Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG 3 Dibagi 1 (Catatan kehidupan mengenai hubungan kumpul keboku )

Pertaruhan yang besar, kisanak. Apakah mungkin kau rengkuh semua keinginanmu, tanpa kehilangan apa yang sudah kau miliki.
 
Hadeh ko malah mau nangis sih huu baca updatenya haa tanggung jawab huu:((
 
kalo dah ngomongin disabilitas pasti bawa annya melow..
apalagi penderitanya masih anak2.. yg seharusnya masih sngat panjang untuk menikmati hidupnya...
 
Keren suhu amanda,luar biasa hu..emosi yg dimainkan sangat komplek,ngk sabar nunggu kelanjutannya..keren..keren banget
 
Silent World



Dia menangis, bagaikan sebuah badai di tengah lautan. Membuang kacamatanya di lantai dan lebih memilih menggengam erat tangan mungil sophie yang sudah tinggal tulang dan kulit. Pilu hatiku terasa, seperti di goncang oleh sebuah mesin bor yang menembus jantungku. Melihat sophie dengan sabar membelai rambutnya. Di kala itu aku melihat tangan kanan sophie bergerak menulis sesuatu di papan white board mininya.

“Dia sedang takut” Ucap sophie

Dengan terseok-seok gadis cilik itu menghapus papan white boardnya dengan piyamanya.Tak memperdulikan corak warna cantik baju tidurnya itu menjadi kotor oleh tinta spidol. Aku sempat menujuk-nujuk papan white boardku yang kutuliskan dengan sebuah kata.

“Dia takut kehilangan kamu” Ucapanku dibalas dengan meneleng-nelengkan kepalanya

Ketika sophie hendak inggin memberitauku isi papan white board mini miliknya. Mira menenggelamkan papan white board mini nya itu di dadanya, Sambil meneleng-nelengkan kepalanya. Setelah itu ia berkomunikasi dengan sophie menggunakan bahasa isyarat .

“Boleh aku tau apa perkataanya?”Tanyaku

“Jangan Mas” Balas mira

“Please...” Pintaku di balas dengan meneleng-nelengkan kepalanya.

“Mas, bisa tunggu aku di luar” Usir mira dengan nada yang halus.

“Okay” Balasku

Aku sempat berpamitan dengan sophie. Gadis cilik yang memiliki semangat luar biasa itu membalasku dengan mencium tanganku. Santun. Itulah yang ada di benak ku. Namun, rasanya hati ini terguncang ketika melihat jiwanya terperangkap oleh sebuah tubuh yang tak seharusnya di miliki oleh dirinya. Sebelum aku hendak keluar dari ruangan sophie. Di antara gambar sketsa wajah dari vas bunga, burung, kupu-kupu, dan orang-orang yang mengunjungi dirinya. Tak ada satu pun gambar sketsa wajah mira. Di luar aku sedang menunggu mira yang sedang mengobrol-ngobrol dengan sophie. Beberapa menit kemudian aku melihat mira keluar dengan wajah yang murung.

“Boleh aku antar kamu pulang?” Sautku

“Gak usah mas, aku bisa pulang sendiri” Balasnya

“Okay, hati-hati yah” Ucapku

Ketika hendak inggin pergi tiba-tiba saja mira memanggilku.

“Mas” Panggilnya yang sempat memberhentikan langkah kaki ku

“Mulai besok, tolong jangan kesini lagi” Ucapnya

Nada suaranya yang lembut itu seakan-akan seperti sebuah batu karang yang baru saja menimpa tubuhku. Rasanya lemas, kecewa, dan sungguh amat menyakitkan. Kedua kakiku terasa lemas , kepalaku terasa seperti usai di hantamkan di hadapan tembok berulang-ulang kali, tanpa aku sadari lirih suara nafasku menembus sukma jiwa ku yang sedang terluka.

“Apa itu mau kamu?” Ucapanku dibalas anggukan kepalanya

“Bener? Itu mau kamu?” Ia kembali membalasku dengan anggukan kepalanya

“Okay, Mulai besok aku enggak akan menemui kamu lagi.”

“Maafin aku yah kalau aku udah ngeganggu kehidupan kamu mir” Ucapku

“...” Dia hanya terdiam seribu bahasa

Aku meninggalkan mira. sendiri. di lorong bangsal anak itu. Hati ini rasanya seperti baru saja di rajam olehnya. Dia baru saja menolak ku. Aku sempat duduk tak jelas di rumah makan padang yang letaknya berada di dekat rumah sakit, pesan makanan tapi tidak aku makan, hanya kepulan asap rokok yang menemaniku saat itu.

Esoknya aku kembali ke rumah sakit itu. Bukan untuk bertemu dengan mira tapi menjenguk sophie. Aku sempat membelikanya perlengkapan sketsa yang sederhana seperti sketchboo, pensil HB, dan 2b. Tak ada makasud lain untuk mendekati sophie karena mira. Tapi, tulus karena aku inggin menjenguk gadis cilik itu, Semoga semangat kehidupanya dapat menulari seorang pria penzinah seperti ku.

“Kak dika, menyogok aku yah?” Ucapnya di papan white board mini

“Enggak, aku suka gambar kamu. Mungkin itu bisa membantu kamu” Ucapku

Sophie sempat menggodaku dengan menjentik-jentikan alisnya , ia sempat menunjuk-nunjuk bawah tempat tidurnya. Mengirimkan aku sebuah sinyal untuk menjawab pesan darinya. Ketika aku mengintip kebawah ternyata banyak pemberian gift dari orang-orang yang datang menjenguknya. Dari boneka, coklat? Hah? gagal paham aku kenapa harus ada coklat? Sementara si penerima tidak bisa memakan itu, dan kotak musik. Aku mengerti maksudnya, benda-benda itu mungkin pemberian cowok-cowok yang sedang mendekati mira melalui sophie.

“Apa itu semua pemberian cowok yang inggin mendekati mira?” Ucapku di papan white board mini itu yang di balas anggukan sophie.

“Bukanya kak dika juga begitu?” Ucap gadis cilik itu

“Tidak-tidak, aku hanya inggin kamu menggambar di sketchbook , bukan di kertas HVS” Ucapku

Kuhapus lagi papan white board miniku . Sophie sempat melihatiku dengan wajah yang excited.

“Aku inggin kamu menggambar dunia yang kamu lihat “ Ucapku

“Bukan gambar orang-orang yang kamu benci” Imbuhku dengan tersenyum.

Aku menunggu gadis cilik itu menghapus papan white board mininya dengan wajah yang tegar.

“Kak dika hampir membuatku menangis” Ucapnya sambil memeragakan bahasa isyarat orang yang sedang menangis.

“Hidupku enggak lama, mungkin aku hanya menghabiskan waktu ku untuk menggambar aja”

“Aku sudah menyusahkan banyak orang” Ucapnya di papan white board mininya itu dengan wajah yang sedih.

Aku sempat menulis di papan white board miniku untuk mendahului sophie yang sedang menulis sesuatu di papan white board mininya. Lalu aku berkata

“Hidup kamu, Anugerah dari Tuhan, Mata kamu menjadi saksinya, kamu bisa melihat dunia ini” Ucapku di papan white board mini ku

“Aku inggin kamu menggambar dunia kamu sendiri. Bukan dunia orang lain” Ucapku di papan white board sambil meneleng-nelengkan kepalaku.

Gadis cilik itu tersenyum girang dengan beberapa giginya yang sudah menghilang dari gusinya. Meskipun tubuhnya hanya tinggal kulit dan tulang saja , Sehingga membuat kedua bola matanya seperti tenggelam dalam tengkorak kepalanya. Namun tidak dengan tatapan kedua bola matanya yang menyiratkan ekspresi keindahan dari kehidupan.

“Aku seperti baru saja punya kakak laki-laki” Ucap sophie

“Yap, kamu baru saja punya kakak laki-laki” Balasku

Dengan wajah yang girang sophie pun menghapus papan white board minya itu kembali. Tanpa suara, Tanpa perasaan menyesal, dan tanpa paksaan , yang tersisa hanyalah suara hati kami berdua yang mencoba untuk beresonasi melukiskan keindahan dunia ini dalam sebuah kata tanpa suara.

Siang hari itu aku sempat bertemu dengan ayahanda sophie yang sedang datang menjenguknya. Kami berdua sempat bertegur sapa dan pria itu tak segan untuk memeluk ku dan mengucapkan terima kasih sudah menjenguk putrinya. Kami sempat mengobrol-ngobrol sejenak di ruangan sophie anak semata wayangnya dari pernikahan istrinya yang sudah meninggal dunia. Duda tua beranak satu ini seorang pengusaha percetakan buku dan mesin foto copy. Sophie di vonis kanker tulang sumsum stadium 2 dan seharusnya di bawa di rumah sakit pusat yang lebih memadai untuk perawatan yang lebih intensif. Namun pak re**ly hanya mampu membiayai Sophie di rumah sakit umum ini. Biaya operasi juga cukup mahal , bahkan untuk membiayai rawat inap sophie pak R**ly harus menjual assetnya dan hanya mampu membiayai kemoterapi sophie saja. Ia kekurangan dana untuk melakukan operasi yang tingkat keberhasilanya hanya sekian persen saja dan memiliki resiko tinggi yang dapat membuat sophie lumpuh total. Pria tua bermata sipit ini hanya bisa menghela nafas dalam-dalam ketika beliau bercerita kesulitan ekonomi yang sedang di deritanya. Meskipun sudah menerima bantuan dari jemaat gereja tempat ia beribadah, tapi tetap saja ia tak mampu membayar tagihan rumah sakit terutama biaya rawat inap sophie.

“Saya berterima kasih dengan ibu mira yang sudah membantu meringankan beban saya” Ucap pria itu

“Mas juga saya sangat berterima kasih sudah menemani anak saya” Imbuhnya

“Saya kenal sophie dari mira bapak, dia orang yang baik” Ucapku

“Saya juga tidak menyangka mas, ada dokter yang mau menyisihkan sebagian gajinya untuk membiayai rawat inap anak saya” Pria itu dengan meneteskan air mata

“Puji tuhan mas, Semoga Tuhan memberikan terbaik bagi ibu mira” Doa pria itu

Sophie hanya melihati kami berdua sedang mengobrol. Karena ia tidak bisa mendengar, sehingga ia sempat menulis papan white board mininya.

“Maafin sophie papa” Ucap gadis cilik itu.

“Sophie sudah menyusahkan papa” Imbuhnya yang dibalas pelukan ayahandanya.

Erosi dalam hati ini membuatku tergerak untuk berbuat sesuatu. Mungkin tuhan sudah menggariskan ini semua bagiku. Menjelang ashar aku meminta izin kepadanya di mushola rumah sakit. Berniat untuk membantu sophie dengan apa yang aku miliki . Saat hendak keluar dari mushola aku bertemu dengan dia yang sedang sholat ashar. Inggin rasanya aku menunggunya dan menyapanya ketika ia selesai sholat ashar. Tapi, Sepertinya ia tidak mengingginkan itu. Pikiranku saat itu terbagi menjadi dua bagian antara sophie dan mira. Namun, hati kecilku berbicara “Sophie” sehingga aku kuatkan langkahku untuk menemui dokter yang sedang menangani sophie sebelum jam pulang.
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Dia dokter yang hebat


Dokter menyarankan sophie untuk segera di bawa di rumah sakit singapore sebelum kanker tulang sumsumnya melonjak naik menjadi stadium 3 apalagi 4 yang merupakan final untuk hidup seseorang. 6 milyar bukanlah jumlah uang yang sedikit untuk menyembuhkan penyakit sophie. Tapi, itu lebih baik daripada ia harus terus di rawat inap yang memakan biaya cukup banyak. Itu pun tidak menjamin 100% dapat menyelamatkan nyawa sophie , karena dalam dunia medis kegagalan itu pasti bisa terjadi kapan saja dan keluarga pasien harus bersiap untuk menerima itu semua dengan secarik kertas yang sudah di tanda tangani. Jika dalam dunia hukum bernama “Perjanjian informed consent”. Aku ragu dengan ucapan dokter yang menangani sophie. Entah, ada suatu feeling yang membuatku ragu atas kapasitasnya menjadi seorang dokter spesialis kanker satu ini. Bahkan ketika aku inggin meminta dokumen medis milik sophie di duitin pulak. Apa ini? Semacam konspirasi dunia kedokteran kah?

Menjelang sore hari entah ada perasaan apa yang membuatku menunggunya di luar rumah sakit. Di dalam mobil aku sempat menyemprotkan parfume agar tidak terlalu bau rokok. Berharap akan sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Dokter mana yang tidak membenci orang yang merokok? Bahkan indah dan amanda sendiri menyuruhku merokok jauh-jauh tidak berada di dekat anak ku. Entah harapan apa yang membuatku seperti seorang penculik yang sedang menunggu mangsanya keluar dari pintu rumah sakit. Ah, kedua bola mataku terpaku melihati seorang wanita yang sedang mengenakan blouse kerja sedang memanggul jas putih di lenganya. kedua bola mata ini jatuh seketika ketika seseorang menjemputnya dengan sebuah mobil. Namun , entah mengapa aku sungguh bahagia sekali ketika melihat wanita itu menolak tawaran dari seorang pria yang inggin mengantarnya. Dari arah belakang aku sempat mengklakson pria itu beberapa kali hingga memaksa pria itu untuk segera pergi. Dasar playboy cap mujair. Batinku. Aku tau jika membuka kan pintuku untuknya dia pasti akan menolak ku. Sehingga aku pun membantingkan stirku agar dia tidak melihatku yang sedang berada di dalam mobil.

Aku menemui ibuku di jawa dan sempat berkonsultasi denganya persoalan sophie sambil membawa dokumen medis sophie. Tanpa bertanya panjang lebar ibuku dengan wajah serius membaca riwayat medis sophie sesuai dengan keahlianya. Ketika melihat foto rontgen sophie wajah ibuku sempat berubah 180 derajat. Sepertinya dia baru saja menemukan kejanggalan.

“Iki arek e di rawat nang di dek? (Ini anaknya di rawat di mana dek?)” Ucap ibuku

“di rumah sakit ****** mah daerah ****** sana” Ucapku

“Kamu punya foto anaknya?” Ucap ibuku

“Waduh, lali e ma, pokok e arek e kuruuu banget mah (Waduh, lupa ma, pokoknya kurusss banget ma) “ Ucapku

“Walah-walah, Sek yo tak bawa dulu ini ke temen mama ” Ucap ibuku

“Hari ini bisa ma? “

“Iyah, sekarang mama mau bawa kesana dulu” Ucap ibuku.

“Suruh indah siap-siap” Imbuh mamaku

Ibuku sempat membawa dokumen yang berisi seluruh riwayat medis sophie bersama dengan istriku Indah , agar dia lebih belajar banyak tentang persoalan medis. Istriku memang di persiapkan oleh ibuku menjadi seorang dokter spesialis anak . Mengikuti jejak kariernya. Apalagi IPK nya cukup tinggi dan ibuku sempat menyarankan indah untuk pindah universitas negeri tempat ia memulai kariernya. Tapi, karena indah tak mau jauh dariku sehingga ia lebih memilih kuliah di universitas swasta . Sementara itu aku yang tidak tau sama sekali dunia kedokteran hanya bisa bersantai di rumah dan melihati anak ku yang sedang bermain dengan kakeknya. Kuserahkan semua kepada ibuku dan kawan nya yang merupakan satu profesi karena diluar kompetensiku sebagai seorang mahasiswa hukum.

Sore hari nya ibuku menelpon dengan nada suara yang tinggi. Tak biasanya ibuku menelponku dengan emosinya dengan menggunakan bahasa jowo yang jika ku artikan seperti ini.

“kurang ajar itu” Kesal ibuku

“Nyawa orang di permainkan.Tak penjarakan dia kalau berani macam-macam”

“Mama panggil teman-teman mama di IDI (Ikatan dokter Indonesia) nanti, biar tak sidangkan sekalian” Ucap ancam ibuku

“Ma-ma, kenapa sih ma?” Ucap ibuku

“Ini bukan kanker tulang sumsum dek, ini radang tulang belakang” Ucap ibuku

Malamnya aku mendengarkan ibuku mengoceh panjang lebar dengan segala keahlianya. Hanya sedikit yang aku mengerti , intinya tulang belakang sophie mengalami ketidak normalan karena bawaan lahir dan menyebabkan peradangan. proses kemoterapi berkali-kali menyebabkan sophie mengalami penurunan sistem kekebalannya dan ikut mengancurkan sel-sel yang tumbuh dalam tubuhnya. Tidak seharusnya penderita bukan kanker di kemoterapi karena itu sama saja dengan menyiksanya. Pihak rumah sakit harus bertanggung jawab mengembalikan kondisi gadis cilik malang satu ini karena sudah membuat diagnosis yang mengada-ngada alias malpraktik. Ibuku sudah mengancam rumah sakit tempat merawat sophie agar pasien segera di pindahkan di tempat dia bekerja. Ibuku juga sudah melaporkan permasalahan ini ke IDI dan sedang menunggu jawaban dari ketua IDI saat itu. Lima hari kemudian setelah penunjukan tim investigasi IDI termasuk ibuku . Kami kembali ke jakarta untuk melihat keadaan sophie sekaligus memporak-porandakan rumah sakit tempat sophie di rawat.

Pagi hari itu Ibuku dan beberapa kawanya yang tergabung di organisasi IDI menghampiri rumah sakit tempat merawat sophie sekaligus melihat sendiri keadaan sophie yang membuatnya menitikan air mata.Saat itu ia dan temanya mengumpulkan seluruh dokter yang menangani sophie di ruang meeting. Seumur hidupku baru kali ini aku melihat ibuku menampar seseorang. Dua kali pulak, dia sempat melayangkan tanganya kearah dokter kepala dan dokter yang menangani sophie. Disitu juga ada pengurus yayasan sekaligus owner rumah sakit yang tidak tau menahu masalah itu.

Dia menampakan wajahnya dengan kemelut kesedihan, Shock, dan tidak tau tempat bekerjanya melakukan perbuatan yang kotor. Ibuku dikala itu yang sedang tersulut emosi sempat menyangka mira turut terlibat karena papan namanya yang bergelar SP.A. Dengan langkah kaki yang berat dan wajah yang geram ibuku sempat menghampiri mira yang sedang bergabung di kubu sebelah.

“MA-MA...JANGAN MA” ucapku sempat mencegah ibuku

“Ibu-ibu... mira hanya dokter biasa disini. Ibu sabar ibu...” Ucap mbak tika yang di kala itu menengahi ibuku yang sedang emosional.

“ KALIAN INI PINTAR YAH MEMAINKAN SANDIWARA”

"KALIAN BENAR-BENAR TEGA , TAK TAU DIRI, TOLOL"

“SAYA BERJANJI AKAN PROSES KASUS INI. SAYA SENDIRI YANG AKAN COPOT ITU JAS KALIAN”

"MEMALUKAN"

“Ma-ma duduk dulu ma...sabar ma” Ucapku yang dikala itu shock juga melihat ibuku yang sedang naik pitam. Tidak menyangka ia semarah ini , bahkan seumur hidupku aku tidak pernah sama sekali melihat dia seperti kerasukan jin ifrit seperti itu.

“Panggil orang tuanya” Ucap ibuku dengan nada suara yang tinggi kearah mbak tika

“Iyah, ibu” Ucap mbak tika

Aku sempat menemani ibuku duduk di sudut ruang meeting, sementara itu ketiga temannya sedang fokus mewancarai dokter dan perawat yang terlibat dalam malpraktik itu. Aku bercerita panjang lebar mengenai mira agar ibuku mengerti. Waktu terasa terhenti rasanya ketika Kedua bola mataku sempat terpaku dengan seorang wanita yang sedang duduk berjongkok sambil menitikan air mata ditengah keributan di ruang meeting itu.

“Panggil anak itu kesini dek, Mama mau minta maaf” Ucap ibuku dengan nada suara yang lembut

“Jangan emosi yah ma, dia dokter yang baik disini” Ucapku

“Iyah, panggil kesini” Ucap ibuku yang sudah terlihat normal

Aku berdiri dihadapan nya yang tengah sedang tersungkur lemas tak berdaya. Lalu aku duduk berjongkok memperhatikan dirinya yang sedang terombang-ambing oleh lautan kesedihan.

“Mir...” Ucap panggilku

Kedua bola mataku terbelalak ketika melihat kedua bola matanya yang berlinang air mata. Rasa pedih dan sakit. Itulah yang kurasakan saat dia menatapku. Inggin aku memeluknya dengan erat. Namun, rasa itu harus aku tahan karena aku sedang berada di hadapan ibuku.

“Kamu di panggil ibuku, Bisa kamu kesana sebentar” Ucapanku dibalas anggukan kepalanya.

Aku sempat mengulurkan tanganku untuk membantunya berdiri.

“ hapus air mata kamu dulu” Ucapku memberikan dia sapu tanganku.

Ketika aku mengantarkan mira dihadapan ibuku. Ibuku menerima mira dengan welcome beserta senyumannya yang selalu aku kenal. Yaitu senyuman yang tulus yang tidak bisa di ukur dari apapun di dunia ini. Mira mencium tangan ibuku yang dibalas dengan senyuman ibuku sambil membelai rambut panjangnya.

“Maafkan saya ibu....maafkan saya...saya gagal menjadi seorang dokter” Ucap mira dengan terhisak-hisak

“Sini nak...” Ucap ibuku memeluk mira lalu berkata

“Kamu dokter hebat yang pernah saya temui di dunia ini” Ucap ibuku

Dikala itu aku benar-benar hampir menitikan air mata ketika melihat ibuku menggantikan posisiku memeluk erat mira .

“Dek” Ucap panggil ibuku

“Kamu temani dulu sophie. Kasihan dia sendiri” Ucap ibuku.

“Iyah mah” Balasku meninggalkan mereka berdua
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd