Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT OKASAN NO HATSU KOI - my mom's first love (racebannon)

kyokob10.jpg

OKASAN NO HATSU KOI – PART 63
(my mom's first love)

------------------------------

800-mi10.jpg

“Onegaishimasu!” Kyoko setengah berteriak siang itu sambil tersenyum ke arah ibunya. Sang ibu membalas senyumannya sambil mengambil cangkir yang berisi kopi itu dari meja counter. Setelah meletakkannya di nampan, sang ibu memberikan beberapa carik kertas kepada Kyoko.

Kyoko membacanya, dan ia mengangguk.

Di dalam kertas itu, tertera pesanan orang-orang. Dan tanpa diminta dan tanpa aba-aba, tangan Kyoko dengan cekatan memulai sebuah proses yang indah. Gerakannya dalam mengoperasikan coffee machine terlihat begitu lancar. Dia sudah hapal di luar kepala campuran-campuran yang diperlukan. Takaran demi takaran tentu saja dia sangat menguasainya.

Ditambah lagi, dia juga ahli dalam membuat latte art. Serahkan semua urusan dapur café ke Kyoko, maka semuanya aman.

Tampaknya menjadi orang yang bekerja di bisnis F&B adalah naturenya Kyoko. Dia benar-benar terlihat luwes, dan energinya tampak tak habis-habis. Di café milik keluarga Kaede ini, role pekerjaannya tidak tetap. Kadang Kyoko yang ada di balik counter, dan kadang dia juga bertindak sebagai waiter. Tiga anggota keluarga Kaede memang seperti sudah ditakdirkan untuk berkecimpung di dunia ini. Kecuali Kyou-Kun, yang memang berbakat dalam dua hal. Hal yang lainnya adalah musik.

Tapi untuk Kyoko, dunianya hanyalah café milik keluarganya, dan juga Hiroshi. Untuk sejenak, kesibukannya bisa membuatnya melupakan Hiroshi yang sedang sibuk bekerja magang di restoran ayahnya, walaupun selalu dilarang untuk berkegiatan sebagai tukang masak disana. Ayahnya memang asal dan mesum, tapi orangnya tegas dan benar-benar tahu caranya mendidik anak supaya jadi orang-orang yang seperti Hiroshi.

Untuk sementara, Kyoko berharap Hiroshi segera pindah ke Tokyo lagi, dan mereka bisa kembali satu kota lagi.

------------------------------

ad10.jpg

Kyoko sedang mencuci cangkir, gelas dan piring malam itu di dapur rumahnya. Dia habis makan malam. Kakaknya sudah pulang dari latihan musik, dan segera membantu sang ibu di dapur cafe. Setelah selesai dengan segala urusannya, dia bermaksud untuk membersihkan diri dan istirahat. Sudah bukan shift kerjanya lagi malam ini soalnya. Dan ketika dia sedang berjalan dari arah dapur menuju tangga, dia melihat ibunya duduk di sofa, terlihat kelelahan.

“Okasan?” tanya Kyoko ke arah sosok ibunya.
“Hmm?” jawab Miyoshi Kaede tanpa membuka matanya sama sekali.
“Okasan kenapa?”

“Entah, hari ini kok lebih lelah daripada biasanya, padahal hari ini pelanggan tidak sebanyak kemarin”
“Eh? Umur mungkin hehehe” tawa Kyoko sambil duduk di sebelah ibunya. Dia menatap muka kelelahan ibunya sambil tersenyum.

“Ah, kamu meledek saja….. Oh iya, Tanabe apa kabar?” tanya sang ibu.
“Ano… Dia masih di Ibaraki…”
“Iya itu sih aku tahu, tapi soal lamaran-lamarannya ke restoran-restoran di Tokyo, apakah ada perkembangan lagi?”

“Aduh… Aku lupa menanyakannya hari ini” kesal Kyoko pada dirinya sendiri.
“Hahaha, kamu bagaimana sih, masa lupa menanyakan hal yang penting soal pacar kamu sendiri…..”
“Ungg…” Kyoko memanyunkan bibirnya, tanda kalau dia kesal pada tingkah lakunya.

“Ngomong-ngomong, kalau waktunya tiba, dan kamu harus pindah dari Mitaka, aku sih rela-rela saja” sambung sang ibu.
“Eh?”

“Kenapa kaget begitu?”
“Ah, tidak… Ano…..”
“Suatu hari, kamu pasti akan menikah kan?” tanya sang ibu, retoris.

Dengan senyum tipis, Kyoko menatap ke arah ibunya.

“Aku tak tahu kapan kamu akan menikah, tapi kalau memang pernikahan kamu akan membawamu pergi dari sini, tentu aku, sebagai ibumu, tidak akan menahanmu pergi sama sekali”

“Okasan…”
“Hm?”

“Aku tidak ingin pergi dari sini…. Aku ingin sekali melihat café kita tumbuh, selamanya, sampai nanti aku sudah punya anak cucu, aku ingin café itu masih tetap ada…” balas Kyoko. “Jadi… Aku memang akan menikah suatu hari, tapi aku akan memastikan, bahwa aku akan tetap meneruskan usaha Okasan dan Otosan”

“Senang mendengarnya” balas Miyoshi Kaede. “Tapi kamu juga punya kebebasan untuk hidup seperti apa yang kamu inginkan”
“Ini yang aku inginkan” jawab Kyoko.

“Kamu tahu kan, aku aslinya dari mana?”

“Iya… Okasan dari Aichi” Kyoko masih mengingat memori-memori ia dan kakaknya bersama orang tuanya main ke Aichi, mengunjungi tempat asal ibunya, dan melihat-lihat kenangan masa kecil sang ibu.

“Aku tinggal di Tokyo karena ayahmu. Ini pilihanku untuk kebahagiaanku…. Aku tahu, kamu punya ambisi untuk meneruskan café kita. Tapi jangan lupa untuk bahagia. Kalau kamu nanti akan bahagia dengan cara mengikuti pasangan kamu, maka pergilah. Jangan terlalu khawatir soal café ini…. Oke?”

Kyoko diam saja. Di dalam pikirannya, jika ada lelaki datang untuk membawanya pergi dari tempat ini, dia akan menolaknya mentah-mentah. Di dalam kepalanya, dia merasa kebahagiaan dirinya adalah bekerja di café yang dirintis oleh orang tuanya.

Dia mengingat cerita pertemuan ibu dan ayahnya, yang kemudian berujung menjadi sebuah café yang menghidupi dirinya dan kakaknya. Dia ingat dirinya sewaktu masih kecil, ketika dia mencium harum wangi kopi yang dibuat oleh sang ayah. Sesaat, dia membayangkan jika nanti Hiroshi memintanya untuk menjadi istrinya, dengan kemungkinan tinggal di luar Tokyo, di Ibaraki misalnya.

Dalam hati, Kyoko menggelengkan kepalanya. Jika Hiroshi mencintainya, pasti Hiroshi lah yang akan berusaha untuk tinggal di Tokyo bukan? Apalagi Hiroshi tidak diperbolehkan untuk mewarisi restoran ayahnya, dan semua restoran yang ia lamar berada di Tokyo.

“Kyoko!”
“Ah, ada apa Ni-San?” Kyoko kaget karena kakaknya memanggilnya mendadak. Dia melihat Kyou-Kun menyeringai disana.

“Ada tamu” senyum sang kakak tampak jahil dan aneh.
“Tamu? Marie atau Kana bukan?” Kyoko mengernyitkan dahinya. Karena seingat dia, dia tidak ada janji dengan siapapun. Mungkin saja Marie datang, karena anak itu kadang-kadang suka random.
“Ah sudahlah, sambut dulu tamumu”

“Nnnn………” Kyoko tampak bingung, karena sang kakak tampak tidak ingin memberi informasi apapun soal tamu itu.

“Pergilah sana”

“Ah iya” Kyoko kaget karena ibunya menyuruhnya untuk menghampiri sang tamu yang misterius itu. Kyoko menarik nafasnya, dan dia berjalan pelan ke arah café. Kyoko melirik aneh ke arah muka kakaknya yang tampak penuh skema itu. Apa-apaan, memangnya siapa tamunya, kok main rahasia-rahasiaan, paling-paling Marie yang usil itu dan…..

“Eh?” Kyoko heran melihat pria yang sedang duduk di café itu. Senyum khasnya yang ramah menghiasi wajahnya.

“Haha” tawa sang lelaki.
“Hiroshi? Kenapa kamu datang kesini tiba-tiba? Kok tidak memberitahu dulu?” bingung Kyoko.

“Surprise”

Kyoko lalu dengan langkah cepat berjalan ke meja tempat Hiroshi berada dan dia langsung duduk di depan Hiroshi.

“Kamu… Baru datang?”
“Tidak.. Aku sudah di Tokyo dari tadi pagi, hahahaha” tawanya dengan riang.
“Kok tidak bilang-bilang?”

“Kan aku sudah bilang, kejutan…. Bagaimana sih kamu” senyum Hiroshi, yang sebenarnya merasa sangat bahagia karena sang kekasih tampak begitu senang menyambut kedatangan tiba-tiba nya ke Kaede Coffee and Sweets.

“Kenapa ada di Tokyo?”
“Tebak”
“Tebak?”
“Tebak saja”
“Ano…. Tidak tahu?”

“Lihat ini” Hiroshi Tanabe mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Dia mengeluarkan sebuah pin, yang bertuliskan sesuatu.

TANABE, H - TRAINEE

BISTRO DU VIN


“AH!” Kyoko tampak tersenyum dengan cerah dan dia langsung menggenggam tangan Hiroshi. Dia merasa doanya dikabulkan. Hiroshi akan kembali ke Tokyo lagi!

“Aku diterima, akhirnya… Hahahaha”
“Ah, syukurlah, akhirnya kamu ke Tokyo lagi” Kyoko tampak merona. Ketakutannya soal beda kota dengan Hiroshi kini sudah hilang. “Kapan kamu akan memulai?”

“Senin besok…. Aku akan bekerja keras”
“Aduh, aku tidak tahu harus berkata apa” Kyoko tersenyum begitu lebar.

“Ah, akhirnya, Tokyo lagi.. Dan aku bisa lepas dari Oyaji, dia menjahiliku terus-terusan, mentang-mentang aku disana cuma jadi kasir, atau tukang bersih-bersih” dengus Hiroshi dengan perasaan bangga, karena dia berhasil menjadi staf magang di salah satu restoran Prancis terkenal di Tokyo itu.

“Hehehehe” Kyoko tersenyum sendiri. Dia membayangkan masa-masa sewaktu dia kuliah. Dia tak sabar untuk segera berkencan dengan Hiroshi lagi, menonton konser bareng, sambil berjalan bergandengan tangan. Dan dengan kepindahan kedua Hiroshi ke Tokyo untuk memulai karir, tentu Kyoko tak usah khawatir lagi.

Andaikan saatnya tiba, Kyoko tidak harus pergi dari Tokyo. Dia akan menetap disini, karena kekasihnya sudah akan memulai hidup disini. Dan sekarang, Kyoko sudah melupakan bayangannya tentang kemungkinan pindah ke Ibaraki. Dia akan tetap di Tokyo, mewarisi café dari orang tuanya, dan memulai hidup dengan Hiroshi disini, jika saatnya nanti tiba.

==================
==================


haruko10.jpg

“Keren sekali Haruko” senyum Okasan kepadaku, saat dia melihatku mencoba sebuah jaket tracktop di salah satu toko yang bertebaran di Harajuku. Warnanya merah-hitam, dengan tampilan yang sporty, cocok kayaknya buat orang yang pengen jadi atlet bulu tangkis kayak aku.

takesh10.jpg

Aku cuma bisa haha hihi tanpa suara. Aku muter-muter terus di depan cermin, ngeliat betapa kerennya jaket ini.

“Ayo, kita bayar” senyum Okasan, sambil ngasih tanda ke aku untuk ngebuka jaket itu, supaya dia bisa bayar itu di kasir. Aku ngangguk dengan senang. Okasan langsung masuk ke antrian, dengan tertibnya. Dia ngasih tanda lagi supaya aku gak ikut ngantri. Aku dengan gerakan cepat, langsung berdiri di depan toko, ngeliatin orang-orang yang lalu lalang di Takeshita Dori, jalan yang paling sibuk di Harajuku.

Semua orang kayaknya gayanya maksimal disini. Orang-orang Jepang, Bule-bule yang liburan, semuanya keliatan keren di mataku. Di hari Jumat ini, aku mengagumi mereka semua. Terutama anak-anak sekolahan yang tetep pake rok dengan lucunya di tengah dingin ini. Kuat banget mereka ya, di musim dingin ini, mereka gak pake stocking yang ngelindungin kaki mereka.

Udah kebiasaan kayaknya.

“Haruko” tegur Okasan, setelah dia beres bayar, dia ngasih kantong plastik itu ke aku.
“Makasih mama”
“Sama-sama, Haruko” Okasan lalu ngegandeng aku, dan kita jalan ke tempat dimana Papa nunggu. Di Meiji Jingu, kuil kaisar Meiji. Katanya Papa, itu salah satu tempat pertama mereka berdua kencan. Salah satunya ke sana dan ke Harajuku. Katanya, Papa disini beliin oleh-oleh buat orang di Jakarta, ditemenin sama Okasan. Pasti lucu banget mereka berdua.

Awkward-awkward lucu gitu pasti, kayak dorama Jepang.

“Sekolah Mama dulu ada di dekat sini” bisik Okasan.
“Oh dimana?”
“Omotesando, jalan dari sini dekat sekali”
“Kesana yuk, aku mau liat” pintaku dengan nada riang.

“Sudah tidak ada gedungnya, Haruko, sudah pindah ke Ueno. Sekarang tempatnya jadi mall….” jawab Okasan dengan senyum khasnya. Aku cuma ngangguk-ngangguk aja.

Eh, aku papasan sama beberapa anak remaja cowok. Beberapa dari mereka bisik-bisik sambil ngeliat aku. Aku ngeliat balik ke arah mereka, dan aku bingung. Ngomong apa mereka? Tapi pas aku ngelirik ke arah Okasan, dia kayak ketawa-ketawa sendiri, tanpa suara gitu.

“Kenapa Ma?”
“Ahaha, tidak apa-apa… Anak Mama sudah besar rupanya”
“Eh, kenapa?”

“Tidak-tidak… Cuma lucu saja dengan Haruko dipuji oleh anak-anak lelaki” tawa Okasan dengan leganya. Aku cuma bisa natap dia aneh, sambi ngeliat dandananku sendiri.

Celana pendek, legging, sneakers, coat berbahan denim, dan sweater tebal. Em… Aku nyontek gaya ini emang dari streetwear anak-anak remaja Jepang. Lebih tepatnya, Shirley yang nyontek gaya ini terus dia kasih tau ke aku kalo ke Jepang pas Winter enakan pake baju apa, dan aku nurut aja. Mungkin anak-anak tadi ngerasa kalo aku orang Jepang juga.

Lucu. Disini aku berbaur. Di Indonesia, aku juga berbaur.

Aku jarang disangkain blasteran Jepang. Cuma orang yang suka jejepangan macem Tania, temen sekelasku itu aja yang bisa tau kalo aku setengah Jepang. Sisanya nyangkain aku Indonesia tulen, dan mereka baru ngeh kalo aku itu setengah Jepang setelah tau namaku siapa, dan siapa orang tuaku.

Tapi disini, rasanya juga gitu. Gak ada yang sangkain aku orang Indonesia. Dari tadi, kalau sama Papa, mereka berusaha untuk ngobrol pelan-pelan, pake bahasa isyarat, atau kalau anak muda, mereka lebih pede pake bahasa inggris yang jauh lebih mendingan daripada generasi di atasnya. Tapi kalau sama aku, mereka nyerocos begitu aja, dengan ramah tamah khas orang Jepang, dan menurut Okasan, mereka bener-bener nyangka kalau aku itu anak Jepang.

Yah, mungkin itu kali ya, the perks of being anak blasteran. Setengah Indonesia tulen dan setengah Jepang tulen. Haha. Mungkin karena itu juga aku jadi betah antri, gak kayak Om Stefan. Dia selalu becanda, katanya kalo Orang Jepang itu bisa sakit kalo gak antri.

“Oh ya, Haruko…. Besok Papa akan pergi dengan Kyou Ji-San, katanya urusan musik dan sebagainya, Haruko ikut Mama ya?”
“Eh, kemana?” tanyaku sambil kita berdua nyebrang dengan tertibnya, dari Takeshita Dori ke arah Meiji Jingu.

“Mama mau bertemu dengan teman-teman dari Senmon Gakkou…”
“Eh, boleh? Dimana?”

“Shibuya, tempat coffee shopnya Marie Ba-San” jawab Okasan.
“Oh boleh-boleh”

“Mereka juga akan membawa anak-anak mereka, anaknya Kana Ba-San dan Marie Ba-San ada yang seumur dengan Haruko lho” senyum Okasan.

“Oh iya?”
“Nanti berkenalan ya dengan mereka besok”

“Boleh hehehe” walau aku sebenernya bingung, kalo ketemu anak Jepang yang sepantaran. Antara bingung mau ngomongin apa, dan bingung mau ngomong pake bahasa apa. Aku cuma bisa Bahasa Inggris dan Indonesia. Dan aku takutnya mereka ga bisa Bahasa Inggris yang lancar.

“Oke kalau begitu, nanti Haruko akan berkenalan dengan teman-teman Mama, hehe” nada suara ibuku terdengar riang.

Mungkin gak besok aku bakal ketemu sama orang yang bertanggung jawab bikin masakan Okasan jadi enak? Apakah dia adalah mantan pacar Okasan seperti perkiraanku? Atau dia salah satu dari teman perempuan Okasan. Tapi perasaan, cuma ada dua nama teman akrab yang dia sebut selama ini, nama-nama yang aku inget dari kecil. Marie dan Kana.

Hmm…

Aku langsung mengkhayal, apa bakal aneh gak ya suasananya kalau Okasan ketemu sama mantan pacarnya yang ngajarin dia masak?

Entah. Tapi kalau besok aku ketemu sama orang itu, berarti salah satu rasa penasaranku akan terjawab. Dan aku jadi gak sabar nunggu besok.

Mudah-mudahan, beneran ketemu sama orang itu. Dan kita nyebut amin pelan-pelan dari dalam hati, supaya harapan kita jadi kenyataan.

------------------------------

BERSAMBUNG
 
CAST PART 62

- Haruko Aya Rahmania (16) anak semata wayang Arya dan Kyoko, tokoh utama MDT
- Kyoko Kaede (48) Sang Ibu, Istri dari Arya

Kyoko's Timeline:

438be411.jpg


- Kyoko Kaede (20)
- Hiroshi Tanabe (20), pacarnya Kyoko, teman di Senmon Gakkou

- Miyoshi Kaede (50) ibunya Kyoko
- Kyou-Kun / Kyoshiro Kaede (24), kakaknya Kyoko

Glossary :

Onegaishimasu : Tolong ya..
Otosan/Oyaji : Ayah
Okasan : Ibu
Onisan / Nii-San : Kakak Laki-laki
Obasan / Ba-San : Bibi / Tante
Senmon Gakkou : Sekolah Kejuruan (setingkat diploma)
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd