Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Yona dan hal majestik bernama Cinta (2nd Majestic)

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Numpang bikin tenda ya biar muncul di notif kalo ada update :beer:

Bagus ceritanta suhu, perspektif lain :baca:
 
Dasar cowok ga peka. Bukan nanya Yona malah ngewe cewek lain hahaaa!

Let your imagination flows freely like a river stream, buddy. You've just good at it.

Elu sama aja ga Peka mas :ha:

Nice story , delusi oe jd kmn mana nih :konak:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Keren ni perpindahan tokoh, eh korban mya, ngalir banget, ga maksain, ga diada adain juga.
Ditunggu updatean selanjutnya
 
Part 3
Cahaya Kilat yang Amat Indah
DSnrMQcVQAEqw1j


Sosok kak Rehan menghilang di sudut jalan, tapi tidak dengan perasaan gundah di hatiku.
Perasaan itu telah membuatku melakukan penolakan padahal waktu itu aku begitu agresif memintanya menjamah tubuhku tapi kenapa kini ada keraguan, ada sesuatu yang harus kupastikan sebelum aku bisa merelakan diriku direngkuh kembali olehnya.. Tapi ... Aku tak tahu hal apa itu ..

"Teteh tadi ngobrol sama siapa?"
suara Ibu membuyarkan lamunanku.

Aku mencium tangannya, beliau memandangiku dengan penuh kasih sayang, tegakah aku membohonginya ?
Tidak, tapi aku harus.

"Ah itu cuma orang yang menanyakan alamat Bu, kebetulan tadi teteh lagi di depan.." ujarku.

"Ayo masuk bu, ibu pasti cape .."
Aku merangkul tangannya dan mengajaknya masuk ke dalam, sepertinya Irvan dan Ayah sudah lebih dulu masuk.

Ibu memutuskan untuk mengganti pakaiannya dulu, aku dimintanya untuk menyiapkan kopi untuk Ayah.
Irvan ? dia pasti sudah mengurung diri di kamarnya, entah menonton Anime atau sekedar berburu merchandise di online shop, yang pasti dia tengah asik di depan layar komputernya.

Ayah dan Ibu duduk di ruang tv, mereka berdua sudah berganti pakaian rumah yang lebih santai. Aku membawakan kopi untuk Ayah dan lemon tea dingin untuk Ibu.
Di atas meja nampak beberapa kemasan cemilan yang sepertinya di beli Ibu saat perjalanan pulang.

"Nanti malam ada kegiatan teh ?" Ayah bertanya tapi matanya berkonsentrasi pada apa yang sedang dipegangnya, segelas kopi.

"He'em, latihan buat perform nanti rabu.."
ujarku

"Ohh... Hati hati bawa kendaraannya" kata Ayah singkat.

Aku mengangguk kecil, sibuk memilih milih cemilan mana yang akan kubawa ke kamar.
Ibu menyenderkan tubuhnya ke bantalan sofa, tampak sekali kelelahan di raut wajahnya.

"Tidur siang gih Bu, Ayah mah ga usah ditemenin.." saranku disambut delikan lucu dari mata Ayah.

"Ayah juga ga minta ditemenin Ibu kok, emang ibunya aja yang demen deket deket sama Ayah hahaha" canda Ayah, ibu mesem mendengarnya .

Aku meminta izin kembali ke kamar untuk sekedar bersantai sebelum memulai kegiatan malam nanti, lagipula waktunya masih jauh .

"Sekalian bawain ini, adekmu yang pengen tapi ga diambil" Ibu menyerahkan dua bungkus sale pisang kepadaku.

Aku mengambilnya dan segera melangkah menuju kamar Irvan.
Kamarnya berada di lantai dua, berseberangan dengan kamarku tapi pintunya letaknya disudut, jadi pintu kamar kami tidak berhadapan.
Sementara kamar orangtuaku berada di bawah, mereka takut kesulitan naik turun tangga nantinya kalau kamarnya berada di atas.

"Dek, teteh masuk yaa.."
Aku mengetuk pintu kamar Irvan .

"Ya. ." sahut Irvan pelan.

Aku menemukannya tengah asik di depan layar komputer persis seperti dugaanku.
Kids zaman now memang selalu asik sendiri kalau sudah berhadapan dengan komputer dan tentunya internet.
Bukan berarti aku kid zaman old sih, hanya saja aku tak sampai segitunya.

"Nih jajanan lo kan, gue taro sini ya.."
Aku menaruh cemilan yang tadi dititipkan Ibu di atas meja di samping ranjangnya.

Sementara Irvan tepat disebelah meja itu, duduk di kursi putar kedua kakinya naik, matanya fokus ke layar yang terletak di atas meja dihadapannya.
Aku memutuskan untuk tidur tiduran di ranjang tempat tidur Irvan.
Tanpa sengaja aku menangkap sudut mata Irvan tengah melirik ke arah ku. Saat mata kami bertemu, reflek Irvan mengembalikan pandangannya ke arah monitor.

"Kenapa dek ?" tanyaku curiga .

Irvan tak bergeming, dia tetap fokus.. tidak, dia pura pura fokus menatap apa yang ada di layar monitor, padahal ku lihat layar itu sedang di posisi homescreen.
Aku semakin penasaran, aku tahu Irvan anak yang pendiam tapi dia tak pernah memalingkan muka seperti sekarang, pasti ada sesuatu.
Aku duduk di tepian ranjang, ku arahkan pandangan ku lurus menatap Irvan.

"Serius deh kenapa, ngomong ajah.." aku mencoba bertanya sekali lagi.

Ku lihat Irvan mulai sedikit melirik ke arah ku, mulutnya sedikit terbuka seakan ingin mengatakan sesuatu.
Dia menarik sesuatu dari laci mejanya.
Sesuatu yang ku kenali dan membuat jantung ku hampir copot seketika.

"Ini ... Celana jeans siapa ..?" Irvan berkata begitu dengan suara bergetar, entah karena takut atau mungkin marah.

Aku terdiam seribu bahasa, urat uratku seperti tertarik hingga ke pangkal otakku, kepala ku berat dan keringat dingin mulai merembes dari setiap pori pori di kulit tubuhku.
Celana jeans itu milik kak Rehan terakhir ku ingat celana jeans itu dibiarkan tergeletak di ruang tv, setelah persetubuhan kami di ruang tv itu, bagaimana bisa aku segitu teledornya.

"Bu... bukannya punya lu... dek.."

Irvan mengernyitkan kening mendengar jawabanku, dia mengangkat celana jeans itu agar aku dapat melihatnya dengan jelas.

"Gue cuman punya jeans tiga potong, satu ini yang lagi dipake, dua lagi ada di dalem lemari .. Lagian ini merknya beda, gue ga pernah punya yang merk ini "
Irvan menunjukan belakang saku celana jeans kak Rehan yang bertuliskan Lepi's.
Sementara yang tertera di pinggang jeans yang dipakai Irvan bertuliskan Volcon.

"Lu masukin cowok ke rumah kan?"

Bagaikan sambaran petir dari badai terdahsyat yang menyambar ubun ubun kepalaku kata kata itu membuat tubuhku lemas sejadi jadinya. Kepalaku berputar cepat mencari alasan untuk menghindar tapi bukti yang dipegang Irvan membuatku tak bisa berpikir jernih.

"Oh bener ? Gila lu ! Lu ngapain di rumah berduaan sama cowok hah? Sampai lepas celana segala gini hah ?!"
Emosi Irvan sepertinya mulai meledak, kata kata yang keluar dari mulutnya semua bernada tinggi, ada tekanan dan rasa jijik terdengar dari ucapannya.

"Dek plis... Jangan kenceng kenceng nanti Ibu denger..." aku memohon sekuat asaku.

"Lu gak jawab pertanyaan gue ! Lu gak mau Ibu sampai tau ? Gue kasih tau Ibu sekarang !"
Berkata demikian Irvan lari menuju pintu hendak keluar dari kamarnya.

Aku tak mau menanti apa yang akan di lakukan Irvan jika dia berhasil keluar dari kamarnya, dalam kepanikanku ku raih tangannya dan ku tarik tubuhnya menjauh dari pintu.

"Tunggu dek ... Plis jangan dek... jangan..."
Aku terus terusan memohon, tak terasa cairan hangat mulai mengalir di pipiku .

Irvan menghentikan langkahnya, dia menatapku geram.
"Jawab siapa yang lu masukin ke rumah ini, dan ngapain aja lu berdua selama itu hah ? Jawab atau gue kebawah dan bilang ini semua sama Ibu!"
ancam Irvan.

"Re.. Rehan ..." jawab ku gemetar

"Ngapain ?!" Irvan sama sekali tak menurunkan suaranya, aku takut sekali Ibu mendengar lalu kesini dan semuanya akan menjadi semakin kacau.

"Plis dek jangan kenceng kenceng.. teteh jawab pertanyaan kamu.. tapi plis.."

Irvan menghela nafasnya mencoba menenangkan diri, kedua tangannya dilipat di depan dadanya, aku tahu dia menunggu jawaban dariku.

"Lu tau kan dek ... teteh juga udah dewasa.."
Aku berusaha menjawab tanpa menggunakan kalimat frontal, berharap Irvan menangkap maksud ku.

"Oh melakukan hal dewasa ! Oke bagus !
Dan siapa Rehan ini, hah siapa ??"

Siapa Rehan ?
Mendadak perasaan ganjil itu muncul kembali, kali ini lebih kuat dari sebelumnya hingga membuat dadaku sesak.

"Pacar ?? Bukannya kerjaan lu ada peraturan ngga boleh pacaran, apalagi ini keluarga juga ngga ada yang tau"

"Ngga bukan... bukan pacar.."
Aku sendiri tak yakin, tapi yang jelas tak pernah ada ikatan semacam itu di antara kami.

"Bukan pacar dan kalian sudah berani berbuat... ohh astaga..." Irvan tak berhasil menyelesaikan kalimatnya, sebelah tangannya menepuk keningnya sendiri dan menatapku tidak percaya.

Aku menunduk malu dan mulai merasa bersalah pada diriku sendiri. Tapi perasaan bersalah bukan lah yang membuatku merasakan sesak di dada, bukan itu, ada hal yang jauh lebih rumit mengisi rongga dadaku.
Irvan memegang pundakku setelah sebelumnya melempar celana jeans kak Rehan ke sudut terjauh di kamarnya.

"Sudah seberapa jauh jatuhnya moral teteh ?
Melakukan hal seperti itu dengan orang yang bukan siapa siapa, teteh udah bikin Irvan kecewa.." Suara Irvan merendah, tekanannya dalam dan dapat kurasakan kesedihan tersirat dari kata katanya.

Moral ?
Aku hampir lupa dengan hal itu.
Hal itu sudah lama kubuang setelah ku dikuasai nafsu birahi dan bertemu Rehan.
Dan setelahnya juga setelahnya.

"Jangan ngomong kaya gitu..."
Aku merasa tersinggung dengan kata katanya, meski aku sadar betul Irvan tak sepenuhnya salah.

Pegangannya di kedua pundakku berubah menjadi cengkeraman. Irvan mendorong tubuhku hingga jatuh ke tempat tidurnya.
Aku terkejut sekali dengan perlakuannya.
Belum sempat aku bangkit, Irvan keburu menindih tubuhku. Kedua tanganku dia satukan diatas kepalaku kemudian dia kunci dengan cengkeraman sebelah tangannya.
"Kenapa ? Lu tersinggung ? "

Irvan menekan tubuhku hingga tidak dapat bergerak, badanku yang mungil tidak akan berarti apa apa meski berontak sekalipun dibawah tekanan tubuhnya yang lebih besar dariku.

"Lu gak seharusnya melakukan hal semacam itu dengan sembarangan orang teh ... "
Wajah Irvan dekat sekali, aku memalingkan wajah ku dari tatapannya.

"Minggir dek ... Kamu jangan gila..."

"Berisik, lu harusnya sadar yang gila itu elu .."
Irvan menolehkan wajahku agar lurus dengan wajahnya, sejurus kemudian dia mendekatkan bibirnya mencium bibirku.

"Irvan.. mmhh"
Belum sempat aku melarangnya, bibir Irvan sudah lebih cepat melumat bibirku yang masih mengatup.

Aku sangat terkejut atas apa yang dilakukan Irvan, apa yang ada dipikirannya aku ini kakak kandungnya, dia tidak boleh melakukan hal ini kepada kakak kandungnya sendiri.
Saat aku tengah kalut dalam pikiranku, satu tangan Irvan yang bebas segera meraba payudara ku yang masih terbungkus Kaos putih yang aku kenakan.

"Irvan jangan.... Kita ini... Irvannn!"
Aku terus melakukan penolakan, tapi karena tanganku terkunci, aku hanya bisa menggerak gerakan tubuhku dan itu malah membuat tangannya semakin gencar meraba payudaraku.

"Kalo lu nyerahin tubuh lu begitu ajah ke sembarangan orang kenapa lo menolak gue ? Gue lebih lama mengenal lo dibanding siapapun!"
Entah kenapa kata kata Irvan membuat leherku tercekat.
Aku tak bisa berkilah dari ucapannya.
Tapi tetap saja, perbuatan Irvan ini tak bisa dibenarkan, perbuatan Irvan harus dihentikan.


Clik...

Eh

Air, menetes mengenai pipiku.


Ku tatap Irvan, dia menangis . Matanya telah basah, airmatanya mengaliri pipinya dan sebagian telah jatuh mengenai aku yang berada di bawahnya.

"Irvan..." panggilku pelan

"Lu bodoh banget sih jadi orang..." ucap Irvan suaranya parau.

Irvan menghentikan kegiatannya, matanya tertutup menahan laju airmata yang ingin terus mengalir keluar.
"Gue sakit ngeliat lu bego begini.
Setidaknya.... setidaknya.... Lakukanlah dengan orang yang sayang sama elu ...
Setidaknya... meski ga sebesar rasa sayang gue buat lu ... "
Irvan mengendurkan sebelah tangannya yang tadi mengunci tanganku.

Airmatanya mengalir deras tak dapat lagi terbendung.
Teriris hatiku melihat Irvan menangis kecewa atas perbuatan bodoh kakaknya, airmataku yang tadi mengalir karena rasa takut kini berganti menjadi airmata kesedihan.
Kata katanya tadi terngiang ngiang di telingaku, layaknya sebuah cahaya memberi jawaban atas kegundahan yang ku alami.

"lakukanlah dengan orang yang sayang sama elu.."

Jadi itukah yang aku cari ?
Aku coba mendengar isi hatiku,
ya pertemuan ku yang konstan dengan Rehan, sikap baiknya yang selama ini selalu memenuhi permintaan permintaan anehku, dia yang selalu mendengarku tanpa ragu, dia yang selalu ada kapanpun aku membutuhkannya telah cukup untuk mengetuk isi hatiku.
Aku butuh sebuah pengakuan, aku ingin dia merasakan apa yang ku rasakan, apa dia bisa mengerti ?

Irvan ... Adikku ..
Kata katamu membuat aku menemukan jawaban yang selama ini ternyata dekat dan ada di dalam hatiku, tapi aku terlalu bodoh untuk menyadarinya atau aku terlalu takut untuk mengakuinya.

"Dek... maafin teteh..."
Aku duduk dan menangkap kedua tangan Irvan yang menutupi wajahnya.

"Ngga ! Semua ini salah cowok berengsek itu, pasti dia yang mempengaruhi teteh sampai teteh bertindak bodoh begini!" ucap Irvan disela isak tangisnya.

"Ngga dek... Dia ga berengsek... Teteh yang salah, semua nya berawal dari kesalahan teteh.."

Aku pun menceritakan semuanya kepada Irvan, dari awal pertemuanku dengan Rehan, kejadian di kost'an, hingga yang paling terakhir di Rumah.
Aku menjelaskan awal pertemuanku dengan sangat detail agar Irvan mengerti bahwa kakaknya lah yang terlalu bodoh karena telah dijajah nafsu belaka.
Irvan berkali kali menasang wajah kaget, jijik dan kecewa mendengar kisah nakal kakaknya yang sangat jauh dari bayangannya.

"Tapi... tetep ajah cowok itu harusnya bisa mencegah ini terjadi sampai sejauh itu, dia bisa menolak kan !"
Irvan terdengar marah.

"Dia emang terlalu baik orangnya, apapun kapanpun dia gak pernah nolak kalo teteh minta sesuatu" jawabku.

"Kenapa dibelain terus sih ? Jangan jangan teteh mulai suka sama si Rehan ini?" tanya Irvan tepat sasaran.

"Kayanya ... Awalnya teteh ragu, ngga, bahkan teteh ngga ngerti apa yang teteh rasain ... Tapi kata kata Irvan tadi bikin teteh sadar, kalo ternyata teteh mulai punya perasaan sama dia.." ujarku.

Irvan terperangah mendengar jawaban ku
"Terus, dia gimana ?"

Aku mengangkat kedua bahuku.

"Si brengsek itu ! Biar gue cari dia!"
Irvan bangkit dan hendak berlari keluar kamar, tapi lagi lagi aku mencegahnya.

"Jangan dek, biar teteh yang menyelesaikan masalah ini sendiri ya.."
Aku berkata demikian sambil memeluk Irvan.

"Makasih dek... makasih banget.."
Tak terasa air mata ku mengalir lagi.

"Jangan bertindak bodoh lagi teh, tolong jaga diri ...
Biar Irvan keliatan cuek dan gak pernah bisa memulai obrolan, tapi Irvan selalu siap dengerin keluh kesah teteh"
Irvan membalas pelukanku dia merangkulku erat.

"Maafin Irvan juga.. Tadi Irvan khilaf udah berbuat gak sopan sama teteh" lanjutnya kemudian.

Aku melemparkan senyum padanya.
"Iya, teteh ngerti kok, kamu kan bertindak begitu karena pengen ngelindungin teteh kan?"
Irvan tak menjawab, dia hanya tersenyum malu malu.

Kemudian dia berjalan dan mengambil celana jeans Rehan lalu dari laci mejanya dia mengeluarkan sebuah dompet dan handphone.
"Ini aku balikin, semuanya punya orang itu..
Aku janji ini bakal jadi rahasia kita berdua aja, teteh tenang ajah, orangtua kita ga bakal tahu.."

Aku menerima barang barang itu dengan sumringah. Irvan balik ke meja komputernya kembali fokus dengan layar monitornya.

"Makasih yah dek, nanti pulang latihan teteh bawain soto bogor kesukaan kamu deh"
Aku mengecup pipinya.
Irvan buru buru mengibaskan tangannya membuat gestur mengusir.

Aku keluar kamar Irvan dengan perasaan lega, aku sungguh bersyukur memiliki adik baik seperti dia.
Bukan hanya membuat aku menemukan jawaban yang aku cari, tapi juga telah menghindarkan aku dari kemarahan Ibu.
Langkah selanjutnya tetap tak akan mudah bagiku. Bagaimana cara aku mengatakannya pada kak Rehan.
Rasanya sangat absurd jika aku langsung berterus terang mengenai apa yang mengganjal di hatiku selama ini.
Jika aku bertemu dengannya pasti dia berpikir bahwa aku membutuhkan dia untuk memuaskan nafsuku, tapi kali ini aku menuntut sesuatu yang berbeda, apa dia bisa mengerti ?
Atau dia akan pergi karena aku menuntut terlalu banyak ?
Tunggu, aku terlalu banyak berpikir ..
Aku bahkan tak tahu apa dia juga memikirkan perasaanku, toh selama ini hubungan kita tak pernah berlandaskan perasaan.
Kemuning senja dari langit di luar jendela menyadarkanku dari keruwetan yang ku alami.
Aku harus ke tempat latihan.
Rehan ?
Nanti saja, untuk sekarang aku akan menyerahkannya pada semesta lagi.
Sama seperti saat semesta mempertemukan ku dengannya.
Selanjutnya dan selanjutnya lagi.

 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Ah, kirain Yona bakal main juga sama adeknya, gak taunya enggak.

Tapi gak tau juga sih nanti ujung ujungnya giman, cuma Ts yang tau.
 
hmm cerita dorama tentang posesif² ya, salut buat ide lu bro bikin brosist complex gini, terbaik!
 
This is what I'm talking about. Teruskan seperti ini. Ku sudah dapet flow ceritamu. Mantab!
 
Rehan juga berengsek ya... Yeay ada temennya (?)

Btw seru nih kalo ada povnya irvan, gimana kecewanya dia dari perasaannya wkwk
 
Bimabet
Liat nanti ajah

Gue bikin story ga pernah pake plan kaya suhu besar crimson sih ekekek

Ngalir dan ngikutin feel ajah .

Ini kalo gue punya editor udah dikeplak berapa kali ya
:tabok:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd