Justice
Aku duduk disamping seorang gadis cilik yang sedang menggambar sketsa. Wajahnya nampak fokus dengan tanganya yang sedang melukis sebuah art line di sketchbook miliknya. Aku tau dia sedang menggambar seekor kucing. Ketika aku masuk ruangannya tadi ia nampak begitu senang dan menyuruhku untuk duduk menemaninya. Tak ada lagi gambar sketsa orang-orang yang di bencinya menempel di sisi tembok ruanganya, kini yang tersisa hanyalah gambar vas bunga, burung, dan kupu-kupu. Aku menulis sesuatu di papan white board miniku.
“Kemana gambar-gambar wajah orang itu?” Ucapku
Ia membalasku dengan senyum lebarnya. Giginya yang rontok itu rasanya membuat hatiku pilu. Mungkin akibat dari kemoterapi yang sering ia lakukan berkali-kali atau obat-obat yang tidak seharusnya dia minum. lalu ia menulis sesuatu di papan white board mininya.
“Aku lebih suka menggambar seperti yang kakak bilang kemarin”
Aku menulis sebuah kata di papan white boardku. Mendahuluinya.
“Aku punya kabar baik buat kamu” Ucapku
Kedua bola matanya nampak begitu excited mendengar kabar baik itu dariku.
“Tidak ada kanker di tubuh kamu”
“Kamu bisa sembuh” Ucapku
Aku pikir sophie senang mendengar kabar baik itu. Dengan wajah yang lesu ia menulis sesuatu di papan white board mini miliknya.
“Apa kak dika sedang menghiburku?” Ucap sophie yang kubalas dengan meneleng-nelengkan kepalaku
“Inggat tadi pagi ada dokter wanita mencium dahi kamu dan menanggis?” Ucapku sambil memperagakan gerakan orang menangis lalu dibalas anggukan kepalanya
“Dia Ibuku, dokter hebat”
Raut wajah gadis cilik itu pun berubah seketika menjadi ceria. Dengan semangat ia menulis sesuatu di papan white board mini miliknya.
“Boleh aku peluk kakak ku?” Ucap sophie
Kupeluk sophie hingga membuatnya menangis di dekapan pelukan ku. Tangisannya yang meluap-luap bagaikan angin di pantai timur itu, seolah-olah menembus batinku , Keingginanya untuk hidup lebih lama adalah karya terindah atas ciptaan tuhan dari kisah seorang gadis cilik yang inggin melihat dunia dalam goresan garis pensilnya . Ketika angin itu sudah mulai mereda dan hanya menyisakan rasa kebahagian . Aku meninggalkan sophie untuk sementara waktu. Ada sesuatu yang harus aku lakukan untuk menjaga masa depan nya. Di kala itu aku sempat inggin menghampiri ibuku yang sedang serius membicarakan masalah sophie di ruang meeting. Aku juga sempat melihat ayahanda sophie sedang berada disitu. Sepertinya aku tidak bisa mencampuri urusan mereka. Sehingga aku sempat meluangkan waktuku merokok di parkiran sambil menelpon seseorang yang kukenal. Organisasi IDI adalah organisasi yang super kuat & tak tergoyahkan jika ada masalah hukum yang menyangkut citra dunia kedokteran. Tak jarang jika ada permasalahan malpraktik yang mangkir di persidangan. Pasti harus melalui izin IDI terlebih dahulu untuk mendatangkan saksi ahli yang berasal dari profesi dokter. Aku yakin 1000000% tak ada dokter yang mau di jadikan saksi ahli karena adanya suatu kesepakatan untuk menjunjung tinggi citra mereka.Jika kasus ini masuk ke ranah publik dunia kedokteran akan menjadi hancur babak belur. Tindakan ku ini merupakan lancang dan diluar kehendak ibuku . Peran ibuku disini hanyalah menakut-nakuti mereka saja untuk sepakat melakukan apa yang di mau oleh IDI .
Aku menelpon teman ku seorang lawyer dan notaris, keponakan koh aping dan koh aping sendiri agar segera datang. Tak lupa aku meminta daftar list nama-nama yang hadir di ruang meeting itu termasuk pengurus yayasan sampai dengan owner dari seorang wanita bertubuh gempal yang ku ancam. Ada sesuatu yang inggin aku perbuat agar mereka tau hukum tidak main-main. Meskipun langit runtuh , Hukum harus di tegakan. Kami bertemu di rumah makan padang dekat dengan rumah sakit. Membuat perjanjian yang memiliki klausul hukum yang kompleks untuk menjamin kehidupan dan masa depan sophie. Tak lama kemudian dua orang dari polsek datang untuk mengkawal segala tindakan hukum yang kami lakukan. Tentu saja aku bayar untuk mendramatisir dan sebagai objek pemaksa. Ada sekitar 6 pasal yang akan di setujui oleh kedua belah pihak yang diantaranya merupakan pasal yang vital. Menjamin segala kerugian yang di derita oleh pasien baik materil maupun immaterill, Tanggung jawab pemulihan fisik yang di derita oleh pasien, Mengembalikan seluruh biaya yang dibayarkan oleh pasien kepada pihak rumah sakit, dan lain sebagainya.
Ketika aku masuk ruangan meeting di dampingi oleh lawyer , notaris, dan dua orang polisi dari polsek. Ibuku dan beserta ketiga kawanya sempat terkejut akan apa yang aku perbuat menjelang adzan dzuhur itu. Dia sedang berada disana duduk disamping ibuku. Melihatku yang sebentar lagi akan mencuri panggung ibuku dan kawan-kawanya.
“Dek, mama mau ngomong sebentar dek” Ucap ibuku panik hendak inggin menyeretku keluar
“Sebentar ma, disini kita mau negosiasi kan?”
“Ini apa-apaan bu? Hah? “ Ucap pengurus yayasan berdiri terkejut ketika panggung drama di mulai
“Anda-anda disini , mau mediasi kan?”
“Maaf-maaf saj-“ Ucapku terpotong
“BRAKK!!”
“Anda mau mengancam saya?” Ucap potong owner rumah sakit itu melototiku
“Saya belum selesai bicara bapak, Bisa duduk dulu” Ucapku
“Ibu saya tidak mengingginkan ini terjadi. Kenapa ada seperti ini?” Ucap berang pengurus yayasan.
“Karena ini yang saya ingginkan terjadi-“ Suasana pun menjadi ribut
“DIAMMM!!!” Ucap teriak amarahku
“Hei, kamu yang diam tolol” Ucap seorang laki-laki pengurus yayasan menantangku
“Hei-Hei kamu yang diam, Saya akan penjarakan kamu kalau kamu tidak bisa diam” Ucap ancamku menunjuk-nunjuk orang itu
“MAU SAYA BAWA KASUS INI KE PN? HAH? BISA DIAM DENGARKAN SAYA TIDAK?” Teriak amarahku
Suasana pun menjadi diam dan yang tersisa hanyalah suara bisikan dan gerakan kepala yang meneleng-neleng.
“Saya disini inggin membuat perjanjian dengan bapak-bapak dan ibu-ibu”
“Begini pak..Ka-” Ucap menyela salah satu wanita pengurus yayasan
“Diam dulu sebentar ibu....bisa diam?” Ucapku membuat wanita itu akhirnya mingkem
“Bacakan koh “ Ucapku
“Siap boss” Koh aping membacakan isi perjanjian beserta pasal yang akan di setujui oleh kedua belah pihak antara pak re***ly dan pengurus yayasan, owner, dan saksi.
“Bagaimana? bisa di terima ? Bapak-bapak dan ibu-ibu?” Ucapku
“Jika tidak bisa diterima , saya sendiri yang akan menempuh jalur litigasi demi keadilan gadis kecil yang sudah anda-anda jadikan objek perasan uang” Ucapku sambil menunjuk-nunjuk deretan cecunguk tak tau diri itu.
“Jangan begitulah bapak, Kami disini duduk untuk mediasi, bukan seperti ini “ Ucap owner
“Aahh..bapak ini bagaimana...” imbuhnya sambil membuang pulpenya dengan kesal.
“Saya disini juga inggin mediasi, ada itikad baik dari bapak inggin menyelesaikannya?” Ucap tanyaku
“Saya hanya inggin keadilan bagi orang tua korban, Bapak keberatan?” Imbuhku sambil menunjuk pak re***ly sedang terhisak-hisak yang sedang di tenangkan oleh mira.
“Saya baca dulu” Ucap pria itu meminta surat perjanjian dari kami dengan wajah yang kesal.
“Koh kasihkan foto copy-nya, biar mereka semua baca” Ucapku
“Siap boss” Ucap koh aping membagikan foto copy surat perjanjian
Aku sempat menunggu mereka membaca dan mensetujui isi perjanjian tersebut. Sementara itu ibuku sempat menghampiri kami bertiga.
“Dek, Yak opo seh....kok koyok ngene” Ucap keluh ibuku
“Sudahlah mah, mama kan niatnya juga sama seperti aku” Ucapku
“Yoo..tapi ojok koyok ngene dek...” Nesu ibuku
“Wes ta mah, tenang ae” Ucapku sambil menepuk-nepuk tangan ibuku.
“Gimana pak ?” Sautku kepada seseorang pria tua yang menatapku dengan tajam di sebrang tempat duduk ku.
“Yah, tapi jangan ada pembuktian seperti inilah mas..kan kita negosiasi disini” Ucap pria itu
“Nyawa orang bapak mau negosiasikan? Bapak setuju atau enggak? Simple aja kok pak” Ucap keponakan koh aping.
“ sudah-sudah , saya setuju” Ucap pria itu
Perjanjian pun di bacakan oleh koh aping kembali lalu di setujui oleh pihak rumah sakit, korban, dan saksi-saksi yang datang ikut mendatangani . Aku menyuruh owner untuk membayarkan uang muka /ganti rugi kepada pak R***ly terlebih dahulu sebagai wujud itikad baik pengelolah yayasan kepada korban dan tentu saja sophie akan segera di pindahkan ke rumah sakit tempat dimana ibuku bekerja. Salut dengan koh aping dan keponakanya yang tidak mau aku bayar. Bahkan usai kami mediasi, koh aping dan keponakanya menjenguk sophie sebentar. Rasanya aku baru saja membuat gaduh rumah sakit ini dan sejenak inggin istirahat di musholla sambil menunggu kumandang adzan ashar. Setelah usai sholat ashar dia sedang menungguku duduk-duduk di depan lantai musholla. Aku pura-pura tidak tau akan keberadaanya. Namun, tak lama kemudian...
“Mas, kamu ada waktu sebentar?” Ucap wanita itu
---------------------------------bersambung
Terakhir diubah: