Mataku terbuka perlahan dengan malas, aku masih sangat ngantuk. Apalagi kurasakan sedikit sakit kepala di sebelah kanan kepalaku. Kamar hotel itu masih agak gelap, mungkin karena gorden yang menutupi jendela masih tertutup rapat. Sedikit demi sedikit kesadaranku bangkit, aku bisa menangkap sebuah sosok di seberang kasur tempatku masih berbaring. Rupanya Nat udah bangun duluan dan sekarang kelihatannya sedang menyiapkan pakaian, mungkin untuk nanti keluar.
Nat saat itu hanya mengenakan sepotong kemeja dan celana dalam saja, paha putih dan kaki jenjangnya terlihat sangat seksi di bawah keremangan cahaya kamar. Melihatku telah bangun, dia melempar sepotong T-shirt ke samping badanku.
“Bangun woy! Kemaren katanya males keluar kalo udah panas…yuk siap2 dari sekarang.”
Aku tak langsung menjawab, rasa kantuk masih menggantung di pelupuk mataku dan berusaha menariknya kembali menutup ke bawah. Nat masih sibuk membongkar isi koper dan mengeluarkan barang2 di dalamnya.
“Yuk ah mandi dulu Ja, biar ga kepanasan.” Katanya sambil menghampiriku yang masih terbaring setengah sadar, tangannya udah membawa tas kecil berisi peralatan mandi.
Nat kemudian duduk di tepian kasur, di sampingku. Tangannya menyelinap ke balik selimut putih hotel yang masih menutupi badanku, dan setelah sedikit meraba-raba, menggenggam penisku yang udah sedikit bangun.
“Yakin nih…ga mau mandi bareng…?” katanya menggoda sambil memainkan tangannya di batang penisku.
Ah sial, aku betul2 masih mengantuk, semalam sampai ke hotel ini hampir tengah malam setelah sebelumnya aku ga tidur sama sekali di perjalanan. Aku hanya menggeleng lemah, kemudian menutup mataku dengan bantal.
“kamu duluan deh yah…10 menit lagi aku bangun deh, cepet kok aku siap2 nya.” Suaraku masih lemas.
Nat mungkin sedikit kecewa tapi mengerti aku masih lelah. Dia melepaskan penisku dari tangannya dan bangkit berdiri.
“beneran ya..awas aja loh kalo aku beres kamu belum bangun!” katanya sambil berjalan ke arah kamar mandi.
Aku hanya mengacungkan jempol dari balik mukaku yang kututupi bantal. Capek banget rasanya pagi ini, 5 menit lagi lah aku tiduran dulu, pikirku. Ajaib sekali, untungnya aku tak tertidur lagi dalam waktu 5 menit itu. Aku bangun dan duduk di kasur sementara masih terdengar suara Nat yang sedang mandi dari balik pintu.
Seperti kebanyakan anak muda di zaman modern ini, insting pertamaku setelah bangun adalah refleks mencari ponselku. Sejenak aku melihat jam dan tanggal yang tertera di layarnya. Sebuah tanggal yang familiar di benakku. Hari ini adalah tepat 2 tahun setelah aku dan Nat jadian kembali dan memulai hubungan baru. Aku pribadi menganggap tanggal ini sebagai tanggal anniversary kami yang baru, lebih sesuai dengan apa yang terjadi di antara kami sebelum dan setelah tanggal itu. Tanggal dimulainya semacam “fresh start” untuk kami.
Sedangkan Nat kadang bersikeras untuk mempertahankan tanggal jadian kami yang asli, pertama kalinya kami mulai berpacaran hampir 1,5 tahun sebelumnya. Aku sendiri sebetulnya tak terlalu mempermasalahkan. Toh, ga terlalu ada bedanya, kami juga ga pernah merayakan anniversary atau semacam itu. What really matters is that we’re together, and still together now.
Sekitar 2 minggu yang lalu Nat pindah balik ke Indonesia karena kontraknya habis. Sebelumnya, kami udah sering berdiskusi dan menyusun langkah selanjutnya mengenai hal ini, dan juga untuk masa depan kami secara overall. Setelah berbulan-bulan, akhirnya kami sepakat untuk pulang dan pindah ke Indonesia. Nat pindah lebih dulu sedangkan aku sendiri baru akan nyusul setelah kontrakku habis, sekitar 4 bulan lagi dari sekarang. Ada sekitar 5 bulan dimana kami harus menjalani hubungan LDR ini, tapi kami sama2 udah yakin dengan satu sama lain, walaupun pasti akan sangat kangen.
Saat ini kami sedang berada di Singapore. Aku sengaja ambil cuti seminggu untuk menghabiskan jatah cutiku yang masih tersisa dari tahun kemarin, sekedar untuk beristirahat dan jalan2. 4 hari kemarin aku udah pulang dan istirahat di rumah di Jakarta, sedangkan Nat yang pindah balik ke Surabaya sepakat untuk bertemu di Singapore aja sekalian untuk liburan bersama, menghabiskan sisa 3 hari cutiku bersama-sama. Nat memang baru akan memulai kerja di kantor barunya minggu depan, jadi sampai sekarang jadwalnya masih sangat kosong.
Nat keluar dari dalam kamar mandi, hanya mengenakan bra dan celana dalam, rambutnya masih tergulung handuk. Sedikit sedikit penisku menegang melihat tubuhnya, udah bertahun2 bersama tapi tetap saja badannya selalu membangkitkan gairah. Apalagi dengan Nat yang memang sengaja menjaga kondisi badannya dengan rajin berolahraga.
Hmm, quickie dulu apa ya? Mumpung belum mandi. Tapi udah lapar banget juga. Pikiranku agak bimbang apalagi didesak oleh perutku yang terasa keroncongan.
“Udah sana cepet mandi dulu, ntar restorannya keburu penuh, males aku kalo banyak orang.” Suruhnya dengan agak ketus.
Ah, yaudah akhirnya kuputuskan untuk mandi dulu aja. Lagian aku baru teringat sebuah rencana yang kami sepakati kemarin2.
“Eits, jangan lupa loh our plan,” kataku sambil kemudian menunjuk ke arah payudara bulat nya yang hanya tertutup bra hitam. “…ga boleh” lanjutku lagi sambil menggoyangkan jariku kiri kanan.
Nat menghela nafas dan geleng2 kepala.
“….emangnya hari ini ya? Kamu bilang pas hari terakhir?” katanya mencoba menawar.
“engga, aku bilang hari kedua sama terakhir. 2 hari. Tapi dari sekarang aja deh, besok hari kedua ga usah. Or are you a chicken?” tanyaku sambil agak meledek. Hayo.
Nat tampak menggerutu sedikit, tapi kemudian melepaskan lagi bra hitamnya. Kedua payudaranya yang kenyal seakan meloncat keluar saat dia membuka bra nya itu.
Sambil jalan ke arah kamar mandi, kucubit pelan salah satu puting Nat yang tampak sangat menggoda itu.
“Nah gitu dong, alatnya masih ada di tas ransel aku di saku paling depan ya.” Kataku sambil berlalu.
Nat menepis manja tanganku yang mencubit putingnya sekejap itu. Dia kemudian melanjutkan mengenakan baju sedangkan aku mandi dulu.
Selesai aku mandi dan memakai baju, kami udah siap berangkat. Nat hari itu mengenakan tanktop hitam yang dipadukan dengan sebuah jaket sporty, tanpa mengenakan bra. Celana olahraga pendek dan sepatu kets menjadi pilihan bawahannya untuk hari itu. Ditambah dengan rambutnya yang saat itu dia biarkan tumbuh panjang dan diikat dengan ponytail, Nat seperti biasa terlihat sangat cantik, seksi, dan berpenampilan sporty stylish.
Ya, kemarin2 aku emang udah menantang Nat untuk tidak memakai bra untuk nanti kami jalan2 keluar, semacam soft exhibition. Nat menyanggupi tantanganku itu dan tidak berkeberatan untuk tidak memakai bra, tapi agak terkejut dan risih mendengar request ku yang lain: dia juga harus menusukkan sebuah vibrator wireless kecil di vaginanya selama kami keluar.
Sebelum pergi keluar kamar, Nat sudah memberikan remote untuk vibrator itu kepadaku.
“Nih…ingat tapi jangan aneh2 banget ya! Awas aja!” katanya keberatan.
Aku hanya tersenyum dengan mesum. Nafsuku agak sedikit naik membayangkan seandainya kumainkan vibrator itu saat kami di tempat umum, kemudian puting Nat mengeras dan terlihat di balik tanktopnya, dan bisa dilihat oleh orang lain. Just to spice up our sex life a bit, pikirku.
Pertama-tama kami pergi ke salah satu fast food joint terdekat dari hotel untuk sarapan. Disana udah mulai ramai orang, tapi kami bisa mendapat meja dan tempat duduk di dekat pintu masuk, sehingga lumayan banyak orang berlalu-lalang melewati tempat kami duduk. Sebetulnya sengaja kupilih meja itu, apalagi dengan kursi Nat yang menghadap ke arah pintu masuk, sedangkan aku di depannya, sehingga orang yang baru masuk dari luar pasti bisa melihat suguhan pemandangan cleavage Nat yang agak terbuka, belahan dadanya lumayan terlihat di balik tank top nya yang tak ketat.
Selama makan, Nat yang sadar akan akal bulusku hanya menunjukkan raut muka yang mesem2. Aku hanya tertawa iseng dalam hati melihatnya beberapa kali agak berusaha menutupi belahan dadanya dengan jaket yang dia kenakan. Aku yakin memang sempat ada beberapa lelaki yang masuk ke dalam sempat mencuri2 pandang ke arah gundukan gunung kembar milik Nat, mungkin mereka agak curiga karena ada sesuatu yang agak tercetak disana dan ingin memastikan lebih dekat.
Time to dial up the game. Setelah Nat menghabiskan burgernya, mulai kunyalakan vibrator yang masih tertanam di dalam vaginanya. Level 1. Tak tampak perubahan apa2 di ekspresi Nat, tapi aku yakin dia mulai merasakannya. Nat hanya menatap ke arahku dengan pandangan mata seakan mengejek.
Agak kesal, langsung kunaikkan getaran vibrator itu menjadi Level 3. Tampaknya sekarang udah mulai makin terasa oleh Nat. Nat yang pada dasarnya memang mudah horny sekarang tampak agak mulai gelisah, beberapa kali dia mengubah posisi silang kakinya sambil masih berusaha menyantap french fries yang tersisa.
Aku sekarang tertawa puas dalam hati. Rasain, ngejek sih, batinku. Agak jahat juga sih, melihat Nat tampaknya kesusahan berusaha menahan rasa nikmat getaran vibrator sambil masih makan, dan juga menyembunyikan ekspresinya dari orang2 yang kadang masih lalu lalang di depan kami. Sampai akhirnya dapat kulihat puting Nat semakin jelas tercetak di tank topnya, dia yang menyadari pandanganku langsung menutup lagi bagian dadanya dengan jaket merah itu.
“Husss..udah ah…please udah puas kan? Udah 5 menit nih, susah nih geter nya kenceng kayak gini gampang lepas kalo ga aku tahan..” katanya setengah berbisik padaku yang masih tersenyum tengil.
“hahaha…yaudah2, tapi aku belum puas loh yah. liat aja.” Kataku sambil mematikan vibratornya.
Nat bernafas lega dan merapikan posisi duduk dan jaketnya. Tak lama kemudian kami pergi dari tempat itu, menuju tujuan selanjutnya. Sepanjang jalan kugenggam tangannya sembari kami berjalan, aku memang selalu sedikit bangga kalau jalan-jalan keluar dengan Nat seperti ini, seakan ingin memberitahu pada semua orang yang berpapasan dengan kami bahwa cewek cantik ini adalah kekasihku.
Tujuan kami selanjutnya adalah Gardens By the Bay. Matahari yang bersinar terik di atas sana membuat sekujur badanku basah kuyup oleh keringat. Aku memang lebih tahan dingin daripada udara panas. Begitupun dengan Nat, walaupun dia masih tetap lincah dan bersemangat walaupun di keningnya sudah berkumpul titik keringat setelah kami berjalan kaki lumayan lama. Lehernya juga udah basah dengan keringat, membuatku ingin langsung menciumi lehernya seandainya kami sedang bukan di tempat umum.
Saat kami telah memasuki area dalam national park tersebut, udara sejuk AC menyambut badanku yang sudah menggeliat seperti cacing kepanasan. Sangat segar rasanya. Memang hebat kemajuan teknologi zaman sekarang, dengan atap yang berupa kaca dan membiarkan sinar matahari masuk, udara di dalam masih bisa aja dibikin sangat dingin seperti ini. Aku dan Nat mulai berjalan mengelilingi berbagai macam taman yang ada di dalam, sambil sesekali berfoto dan melihat2 tanaman2 unik yang ada disana.
Keadaan disana ramai, tapi karena area Gardens yang memang sangat luas, tak terasa sesak oleh banyak orang. Sesekali kucoba memainkan lagi vibrator sambil kami berjalan, tapi Nat dengan leluasa bisa menahan getarannya karena sambil berjalan. Ah sial. Kami kemudian hanya lanjut mengelilingi seluruh Gardens sampai habis. Bahkan di dalam Gardens pun aku masih sempat menyadari beberapa lelaki yang terlihat mencuri2 pandang ke tengah2 jaket yang Nat kenakan. Atau mungkin hanya perasaanku saja.
Nat sendiri selama outing kami hari itu tak nampak risih tanpa mengenakan bra, hanya sesekali saja lebih menutupkan jaketnya kalau dia sadar dadanya terlalu kelihatan. Tapi selain itu, dia tetap riang gembira seperti biasanya. Aku yang sebetulnya bukan tipe orang yang suka keluar untuk rekreasi selalu luluh ikut menikmati date kami apabila dia udah ceria seperti ini. Ini juga salah satu dari sekian banyak hal2 kecil yang kusuka dari Nat.
Hari sudah beranjak sore saat kami keluar dari Gardens. Matahari udah tak berada di ufuk kepala lagi. Kami berjalan kaki melanjutkan date ke area Merlion. Kami duduk di sebuah area pejalan kaki, di bawah sebuah jembatan. Banyak orang terlihat sedang beraktifitas atau hanya meneduh beristirahat disana. Patung Merlion yang tegak berdiri terlihat dari tempat kami duduk, menyemburkan air tanpa lelah.
Aku dan Nat yang sedang duduk beristirahat hanya menatap ke arah sungai sambil menyantap es krim yang kami beli barusan. Banyak berbincang tentang berbagai hal.
“thanks a lot ya Ja, udah mau nyempetin dulu liburan kesini sama aku. Thanks for the date too.” Katanya sambil menggenggam tanganku.
“ah apaan sih, baru juga hari pertama. Masih ada besok sama lusa, santai aja.” Kataku tetap asyik menghabiskan es krim, harus cepat kuhabiskan sebelum meleleh dan mengotori tanganku.
“hmmm.” Nat hanya tersenyum sambil tetap menggenggam tanganku. Di saat itu memang betul kata orang, apabila sedang jatuh cinta, dunia terasa hanya milik berdua.
Aku yang balas tersenyum kemudian melanjutkan, “…udah siap?”
Nat tampak bingung sebentar sebelum matanya agak terkejut. Dengan tanganku yang sudah bebas dari es krim, aku diam-diam menyalakan lagi vibratornya dari saku celanaku.
Hahaha. Aku hanya terkekeh iseng melihat Nat yang tak siap menerima serangan vibrator itu. Apalagi rasanya akan lebih kuat kalau sedang duduk seperti itu.
“Iih apaan sih! Ngerusak mood aja kamu!” katanya menampar pundakku bercanda. “udah dulu deh iseng banget kamu.”
“hahaha…ya buat apa dipake kalo ga dinyalain Nat? yaelah kamu kan udah biasa pake juga.” Jawabku masih nyengir seperti kuda.
“mmmm…ya ngga kayak gini juga lah. Udah deehh udah romantis2 tadi malah kamu ganggu momen nya..” katanya memasang muka kesal, tapi aku tau dia hanya bercanda.
Akhirnya kumatikan lagi vibratornya, walau agak mengganggu momen romantis, tapi rasanya sangat worth it untuk dapat melihat mimik Nat seperti itu.
Saat matahari hampir terbenam barulah kami beranjak dari sana, menuju ke hotel. Tapi kami belum mau mengakhiri hari begitu saja. Kami hanya pulang untuk mandi, ganti baju dan istirahat sejenak, sebelum kemudian pergi ke luar lagi. Selain itu, Nat juga tidak memasang lagi vibratornya kali ini.
Kami kemudian pergi keluar lagi untuk bermakan malam di salah satu restoran. Berpemandangan laut, kami menyantap makanan yang ada sembari bercengkrama, mengobrol tentang banyak hal dan melepas rindu setelah sebelumnya dua minggu berpisah. Complimentary wine dengan cepat habis bahkan sebelum makanan habis, jadi kami memesan sebotol Red Label untuk menemani malam indah itu.
Kali ini suasananya memang terasa sangat romantis. Berulang kali kutatap ke arah mata Nat yang teduh, di sela2 obrolan, dan aku selalu merasa beruntung bisa mendapatkan dia. Nat bukanlah perempuan yang perfect, bahkan melihat masa lalunya, malah sangat jauh dari perfect. Tapi sekarang, at least she is perfect for me.
Nat sendiri merasakan hal yang sama terhadapku. Sebelumnya sudah berulang kali dia bilang terima kasih kepadaku atas kesempatan kedua yang telah kuberikan. Walaupun berulang kali juga kutepis karena semuanya dari usaha dia sendiri. Di bawah lampu kuning yang temaram dan membelakangi pemandangan laut dan langit malam hari, Nat menatapku dalam dan berkata.
“Ja, once again, makasih banget buat semuanya…” katanya mulai serius.
“oh yaudah biasa aja deh Nat….lagian kan emang udah kita rencanain dari lama juga.. aku juga perlu liburan kayak gini kok.” Jawabku menenangkan
“no, I mean…for everything..”
“you were there for me when I was at my lowest, you helped me get back up despite all I’ve done to you, you helped me rebuilt my whole life…”
“aku ga tau aku akan dimana sekarang seandainya kamu waktu itu ga ngasih aku kesempatan buat fix everything…abis kamu terima aku lagi, aku bisa sedikit2 berubah lebih baik sampe aku jadi kayak sekarang.”
Ucapan Nat sangat serius tapi dalam suasana haru. Aku sebetulnya speechless, aku ga tau harus bilang apa. Aku hanya menatap ke botol Red Label yang baru habis seperempatnya.
“Engga, Nat. Give yourself some credits… Kamu sendiri yang bisa pick up hidup kamu back on track. Aku cuma bantu aja sebisa aku…and along the way, aku bisa percaya lagi sama kamu karena usaha kamu sendiri juga. You’ve earned it.”
Aku menjawab sambil menepuk rambutnya pelan, sedikit kuselipkan jariku dan kuurut sampai ujung rambutnya yang saat itu tengah di ombre warna kemerahan.
“I don’t care about your past…your past is yours, sekarang kita cuma harus fokus, masa depan seperti apa yang mau kita bikin…” lanjutku tak kalah serius. Sebetulnya ini memang sesuatu yang sudah sering kupikirkan sebelumnya.
Mendengar itu, Nat tersenyum lebar sampai matanya sangat tipis.
“I love you. Happy Anniversary ya, Ja…” katanya masih tersenyum.
Oh, jadi ternyata Nat masih ingat tanggal ini, dan dia bahkan sekarang ikut menganggap tanggal ini sebagai tanggal jadian kita yang baru.
“Love you too.” Jawabku singkat.
Walaupun malam itu bulan tak nampak di langit malam, aku yakin dia ada disana. Kalau tidak, apa lagi yang telah menerangi hati kami berdua pada malam itu?