Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG 3 Dibagi 1 (Catatan kehidupan mengenai hubungan kumpul keboku )

Alhirnya Maraton beres :((:((
 
Boleh kita berteman

Dia tersipu malu hingga menutupi wajahku yang sedang menatapnya dengan buku tebal yang berisi keterangan obat generik. Ia sempat memalingkan wajahnya yang sedang tersenyum sendiri tak sadar omonganku itu ternyata di dengar oleh teman nya seorang perawat wanita yang kebetulan lewat dan sempat menggoda doi yang sedang dalam keadaan salah tingkah. Sebenarnya aku juga salah tingkah karena “Malu”. Tapi tetap kupertahankan sikapku agar tetap stay cool.

“Loh kok di tutupin pakai buku?”

“Jangan ah mas. Zinah mata” Ucapnya sambil mengintip-ngintip

“Mas-mas..udah ah- udah dong” Ucap doi malu-malu kucing

“Udah, mas tatap aja terus biar cepet kawin” Saut seorang perawat bertubuh gempal yang kuketahui namanya adalah mbak tika.

“Wah, udah jam segini. Aku pergi dulu yah ada urusan” Ucapku sok sibuk sambil melihat jam padahal mau pulang kerumah.

“Mas emangnya udah selesai check up?” Tanya nya

“Hmm?...Udah Tadi jam 10” Kutatap lagi kedua bola matanya dia menutup lagi dengan bukunya seperti seekor keong yang sedang bersembunyi.

“Okay..okay....hehe....” Ucap speechlessnya

“Kok pulang mas?Udahh... Lanjutin lagi ngobrolnya, Saya jadi tiang aja deh disini” Goda mbak tika

“Iyah, mbak besok saya kesini lagi makan soto. Enak sotonya” Balasku

“Aku pergi dulu yah mir” Sautku

“Iyah mas” Balasnya yang masih bersembunyi dibalik buku tebalnya

Ketika aku membayar soto dan hendak akan pergi aku sengaja tidak menyapanya atau berkontak mata dari kejauhan. Sok jual mahal. Aku inggin membuatnya penasaran tentang diriku. Bagiku Taboo gas pool di awal perkenalan jika orangnya dari kaum intelektual & mandiri. Kalau kelasnya cabe-cabean atau wanita yang suka mengenakan pakaian serba terbuka pasti seneng. Tapi , lain ceritanya dengan wanita yang mandiri dan pekerja keras . Dia akan menyebutku orang yang aneh atau stranger jika aku terlalu gombal atau percaya diri. Jadi apa yang aku lakukan saat itu termasuk menjaga sikapku dari meminta no kontak ataupun mengantarnya pulang, kedua itu adalah taboo bagiku di awal perkenalan kami berdua. Karena aku tau aku akan kembali ketempat itu untuk bertemu lagi dengan si dia.

Alhasilnya aku pulang begitu saja tanpa check up alat kelaminku yang sedang lecet dan lebih memilih rumah sakit langanan tempat biasa aku check up karena probelma yang sama. Aku dilarang oleh dokter untuk melakukan hubungan badan selama sebulan. Jika aku melanggar pasanganku dan aku bisa terancam terkena HIV. Tiap kali aku berkunjung dengan keluhan lecet pak Y**i memang selalu menyuruhku untuk tes darah. Karena ia tau aku memiliki 5 pasangan dan aku memang sering berkonsultasi denganya. Namun sayangnya perkataan dia yang menyuruhku lita dan linda operasi pengembalian letak rahim seperti semula tidak aku gubris karena memang biaya operasinya agak sedikit ridicolus. Resiko sex gencet dinding serviks yang sering aku lakukan memang taruhanya nyawa. Secara tidak langsung aku menyumpahi pasanganku sendiri terkena kanker serviks atau diriku sendiri terkena HIV. Jalan lain untuk mengurangi resiko itu biasaya sebelum berhubungan badan aku mengelosi kepala kontolku dengan minyak zaitun agar mempermudah gesekan alat kelaminku dengan lita & linda. Itupun kadang-kadang aku lupa karena birahi.

Dia tau aku ber istri dua ketika aku berkata jujur saat kami bertemu lagi di kantin. Aku merasakan ada perubahan sikap darinya. Dari gesture tubuhnya dan tatapan kedua bola matanya. Rasa kecewa. Mungkin itu yang aku tafsirkan dari wajahnya. Beberapa pekan kedepan aku tidak mengunjungi kantin itu lagi. Aku juga tidak meminta nomor kontaknya. Namun aku mengirimkan sebuah mochaccino hangat yang memiliki pesan singkat “Morning ibu dokter, Semangat yah” yang kutitipkan di petugas bersih-bersih yang waktu itu pernah mengobrol denganku . Mas rus**n. Sepekan berikutnya aku kembali memakan soto menunggu si dia. Saat itu aku sempat melihatnya bersama teman-teman perawatnya . Tapi, ketika ia melihatku sedang menyantap soto. Dia kembali lagi masuk keruangan inggin menghindariku. Sehingga membuatku “Damn....this is what it feels like” di campakan. Soto yang aku makan sendiri rasanya menjadi hambar. Sikapnya itu rasanya sedikit membuatku terluka. Aku kembali mengirimkan doi “mochaccino” Hingga 2 kali tanpa pesan apapun dan ketika ke tiga kalinya.

“Mas kayaknya gak di minum itu. Saya liat di tong sampah masih utuh” Ucap petugas bersih-bersih

“Oh, yah sudah...makasih yah mas” Ucapku

Tak ada rencana apapun ketika di otak ku ketika mendengar ucapan itu dari mas R**n. Mungkin dia sudah menganggapku pria yang tak tau diri sudah punya istri dua tapi masih gatel. Yah, tapi memang begitulah kenyataanya. Aku sendiri yang kegatelan mendekati dia. Beberapa hari kedepan aku kembali ke kantin itu untuk terakhir kalinya. Aku tidak melihatnya , akan tetapi sosok wanita bertubuh gempal menyambangiku.

“Mas gak di cariin bini nya?” Tegur seorang wanita itu dengan nada dan raut wajah yang jutek.

“Saya hanya inggin makan soto disini. Gak boleh mbak?” Balasku

“Mas kok gitu yah....jangan deket-deketin mira deh mas kalau udah punya bini” Ucap wanita jutek itu

“Enggak mbak, saya enggak bermaksud kesana kok. Kalau saya berteman sama dia. Gak boleh?” Balasku

“Mas, mira itu sibuk. Mendingan mas jangan ganggu dia deh. Urusin aja bini mas di rumah” Balasnya

Sabar-sabar yah dik kalau bukan di tempat umum ini cewek udah aku tabrak pakai truck tronton.

“Tenang aja kok mbak. Aku enggak ngeganggu mira. Disini cuman makan soto aja” Ucapku

“Makasih yah mbak atas waktunya” Imbuhku meninggalkan wanita itu

Karena sangking kadernya di tegur seperti itu di muka umum dan sudah terlanjur malu . Aku salah masuk rute jalan yang seharusnya balik kanan lurus kedepan keluar dari kantin. Malah masuk kedalam rumah sakit. Disana aku melihat si dia sedang berdiri seperti menunggu seseorang. Saat dia melihat aku dia langsung pura-pura cuek melihat mading yang berisi konten kesehatan. Aku berdiri di sampingnya ikut melihat isi konten mading rumah sakit itu. Cantik. Itulah kesan pertamaku ketika melihat dia sedang memakai kacamata dan blouse yang di rangkap jas putih profesinya sebagai seorang dokter. Namun , sikapnya pada saat itu terlalu kekanak-kanakan.

“Bahaya narkoba” Ucapku melihat mading

“........” Dia diam seribu bahasa

“Bu, kalau bahaya makan soto ada ga?” Ucap tanyaku

“Kolestrol” Balas singkatnya

“Ohhh...kalau bahaya inggin ketemu sama ibu ada?” Tanyaku

“........” Dia diam lagi

“ Kamu kenapa mir?” Tanyaku

“Enggak, aku enggak kenapa-kenapa kok. Cuman pingin lihat-lihat ini aja” Sautnya

“Itu kamu kirim algojo kamu di luar” Ucapku

“Aduh, udah jam segini” Ucapnya sambil pura-pura melihat jam tanganya

“Maaf yah, aku ada urusan” Imbuhnya

Ketika doi hendak inggin pergi. Aku menangkap tanganya seperti adegan di sinetron-sinetron.

“Mir, boleh aku ngomong sebentar 3 menit aja” Ucapku lalu melepaskan tanganya

“Iyah, apa?Cepetan.. Aku tunggu” Balasnya

“Kamu pernah dapet pasien tuna runggu” Ucapku

“Iyah, pernah” Balas singkatnya

“Tau bahasa isyarat ?” Tanyaku lagi

“sedikit...Apa sih? Gak usah basa-basi deh kamu” Balas singkatnya dengan nada yang jutek

“Bau tau gak mulut kamu kalau lagi gombal” Imbuhnya

Aku memperagakan bahasa tuna runggu di hadapanya dengan tangan yang menunjuk diriku dan menunjuk dirinya lalu di akhiri dengan kedua tangan yang mengepal menjadi satu yang memiliki arti “Boleh kita berteman” . Kedua bola matanya sempat terbelalak ketika aku memperagakan gerakan bahasa isyarat itu kepadanya. Bibir manis tipisnya yang terbuka kecil menandakan doi sedang dalam keadaan yang terkejut. Tak pernah terbayangkan oleh ku apa yang aku lakukan membuatnya meneteskan air mata . Ia sempat mengusapi kedua bola matanya dengan tanganya hingga berkata padaku.

“Kamu belajar dari mana?” Ucapnya

“Dari TV... boleh aku berteman sama kamu?” Ucapku

-----------------------------------------------bersambung.
 
Terakhir diubah:
Gak tau kenapa ,update yang baru ini feel-nya lebih berasa gan dari ada waktu eske
 
Nice story suhu
Lancroot kan.....bini ketiga .... dokter mira nihhh
 
Mantap apdetnya. Lebih senang sama cerita Mira dibanding yg lainnya, lebih terasa beda aja. Lanjut Om...
 
Tumben dab .***k ada adegan ngentunya'...suwun apdetnya.
 
Bimabet
Resonance


Kedua bola matanya berlinang tanpa sebab setelah aku peragakan bahasa isyarat tuna rungu yang aku ketahui secara random. Entah dari TV atau saat iseng baca buku, aku sudah lupa. Mungkin saja bahasa isyarat yang aku peragakan dengan si dia salah.

Dia sempat menatap kedua bola mataku sambil mengusapi kedua bola matanya yang sedikit merusak maskaranya. Setelah itu ia menjatuhkan kedua bola matanya dengan tatapan yang sedih lalu membalas bahasa isyaratku dengan yang lebih kompleks. Saat itu aku tidak mengetahui apa yang ia katakan padaku. Hanya gerakan bahasa isyarat terakhir yang dapat aku tafsirkan “Kita sudah berteman” .

“Makasih yah mir” Ucapanku yang dibalas tatapan kedua bola matanya

“Maaf yah aku udah ganggu kamu” Imbuhku dibalas kepalanya yang meneleng-neleng.

Kutangkap tanganya yang terasa mungil itu di genggaman tanganku. Lalu kuberikan sapu tanganku yang sebenarnya bekas ngelap inggus usai bersin dan mengusap keringat. Tapi, karena waktu itu aku lupa jadi main asal kasih aja.

“Ini hapus dulu air mata kamu” Ucapku

Sebenarnya pikiran ku waktu itu penuh dengan pertanyaan. Kenapa dia menangis? Apa ada yang salah dari bahasa isyaratku? Kami berdua sempat diam seribu bahasa. Bagiku mempertanyakan apa yang ada di pikiranku secara lisan kepadanya itu taboo. Karena momentnya tidak pas , banyak orang lalu lalang bahkan kami berdua menjadi objek sorotan mata. Terutama mira yang terlihat seperti orang lemas dengan kedua bola mata yang jatuh kebawah.

“Mir, aku pulang dulu yah” Sautku

“Mir” Imbuhku sambil mengintip doi yang sedang murung tanpa sebab.

“Iyah,hati-hati” Balasnya dengan senyuman

“Ini punya kamu “ Imbuhnya sambil memberikan sapu tanganku

“Bawa aja kamu bisa balikin itu kapan aja” Balasku

Mira menangkap tanganku lalu ia memberikan sapu tanganku.

“Makasih yah” Ucapnya.

Ketika aku balik kanan hendak inggin meninggalkan doi. Sosok seorang perawat bertubuh gempal melewatiku sambil menatapku dengan tatapan penuh kebencian. Mbak tika. Yah, itu adalah wanita yang membuatku malu di muka umum tadi. Meskipun begitu aku membalasnya dengan menundukan kepalaku dan tak lupa meninggalkan senyum ramah. No matter what happen jika seseorang memusuhi kita janganlah kita lebih memusuhi dirinya. Karena tak ada inggatan yang buruk yang membekas dalam dirinya selain kebaikan yang kita tinggalkan baginya. Aku tak inggin membalikan tubuhku untuk melihat mira. Menjaga attitude ku dan tetap stay strong melangkahkan kaki ku tanpa melihat kebelakang. Meskipun aku merasakan dia sedang memperhatikan ku dan meskipun aku sungguh inggin melihat wajahnya.

Ketika aku tidur dengan kedua istriku, aku memikirkan sesuatu. Tak terbayangkan olehku jika seandainya aku menjadi istriku mempunyai seorang suami yang bukan hanya untuk miliknya. Bagaimana rasanya? Apalagi jika doi tau aku sedang selingkuh dengan seorang wanita lain dan sering tidur di rumah lain yang ternyata sedang terikat dengan hubungan yang lain. Malam itu aku sedang di hardik oleh insomia, tak ada rasa kantuk apalagi keingginan untuk tidur. Aku duduk sendirian di belakang teras rumah, merokok menghilangkan rasa asam di mulut sekaligus memikirkan sesuatu. Selang beberapa menit kemudian aku melihat amanda sedang membawakan ku secangkir teh hangat. Kami berdua sempat bercengkrama mesra sambil mengobrol-ngobrol kegiatan di kampusnya dan persoalan keluarga .

“Mas kenapa? “ Ucap tanyanya

“Hmmm? “

“Enggak, Lagi suntuk aja. Lily udah tidur?” Ucap tanyaku

“Iyah, Pules sama abangnya” Ucap amanda

“Mas” Ucap panggil amanda dengan nada suara yang lembut

“Y..ummm” Ucapanku yang terpotong oleh cumbuan dari bibir manis tipisnya

Malam itu istriku menghiburku akan rasa gundah yang sedang aku alami. Tentu saja memakai pengaman karena saat itu aku sedang dalam keadaan danger. Mungkin aku sedang jatuh cinta dan tak sepantasnya kuberikan ruang di hatiku untuk rasa ini. Aku takut jika rasa ini menghancurkan rumah tanggaku, Aku takut kehilangan amanda, aku takut kehilangan indah, dan aku takut dengan anak-anak ku. Karena rasanya begitu lain dengan apa yang aku rasakan seperti dahulu kala dengan seorang wanita yang membuatku terasa kehilangan. Namun aku rela untuk melepaskanya untuk mengarungi kehidupan yang baru. Di sisi lain sosok mira berbeda dengan apa yang pernah aku rasakan. Dia seperti ombak yang menerjang emosiku. Aku inggin hidup denganya, merasakan perbedaan waktu dan menghirup udara yang sama. Namun ketakutanku membuatku menjadi sosok seorang lelaki yang harus memegang sebuah komitmen yang selalu berubah-ubah bentuknya seperti cubic yang berwarna.

Rasanya baru kemarin aku melihat dirinya. Aku kembali lagi, menunggunya di lobby rumah sakit. Sudah jam 5 sore ia tak juga menampakan wajahnya. Aku sempat bertanya dengan bagian informasi ternyata“Mira” masih berada di rumah sakit.

“Bapak, ke ruangan bangsal anak aja. Di lantai 3 pak” Ucap seorang wanita bagian informasi.

“Ibu mira biasanya di sana kalau jam segini” Imbuhnya

“Oh, iyah makasih mbak”

Di lantai 3 aku mencari-cari sosoknya yang selalu terngiang di dalam isi kepalaku. Aku sempat bertanya-tanya kepada seorang perawat yang sedang lalu lalang. Perawat itu sempat menunjukan aku arah dimana biasanya mira sering meluangkan waktunya ketika pulang kerja. Aku dihadapkan pada ruangan VIP khusus anak menderita kanker. Di ruangan itu aku sempat mengintip mira sedang bekomunikasi menggunakan bahasa isyarat dengan seorang anak kecil yang terlihat kurus. Anak itu terlihat rapuh, di hidungnya ada sebuah infus, rambutnya hanya beberapa helai saja , dan sedang mengenakan piyama bercorak warna warni. Meskipun ia tak dapat bicara dengan bibirnya yang sumbing, Anak itu terlihat bersemangat ketika berkomunikasi dengan mira. Umurnya kurang lebih 14 tahun namun semangatnya tak bisa di ukur dari faktor kedewasaan. Anak itu sempat melihat kearah kaca pintu , melihatku yang sedang mengintip dengan wajahnya yang cerah dan menundukan kepalanya dengan santun. Prilaku nya itu memancing mira membalikan tubuhnya . Dengan wajah yang girang anak itu memanggilku untuk masuk keruangan. Mira sempat membalasku dengan memanggut-manggutkan kepalanya. Mensetujui undangan dari anak itu.

Aku masuk keruangannya dan sempat berdiam lama melihat hasil karyanya yang di tempel di sisi tembok. Anak ini rupanya memiliki bakat menjadi seorang pelukis wajah. Banyak gambar sketsa orang-orang yang mungkin datang mengunjunginya. Aku duduk bergabung dengan anak itu. Ia sempat menjentik-jentikan alisnya kearah mira. Menggodanya. Lalu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat. Waktu itu aku tidak tau apa yang mereka obrolkan yang hanya aku ketauhi adalah gerakan tangan mira yang “Bukan-bukan”. Mira sempat memberikan ku papan kecil untuk menuliskan namaku.

“Hi, aku dika” Ucap ku di papan putih

“Salam kenal kak dika, aku sophie” Balasnya

Belum aku usai membalasnya dia nampak begitu excited menulis sesuatu di papan putih tersebut.

“Kak dika sudah punya istri yah?” Tanyanya kubalas dengan mengangguk-anggukan kepalaku.

“Tiap hari kak mira sering datang kesini. Ngobrolin kak dika terus” Ucap anak itu yang sempat membuat kedua bola mata mira terbelalak sempat ia inggin merebut papan kecil itu dengan paksa. Aku menyaksikan mira panik sambil menggunakan bahasa isyarat yang membuat anak itu tertawa lebar dengan jumlah giginya yang bisa di hitung oleh jari.

“Bohong.....” Ucap mira

“hahaha...” Tawaku

“Apa benar?” Ucapku di papan white board dan dibalas dengan anggukan anak itu.

“Mir-mir udah-udah....hahaha” Sautku sambil memegangi tanganya

“Bohong mas” Ucapnya menatap tajam sophie lalu dia sempat mengobrol dengan bahasa isyarat.

Ketika suasana sudah agak sedikit tenang. Sophie pun menulis kata di white board mini itu kembali.

“Aku sedih” Ucap sophie

“Kenapa?” Balasku

“Boleh aku tanya sesuatu?” Ucap sophie kubalas anggukan kepalaku

“gimana perasaan kak dika sama kak mira?” Ucap sophie

Tak ada ragu dan tak ada lagi kemunafikan lagi. Kutulis sebuah kata di white board mini itu yang mencerminkan suasana hatiku.

“Aku sayang Mira, aku sungguh benar-benar mecintainya” Ucapku yang dibalas dengan tatapan kedua bola mata mira.

Aku menunggu anak itu menulis sesuatu di white board.

“Tapi, kak dika sudah punya istri. Itu yang membuat aku sedih” Ucap sophie

“Aku inggin melihat kak mira menikah. Sebelum aku pergi dari dunia ini” Imbuhnya

Aku melihat mira menanggis sambil menggunakan bahasa isyarat.


-------------bersambung
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd