========
QUEST#13
========
Abah Hasan yang gagal menyadarkan Satria dari dalam pikirannya sedang meneliti jasad Carrie.
“Semua karena kematian gadis bule ini... Maulana itu sangat mencintainya... Semua perjuangannya jadi sia-sia... Padahal ia sudah berusaha keras... Tapi apa karena gadis ini saja ia rela menghancurkan semuanya?” pikir Hasan Ibrahim sambil memandang pada ledakan-ledakan dahsyat pertarungan yang tak begitu jauh darinya.
Satria meninggalkan begitu saja jasad Carrie di tanah saat dipanggil L’Blenc untuk bergabung dan menjadi AVANT RIDER MODE tadi. “Ia masih mau mementingkan naga itu dan meninggalkan gadis yang sudah mulai dingin ini...” Abah Hasan sepertinya mendapat ide yang bisa membatalkan kiamat ini. Kiamat yang bisa membinasakan kita semua. Bermula dari kehancuran benua terkecil ini yang pastinya akan merembet ke belahan bumi lainnya...
--------
“Alamakjang!! Dah mangkin ancur aja-ah tempat ini!” kaget Kojek yang baru tiba usai mengekor jurus Bayangan Bunga Bujur milik Iyon. Sebuah jurang menganga membelah dua pertarungan yang masih tersisa. Dua raksasa AVANT RIDER MODE sedang bertarung dengan lawannya.
AVANT RIDER MODE versus QUINT masih berlangsung.
AVANT RIDER MODE versus Eros mendekati akhir.
“Ron ada di sana... Kalian cari Abah Hasan... Serahkan keris Ki Anom Purbo ini padanya... Pasti dia tau cara menggunakannya!!” sergah Buana memindah tangankan keris jelmaan seekor burung perkutut bermata merah itu pada Iyon lalu melesat menyusul saudara kembarnya—pedang Bulan terhunus.
Eros mengeluarkan UNLIMITED ONE-nya, SONIC BEAMER. Selagi mengendalikan boneka berbentuk manusia salju pemancar gelombang sonik itu, Iqbal melindunginya dengan gigih. Ayah dan anak bahu membahu bertarung. Senjata dua tongkat yang digabung menjadi satu itu dipukulkannya tiap kali gempuran pukulan AVANT RIDER MODE menerjang. Berkali-kali ia terbanting keras tapi bangkit lagi berkat kekuatan fisiknya yang memang di atas rata-rata.
Sonic Beamer akhirnya beraksi. Pancaran gelombang itu mengganggu gelombang otak dua raksasa AVANT RIDER MODE yang sedang giat bertarung. Gelombang ini hanya ditujukan bagi gabungan Satria dan L’Blenc hingga memberi keunggulan bagi QUINT yang tadinya mulai kewalahan. QUINT kini di atas angin.
Serangannya menjadi bersemangat kembali melihat lawannya mulai kewalahan mendapat gangguan yang tak terlihat ini. gelombang-gelombang pengacau mental ini terus disebarkan Sonic Beamer.
Bergulingan AVANT RIDER MODE setelah mendapat tendangan bertubi-tubi dari QUINT. Raksasa jelmaan Satria dan teman naganya itu meraung-raung kesakitan sambil memegangi kepalanya yang sakit bukan buatan. “MAS SATRIAAAA!!! SADAR, MASSS!! INI KAMI!! SADAR, MASS!!!” teriak QUINT memanggil-manggil saudara sepupu mereka itu yang masih larut dalam luapan emosi kesedihan mendalam dan bermetamorfosis menjadi amukan penghancur dunia.
Getaran-getaran di seluruh penjuru dunia mulai intensif terasa. Beberapa konstruksi bangunan yang tak bagus planning-nya mulai goyang. Beberapa malah sudah rubuh dengan menggenaskan.
Status darurat mulai diberlakukan secara global menyusul berbagai bencana yang terjadi. Bendungan-bendungan raksasa mulai bocor, gedung-gedung pencakar langit melakukan prosedur evakuasi, masyarakat diminta menjauhi garis pantai untuk menghindari tsunami, pengungsian besar-besaran dilakukan untuk menyelamatkan umat manusia, arus lalu lintas menggila oleh gelombang pengungsian, kepanikan terjadi besar-besaran. Dunia menjadi kacau akibat CALAMITY.
KACAU!!!
--------
“AAAHHHHHH!!!” teriak AVANT RIDER MODE sudah mirip auman kematian. Rasa frustasi Satria sudah mencapai puncaknya. Gangguan gelombang pengacau mental sudah dalam taraf sangat mengganggu. Membuatnya tak bisa berfikir dengan nalar.
Ia jadi bingung apa yang telah terjadi lalu merasakan sakit itu lagi di kepalanya. Mencari-cari alasan atas apa yang seharusnya dilakukan. Dalam frustasi, AVANT RIDER MODE yang berhadapan dengan Eros, Iqbal dan Sonic Beamer, nekad melompat—menerjang sesakit apapun serangan pada kepalanya. Padahal matanya gelap dan nafas berat. Tapi naluri bertarungnya menuntunnya untuk sapu bersih apapun yang ada dihadapannya.
“HIAAAAAAAAAHHHHH!!!” aumnya bergerak brutal dan berhasil menerpa benda yang menjadi pusat penderitaannya. Ia berhasil menabrak Sonic Beamer yang hanya bisa berdiri mematung. Boneka berbentuk manusia salju besar dengan topi dan hidung wortel itu hancur berantakan menjadi serpihan salju yang segera meleleh.
Kemudian AVANT RIDER MODE itu jatuh ke bumi begitu saja lalu menghilang. Tinggal satu AVANT RIDER MODE yang tersisa yang masih dipaksa QUINT untuk sadar.
“AAKKKHH!!” raksasa itu menusuk sisi kiri kepalanya dengan gabungan jari-jari tangan kirinya yang menghitam. Itu VENOM SCORPIO!
Apa yang dilakukannya? Menyembuhkan diri sendiri?
Mendapat gelagat tak bagus, QUINT melompat mundur dan menjauh dari Satria. Ia menyuntikkan senyawa serum untuk mengenyahkan sakit kepala yang disebabkan gelombang sonik Sonic Beamer yang sudah dihancurkan penggandaannya barusan. Segera ia mengetahui kalau tubuh satunya sudah menarik diri.
Ia lalu memamerkan gigi runcing di mulut naga humanoid penggabungannya dengan L’Blenc, naga Rustra terakhir dari dunia Mythral. Rasa sakit kepalanya berangsur sembuh berkat VENOM itu. Ia seperti mendapat vitalitas baru sebagai tambahan bonus.
Jari tangannya berubah menjadi cakar-cakar panjang dan kurus berkuku tajam. Ini TRANSPORTER! AVANT RIDER MODE menerjang maju dengan senjata baru. Sabetan cepat menghantam tubuh QUINT tak terbendung. Ganas adalah yang pertama kali terpikir lalu kata BRUTAL!
QUINT yang berbaring di tanah tak berdaya tetap mendapat serangan cakar TRANSPORTER itu. Kelima gadis remaja pembentuk QUINT itu hanya bisa menjerit-jerit kesakitan mendapat serangan membabi-buta itu.
“BONNKK!!
Sebuah serangan tiba-tiba menghantam muka AVANT RIDER MODE. Tendangan seorang manusia biasa. Hanya saja alas kaki yang dipakainya yang terlihat ganjil. Sepasang bakiak berwarna merah dengan motif norak berbagai stiker yang ditempelkan tumpang tindih. Ada stiker Nirvana, Pearl Jam, stiker daun singkong, stiker Bob Marley, dan berbagai macam lainnya yang biasanya ditempel di bodi motor atau mobil. Tapi old school.
Pria itu lalu menghilang setelah terlihat melemparkan sesuatu. Sebatang korek api yang menyala. Muncul tiba-tiba entah dari mana seorang pria lainnya yang memakai topeng gas yang selang udaranya tidak terhubung ke cadangan udaranya hingga selang itu melambai-lambai. Disemprotkannya gas dari tabung kecil di punggungnya itu. Tabung gas yang juga ditempeli banyak stiker norak.
Reaksi berantai terjadi menyusul semburan gas itu. Ledakan dahsyat terjadi sampai mampu menjungkalkan tubuh raksasa AVANT RIDER MODE ke belakang.
Pria bertopeng gas itu juga secara mengherankan menghilang seperti raib begitu saja. Menyusul lompatan tinggi seorang pria yang membawa semacam tali di tangan kirinya. Bukan tali, lebih tepatnya cambuk!
Saat AVANT RIDER MODE masih kelabakan akibat ledakan dahsyat yang tak wajar barusan, pria itu menyabetkan cambuknya, melibat tubuh raksasa itu. Melibatnya hingga tak bisa bergerak.
Hei? Bagaimana bisa cambuk sependek itu bisa melibat hingga membelenggu tubuh raksasa sebesar AVANT RIDER MODE ini? Apa alat-alat yang dipakai tiga pria barusan itu bukan benda biasa? Tiga? Apakah mereka Trio Ribak Sude?
AVANT RIDER MODE berusaha keras melepaskan cambuk yang mengikat tubuhnya. Seharusnya ia bisa melepas bahkan memutus belenggu setipis itu dengan kekuatannya, tapi tidak bisa! Ia terus berjuang di atas tanah.
“MAULANA! LEPASKAN NAGA ITU!!” teriak Abah Hasan yang entah dari mana sudah berada di atas dada raksasa AVANT RIDER MODE. Di tangan kanannya ia memegang keris Ki Anom Purbo. Keris kecil berlekuk tiga itu berwarna kelabu dengan corak logam hitam berbercak seperti bulu burung perkutut.
“WRAAAHHHH!!!” aumnya tak perduli, tak mau menurut.
Mendapat jawaban itu, Abah Hasan menyabetkan keris itu ke dada raksasa itu. Ada desir angin kencang dan suara seperti denting logam yang terputus dari tambatannya. Berikutnya pria bertubuh tambun itu melakukan gerakan seperti menendang.
“BUUGGHH!!” sesuatu terpental dari tubuh AVANT RIDER MODE dan mendarat jauh ke sebelah kiri raksasa yang tak lagi berupa gabungan Satria dan L’Blenc.
L'Blenc Fighter Mode
Naga humanoid itu terbaring tak sadarkan diri. Tubuhnya lalu ditarik untuk dievakuasi oleh tiga orang anggota Ribak Sude.
Yang ada kini hanyalah Satria berbentuk raksasa berkat penggunaan GIGA FORM TAURUS-nya. Ia masih meradang mengamuk tetapi tak bisa memutus cambuk aneh yang membelenggunya.
“MAULANA!! SADARLAH!! KAU TAK BISA TERUS BEGINI!! KAU HARUS MEMIKIRKAN ORANG LAIN!! JANGAN TERPAKU PADA KESEDIHANMU SAJA!! JANGAN EGOIS!! KAU LAKI-LAKI!! SEORANG LAKI-LAKI!!!” teriak Abah Hasan kuat-kuat sambil terus mengacungkan keris Ki Anom Purbo ke arah Satria.
Agresi Satria memang berkurang. Rontaannya berkurang. Perlahan tubuhnya mengecil ke ukuran normal. Masih terbelenggu cambuk yang mengikuti ukuran tubuh yang ditahannya.
“Jangan pergi Carrie...” kalimat itu yang pertama kali keluar dari mulutnya. Ia berbaring. Berbaring dalam dukanya. Ia masih berbentuk CONQUER-nya yang persis sama dengan bentuk CHARM dan CRAVE-nya. Tokoh Max yang pernah dipakainya untuk menyamar di petualangannya di Fireday Productions dulu.
“Kesedihan tak akan membawamu kemana-mana, maulana... Itu tidak akan menyelesaikan apa-apa... Kau harus terus berjuang... “ ujar Abah Hasan masih berdiri mengangkangi tubuh Satria. Pemuda itu memejamkan matanya menolak menerima apa yang sudah terjadi.
“Hidup ini tidak bisa selalu menuruti apa yang kita mau... Tidak! Hidup tidak semudah itu... Tak segampang itu... Kau masih muda... Masih banyak yang harus kau alami untuk menjadikanmu manusia yang sesungguhnya... Jati dirimu...” terus orang tua itu menasehatinya.
“Kalau kau meneruskan ini... Banyak yang akan kau korbankan... Keluargamu... Orang-orang yang kau sayangi... Teman-temanmu... Tempat mereka tinggal...” kata Abah Hasan melakukan beberapa kali gerakan kecil dengan keris di tangannya. Berbagai kristal berwarna keluar tanpa bisa dicegah dari tubuh Satria. Kemudian beberapa sosok tubuh berdiri mengitari mereka. Lelaki itu mundur dan memberi ruang pada banyak sosok itu untuk merapat.
“Satria...? Satria...” panggil salah satu sosok itu.
“Nining?” cepat-cepat ia membuka matanya mengenali suara itu. Bangkit. Tapi tak ada Nining di sana. Melainkan SUB-HUMAN FORM ZODIAC CORE SCORPIO. Beserta yang lainnya. SUB-HUMAN FORM 12 ZODIAC CORE berdiri mengelilingi CONQUER Satria. Plus ROSE DROP, UNDINE DROP, JYNX DROP, BEOWULF, dan BLACK SWAN.
“Apa yang terjadi padamu, Satria? Kami sangat takut terjadi sesuatu padamu...” suara Nining keluar mulut SUB-HUMAN FORM Scorpio. Sepertinya suaranya disalurkan melalui saluran khusus ke bekas Core miliknya ini.
“Nining?”
“Saat ini kami sedang mengungsi, Satria... Untung kami bisa berkumpul... Dengan mobil pemberianmu aku bisa berkumpul dengan yang lain...” lanjutnya. Suara Nining secara telepatis bisa disalurkan lewat SUB-HUMAN FORM Scorpio.
“Apakah ada yang salah, Satria? Kami takut sekali... Ini seperti mau kiamat...” giliran A Fang berbicara lewat SUB-HUMAN FORM Cancer.
“A Fang... Aku-aku...”
“Apa yang terjadi, Satria? Ini semua sangat mengerikan... Kau ada dimana sekarang ini?” sergah Fantina alias Ana lewat SUB-HUMAN FORM Sagittarius.
“Aku sudah memanggil GOD MAESTER CORE... Aku sudah memintanya menyembuhkan Carrie... Aku ke Australia... Aku menemukan Carrie... Sudah tidak ada...” susah payah Satria mengatakan itu semua.
“...” hening karena mereka mencoba mencerna apa maksud Satria dengan ‘sudah tidak ada’.
“Carrie sudah tiada...” cetus satu suara lewat SUB-HUMAN FORM Rose Drop. Itu suara Susan alias Arc-Rosa.
Bumi bergetar lagi menambah parah kerusakan yang sudah ada di planet ini ketika air mata Satria menetes lagi. Ia duduk berlutut meratapi nasibnya.
“Apa??” terdengar suara-suara kaget dari yang mengenal Carrie atau tepatnya mengetahui permasalahannya.
SUB-HUMAN FORM Aries, Taurus, Gemini, Cancer, Scorpio, Sagittarius, Capricorn, Aquarius dan Pisces refleks maju merapatkan diri dan memeluk tubuh Satria. Mereka bertangisan bersama Satria. Mereka tau persis apa yang dirasakan Satria. Sisanya tetap berdiri berkeliling.
Suara-suara parau tangisan para wanita itu terdengar bersedih bersama Satria. April, Jessie, Silva-Silvi, A Fang, Nining, Fantina, Safriani, Maria dan Desi.
“Kesedihan Satria bisa menyebabkan kehancuran dunia ini... Kalian harus tau ini...” terdengar suara Andin lewat SUB-HUMAN FORM Undine Drop-nya.
“Kiamat, dong?” sergah Desi mengangkat kepala SUB-HUMAN FORM Pisces. “Jojo... Jojo dalam bahaya!” ingat perempuan itu tiba-tiba panik.
“Jojo? Siapa Jojo?” heran yang lain tak familiar dengan nama itu. Mereka semua mendongakkan kepala ingin tau. April, Jessie, Silva-Silvi, A Fang, Nining dan Fantina mungkin sudah saling mengenal lewat arisan tetapi info baru ini tak mereka ketahui. Apalagi mereka belum mengenal Safriani, Maria dan Desi.
“Jojo?” Satria tersadar. Wajahnya tak lagi sedih melainkan khawatir sekarang. “Jojo dalam bahaya!” bangkit pemuda itu.
“Bukan cuma Jojo, Satria... Kami semua juga dalam bahaya, tau?” kata Desi dari SUB-HUMAN FORM Pisces-nya.
“Nining... Sari, Titik... Jessie... Aya! April... A Fang... Mbak Desi... Mbak Emi... Fantina dan... Della sebentar lagi menikah... Silva-Silvi... Velinda... Maria... Mama... Papa... Puti-Dewi... Semua... Semua dalam bahaya...” sadar Satria mulai terbuka kepala bebalnya dikabuti kesedihan setelah mengingat siapa-siapa saja yang bakal terkena imbas kejadian ini. Bukan cuma orang-orang tersayangnya, seluruh dunia terkena imbasnya.
Ia memandangi semua ZODIAC CORE yang mengerubunginya, mengingat semua asal Core istimewa itu berasal. Pemilik aslinya...
“Maulana... Sudah sadar, kah? Ini yang ana peringatkan waktu itu...” muncul Abah Hasan kembali mendekat. Beberapa SUB-HUMAN FORM Core memberinya jalan.
“Abah Zia?” kaget Satria mengenali lelaki paruh baya itu.
“Bertanggung jawablah... atas apa yang sudah kau sebabkan... Bumi ini sudah diambang kehancuran...” terang Abah Zia. Muka Satria menjadi sangat gusar.
“Hancur? Aku penyebabnya? A-aa...” tak bisa lagi ia mengeluarkan suara. Yang tertinggal darinya hanya rasa bersalah. Ia terduduk di atas tanah gersang.
“Tapi kau bisa memperbaikinya, maulana...” kata Abah Zia memberi solusi.
“Maulana bisa memerintahkan bumi ini untuk kembali ke kondisi semula... Batu-batu... Tanah... Air... Berbagai gas... Api... Semua yang sudah maulana suruh untuk ikut bersedih denganmu bisa disuruh kembali ke asalnya...” jelasnya.
“Bisa?” kaget Satria memperhatikan sekelilingnya. Sekeliling lingkungannya hancur berantakan. Jurang-jurang menganga dalam mengeluarkan asap beracun dari perut bumi. Lava pijar mencari jalan untuk mencapai permukaan. Langit terang benderang kehilangan filter pelindung ozon. Awan tercerai berai terbakar matahari. Panas terasa menggelegak.
Ia lalu teringat akan Carrie. Ia lupa dimana ia meninggalkan jasad Carrie. Meninggalkan alasan ia menyebabkan kegilaan ini. Kehancuran ini. CALAMITY ini.
“Ini CONQUER itu, abah Zia?” sergah Satria baru ingat. Otak lemotnya gak kira-kira lambat di situasi seperti ini. Skala prioritasnya mulai bekerja. Bahkan akan bertambah kematian-kematian lain seperti Carrie kalau ini terus berlangsung.
Lelaki itu hanya perlu mengangguk.
Tak terkira rasa bersalah yang kembali menyergapnya. Hanya karena satu kematian... Yang pastinya sudah ditakdirkan... Ia membuat masalah yang luar biasa besar. Sampai-sampai mengancam keberlangsungan eksistensi planet bumi dimana semua orang yang disayanginya tinggal. Seberapa besar dosa dan rasa bersalah yang harus diembannya.
“Maafkan aku sudah mengakibatkan semua ini... Hanya karena keegoisan kepala otak bego-ku ini... semua jadi susah...” ia menunduk meminta maaf pada semuanya. Mewakili permintaan maafnya pada dunia.
Mereka menggangguk memaafkannya.
Satria lalu bangkit—berbalik dan merentangkan tangannya ke atas, berkonsentrasi dan menatap tajam pada langit yang benderang. Seolah menatap sebuah cermin besar yang memantulkan apapun yang akan disampaikannya pada seluruh bumi.
“SEMUA KERUSAKAN YANG TERJADI... SEMUA YANG HILANG... SEMUA YANG TERLEPAS... SEMUA YANG MENGUAP... SEMUA YANG MELEBUR... SEMUA YANG TERBUKA... KEMBALI PADA KONDISI AWAL... KUPERINTAHKAN!!! KEMBALI PADA KONDISI AWAL!!!”
Bumi terasa bergetar lagi. Sepertinya roda-roda gigi yang lepas dari tautan kembali ke tempatnya semula. Sistem-sistem yang membentuk bumi ini kembali ke kodratnya. Bentuk-bentuk alami yang sempat melebur kembali ke sejatinya. Awan kembali menutupi atmosfir beserta ozon pelindung yang sempat menghilang.
Yang paling dekat terlihat adalah jurang-jurang menganga lebar lagi dalam yang ada di sekitarnya. Bekas pukulan-pukulan berbahaya yang langsung dilakukannya pada bumi Australia ini. Jurang-jurang itu menutup, menyatu—rapat seperti sedia kala. Begitu juga dengan terbelah empatnya Urulu alias Ayers Rock. Batu prasejarah itu menyatu kembali menjadi sebuah
Remarkable Peeble di tengah daratan luas itu.
Seperti ada ribuan tangan-tangan mikroskopis yang bersalaman, menyatukan semua kerusakan. Pecahan kecil menjadi pecahan sedang, pecahan sedang menjadi pecahan besar, pecahan besar menjadi bentuk raksasa. Sebuah tombol Replay luar biasa besar telah ditekan. Mengulang kembali semua apa yang terjadi balik kembali pada kodratnya.
--------
Satria menatap kosong pada gelapnya malam langit Australia. Ia belum pernah pergi jauh sampai kemari. Lingkungan yang awalnya hancur di sekitarnya sudah kembali normal. Jurang-jurang dalam yang membelah bumi sudah tak ada lagi. Semua kerusakan sudah kembali normal.
Kalau ia seorang penjahat dan ada sistem bounty seperti di OP, kepalanya pasti sudah tentu akan dihargai tinggi melebihi seorang Yonkou. Mengingat tingkat ancaman yang bisa disebabkannya pada seluruh dunia.
Ia dibiarkan saja duduk begitu saja untuk merenungi apa yang sudah diperbuatnya. Air mata di pipinya sudah kering. Matanya masih merah. Nafasnya masih tenang walau enggan. Untung saja itu adalah kebutuhan dasar manusia untuk bernafas. Apalagi jantung tetap berdegup tanpa bisa dikendalikan.
Kalau mengikuti maunya, mungkin sudah disuruh berhenti itu jantung untuk berdetak menyebarkan darah ke sekujur sirkulasinya. Membawa energi dan oksigen demi keberlangsungan hidup satu individu yang... pastinya sedang galau abis ini.
Angin dingin bertiup berdesau-desau menyapa apapun yang ada di pelataran lahan luas Australia. Terik di siang hari dan dingin di malamnya. Suasana masih sunyi. Bahkan ekosistem malam seperti puasa untuk berkeliaran di kegelapan kali ini. ‘Satu malam gak makan gak akan mati ini...’
Jauh dari Satria yang duduk sendiri, rombongan para petarung yang sudah mati-matian mencegah Satria melakukan amuk mengerikan tadi sedang duduk-duduk bercengkrama di depan api unggun besar untuk mengusir dingin. Ada yang mengobati luka dan cidera atau hanya sekedar berkenalan dan bercerita.
Ada dua kelompok di sekitar api unggun. Kelompok anak-anak muda berkeliling mengerumuni kehangatan api unggun. Sedang pada orang tua agak menjauh. Duduk bersila dan berunding.
“... Carrie sudah diserahkan pada keluarganya... Yang ada di sana hanya ibu dan adik perempuannya... Mereka sangat menangis sedih... Nicole gak berhenti menangis...” kata Sheila yang telah mengantar jenazah Carrie bersama abangnya, Eros menggunakan salah satu bonekanya.
“Mbak Putri pasti juga sedang nangis di rumah... Carrie, kan teman baiknya...” ingat Diva.
“Jadi mas Satria gimana?” tanya Aphrodite yang mengacak-acak bara api agar tetap membara, mengalahkan dingin.
“Papa dan yang lainnya masih berunding... Sementara ini mas Satria masih dibiarkan sendiri dulu...” jelas Hellen. “Yang pasti semua Core di dalam tubuhnya dikeluarkan... Untuk jaga-jaga kata kakek-kakek gemuk—yang namanya Abah Hasan itu...”
“Dikeluarin semua? Semua ZODIAC CORE-nya?” ulang Athena.
“Ya... Semua koleksi Core Satria... Ya ZODIAC CORE... ya Core istimewa lainnya... Kasarnya disita... Kecuali dua Core pribadinya... Nantinya Satria bakalan disuruh milih XOXAM atau VOXA... Dua-duanya sama-sama berbahaya sih sebenernya... Tapi gak tau apa bisa hanya dipakai satu aja...” jelas Sheila.
“Mas Satria make satu Core pribadinya hanya waktu menggunakan MULTIPLICITY itu... Pasti gak bisa, mbak Sheila... Mereka keliru...” kata Hellen hendak bangkit dan menjelaskan pada para orang tua yang masih dalam perundingan bagaimana menghadapi Satria ke depannya. Tepatnya adalah percobaan berhasil Satria untuk memakaikan satu Core pribadinya pada tubuh penggandaannya saat menggunakan MULTIPLICITY sewaktu masa petualangannya. Yang selalu dipakainya untuk menjalani kehidupan normalnya sehari-hari. (Kebanyakan tercakup dalam Side Quest)
“Gak usah dijelasin, Len... Mereka lebih paham masalah itu...” cegah Eros agar Hellen tidak mengganggu perundingan.
“Maksudnya supaya mas Satria gak ngamuk lagi nantinya, ya?” tanya Aphrodite masih belum paham.
“Susah, ya? Abisan... yang bikin mas Satria bisa kayak gitu kan karena dua Core pribadinya itu... XOXAM sadis abis bisa buat mas Satria jadi MIGHTY LORD... Lah VOXA lebih gila bisa ngejadiin mas Satria jadi CONQUER begitu... Untung aja bisa disadarin...” kata Venus menghitung-hitung kekuatan sepupu cowoknya itu.
“Serba salah sih...” desah Diva termangu tak habis pikir. Ia melirik pada posisi Satria duduk membelakangi semua. Jauh dari mereka dan sendiri dengan pikirannya.
--------
“Sebenarnya percuma saja kalau semua Core ini kita tahan sementara Core pribadinya yang paling berbahaya... Dua malahan... BLACK CORE dan WHITE CORE itu...” kata Ron. Di depan mereka tersebar 12 kristal ZODIAC CORE dan beberapa Core istimewa lainnya (ROSE DROP, UNDINE DROP, JYNX DROP, BEOWULF dan BLACK SWAN)
“Kita juga gak bisa mengambil salah satu Core pribadinya itu begitu saja, kan?” kata Iqbal. “Kita tidak tau apa akibatnya kalau kita melakukan itu...” lanjutnya.
“Apa gak ada cara kita bisa mengawasi Satria dari menggunakan dua Core-nya itu? Entah dikunci... disegel atau dihilangkan sama sekali kekuatannya...” tanya Buana sangat putus asa. Ia merasa sangat bersalah karena kealpaannya. Ia sangat terbebani dengan rentetan kejadian ini.
“Itu sangat tidak bijaksana, Buana... Dulu kalian juga pastinya seperti maulana Satria... Walau mungkin kalian belum pernah sampai mengakibatkan malapetaka seperti ini...” kata Abah Hasan sambil terus menghitung zikirnya. Perlu kejernihan jiwa untuk menjawab tantangan ini.
“Keris Ki Anom Purbo tidak sama efeknya pada Core Satria... Kalau pada Menggala... ini bisa memutus hubungan sumpah... Pada Core Satria hanya melepasnya secara paksa dan bisa balik lagi seperti sedia kala...” kata Abah Hasan.
“Ente betiga ada ide gak, Ribak Sude?” beralih ia pada ketiga pria yang sepertinya mulai mengantuk menyamarkannya dengan terpekur.
“A-aa...” Aseng gelagapan karena disenggol Kojek yang tersadar duluan.
“Kami cuman tau ngeribak (hajar) aja, bah... Kalo disuruh mikir banyak-banyak... palaku bisa tambah tipis, bah...” melas Aseng mengelus rambut depannya yang memang sudah tipis.
“Seng-Seng... Lae, kan pemikirnya Ribak Sude... Kasih ide dikit aja-la...” kata Kojek menepuk-nepuk bahunya supaya temannya gak bikin malu kelompok trio mereka.
“Buntu otakku...” jawabnya malah malu-maluin dan memeluk kakinya di udara malam yang dingin.
“Tapi kalo kupikir-pikir, bah Hasan... Si Satria ini sebenarnya bisa menahan dirinya kalau gak terlalu berat masalahnya... Macam waktu diculik OSSR itu... Itu sebenarnya udah cukup parah, kan?... Tapi dia membuktikan diri sanggup gak meledak kek sekarang ini... Kalok seperti ini... siapapun pasti gak kuat-la...” kata Iyon ikut urun suara.
“Berarti kita harus memperbaiki mental, maulana dulu...” putus Abah Hasan. “Setelah tarung dengannya sebentar tadi... Satria sama sekali gak punya dasar ilmu bela diri apapun... Gerakan bertarungnya hanya insting berkelahi yang asal-asalan... Seperti tawuran di jalan yang gak ada aturannya... Hanya saja karena kekuatannya yang sangat besar sehingga kita kerepotan...”
Mereka semua mengangguk membenarkan.
“Ente belum pernah mengajarinya ilmu bela diri ente kan, Buana?” tanya Abah Hasan. Buana menggeleng.
Abah Hasan tersenyum lebar mendapat jalan yang cukup bagus.
--------
“Bagaimana perasaanmu saat ini?” tanya Buana pada anak lak-laki satunya yang lagi galau berat ini. Ini sebenarnya pertanyaan retoris banget karena pastinya Satria sangat sedih.
“Sedih, pa...” jawabnya sekenanya saja. Hanya agar tidak dibilang gak sopan karena gak ngejawab pertanyaan orang tua sendiri.
“Yaah... Wajar, deh kalo kamu sedih...” kesah Buana lalu duduk di samping Satria dan mencoba menempatkan dirinya sedekat mungkin. Memandang langit gelap yang sama dengan yang dilihat Satria sedari tadi. Mencoba memahami apa yang dirasakannya.
Satria hanya diam. Gengsi kalau tiba-tiba menangis lagi di depan papanya.
“Kalau papa dalam posisimu saat ini... papa pasti bakalan mengamuk juga... Sangat tidak adil memang... Tapi memang hidup ini tidak adil...” kata Buana mencoba memberi nasehat dengan suara lirih lalu terdiam sebentar mengumpulkan kata-kata.
“Papa paham kalau Satria sudah sangat berusaha keras... Setahun itu tidak mudah... Tapi begitulah hidup, Satria... Apa papa pernah cerita tentang asal-usul papa dan oom Ron?” kata Buana mencoba menyampaikan satu contoh kasus yang kira-kira berkorelasi.
Satria hanya menggeleng. “Papa dan oom Ron anak kakek Suryawan, kan...”
“Tidak begitu persisnya... Satria pernah ketemu dengan yang namanya oom Indra, kan?” tanya Buana.
“Yang ada di Shanghai?” ingat Satria.
“Ya... Oom Indra yang itu... Oom Indra itu adalah abang kandung papa yang sebenarnya... Bukan oom Iqbal atau oom Ron sekalipun...” jelas Buana membingungkan.
“Heh?” heran Satria. Ia tidak tahu apa yang sedang dibicarakan papanya ini.
“Oom Ron juga punya adik kandung—cewek... Namanya Tante Hanny... Kenal juga, kan? Yang tinggal di Bandung... Bingung, kan?” tambah lagi Buana tentang cerita aneh ini.
“Bukannya itu sepupu-sepupu papa?” tak habis pikir Satria mendengar penjelasan papanya ini. Sedikit melupakan kesedihan yang masih menggumpal di dadanya.
“Masa muda papa juga menyedihkan loh, Sat... Seperti juga oom Ron... Oom Iqbal dan tante Elisa... Kami bukan kehilangan kekasih sepertimu... Kami bukan kehilangan teman... Tapi keluarga... Orang tua dan saudara...”
Buana memandang jauh ke langit yang gelap dengan taburan bintang membentuk ratusan konstelasi. Terbayang ia akan masa lalunya yang pahit. “Itu jauh-jauh lebih menyedihkan dari pada kehilangan pacar, kan?” kata Buana hampir tergelak selesai ia membandingkan penderitaannya dengan anaknya saat ini.
“Kenapa Satria baru dengar cerita ini, pa? Apa yang terjadi sebenarnya?” kaget Satria mendengar seiris kecil fragmen kehidupan orang tuanya yang ternyata jauh memilukan dari pada apa yang kini dialaminya.
“Jadi kepo gitu... Penasaran, ya?” goda Buana untuk melihat sedikit senyum di wajah anaknya yang sedang bersedih itu.
“Yah... Cerita pake ngentang sih, pa? Yang tuntas napa?” rengut Satria pura-pura tak antusias lagi mendengar ceritanya.
“Ha-ha-ha... Becanda-becanda, Satria... Gini... maksud pembicaraan kita ini adalah agar kamu tau kalau ini semua adalah cobaan... Ujian... Pengalaman... Tragedi jangan diambil sisi negatifnya aja... Selalu ada sisi lain di balik ini semua... Contohnya papa dan oom Ron... Kehilangan keluarga dengan tragis... kami malah mendapat keluarga baru... Wah... Kami berdua hari itu juga bertarung abis-abisan... Saling menyalahkan... Wush-wushh... Ancur-ancuran deh pokoknya...” jelas Buana yang sebenarnya masih kentang banget informasinya. Masih diberi secuil aja.
“Ya... Itu ceritain yang itu, pa... Ceritanya gimana...” Satria malah tambah gemes karena papanya malah ngulur suasana agar Satria tambah penasaran.
“Apalagi itu... Waktu kehilangan Kara dan Tari... Wuuihh... Persis kayak orang gila kami berdua... Yah kurang lebih sama kayak Satria sekarang ini, nih...” tambah lagi Buana memberi bensin pada ceritanya yang kentang abis. Membuat Satria tambah kheki penasaran.
“Nah-loh! Siapa lagi tuh Kara dan Tari? Satria bilangin sama mama nanti, loh...” ancam Satria mendengar dua nama cewek asing di kehidupan masa lalu papanya.
“Ha-ha-ha... Bilangin sono... Mamamu juga udah tau persis ceritanya... Ha-ha-ha...” gelak Buana berhasil memancing anaknya agar kembali ceria.
--------
“Jadi setelaaaah mengalami berbagai pengalaman dan cobaan sebanyak itu... jadilah papa yang begini ini.… Jauh dari kata sempurna sih memang... Tapi jauh lebih dewasa... Papa juga pernah muda seperti kamu sekarang ini... Penuh semangat... Membara-bara... Penuh cita-cita... Sekali kena masalah lalu mengkeret kayak krupuk kenak aer... Pernah... Papa pernah alami itu... Itu semua bagian dari hidup kita... Hidup ini penuh dengan masalah... Mau yang datang sendiri... Mau yang sengaja dicari-cari... Yang gak disangka-sangka... Tapi itu yang membuat kita terus berjuang, kan?” jelas Buana setelah menceritakan kisah masa lalunya. Petualangan-petualangannya.
“Trus... pelatihannya dimulai kapan, pa?” tanya Satria mengenai hasil keputusan perundingan beberapa orang tentang dirinya. Ia pasrah saja mengikuti pelatihan atas lebih pada rasa bersalahnya akan semua yang telah dilakukannya.
“Sebelumnya papa mau tanya dulu... Satria gak pa-pa kalau semua Core yang sudah dikumpulin sebanyak itu kami sita... ralat— simpan sementara sampai Satria siap?” tanya Buana agak formil sebagai perwakilan perundingan tadi.
“Gak pa-pa, pa...” jawabnya berat. Padahal dari itu semua ia bisa menggunakan bermacam-macam kekuatan yang sangat berguna bagi kesehariannya.
“Bener, ya... Gak apa-apa... Trus... Kami mau tanya juga... Apa bisa Satria hidup... hanya dengan satu Core pribadimu saja... Jadi hanya satu antara XOXAM atau VOXA?” tanya Buana jauh ke masalah yang lebih fundamental.
“Bisa, pa... Jadi Satria harus milih pakai XOXAM atau VOXA?” jawabnya lalu menunduk. Ia semakin yakin kalau ini adalah hukuman untuknya.
“Jadi... Satria mau pake yang mana? XOXAM atau VOXA?” tanya Buana lagi memandangi anaknya yang menunduk memandangi butiran keras tanah berumput jarang.
“XOXAM aja, pa...” jawabnya cukup cepat. Pilihan ini dibuatnya karena kasus teranyarnya ini karena hasil dari VIOLENCE INTRA VOXA. Lebih baik VOXA yang disita sementara.
“Bukan Satria... Ini bukan hukuman... Sama sekali bukan... Satria sadar sendiri, kan betapa besar kekuatan yang Satria punya? Tanggung jawab itu sangat besar untuk Satria tanggung...” potong Buana membaca air muka Satria yang menganggap ini semua sebagai hukuman.
“Latihan ini bertujuan untuk melatih fisik dan sekaligus mentalmu... Agar kau bisa lebih tangguh menghadapi berbagai cobaan... Dan bisa mengendalikan semua kekuatanmu...” tuntas Buana.
“Mengendalikan?” ulang Satria.
Jadi Satria akan mendapatkan semacam pelatihan ilmu bela diri yang disiplinnya diharapkan bisa menggembleng dan menempa fisik juga mentalnya sampai pada taraf bisa mengendalikan semua emosi yang berpeluang membuatnya meledak. Beberapa orang akan menjadi pelatihnya. Mulai dari trio Ribak Sude, papanya sendiri; Buana dan Ron, Iqbal hingga Abah Hasan juga lainnya.
“Ya... Mengendalikan... Satria sendiri yang harus mengendalikannya... Satu Core akan dikembalikan ke Satria setiap ada perkembangan yang signifikan... Gampangnya tiap kenaikan tingkat... Itu biasa di bela diri manapun... Biasanya sih pake sabuk berwarna... tapi untuk Satria kami pakai program khusus yang intensif... Paham, ya?” jelas Buana lagi.
“Paham pa...” jawab Satria masih berat.