-------------------------------------------------ooOoo------------------------------------------------
Cerita 189 – Karena Utang
[Part 1] – Salah Sendiri..!!
Perkenalkan.. namaku Agus.. usiaku kini 41 tahun.
Kisah ini terjadi beberapa tahun lalu.. ketika usiaku masih 28 tahun.
Di saat itu aku memulai karir baru sebagai auditor di PTPN IV di kawasan perkebunan Teh di Jawa Barat.
Nah.. ketika itu aku tinggal seorang diri di rumah dinas mungil dan asri semi permanen di sekitar kebun.
Untuk keperluan bersih-bersih rumah dan mencuci pakaian..
aku mempekerjakan seorang pembantu harian.. mbak Juminten namanya.
Wanita ini –ketika itu.. – berumur 39 tahun.. hitam manis, tinggi sekitar 160 dan tubuhnya sedikit gempal.
Mbak Juminten asli Solo.. dia menikah dan ikut suami yang bekerja di perkebunan ini.
Jadi bisa dikatakan ‘bertetangga’ dengan rumah dinas yang kutinggali saat itu.
5 tahun yang lalu suaminya wafat dan meninggalkan seorang Balita perempuan berumur 5 tahun.
Mbak Juminten mengontrak rumah kecil di desa sekitar perkebunan bersama ibu mertuanya yang sudah tua.
5 bulan mbak Juminten melayani keperluanku dengan baik..
meski agak pendiam dan memang kami jarang bertemu kecuali di akhir pekan.
Gaji yang aku berikan sebenarnya di atas pasaran..
tetapi mungkin karena besarnya kebutuhan beliau sesekali meminjam uang dariku.
Belakangan mbak Juminten meminjam uang lebih besar dari biasanya.
Setelah aku tanya dengan detail akhirnya dia mengakui telah terjebak rentenir..
akibat kebiasaannya membeli Togel dan arisan.
Tidak mengherankan.. hanya beberapa bulan berlalu mbak Juminten telah meminjam uangku lebih dari 2 juta.
Dan pada usahanya meminjam terakhir aku menolaknya dengan halus.
Pagi itu dia sangat bingung dan panik.. dengan meneteskan air mata beliau mencoba terus memohon..
memberinya pinjaman sekitar 1,5 juta untuk menutupi tuntutan utang dari bandar judi Togel di desa.
Aku kembali menolak dengan tegas, dan mbak juminten terus terisak.
Kuperhatikan wanita paruh baya ini dengan seksama.. wajahnya seperti kebanyakan wanita jawa pada umumnya.
Tidak cantik.. tapi manis.. dan kuaku masih terlihat lebih muda dari usia sesungguhnya.
Dan sebenarnya selama ini juga aku sesekali melirik tubuh bawahnya yang masih kencang dan bahenol..
walau pikiran kotorku tidak melangkah lebih jauh.
Semalam aku dan beberapa temanku sempat iseng nonton film blue..
sambil makan sate kambing dari warung makan Pak Kirun di ujung desa.. dan minum beberapa botol anker bir.
Pagi itu terasa akumulasinya. Kesadaranku belum begitu pulih.
Aku mencoba menepis pikiran itu.. bagaimana pun itu bukan diriku yang sebenarnya.
Mbak Juminten juga jauh dari tipe wanita yang aku inginkan. Terlebih aku takut dengan akibat yang bisa saja terjadi.
Bagaimana kalau di kemudian hari kenekatanku akan berbalik menjadi bencana untuk diriku dan karir.
Pikiranku masih silih berganti antara pertimbangan kotor dan waras.
Mbak Juminten masih duduk bersimpuh di depanku sambil melelehkan air mata. Ruangan menjadi sunyi.
Well.. aku tidak mungkin tega menolak permohonanya.. tapi setidaknya dia harus belajar untuk berfikir panjang.
“Jangan duduk di lantai mbak, dikursi aja, saya jadi gak enak..” aku memulai bicara.
“Nggih Den..”
Dia bangkit untuk berdiri.. bagian bawah pada daster lusuh itu sedikit tersingkap ketika dia berdiri..
ada bagian yang tidak sengaja menyangkut pada tonjolan kepala peniti pada kancing terbawahnya.
Sebagian pahanya yang besar dan lututnya terkuak di hadapanku beberapa detik.
Buru-buru dia menariknya ke bawah begitu tersadar. Pikiranku kembali kacau.
“Hmm.. bingung saya mbak..” jawabku.. kepalaku masih terasa pusing hasil minum-minum semalam.
Aku menekan sisi kiri kepalaku. “Kenapa den, pusing..?” Tanya mbak Juminten.
“Iyah, semalem begadang sama temen-temen..” Jawabku.
“Mbak ambilin aer putih sebentar..” Serunya sambil segera berlalu ke dapur.
Sekelebat aku masih sempat melihatnya melangkah pelan, setan makin kuat mempermainkan pikiranku.
Bongkahan pantat itu bergoyang-goyang dibalik daster, mungkin pakaian dalamnya sdh sempit..
dan bayangan tentang pahanya yang td sempat terlihat itu makin menggangguku.
“Makasih mbak” ujarku ketika menerima segelas air putih dan meminumnya perlahan.
Mbak Juminten masih berdiri di depanku.. menungguku selesai minum.
Aku menyumpahinya dalam hati, melihat tubuhnya lebih dekat seperti itu pikiranku makin terpuruk.
“Duduk aja mbak, santai aja, kita bicarain dengan tenang..” ujarku.
“Iya den..” Jawabnya pelan.
“Gak kebanyakan mbak mo minjem segitu..?
Terus terang saya keberatan.. kayaknya yang kemaren-kemaren sudah cukup..” ujarku memulai kembali pembicaraan.
“Sebenernya utangnya sejuta tuju ratus den.. tapi mbak nambahin pake simpenan di rumah.. tolong banget den..
mbak sebenernya malu banget tapi kepaksa..” Jawabnya dengan suara lirih.
“Waduh..” Jawabku terputus. Aku kembali terdiam.. kepalaku masih terasa pusing.
Aku menatap pemandangan luar dari jendela. Sebenarnya tidak jadi soal untuk soal jumlah uangnya..
cuma sisi gelapku masih mencoba meyakinkanku untuk mengambil kesempatan.
Mbak Juminten menatap ke lantai, pikiranya masih kalut. Dia menanti jawabanku dengan putus asa.
Aku akhirnya menyerah, biarlah, ini untuk terakhir aku membantunya, dan berharap dia segera pulang..
agar sesuatu yang terburuk tidak terjadi pagi ini.
“Okay mbak, sebenarnya ini berat buat saya..” Ujarku.
“Mbak rela ngelakuin apa aja den supaya den percaya mbak mau balikin uangnya..” sergahnya.
“Apa aja..” Waduh.. kata-kata itu sangat menggelitik benakku. Perempuan bodoh..!! Seruku dalam hati.
“Ngelakuin apa aja maksudnya apa nih mbak..?” Tanyaku sambil tersenyum.
“Apa aja yang den agus minta mbak kerjain..” jawabnya lugu.
“Selain urusan rumah memang apa lagi yang bisa mbak kasih ke saya..?” Kalimatku mulai menjebak.
“He-he.. apa aja den..” jawabnya sambil tersipu.
“Mbak.. mbak.. hati-hati kalo ngomong..” Aku menghela nafas menahan gejolak batin.
“Maksudnya apa den..” Tanyanya heran.
“Saya ini laki-laki mbak, nanti kalo saya minta macem-macem gimana..?” Lanjutku mulai berani.
“Mbak gak paham den..” wajahnya masih bingung.
“Yaa gak usah bingung.. katanya mau ngelakuin apa aja..?” Godaku.
“Yaa sebut aja den.. nanti mbak usahain kalo memang agak berat dikerjain..” jawabnya.
“Walah.. mbak.. mbak.. Yaa sudah.. saya ambil uangnya sebentar. Tapi janji yah dikembaliin secepatnya..”
aku berusaha menyudahi percakapan ini.
“Makasih den.. makasih banget..” Jawabnya lega.
“Tapi emangnya den Agus tadi mau ngomong apa.. ? Mungkin mbak bisa bantu..?” Lanjutnya.
Aku yang tengah berjalan menuju kamar terhenti.. kali ini pikiranku sudah tidak terkontrol lagi.
Kalimat itu seperti akan meledak keluar dari mulutku.
Aku membalikkan badan, menatapnya dengan seringai aneh.
“Mbak yakin mau nurutin apa aja kemauan saya..?” Sergahku.
“Iya den, ngomong aja..” jawabnya. Dasar perempuan bodoh.. ujarku dalam hati.
”Saya kepengen mbak masuk ke kamar saya ..” Kalimat selanjutnya seperti tercekat di tenggorokan.
“Terus Den..?” Tanyanya penasaran.
”Mbak temenin saya tidur..” ucapanku serasa melayang di udara. Jantungku berdegup kencang.
Wajahnya sontak kaget dan bingung. Aku tau dia pasti akan bereaksi seperti itu, tapi salahnya sendiri.
Aku sudah berusaha keras untuk menahan diriku untuk tidak berniat aneh pada dirinya..
Tapi kesadaranku belum penuh untuk melawan kegilaan ini.
“Maksudnya.. maksudnya apa den.. ? Mbak kok jadi takut..” wajahnya mulai memucat.
“Iya temenin saya di ranjang.. saya lagi kepengen gituan dengan perempuan sekarang..”
jawabku.. aku tau mukaku memerah.
“Mmm.. tapi.. tapi itu kan gak mungkin den..” ujarnya dengan suara pelan.
“Mungkin aja kalo itu syaratnya mbak mau pinjem uang..” jawabku.
Ruangan kembali sunyi. Mbak Juminten tertunduk.. menggenggam kedua tanganya dengan gelisah.
Ada rasa sesal telah mengucapkan kalimat tadi, tapi sudah terlanjur.
Aku sudah tidak mungkin menariknya, sekarang biar sisi gelapku yang bertindak.
“Gimana mbak..?” Tanyaku sambil kembali duduk di kursiku.
“Tapi itu gak mungkin Den.. gak mungkin.. mbak bukan perempuan kaya gitu..” jawabnya.. suaranya kembali lirih.
“Hhhh..” aku menghela nafas berat.
Mbak Juminten wajahnya kembali muram, matanya menatap ke luar pintu, kosong, seperti berpikir keras.
“Mbak gak nyangka kok aden bisa-bisanya minta yang kaya gitu.. mbak ini sdh tua.. gak pantes ..”
Aku diam beberapa saat. Ada rasa amarah tanpa alasan bermain di pikiranku.
“Itulah laki-laki mbak..” Hanya itu kalimat yang bisa meluncur dari mulutku.
Dia mungkin menyesal telah mengucap kata-kata yang tadi memancing kenekatanku.
Tapi situasinya sudah terjepit.. wanita lain mungkin akan menghardikku dan segera pergi menjauh.
Sementara mbak Juminten tidak punya pilihan lain.
“Sekarang terserah mbak.. saya tetep kasih uang yang mbak minta, kalo mbak mau menuhin kemauan saya okay..
nggak juga silakan..” jawabku pelan sambil melangkah ke kamar.
Aku kembali ke ruang tamu dengan sejumlah uang di tangan. Lalu kuletakkan pelan di atas meja kecil di depannya.
Wajahnya masih terlihat tegang, dia hanya melirik sebentar ke arah meja kemudian kembali tenggelam dalam pikirannya.
Kami kembali sama-sama membisu. Sesekali aku menatapnya, dia menyadari tengah diperhatikan olehku.
“Den.. apa aden yakin..?” Tiba-tiba dia berucap.
“Sebetulnya saya gak tega mbak. Tapi entahlah.. itu yang ada dalam otak saya sekarang.
Terserah mbak deh..” jawabku dengan tenang.
Matanya berkaca-kaca menatap langit-langit ruangan, perasaanya pasti tertekan. Dia kembali terdiam.
“Hmmmm.. baiklah Den.. mbak gak tau lagi mo ngomong apa, atau harus kaya' mana sekarang..
kalo itu maunya aden.. terserahlah.. jujur aja mbak teh takut banget.. mbak bukan prempuan gitu den..
mbak memang janda.. tapi bukan ..”
“Sudahlah mbak, kalo memang bersedia.. sekarang saya tunggu di kamar..
kalo keberatan.. silakan ambil uangnya dan segera pulang..” ujarku tegas..
Kemudian aku bangkit berdiri dan melangkah ke kamar.
Aku membaringkan tubuhku di kasur, trus terang aku pun dilanda ketakutan.
Aku tengah dilanda gairah, tapi was-was dengan kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi.
Butuh beberapa menit menunggu, pintu kamarku yang memang tidak terkunci perlahan-lahan bergerak terbuka.
Mbak Juminten melangkah masuk sambil tertunduk, terlihat sangat kikuk.
Dia berdiri menatapku di samping ranjang.. tatapanya penuh arti.
Well.. kalo saja aku tidak terlanjur berpikiran mesum mungkin aku segera berlari keluar kamar.
Aku merasakan takut yang sama seperti yang dirasa mbak Juminten.
Tapi aku berusaha tenang, aku bangkit dan duduk di pinggir kasur.
“Mbak yakin mau ngelakuin ini..?” Tanyaku mencari penegasan.
“Hhh.. sekarang semuanya terserah aden aja..” jawabnya pasrah.
Aku menatapnya lekat-lekat.. pandanganku menelusuri seluruh tubuhnya.. seperti ingin menelannya hidup-hidup.
Tangan kananku meraih jemari kiri tanganya. Aku memegangnya pelan, jemari itu terasa dingin dan gemetar.
Memang sudah harus kejadiannya seperti ini. Apa lagi yang aku tunggu..? Ujarku dalam hati.
Makin cepat makin baik.. setan itu membisiki bertubi-tubi.
Aku menarik tangan itu agar tubuhnya mendekat.
Niatku sebelumnya ingin memeluknya terlebih dahulu.. tapi nafsuku sudah tidak tertahankan.
Aku segera meneruskan dorongan tubuhnya yang limbung terhempas ke atas kasur.
Begitu dia terhenyak di sampingku.. aku langsung menerkamnya..
Menghimpitnya di bawah tubuhku dan ciumanku langsung mendarat dibibirnya.
Aku tidak memberikannya waktu untuk berpikir.. aku melumat-lumat bibirnya..
Menciumi dengan kasar lehernya dan trus bergerak menjelajahi bagian dadanya.
Nafasnya tersengal.. wajah itu masih terkaget-kaget dengan apa yang sedang aku lakukan.
Jemariku segera beraksi, aku menjamah bongkahan pahanya di bawahku, daster itu telah tersingkap ke atas.
Aku seperti kesetanan menciumi pahanya yang besar.. mengecup berkali-kali selangkanganya..
dan jemari tanganku yang lain langsung meremas buah dadanya.
Gerakanku cepat terburu nafsu. Sebentar saja seluruh tubuhnya telah kujamah.
Aku masih menciuminya membabi buta. Tak lama kemudian aku bergerak cepat membuka lepas pakaianya.
“Den.. jangan den.. sudaah..!!” Serunya ketika aku kembali menciuminya.
Hanya hanya bra dan celana dalamnya yang tersisa menutupi tubuhnya.
Seraya kedua tanganya berusaha mendorong tubuhku. Aku tidak mempedulikan perlawanannya.
Tanpa sadar kududuki perutnya sambil kedua tanganku bergerak melepas bajuku.
Nafasku memburu.. yang keluar dari mulutku hanyalah desahan penuh nafsu angkara murka.
Wanita ini makin ketakutan melihatku.
Kemudian aku bangkit berdiri di atasnya.
Kedua tanganku bergerak cepat melepas celana pendek dan celana dalamku.
Mbak Juminten menangis. Aku tidak peduli lagi.. kejantananku telah berdiri mengacung di atasnya..
Mbak Juminten makin panik melihatku. Jemariku bergerak-gerak mengocok-ngocok cepat batang penisku..
sehingga semakin keras berdiri.. matanya terpejam basah.
“Den.. sudahlah den.. jangan.. sudahlah.. Mbak gak jadi pinjem uang.. sudaaah..!!”
Jeritnya ketika aku kembali menduduki perutnya.
Dia berusaha meronta tapi kedua tanganku dengan kuat menahan tangannya pada kedua sisi bantal.
“Sudah telat mbak..!!” Suaraku bergetar menghardiknya.
Aku memaksa kedua paha sekel itu terbuka, dia masih berusaha menutupnya rapat.
Kami bergumul beberapa saat..
begitu ada celah aku segera menekan kuat selangkanganku di dalam jepitan pinggul mbak Juminten.
Dengan gerakan kasar aku menarik ke samping paha kirinya.
Tanganku langsung bergerak menuntun penisku ke arah vaginanya.
Aku sempat salah memposisikannya.. dorongan penisku menggesek keluar di atas permukaan kemaluanya.
Pada percobaan kedua kepala penis itu langsung menusuk masuk.
Mbak Juminten menjerit terperikan oleh rasa sakit..
Wajahnya meringis.. matanya menyipit menahan perih di selangkanganya.
Dia sangat terkejut ketika benda itu menerobos masuk.
“Ahhh.. shhh.. oohhh..!!” Desahku.. Terasa nikmat menjalar melalui kejantananku hingga naik ke otak.
Aku seperti terbakar. Melihat kemaluan mbak Juminten yang berbulu lebat membuatku makin bernafsu.
Tubuh kami masih terdiam kaku beberapa saat.
Aku sedikit menarik penisku dan menusuknya kembali di dalam.. “Nghhh..”
Mbak Juminten kembali tersedak. Urat lehernya menegang..
Matanya menatap ke arah selangkangan.. lelehan air mata itu masih mengalir dipipinya.
Aku kembali mengulanginya.. kali ini aku mendorongnya lebih keras. Jlebb.. jlebb..!!
Mbak Juminten makin menjadi tangisnya. “Ouhh.. huuhuu.. huhuu.. deen.. sudah denn.. sudaaah..”
Rintihnya sambil memegang bahuku keras.
Selanjutnya aku lupa diri.. aku meliuk-liuk menyodok selangkanganya.
Penuh tenaga.. makin lama makin cepat gerakanku. Clebb-crebb-crebb-clebb-clebb-clebb..
Bunyi derit ranjang kayu itu menambah seru suasana.
Wanita ini memiliki tubuh yang cukup menawan.
Meski sudah berumur tapi kulitnya masih kencang, bokongnya tebal dan bahenol.
Pahanya yang besar itu mulus meski tidak putih, melingkari pinggulku.
Aku beringas menghempas-hempas tubuhnya di bawahku. Mbak Juminten telah berhenti menangis..
matanya terpejam.. hanya terdengar suara nafasnya yang terputus-putus..
Buah dadanya bergoyang-goyang mengikuti gerakanku. Wanita ini sudah pasrah dengan apa yang tengah terjadi.
Bahkan ketika aku mengubah posisi.. mengangkat kedua pahanya ke atas..
Lalu menahanya tergantung di udara dengan kedua lenganku..
Slebb.. blesss.. kembali penisku terbenam. Mbak Juminten hanya diam.
Clebb-crebb-crebb-crebb-clebb-clebb-clebb..
Hujamanku makin bebas dan dalam menjajah vaginanya yang terkuak lebar.
Plok.. plok.. plok.. Bunyi gesekan selangkangan itu terdengar jelas di telingaku.
Kemaluan mbak Juminten yang basah makin menghangatkan batang penisku di dalamnya sana.
Sesaat lagi aku sudah tidak kuat menahan desakan.. aku seperti kesetanan menggenjotnya.
Mbak Juminten seperti mengerti apa yang akan segera terjadi.
“Den.. tolong.. jangan keluarin di dalem den.. tolongg..” Serunya memohon dengan suara gemetar.
Aku tidak menjawab, aku tengah fokus ingin menuntaskan aksiku. Sedikit lagi akan sampai.
Mbak Juminten memekik menyebut namaku saat tusukanku tiba-tiba berhenti.. tubuhku tengah meregang.
“Deenn.. cabut deen..!!” Serunya panik sambil menekan perutku ke belakang.
Aliran sperma itu bergerak naik mendekati pangkal penisku.. jemariku telah kuat mencengkram sprei.
Beruntung aku masih sempat menarik batang penisku keluar..
Cratt.. crrtt.. crrtt.. crrtt..!! Tepat sedetik kemudian semprotan pertamanya melompat keluar.
“Ahhhhh.. sshhhhhh.. mbaaak.. aduuhhhh..!!” Jeritku panik.
Rasanya belasankali cairan hangat itu menghantam sebagian perut mbak Juminten.
Aku terpapar kenikmatan luar biasa, mataku terpejam beberapa saat hingga akhirnya semuanya usai.
Mbak Juminten melihat proses akhir tadi dengan seksama. Dia memperhatikan wajahku yang meregang..
Matanya waswas melihat penisku memuntahkan cairan kental itu membaluri perutnya.
“Sudah den.. sudah puas..?” Ujarnya beberapa saat ketika aku masih tersengal diam di atasnya.
Airmata itu kembali mengalir dari pinggir pipinya. Kalimat itu serasa menamparku.
Rasa penyesalan perlahan-lahan merayap. My gosh.. aku baru saja menodai perempuan ini.
Bagaimana mungkin hingga aku bisa sebejat itu.
“Maafin saya mbak.. saya bener-bener khilaf..” Jawabku bingung. Aku beringsut mundur..
memungut seluruh pakaianku, melangkah ke kamar dan meninggalkanya terbaring di ranjang.
Aku melepas kekalutan pikiranku dengan mengisap sebatang rokok di ruang tamu.
Mudah-mudahan mbak Juminten tidak memperkarakanku.. menganggapnya selesai hanya di sini.
Aku menepuk-nepuk keningku menyesali kebodohanku.
Mbak Juminten keluar kamar beberapa menit kemudian.
Matanya sembab, dia duduk di kursi di sampingku, tanpa bicara.
Suasana hening, aku tidak berani menatapnya atau memulai pembicaraan.
“Ini uangnya saya ambil den, nanti diusahain dikembaliin kok..” ujarnya pelan.. suaranya berat..
hidungnya seperti tersumbat cairan.
“Iya mbak.. gak usah dipikirin soal kembaliannya.. dan.. maaf soal yang tadi..” jawabku tanpa menoleh kepadanya.
“Gak papa den.. gak papa..” jawabnya.. tangisnya kembali pecah sedetik kemudian..
Bahunya terguncang-guncang, aku hanya bisa terdiam.
“Sekali lagi maaf mbak..” Dia mengangguk pelan sambil menunduk..
tetes-tetes air mata itu masih berjatuhan di pangkuannya.
Aku meraih uang itu, melipatnya.. kemudian memasukkanya ke dalam kantung dasternya.
Jemariku menyentuh pangkal tangannya, menepuknya pelan..
Kemudian tanpa bicara aku melangkah masuk ke kamar sambil menutup pintu.
Aku tidak sanggup lagi melihat wanita itu menangis.
CONTIECROTT..!!
-------------------------------------------------ooOoo----------------------------------------------