Boleh kita berteman
Dia tersipu malu hingga menutupi wajahku yang sedang menatapnya dengan buku tebal yang berisi keterangan obat generik. Ia sempat memalingkan wajahnya yang sedang tersenyum sendiri tak sadar omonganku itu ternyata di dengar oleh teman nya seorang perawat wanita yang kebetulan lewat dan sempat menggoda doi yang sedang dalam keadaan salah tingkah. Sebenarnya aku juga salah tingkah karena “Malu”. Tapi tetap kupertahankan sikapku agar tetap stay cool.
“Loh kok di tutupin pakai buku?”
“Jangan ah mas. Zinah mata” Ucapnya sambil mengintip-ngintip
“Mas-mas..udah ah- udah dong” Ucap doi malu-malu kucing
“Udah, mas tatap aja terus biar cepet kawin” Saut seorang perawat bertubuh gempal yang kuketahui namanya adalah mbak tika.
“Wah, udah jam segini. Aku pergi dulu yah ada urusan” Ucapku sok sibuk sambil melihat jam padahal mau pulang kerumah.
“Mas emangnya udah selesai check up?” Tanya nya
“Hmm?...Udah Tadi jam 10” Kutatap lagi kedua bola matanya dia menutup lagi dengan bukunya seperti seekor keong yang sedang bersembunyi.
“Okay..okay....hehe....” Ucap speechlessnya
“Kok pulang mas?Udahh... Lanjutin lagi ngobrolnya, Saya jadi tiang aja deh disini” Goda mbak tika
“Iyah, mbak besok saya kesini lagi makan soto. Enak sotonya” Balasku
“Aku pergi dulu yah mir” Sautku
“Iyah mas” Balasnya yang masih bersembunyi dibalik buku tebalnya
Ketika aku membayar soto dan hendak akan pergi aku sengaja tidak menyapanya atau berkontak mata dari kejauhan. Sok jual mahal. Aku inggin membuatnya penasaran tentang diriku. Bagiku Taboo gas pool di awal perkenalan jika orangnya dari kaum intelektual & mandiri. Kalau kelasnya cabe-cabean atau wanita yang suka mengenakan pakaian serba terbuka pasti seneng. Tapi , lain ceritanya dengan wanita yang mandiri dan pekerja keras . Dia akan menyebutku orang yang aneh atau stranger jika aku terlalu gombal atau percaya diri. Jadi apa yang aku lakukan saat itu termasuk menjaga sikapku dari meminta no kontak ataupun mengantarnya pulang, kedua itu adalah taboo bagiku di awal perkenalan kami berdua. Karena aku tau aku akan kembali ketempat itu untuk bertemu lagi dengan si dia.
Alhasilnya aku pulang begitu saja tanpa check up alat kelaminku yang sedang lecet dan lebih memilih rumah sakit langanan tempat biasa aku check up karena probelma yang sama. Aku dilarang oleh dokter untuk melakukan hubungan badan selama sebulan. Jika aku melanggar pasanganku dan aku bisa terancam terkena HIV. Tiap kali aku berkunjung dengan keluhan lecet pak Y**i memang selalu menyuruhku untuk tes darah. Karena ia tau aku memiliki 5 pasangan dan aku memang sering berkonsultasi denganya. Namun sayangnya perkataan dia yang menyuruhku lita dan linda operasi pengembalian letak rahim seperti semula tidak aku gubris karena memang biaya operasinya agak sedikit ridicolus. Resiko sex gencet dinding serviks yang sering aku lakukan memang taruhanya nyawa. Secara tidak langsung aku menyumpahi pasanganku sendiri terkena kanker serviks atau diriku sendiri terkena HIV. Jalan lain untuk mengurangi resiko itu biasaya sebelum berhubungan badan aku mengelosi kepala kontolku dengan minyak zaitun agar mempermudah gesekan alat kelaminku dengan lita & linda. Itupun kadang-kadang aku lupa karena birahi.
Dia tau aku ber istri dua ketika aku berkata jujur saat kami bertemu lagi di kantin. Aku merasakan ada perubahan sikap darinya. Dari gesture tubuhnya dan tatapan kedua bola matanya. Rasa kecewa. Mungkin itu yang aku tafsirkan dari wajahnya. Beberapa pekan kedepan aku tidak mengunjungi kantin itu lagi. Aku juga tidak meminta nomor kontaknya. Namun aku mengirimkan sebuah mochaccino hangat yang memiliki pesan singkat “
Morning ibu dokter, Semangat yah” yang kutitipkan di petugas bersih-bersih yang waktu itu pernah mengobrol denganku . Mas rus**n. Sepekan berikutnya aku kembali memakan soto menunggu si dia. Saat itu aku sempat melihatnya bersama teman-teman perawatnya . Tapi, ketika ia melihatku sedang menyantap soto. Dia kembali lagi masuk keruangan inggin menghindariku. Sehingga membuatku “Damn....this is what it feels like” di campakan. Soto yang aku makan sendiri rasanya menjadi hambar. Sikapnya itu rasanya sedikit membuatku terluka. Aku kembali mengirimkan doi “mochaccino” Hingga 2 kali tanpa pesan apapun dan ketika ke tiga kalinya.
“Mas kayaknya gak di minum itu. Saya liat di tong sampah masih utuh” Ucap petugas bersih-bersih
“Oh, yah sudah...makasih yah mas” Ucapku
Tak ada rencana apapun ketika di otak ku ketika mendengar ucapan itu dari mas R**n. Mungkin dia sudah menganggapku pria yang tak tau diri sudah punya istri dua tapi masih gatel. Yah, tapi memang begitulah kenyataanya. Aku sendiri yang kegatelan mendekati dia. Beberapa hari kedepan aku kembali ke kantin itu untuk terakhir kalinya. Aku tidak melihatnya , akan tetapi sosok wanita bertubuh gempal menyambangiku.
“Mas gak di cariin bini nya?” Tegur seorang wanita itu dengan nada dan raut wajah yang jutek.
“Saya hanya inggin makan soto disini. Gak boleh mbak?” Balasku
“Mas kok gitu yah....jangan deket-deketin mira deh mas kalau udah punya bini” Ucap wanita jutek itu
“Enggak mbak, saya enggak bermaksud kesana kok. Kalau saya berteman sama dia. Gak boleh?” Balasku
“Mas, mira itu sibuk. Mendingan mas jangan ganggu dia deh. Urusin aja bini mas di rumah” Balasnya
Sabar-sabar yah dik kalau bukan di tempat umum ini cewek udah aku tabrak pakai truck tronton.
“Tenang aja kok mbak. Aku enggak ngeganggu mira. Disini cuman makan soto aja” Ucapku
“Makasih yah mbak atas waktunya” Imbuhku meninggalkan wanita itu
Karena sangking kadernya di tegur seperti itu di muka umum dan sudah terlanjur malu . Aku salah masuk rute jalan yang seharusnya balik kanan lurus kedepan keluar dari kantin. Malah masuk kedalam rumah sakit. Disana aku melihat si dia sedang berdiri seperti menunggu seseorang. Saat dia melihat aku dia langsung pura-pura cuek melihat mading yang berisi konten kesehatan. Aku berdiri di sampingnya ikut melihat isi konten mading rumah sakit itu. Cantik. Itulah kesan pertamaku ketika melihat dia sedang memakai kacamata dan blouse yang di rangkap jas putih profesinya sebagai seorang dokter. Namun , sikapnya pada saat itu terlalu kekanak-kanakan.
“Bahaya narkoba” Ucapku melihat mading
“........” Dia diam seribu bahasa
“Bu, kalau bahaya makan soto ada ga?” Ucap tanyaku
“Kolestrol” Balas singkatnya
“Ohhh...kalau bahaya inggin ketemu sama ibu ada?” Tanyaku
“........” Dia diam lagi
“ Kamu kenapa mir?” Tanyaku
“Enggak, aku enggak kenapa-kenapa kok. Cuman pingin lihat-lihat ini aja” Sautnya
“Itu kamu kirim algojo kamu di luar” Ucapku
“Aduh, udah jam segini” Ucapnya sambil pura-pura melihat jam tanganya
“Maaf yah, aku ada urusan” Imbuhnya
Ketika doi hendak inggin pergi. Aku menangkap tanganya seperti adegan di sinetron-sinetron.
“Mir, boleh aku ngomong sebentar 3 menit aja” Ucapku lalu melepaskan tanganya
“Iyah, apa?Cepetan.. Aku tunggu” Balasnya
“Kamu pernah dapet pasien tuna runggu” Ucapku
“Iyah, pernah” Balas singkatnya
“Tau bahasa isyarat ?” Tanyaku lagi
“sedikit...Apa sih? Gak usah basa-basi deh kamu” Balas singkatnya dengan nada yang jutek
“Bau tau gak mulut kamu kalau lagi gombal” Imbuhnya
Aku memperagakan bahasa tuna runggu di hadapanya dengan tangan yang menunjuk diriku dan menunjuk dirinya lalu di akhiri dengan kedua tangan yang mengepal menjadi satu yang memiliki arti “Boleh kita berteman” . Kedua bola matanya sempat terbelalak ketika aku memperagakan gerakan bahasa isyarat itu kepadanya. Bibir manis tipisnya yang terbuka kecil menandakan doi sedang dalam keadaan yang terkejut. Tak pernah terbayangkan oleh ku apa yang aku lakukan membuatnya meneteskan air mata . Ia sempat mengusapi kedua bola matanya dengan tanganya hingga berkata padaku.
“Kamu belajar dari mana?” Ucapnya
“Dari TV... boleh aku berteman sama kamu?” Ucapku
-----------------------------------------------bersambung.