengan lembut. Bibirnya basah, hangat, memancing nafsu. Lidahku melunak, menyerah dan menjilatinya pelan sambil berusaha menembus masuk, tak sabaran ingin membelit lidahnya. Mas Havish tak membuka bibirnya, namun balas menciumku dengan sangat, sangat lembut. Mesra sekali sampai-sampai jambakanku melongggar. Sampai-sampai lidahku berhenti meliar. Aku menarik napas dan Mas Havish mengecup lembut bibir atasku.

“Aku simpulkan kamu suka appetizer-nya.”

“Sangat.”

“Sabar, ya. Sebentar lagi kita ke main course.”

Sialan! Waktu berjalan lambat sekali dengan teaser yang satu ini.

Mas Havish mengecup bibirku sekali lagi sebelum kecupannya turun ke dagu, ke tulang selangka, bawah garis bra, perut, bawah pusar, dan… paha dalamku. Kanan dan kiri. Aku menggeliat resah. Dia memijat klitorisku dari luar, lembut sekali, hampir tidak terasa. Tapi terasa! Aku suka sekali caranya memperlakukan tubuhku dengan begitu lembut. Gemas!

Jarinya menggeser lipatan celana dalamku dan telapak hangatnya menyentuh memekku yang berkedut-kedut. Dia mengelusnya sekilas, menjilat labiaku yang sudah sangat, sangat basah, memijat klitorisnya dengan gerakan lembut memutar. Aku mengerang.

Tangan Mas Havish berpindah ke pahaku, menyatukannya di tengah agar dia bisa naik dan mulai menciumi perutku. Puas menjilati area torsoku, dia berbisik, “Branya lepas, ya?”

Aku mengangguk lemas. Entah sudah sebasah apa memekku.

Mas Havish memulai pijatannya dari pinggir payudaraku. Ibu jarinya sekali-kali menyentuh putingku yang sudah mencuat keras. Hawa tubuhnya yang hangat dan ritme pijatannya yang terlatih, membuatku rileks sekaligus terangsang. Libidoku naik saat jari-jarinya memutari areolaku sementara lidahnya menjilati putingku dengan sabar…

“Maaassss….”

Kamu masuk dalam daftar multitasker favoritku, Mas.

Aku jambak rambutnya pelan dan menggiring wajahnya mendekat. Pagutan kami basah dan lembut, dinikmati tanpa buru-buru. Saat tonjolan penisnya mengenai perut, aku langsung membuka mulut dan menyapukan lidahku. Rupanya Mas Havish sudah terangsang juga sehingga lidah kami saling mengejar penuh nafsu. Saling merangsang setiap saraf lidah yang sensitif. Tenggelam dalam kenikmatan hangat saliva. Basah dan rakus… tapi sekaligus lembut, tak mau lepas. Mamma mia!

Sesekali, bibir Mas Havish bergeser dan menciumi leher, rahang, telinga, dan mataku yang masih dilapisi penutup renda. Di antara ciuman-ciuman perangsang itu, dia membisikkan kata-kata manis yang membius, membuat ruangan dan hatiku seketika menghangat.

Perlakuannya padaku sangat lembut hingga kumerasa seperti seorang perempuan yang dihormati, dihargai, disayang-sayang… My precious

Bibir dan lidah Mas Havish masih menjelajahi leher depanku, sementara jarinya diselipkan ke balik celana dalamku. Telapaknya menangkup memekku hangat. Lalu, jarinya memijat pelan klitorisku, sekali-kali jari tengahnya masuk saat bertepatan mulutnya mengisap putingku. Aku mendesah, menjambak rambutnya lagi. Mas Havish menekuk jarinya dan mulai keluar-masuk lebih intens. Sssshh… Aku yakin memekku sudah basah banget, gelisah menuntut dipuaskan.

“Aaaaah, mas!” Ujung jari Mas Havish menyentuh pelan g-spot ku.

Jarinya bergerak beberapa kali lagi, sebelum akhirnya tanganku mengangkat tubuhnya dan menciumnya rakus. Lidahku masuk tanpa ampun, mulutku mengisap mulutnya dengan liar, dan gigiku sesekali menggigitnya gemas. Mas Havish berusaha mengimbangi ciuman barbarku hingga napasnya terdengar berat, memburu. Aku tersenyum dalam hati. Tanganku merayap turun, menemukan tepi atas kolornya, lalu menyurukkan turun cepat-cepat.

Kontolnya keras sempurna. Tebal dan ngaceng. Hmmm.

Aku menyentuhnya dan mulai mengocok pelan. Mas Havish melepas pagutanku dan menggerung. Aku suka erangan beratnya, aroma keringat di bahunya, embusan napasnya yang hangat. Gerakan tanganku semakin menjadi-jadi.

“Ses… sshhhhhh…”

Aku menciumnya lagi, kali ini lembut dan membiarkan lidahnya mendominasi.

Dengan bantuan jari kaki kanan dan kiri, aku menurunkan kolor Mas Havish, membiarkan tubuh panas itu menindihku tanpa selembar kain pun. Aku memejamkan mata, menjilat bibirku sendiri. Aku suka sensasi tubuh pria yang berat di atasku. Aku suka perasaan kontrol atas tubuhnya yang dijaga agar tidak terlalu menekanku. Karena kalau tidak, perempuan di bawahnya jadi manusia penyet. Butuh kendali yang kuat untuk tetap ringan di atas sambil menikmati permainan birahi dengan perempuan di bawahnya.

Lidah Mas Havish menjilati payudara dan perutku, sementara jarinya mulai keluar-masuk lagi. I’m wet as hell…

“Dua jari, Mas.”

Mas Havish menurut. Lalu, masuk lebih kencang dan kuat. Memencet titik-titik erotisku dengan tepat dan cepat. Pinggulku pun terangkat, eranganku memuncak, kakiku membelit.

“Aaaaaahhhhh”

“Maaassssss!”

“Aaaaahhhhhhhhh!!!”

“Fuuuuuccckkk!!!”

“Aaaaaahh….”

Napasku tersengal-sengal. Mulutku kering. Pikiranku diserbu ekstasi. Rasanya seolah-olah ada bersit pencerahan di bagian tergelap pikiranku.

Entah berapa menit aku memejamkan mata dan mengatur napas agar kembali normal. Badanku lemas tak berdaya, jariku lemah menggapai selimut untuk menutupi tubuhku yang keringatan dan kedinginan terkena AC. Sekilas aku tak sadar di mana Mas Havish sebab indra perasaku belum kembali sepenuhnya. Begitu badai kenikmatan itu berangsur-angsur menurun, aku tersenyum tersipu lalu melepas penutup mataku.

“Gila kamu, Mas.”

“Wajah kamu jadi bersinar-sinar. Cantik.”

Aku tertawa lirih. Masih belum sepenuhnya sadar diri. Sesaat aku rasakan sentuhan lembutnya di perutku. Mas Havish mengusapku seperti pipi bayi. Penuh rasa dan kasih.

“Sudah lama aku gak big O tanpa penetrasi penis.”

“Kok bisa-bisanya kamu cuma fingering begitu aku come?”

Mas Havish hanya ketawa kecil tanpa menjawab. Lalu, dia mengecup pipiku dan jemarinya menyisir rambutku.

“I assume you liked the main course, hmmm?”

Aku menjawab dengan menciumnya, lembut dan halus. Menikmati setiap inci lekukan bibirnya yang membengkak habis aku ciumi sepanjang malam. Mas Havish membalas pagutanku dengan irama yang menyenangkan sehingga pelan-pelan kesadaranku pulih dan kembali penuh. Sambil menciumnya, perlahan aku bergerak ke atas, mengangkanginya dan menyelipkan jemariku di rambutnya. Lidahku merayap masuk, menggodanya agar bermain bersama, saling membelit lidah dan merangsang hasrat. Gosh, it feels sooooo gooood… aku memejamkan mata menikmati rangsangan-rangsangan yang diterima ujung-ujung saraf bibir dan lidahku.

Payudaraku membusung, menempel lekat ke dada Mas Havish dan memecut libidonya. Aku rasakan kontolnya mengeras lagi, dan pelan-pelan bibir memekku menggeseknya sambil menguncinya. Mas Havish mengerang pelan keenakan. Kukecup basah rahangnya, lalu bergeser ke bawah telinganya, mengendus-endus feromon khasnya di sana. Sekilas aku gigit pelan tengkuknya dari depan…

“Ses…” cengkeraman tangan Mas Havish di pinggangku mengetat.

Lidahku turun menjilati tulang selangkanya, lalu pelan-pelan memutari putingnya, menyedotnya lembut sambil jariku memuntir puting yang lain.

Kontolnya menegang sempurna. Hmmm…

Aku naik lagi dan mencium bibir Mas Havish sebasah mungkin.

“Fucking you is my main course, Mas,” bisikku dengan embusan napas yang memburu di lehernya.

Pinggul Mas Havish bergerak naik.

“Ahh, Ses… Aku…”

“Ssstttt,” Aku menekan lipatan kakiku ke pinggulnya sehingga dia tak bisa lolos dari kendaliku.

Aku tahu, Mas Havish mungkin merasa agak ‘gak tepat’ karena kami sudah sepakat bahwa pijat ini untuk memberiku pleasure, supaya aku merasakan sensasi baru. Bukan untuk memberinya, sang masseur, the pleasure. Tapi, aku gak tahan. Birahiku ingin merasakan tubuhnya menggeliat di bawah tubuhku. Mengerang, memohon, dan mendesakku untuk dipuaskan.

“Ses, Sesa… Ahh…”

Mas Havish mendesah pasrah ketika lidahku menjilati skrotumnya. Melahapnya lembut dan pelan-pelan melepasnya bergantian. Kedua lutut Mas Havish terangkat, tanpa sengaja memberiku akses ke periniumnya… aku tersenyum. Kukecup paha dalam Mas Havish sebelum jariku menekan pelan periniumnya…

“Aaaaahhhh!!”

Kuelus lembut pahanya, lalu kukecup berkali-kali. Lidahku kembali bergerak melingkari bola-bola favoritku.

Kontol Mas Havish tidak panjang, tapi cukup dalam genggaman tanganku dan aromanya bersih wangi. Hidungku bergerak mendekatinya, mengendusnya dengan intim, lalu lidahku mulai menjilati pangkalnya. Hmmm. Sluurrppp… Tebal dan menyenangkan.

“Ssshhhh…” Mas Havish mendesah pelan, napasnya terdengar putus-putus. Melihatnya menggeliat begini membuatku semakin gemas, adrenalin dan nafsuku terpacu…

Aku memasukkan kontol Mas Havish sepenuhnya ke dalam mulutku yang basah. Sebelum bergerak lebih jauh, aku melirik ke atas, mendapati mata birahi Mas Havish yang seolah-olah memberi izin untuk meneruskan. Gassss….

Kepalaku terbenam naik-turun, mengikuti irama mulutku yang keluar-masuk mengocok dan menghisap kontol Mas Havish.

“Ceplak ceplak ceplak…”

“Hmmmppphhh…”

Liurku berceceran menetes ke biji Mas Havish. Mulutku mengulum batang kontolnya tanpa henti.

“Aaaaaaaah!!”

“Sesaaaa!”

“Ahhhhhh… shhhh.… hmmmmmppph!”

“Ceplak ceplak ceplak…”

“Ahhhhhh… Ses, angkat! Aku.…”

Mas Havish mencoba melepaskan mulutku dari kontolnya yang berkedut-kedut, tapi aku menahannya. Jariku sibuk merangsang kedua putingnya dan mulutku yang basah mengisap lobang pipisnya ketika pinggul Mas Havish naik dan kontolnya menekan langit-langit mulutku.

“Aaaarrrrrggggghhh!!!”

Lahar putih itu muncrat di mulutku. Rasanya lengket tapi manis dan bersih. Kurasakan ia mengentak beberapa kali, dan begitu entakannya mereda, aku mengangkat mulutku dan bergegas ke kamar mandi.

Setelah selesai mencuci mulut, aku menghampiri Mas Havish yang masih terlentang di ranjang. Mulutnya tersenyum melihatku datang dan dia bergeser sedikit, memberiku ruang untuk bersandaran ke tubuhnya. Aku mencium bahunya sekilas, lalu ke lehernya dan berakhir di mulutnya. Kami berciuman ringan sebab kulihat dadanya Mas Havish masih naik-turun tak beraturan.

“Waktunya masih ada kan, Mas?”

Mas Havish tertawa geli.

“Lagunya sudah habis dari tadi. Padahal aku pasang lagu untuk dua jam.”

“Ups. Kita terlalu asyik.”

Aku berpindah ke atas tubuhnya, menyelimuti tubuh Mas Havish yang berkeringat dengan tubuh mungilku yang hangat. Kami berpelukan seperti kekasih lama yang sudah ratusan kali bercinta.

I feel like coming home,” kataku sambil mengelus dadanya yang naik turun.

“Hmmmm,” Mas Havish hanya berdeham sementara jari-jarinya membelai lembut siku dan punggungku. Matanya terpejam menikmati elusanku.

“Efek tantric massage sedahsyat ini kah, Mas?”

“He em. Kalau dilakukan dengan benar dan profesional, ya.”

“Tapi?”

“Tapi… Hmm… kamu tadi gak tahan dan ambil kendali…”

Eeerrr. Kami tertawa geli, mengingat gerakan tubuhku yang langsung menindihnya tadi.

Gemas, aku menciumnya dengan lembut.

“Ciuman kamu bikin aku gak konsentrasi, Ses. Tadi aku berniat masuk ke ronde kedua supaya kamu multiple O, tapi kamu malah bersikeras mau kasih aku pleasure.”

“Giving you pleasure juga bikin aku puas, Mas,” jawabku sambil mengecup hidungnya.

“Iya, aku akhirnya paham. Thank you, My Lady.”

“My pleasure.”

“By the way. Blowjob kamu terbaik. Kamu canggih banget. I didn’t expect it and boom, kamu bikin cowok seprofesional aku come dalam hitungan menit.”

“Well, thank you. Sepadan sama Big-O yang kamu kasih ke aku.”

“Belajar di mana?”

“Di meja makan, di tempat tidur, di toilet, di dinding, di kursi, di meja belajar, di mobil…”

“Hahaha… oke, oke. I get it,” potongnya sambil memelukku erat-erat dan mengecup rambutku.

“Kukira aku bisa tahan lebih lama, tapi gila sih. Jilatan kamu enak banget dan badan kamu kencang, seksi. Dari awal masuk kamar, aku harus kontrol pikiran dan napasku lebih keras dari biasanya supaya kontolku lebih tenang.”

“Hahaha, kontol kamu juga nafsuin banget, Mas. Aku gak kuat.”

Mas Havish tersenyum simpul lalu menciumku hangat. Malam itu kami saling mengelus manja dan mengobrol tanpa henti.





------
Update Page 15
 
Terakhir diubah:
Hi @Sesa_ Salken ya,

Pantesan anak² lonje pd absen di sini, bagus banget ternyata ceritanya, rapi, kuat, runut dan kata² naughty -nya.. wooww 😍.
Dan tokohnya keren, kliatan pinter dan dominan. Love it!

Ayookkk apdeettt!
 
sis mas havishnya real gk nih? kalau real minta idnya dong hehe... baca cerita ini bikin ak jd pengen lol
 
Met pagi all..

Up dulu ah, biar cepet apdet!
Bikin penasaran nih.
 
Suka cerita ini.......dari sisi perempuan yg tidak terkesan murahan apalagi ngelonthe....
 
Bimabet
Selamat siang, ditunggu kelanjutannya sis... next sama mas havish lagi?
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd