Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Yona dan hal majestik bernama Cinta (2nd Majestic)

Status
Please reply by conversation.
Rehan nggak minat eksekusi yona pake baju ini? Wkwk

smtC5chw_o.jpg
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Part 2
To Find an Answer


DSRZEYfVAAAYPl7


Aku terjaga dan menatap sekeliling oh..iya aku berada di kamar Yona sekarang.
Pantas saja aku merasa asing, tapi mana Yona ?
Di sebelahku tak ada siapa siapa, di kamar ini juga tak ada siapapun selain aku.
Ku lemparkan pandanganku ke arah jendela, ternyata langit sudah terang, ku alihkan mataku dan melihat jam dinding, jam setengah tujuh pagi. Berarti Yona mungkin sudah bangun duluan.

Aku beranjak dari ranjang menuju wastafel, membasuh muka kemudian pergi turun. Terdengar suara decit kursi yang digeser dari arah dapur, aku menuju kesana .

"Ohayons..." sapaku melihat Yona tengah menyiapkan sesuatu .

"Hei.. pagi kak Rehan" Yona membalas sapaanku dengan senyum khasnya.

"Morning sex?" godaku sambil mengerlingkan mata.

"Ngga, sarapan aja" jawab Yona datar .

Tumben, bukannya Yona selalu semangat jika menyangkut soal seks ?
Terlebih semalam kami tidak melakukannya sama sekali.

"Nah ayo dimakan dulu.. Ini teh manisnya"
Di atas meja makan yang disiapkan Yona adalah semangkuk bubur, segelas teh manis, dan senyum Yona yang tak kalah manisnya.

"Loh lu ngga sarapan ?" tanyaku melihat porsi yang disiapkan hanya untukku saja.

"Aku udah duluan tadi, di abangnya"

"Hahh! Lu sarapan abang abang tukang bubur Yon!" Aku memekik kaget, akting.

"Ngga lucu, aku tinggal mandi ya"
Yona melenggang begitu saja meninggalkan aku sendirian di meja makan.

Ada apa dengan Yona ?, rasanya moodnya jadi berubah sejak percakapan semalam.
Apa aku berbuat sesuatu yang aneh semalam. Apa ada kata kata ku yang ternyata kurang berkenan. Sudah kuduga aku ini memang tak cocok berkata kata sok keren begitu.. Aaaghhhh

Cuph!

Eh, pipiku hangat.

"Ngga usah mikir aneh aneh" kata Yona mengagetkanku setelah kecupannya yang datang tiba tiba.

Ternyata dia pergi belum terlalu jauh dan melihat wajah murungku.
Karenanya dia kembali dan memberi sedikit kecup kejutan.
Aku meraih tangannya dan menariknya mendekat, ku kecup bibirnya mesra.

"Kak... aku belum mandi.."
ujar Yona memalingkan mukanya dari wajahku.

"Ngga apa apa.."
Aku memegang dagunya dan menolehkan lagi wajahnya ke arah ku.

Bibirku mendarat lagi di bibir tipis Yona, kali ini Yona menyambutnya.
Yona balas mengecup bibirku, kami bergantian saling memberi dan menerima kecupan.
Kecupan demi kecupan lama kelamaan berganti menjadi saling lumat, terbawa suasana yang mulai panas kini tak hanya bibir yang saling beradu tapi juga lidah yang bergantian keluar masuk menerobos kedalam mulut masing masing saling jilat, saling hisap bertukar kenikmatan berciuman.
Suara kecipak melenakan telingaku, ku raih pinggang Yona dan ku angkat dia serta merta ku dudukkan di atas meja makan.
Yona merangkul tengkukku memaksaku untuk memagutnya lebih dalam.

Sambil terus menghisap lidah mungil Yona, ku lepas kancing piyama sutra Yona satu persatu hingga terlepas dan memamerkan payudara indahnya yang tak terhalang apa apa lagi. Payudara itu kugenggam dengan kedua tanganku demi merasakan kelembutannya.
Tak tinggal diam, Yona juga menurunkan boxer dan celana dalam yang aku kenakan.
Di tengah tengah ciuman kami Yona menggenggam batang penisku dengan kedua tangannya, menggosoknya naik turun .

"Katanya ngga ?" Aku nyengir menatap Yona yang tampak serius memainkan batang penisku.

"Kamu sih mancing mancing .." tukas Yona wajah kesalnya dibuat buat, malah jadi nampak lucu.

Puting Yona menegang menerima rangsangan dari kedua tanganku. Maka kucubit pelan antara jempol dan telunjukku membuat tubuh Yona sedikit bergelinjang.

"Awhh... Mhmhh" desah Yona saat putingnya kumainkan.

Iya benar, reaksi itu yang ku harapkan darimu Yona, aku akan melakukannya lagi dan lagi.
Yona melenguh, dia tidak dapat berkonsentrasi lagi pada penisku, kocokannya berubah jadi usapan lembut saja, aku tak akan protes, itu saja cukup untuk membuat penisku selalu siaga.

"Boleh masukin ?"

Yona menggeleng, dia menggeser tubuhku mundur. Yona turun dari meja kemudian berlutut dihadapanku.

"Kamu belum pernah coba ini.."
Kata Yona sembari mengapitkan payudaranya dengan kedua tangannya.
Jari jari kecil Yona terhisap daging payudaranya yang besar .

"Emang kamu bisa?" tantangku yang paham gelagat Yona.

"Kalau tidak dicoba tak akan tahu~" Yona menyanyikan sepenggal lirik lagu River.

"Ahaha, iya juga.. Baiklah.. nih"
ujarku, kuselipkan penisku di antara apitan payudara Yona.

Yona makin merapatkan jepitan payudaranya dengan menekan kedua sisi payudaranya kedalam, akibatnya penisku semakin tenggelam dan sukses membuatku susah payah untuk tidak menjerit nikmat.

"Dou ?"
Yona menatapku dari bawah dengan mata bulatnya.

"Kimochi.." jawabku malu malu
Yona tersenyum mendengar jawabanku.

"Yokatta.. sekarang.."
Yona merapatkan tubuhnya hingga hampir menempel dengan pahaku.

Kedua tangannya mulai digerakkan, membuat payudaranya bergetar naik dan turun memijat batang penisku yang mulai memerah.
Aku sedikit menurunkan pinggangku agar memudahkan Yona menservis penisku dengan jepitan payudaranya.
Rasa gatal mulai menjalar ke seluruh indra perasa pada batang penisku. Yona sempat mengalirkan liur dari mulutnya terjun bebas menuju belahan dadanya tempat penisku terjepit nikmat, liurnya itu membuat gesekan payudaranya menjadi licin, sehingga Yona semakin mudah menggiling penisku dengan daging payudaranya.

"Jangan ditahan... pejuin toket aku.." goda Yona mesum.

Jangan bercanda, aku sama sekali tidak menahan diri.
Kehangatan, kelembutan, dan tingkat kekenyalan payudara Yona yang tanpa henti menggiling penisku membuatku sulit mengatur nafas.
Aku memegang pundak Yona dan mulai menggerakkan pinggulku maju mundur.
Kenikmatan itu kian bertambah lantaran Yona menjulurkan lidahnya setiap penisku mengintip keluar dari lembah payudaranya.

"Se.. sedikit lagi Yon... hmmh" ujarku terbata bata akibat menahan rangsangan yang kian memuncak.

"Iya... aku siap... pejuin aku kak Rehan... kotorin aku.." ucap Yona vulgar

Aku mempercepat pompaan pinggangku, tubuh Yona sampai terguncang guncang akibat tindakanku.
Rasa gatal itu sudah sampai diujung, geli, nikmat, aku tak dapat menahan bendungan ini lagi Yona.
Kuhujamkan dengan kasar, dan berkat jepitan payudaranya yang semakin erat, jebol lah pertahananku.
Akibatnya semprotan sperma meluncur begitu deras, menembak hingga mengenai pipi ... dagu .. dan semprotan semprotan kecil terakhir membasahi payudara Yona.

"Anjir... nikmat banget yon... hahh" pujiku ditengah tengah orgasme yang ku alami.

Yona melepas payudaranya gantian tangannya menggenggam penisku, dengan cekatan dia menuntunnya masuk ke dalam mulutnya.
Di dalam mulutnya dia menjilati sekujur batang penisku, dia keluarkan sebentar kemudian dia lumat lagi dalam mulutnya.

"Udah... Huft.. Aku perlu mandi beneran sekarang" ujar Yona setelah selesai memandikan penisku dengan mulutnya.

Yona mengusap ngusap dadanya yang dibanjiri oleh cairan spermaku, bahkan sebagian sudah luber menuju pusarnya.

"Yon.. kontol gue masih sanggup kok, lu gak mau ?" kataku sambil memamerkan penisku yang masih gagah berdiri.

Ada sebersit keraguan dari sorot mata Yona, tapi aku tak dapat menerjemahkan maksud tatapannya itu.
Yona berdiri, menyilangkan piyamanya untuk menutup tubuhnya.

"Ngga, lain kali ajah ... Aku beneran mandi dulu ya, kak Rehan juga sarapannya belum di makan tuh, dimakan dulu gih"
Yona melambaikan tangannya dan beranjak pergi.
Aku menunggunya benar benar menghilang, berharap dia merubah pikirannya dan kembali lagi, tapi ternyata tidak.
Buatku ini pengalaman pertama,biasanya aku membiarkan partner bercinta ku untuk orgasme terkebih dulu.
Tapi tadi hanya aku saja yang orgasme, tunggu.. Apa yang tadi itu termasuk bercinta ? Sepertinya tidak.
Suara perut keroncongan membuyarkan lamunanku, ah iya, aku belum menghabiskan sarapan yang disiapkan Yona.
Berpikirnya nanti saja, mari kita puaskan perut lapar kita dulu .


oOo​

"Maaf ya, jadi kaya ngusir.."
Ujar Yona mengantarku sampai ke depan gerbang rumahnya.

"Iya ngga apa apa, daripada kepergok keluarga lu kan berabe.."
Aku menaiki motor matic ku tanpa menyalakan mesinnya.

"Soalnya mendadak, ini gara gara si Irvan ga betah lama lama disana, harusnya malem jadi siang pulangnya.." lanjut Yona.

"Gue ngerti kok, btw lu ngga apa apa kan?" tanyaku

"Ngga apa apa gimana?" Yona balik bertanya, heran .

"Soal seks... Kayanya lu jadi kurang bersemangat.." lanjutku

Yona kaget mendengar apa yang ku katakan, matanya memperhatikan keadaan sekitar, mencari cari barangkali ada orang yang tak sengaja lewat mendengar perkataanku.
Aman, komplek rumahnya sedang dalam keadaan sepi.

"B..bukannya gak semangat.. Tapi.." Yona berkata ragu.

"Tapi..?"

"Entah ya... Aku ngerasa ada yang kurang"
ujar Yona melanjutkan.

"Hee? Kurang puas ? Kurang nikmat ? Kurang lama ?" cerocos ku .

"Ngga , bukan .. Bukan itu ..
Sesuatu yang lain... baru baru ini aku juga ngerasainnya... Kaya ada sesuatu yang mengganjal..." timpal Yona, wajahnya mengerut seperti sedang berpikir.

"Hmmm ... rumit ya..." Aku menyerah untuk memikirkan hal itu sekarang.

Dari ujung jalan terdengar deru mobil berjalan mendekat.
"Ehh kak Rehan, itu keluarga aku ! Sana sana !" ujar Yona panik.

Aku yang ikut panik buru buru menstarter motorku, pamit, dan langsung tancap gas.
Untungnya sempat, tak berapa lama dari kaca spion aku melihat mobil itu langsung masuk ke rumah Yona.
Setelahnya ku lihat juga Yona menutup pagar sambil mengintip ku yang menghilang di ujung jalan.


Selasa siang, di tengah jalan aku yang sedang bingung memutuskan untuk mampir ke cafe ku, sekedar berkunjung daripada nanti gabut lagi di rumah.
Perjalanan kesana tak memakan banyak waktu, apalagi karena titik awalnya dari rumah Yona.
Sekitar lima belas menit saja, aku sudah tiba di pelataran parkir cafe milik ku.

"Santo mana ?" tanyaku pada pegawai di bagian kasir.

"Di ruangannya pak" balas pegawai yang bernama Sinta itu.

"Senyum nya jangan lupa, saya ke ruangan Santo dulu " kataku berlalu pergi.

"Baik pak.." Sinta menyunggingkan senyum terpaksa.

Cafe ku terdiri dari dua lantai. Lantai dua di khususkan untuk kantor ku dan beberapa ruangan untuk pegawai.
Sementara hampir semua kegiatan difokuskan di lantai satu.
Santo adalah teman sekaligus sahabat ku dari kecil dia kupercaya sebagai manajer yang mengurusi segala keperluan cafe, termasuk keperluan pegawai juga.
Ruangan Santo ada disudut ruangan di lantai satu, sebenarnya sudah kusiapkan ruangan untuk dia di lantai dua, tapi ditolaknya karena katanya akan lebih mudah bagi dia beraktifitas jika dia dekat dengan pelanggan.

Aku mengetuk pintu ruang kantor Santo, memastikan dia ada di dalam.
"Nto, gue masuk ya ?"

"Yaa..." balas Santo dari dalam.

Aku pun membuka pintu dan masuk ke dalam. Santo tengah sibuk mengetik sesuatu di hadapan monitornya.

"Itu si Sinta udah berapa bulan di sini masih ga bisa senyum aja sih?"
Tanyaku sambil menghempaskan bokongku di sofa coklat yang tersedia, menyamping jika dari sudut meja kerja Santo.

Santo menyudahi pekerjaannya, bangkit dari kursinya kemudian berjalan menuju ke depan meja kerjanya. Menuangkan segelas air putih dari mejanya kemudian meletakkannya di meja yang berada di hadapanku.

"Kan udah wataknya begitu ..." jawab Santo singkat.

"Kirain bisa berubah gitu, sayang padahal wajahnya mah cantik.. Mirip mirip dek idol hehehe" kataku cengengesan.

Memang alasan ku dulu menerima Sinta jadi pegawai sesederhana itu, karena wajahnya cantik. Paras manis khas sunda, kebetulan asli dari indramayu. Kalau dibilang mirip siapa sih, apa kalian masih ingat Nina Hamidun ? Nah itu, mirip .

"Ngomong ngomong soal dek idol, itu ada pelanggan yang mirip kaya dek idol di luar"
ujar Santo sembari menyulut sebatang rokok.

"Mirip siapa ?" tanyaku penasaran.

"Gue gak hafal nama, kalo gak salah mirip yang main di Tetangga Gitu Masa .."
jelas Santo, asap putih ikut keluar bersamaan dengan kata kata yang keluar dari mulutnya .

"Chelsea ?"

"Bukan .. Yang satunya lagi.."

"Tante Sophia?"

"Gila lu, yang muda!"

"Oohh.. Tania ? Hah ? Tania ? Mana mana ?" Aku buru buru bangkit dari sofa dan hendak memeriksa langsung pelanggan yang dimaksud Santo, jika benar itu mirip Tania yang tak lain dan bukan adalah Shania Junianatha, maka pastinya cantik dong.

"Bentar bos. Gue tau sih elu cuek berpenampilan tapi... pfftt" Santo tersedak oleh tawanya saat mengomentari penampilanku.

"Lah emang gue kenapa... Eh anjing!"
Aku cengo melihat penampilan ku yang cuman pakai boxer dan kaos polos berwarna hitam.

Aku baru ingat aku belum berganti ke pakaian asalku sewaktu hendak pulang dari rumah Yona.
Yang berarti celana jeans, handphone, bahkan dompetku tertinggal di rumah Yona.
Semoga benda benda tertinggal itu tidak menjadi masalah disana, setidaknya begitulah harapanku.

"Kalo mau lihat buruan, dia udah setengah jam lebih disini" kata Santo membiaskan kecemasanku.

"Oh iya, prioritas dulu. Yang mana sih ?"

"Meja ketiga, deket jendela, pake dress one-piece warna putih" terang Santo, rokoknya sudah habis dan dia hendak menyulut sebatang lainnya.

"Oke jelas, btw kurangin ngerokok Nto, gak sehat " ujarku sambil berlalu ke luar ruangan.

Mataku langsung menyusuri meja meja pelanggan, menuju ke arah yang dijelaskan Santo sambil berjalan mendekat.
Di meja ketiga memang ada seorang cewek duduk sendirian, segelas kopi di hadapannya sudah tinggal nodanya saja. Cewek itu nampak familiar, dan ku lihat di dagu kanannya terdapat tahi lalat. Ini sih bukan mirip !

"Hey... kapten.." sapaku setelah melihat wajahnya dari depan .

"Kak Rehan! Kok di sini ?" Shania sama sekali tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

"Emang harusnya dimana ? Yang maennya jauh justru lu lagi" balasku.

"Oh ... Iya bener ." timpal Shania malas.

Shania mengalihkan pandangannya ke luar jendela, melihat ramainya jalanan kota Bogor siang hari.
Melihatnya melamun membuat ku teringat Yona tiba tiba, memang wajah samping Shania memiliki kontur yang sama dengan Yona.

"Ikut gue bentar yuk, ada yang mau gue tanyain" aku menggenggam tangan Shania bermaksud mengajaknya pergi.

"Dih , apaan pegang pegang!" tukas Shania menepis genggaman tanganku.

Duh aku hampir lupa, Shania mode normal kan galak begini ya. Harus pelan pelan, harus gentle.

"Sorry, tapi bener nih , gue lagi butuh bantuan lu, please.." kataku memohon.

"Bantuan ? Soal apa ?" Shania mulai penasaran .

Aku agak sungkan mengatakannya, karena disekeliling ku ada beberapa pelanggan yang mungkin bisa mencuri dengar percakapan kami.

"Jangan disini, ikut gue dulu yuk ke atas?"
saranku.

"Ke atas ? Emang boleh ?"

"Boleh, gue sama yang punya cafe temenan kok dari kecil, Yuk!" ujarku sedikit berbohong.

Shania membereskan barang barangnya yang tergeletak di atas meja kemudian memasukkan semuanya kedalam tas jinjing silver yang dia bawa.

"Yaudah, tapi jangan aneh aneh" katanya sambil mengacungkan telunjuknya di depan wajahku.

Aku mengangguk setuju lalu berjalan di depan Shania menuntun ke tempat yang harus kami tuju. Aku memintanya berhenti sejenak di depan ruangan Santo, ada yang harus ku laporkan terlebih dahulu.

"Nto, bilangin yang lain jangan naik ke lantai dua dulu" ujarku mengintip dari balik pintu .

"Huh ? Okey ?" Santo setuju meski tidak mengerti apa maksudnya.

Aku mengacungkan dua jempol padanya kemudian bergegas kembali menuntun Shania ke lantai atas.

"Naik tangga itu Shan ..." tunjukku dan mempersilahkan Shania untuk berjalan di depan.

Shania menurut dan berjalan duluan, satu persatu undakan tangga ia naiki tanpa sadar aku di belakangnya memperhatikan rok Shania yang tersingkap.

"What a nice view capt..." batin ku, atau setidaknya begitu ku kira, hingga Shania menatapku dengan wajah geram.

"Jalan duluan lu ! Mesum !" omel Shania memergoki ucapan yang ternyata keluar dari mulutku.

"Yah tanggung Shan..."

Bletak!

Jitakan Shania sukses mendarat di ubun ubun kepalaku membuatku harus mengusap ngusap kepalaku untuk meredam rasa sakitnya.

Ruangan pertama yang kami temui di lantai dua itulah kantorku.
Aku mempersilahkan Shania untuk masuk ke ruangan tersebut, saat sudah di dalam diam diam aku mengunci pintunya.

Ruang kantor ku ukuran dan segala isinya persis sama dengan ruangan Santo, perbedaannya hanya keberadaan jendela di belakang meja kerjaku yang menghadap langsung ke luar gedung.

Shania duduk di atas sofa bahkan sebelum ku suruh.
"Jadi minta bantuan apa ? Sampai harus ke tempat sepi begini."
ujar Shania, matanya memperhatikan seisi ruangan.

"Minta bantuan ini..."
Kataku sambil memamerkan tonjolan yang muncul dari balik boxer yang ku kenakan.

Shania reflek menutup matanya dengan kedua telapak tangannya.
"Dih apaan sih ! Udah ku bilang jangan aneh aneh!"

Aku berdiri mendekat ke hadapan Shania. Menarik salah satu tangannya dan mengarahkannya untuk menyentuh tonjolan dari penisku.

"Gue serius, habis ini ada yang mau gue tanyain. Tapi kita harus... ya lu ngertilah"
ujarku.

Shania mengintip dari jemari sebelah tangannya yang masih menutup matanya.

"Haruskah..?" tanya Shania ragu .

"Emang lu ga kangen sama doi?"
Dengan sengaja aku menggosok gosokan tangan Shania yang tengah menyentuh tonjolan penisku.

Shania menurunkan sebelah tangan yang tadi menutup matanya. Pipi gembilnya bersemu merah. Matanya menatap lurus memperhatikan apa yang sedang diraba oleh tangannya.

"Aku... harus ngapain?"

Bingo !

Cara lama merajuk Shania ternyata masih berhasil atau mungkin memang begini cara membuat Shania mau diajak bercinta.

"Oh iya lu kan belum berpengalaman ya, untuk sekarang lu gue ajarin blowjob dulu"
kataku segera setelah Shania memakan umpanku .

"Blowjob? Kerjaan macam apa itu?" ujar Shania polos.

"Pertama, lu buka dulu celana gue"
perintahku sambil menuntun tangan Shania untuk menurunkan celanaku.

Celana boxerku meluncur bebas, disusul celana dalam yang juga ikut diturunkan oleh tangan Shania.
Melihat penisku yang tegang mengangguk ngangguk Shania merasa jengah, wajahnya menengok kesana kemari bingung.

"Kaya yang baru pertama kali liat ajah sih, sekarang pegang terus kocokin"

Shania mencoba tetap fokus memandang penisku yang berkedut kedut digenggamannya,dengan ragu ragu dia mengurut batang penisku maju mundur secara perlahan. Kocokannya masih terasa kikuk, aku memakluminya karena Shania kan masih pemula.

"Cukup... Sekarang coba lu emut kepala kontol gue Shan"

"Eh... Emut ?" Shania memperhatikan kepala penisku, matanya nanar .

"Iya, masukin ke mulut lu, pelan pelan ajah"

Shania berhenti sejenak, pandangannya tak pernah lepas dari penisku yang sedang bersemangat. Dengan ragu ragu dia membuka mulutnya kemudian mendekatkan kepala penisku ke hadapan bibirnya.
Aku membantu mengasongkan penisku untuk menembus masuk kedalam mulut Shania.

"Yup... Biarin mulut lu terbiasa dulu sama ukuran kontol gue" saranku.

Tapi sepertinya nafsu Shania mulai menguasai dirinya, lidahnya menyapu bagian bawah batang penisku sehingga aku mulai merasakan kehangatan yang nikmat. Tak berhenti sampai disitu, perlahan Shania menggerakkan kepalanya maju mundur membuatku sedikit terkejut.

"Oh... Ya, gue tau lu emang punya bakat..
Silahkan ikutin naluri lu Shan" pujiku.

Shania menggenggam pangkal penisku yang tak muat masuk ke dalam mulutnya, mengocoknya seirama dengan gerakan kepalanya.
Lidahnya yang semula hanya menyapu bagian bawah penisku kini membelit melingkar hingga kebagian atasnya dan berkat gerakan maju mundurnya penisku terasa seperti diurut oleh sesuatu yang hangat dan basah.

"Hmmmh... Bener gitu..." aku mulai mendesah keenakan.

Shania menatapku dengan mata sipitnya, sepertinya dia ingin tau seperti apa ekspresiku kala dia mengerjai penisku.
Aku tersenyum membalas pandangannya, meyakinkan bahwa yang dia lakukan membuatku merasa nikmat.

"Kak Rehan..." Shania melepas kulumannya dari penisku.
"Aku mau ini ... di... di.."
Shania tampak ragu ragu mengatakannya.

"Lu mau kontol gue ? di ?"
Meski aku tau maksudnya, tapi aku ingin sedikit menggodanya.

Shania menyenderkan tubuhnya di sofa, meregangkan kedua pahanya lebar lebar.
Roknya yang tersingkap memamerkan CD warna krem yang kini disibakkan ke samping oleh jemari lentik Shania, hingga terpampanglah vagina Shania yang sangat menggugah selera.

"Di.. Sini.." kata Shania suaranya tercekat.

Aku menaruh sebelah lututku di sofa, kemudian memposisikan penisku tepat di bibir vagina Shania.

"Di sini..? Di mana ?" aku terus terusan menggodanya.

"Ahh kak Rehan ngeselin.. Buruan masukin... Kontol kak Rehan di memek aku.. cepettt!" ujar Shania tak sabaran.

Aku tersenyum penuh kemenangan, kau tahulah Shania mode begini seratus persen lebih menyenangkan daripada Shania mode galak.

"Okey nona manis, seperti yang lu minta"

Dengan sedikit dorongan pinggulku, penisku menyeruak masuk membelah lubang vagina Shania yang masih terasa sangat sempit.

"Ahnnn... kak.. pelan pelan..." rengek Shania saat penisku baru masuk seperempatnya.

Aku mengayun pinggulku dengan perlahan dan sabar hingga penisku tenggelam hampir seluruhnya. Dinding dinding vagina Shania dengan rapat menyelimuti batang penisku memberi sensasi pijatan hangat yang sangat nikmat.

"Enak ? Gue genjot ya?"

Shania mengangguk pelan, bibir tipisnya meringis menahan rasa sesak di dalam vagina nya yang terjejal oleh penisku.
Mendapat persetujuan Shania aku mulai menarik mundur pinggangku lalu kemudian kuhentakkan maju.

"Awhh..... mhhhhh"

Shania mulai mengeluarkan desahannya.
Aku pun mulai memompanya dengan tempo lambat.
Dengan berpegangan pada senderan sofa kubuat Shania merasakan nikmat dari hujaman penisku.
Tubuhnya ikut terdorong maju mundur mengikuti gerakan pompaanku, tangannya terkepal menggenggam lengan sofa menahan rasa nikmat yang menderanya.
Tak berapa lama aku menaikkan tempo genjotanku membuat tubuh Shania terguncang guncang.
Suara peraduan kelamin kami pun mulai menggemakan suara kecipak, menghipnotis diriku membuat ku semakin bernafsu menggarap Shania.

"Ehhh... memek aku gatel kak... nhhhh"
racau Shania.

Aku tau itu pertanda orgasmenya semakin dekat. Maka aku berganti berpegangan ke kedua pahanya yang terbuka lebar, sehingga penisku menyeruak semakin dalam.
Menggaruk garuk dinding vagina Shania yang katanya semakin gatal.
Kupercepat genjotanku membuat Shania semakin blingsatan menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan.
Saat kurasakan vaginanya semakin menjepit batang penisku semakin erat, kuhujamkan dalam dalam batang penisku hingga mencium bibir rahimnya.

"Ahhhhnnn... Aku keluar... kaakkkhhh"
Shania menjerit cukup keras, kepalanya menengadah, tubuhnya bergetar hebat.
Sementara vaginanya yang berkedut kedut membuat penisku merasa gatal.

Ku geser tubuh Shania hingga tidur melintang di atas sofa tanpa melepas peraduan kelamin kami. Posisiku di bawah selangkangan Shania, duduk berlutut di atas sofa.
Tak mau menunggu, aku langsung menggenjot vagina Shania yang masih berkedut kedut.
Shania mengerang karena tentu saja di tengah orgasmenya vagina Shania sedang di tingkat sensitifitas tertinggi.

"Tungguuu.. Ohh... mmhhhhaaaannnhhhh"

Erangannya itu justru semakin membuatku bersemangat dalam memompa vagina sempit Shania.
Kedua tanganku bertumpu pada bantalan sofa di kedua sisi tubuh Shania yang terguncang heboh. Aku merasa hujaman penisku sudah masuk begitu dalam, terus menggaruk lubang vagina Shania yang semakin dibanjiri cairan kewanitaannya.

"Nghhh... kok mau keluar lagi... kak.... oohhh"

Vagina Shania lagi lagi menjepit penisku dengan begitu rapatnya, saat kuhujamkan lagi penisku dalam dalam kurasakan ada cairan yang menyembur membasahi sekujur penisku.

"Tuh.. kan... keluar lagi.. ngghhhhhh"
Tubuh Shania kembali berkelojotan diterpa badai orgasme keduanya.
Mulutnya terbuka tanpa mengeluarkan suara. Kali ini kubiarkan dia tenang meresapi orgasmenya.

"Balik badan Shan, gue mau masukin dari belakang.." perintahku.

Sedikit linglung sepertinya Shania mendengar ucapanku, dia membalik badannya, kedua tangannya bertumpu pada salah satu sisi lengan sofa. Pantatnya secara otomatis menungging di hadapanku. Aku pun berlutut di belakang tubuh Shania yang berpose sangat erotis.
Kusingkap roknya, lalu dengan tak sabar kusibakkan lagi CD kremnya yang masih menghalangi. Penisku dengan mudah masuk ke dalam vagina Shania yang sudah sangat becek.

Shania melenguh pelan saat penisku tenggelam dalam vaginanya.
Dengan berpegangan pada bongkahan pantat Shania aku langsung memompa vaginanya dengan kasar.

"Kak.. uhhh... pelan dong.." ratap Shania

"Gue bentar lagi inih... tahan ajah yah..."

Tubuh bongsor Shania pun tak kuasa menahan genjotan kasar ku, tubuhnya terdorong dorong hingga dia harus berpegangan kuat kuat .
Aku sudah dikuasai nafsu birahiku, yang kupikirkan sekarang adalah menuntaskan rasa gatal yang menggerayangi penisku yang semakin merasa enak ketika diurut oleh dinding vagina sempit Shania.
Aku merangkul pinggang Shania hingga tubuhnya sedikit terangkat membuat penisku menghujam semakin dalam.
Gatal di penisku kian memuncak, aku tak dapat menahan diri lagi .

"Shan... Gue.... hnghhhh"

Niatku memperingatkan Shania terlambat, penisku keburu menembakan spermanya bertubi tubi di dalam vagina Shania. Semprotan demi semprotan sperma itu meluncur deras hingga membuat Shania mengalami orgasme ketiganya.

"Aku juga.... nnhhaaahhhhh"
Tubuh Shania ambruk membuat penisku terlepas dari vaginanya.

Saat badannya bergelinjang lendir kental mengalir keluar dari lobang vaginannya yang berkedut kedut membasahi sofa.
Aku menyenderkan tubuh ku mencoba mengatur nafasku yang tak beraturan.
Sementara Shania masih telungkup, masih tersisa getaran getaran di tubuhnya akibat orgasme bertubi tubi yang dialaminya.

"Shan ?" Aku mencoba memanggilnya

"Hmm.."
Shania menggeliat membalikkan tubuhnya , menjadikan lengan sofa sebagai bantalan kepalanya. Matanya tampak susah payah terbuka demi memperhatikanku.
Dress one-piece warna putihnya nampak kusut, aku merasa bersalah untuk itu.

"Gimana, enak ?" tanyaku

Shania mengangguk pelan seraya menyunggingkan senyuman dari sudut bibirnya.

"Ngerasa ada yang kurang ga ?" tanyaku lagi .

Shania nampak berpikir sejenak , alisnya mengkerut .
"Ngga... Aku tiga kali loh..."
jawab Shania lemas.

Sepertinya aku tidak bisa mendapatkan jawaban dari Shania.
Perasaan mengganjal apa sebenarnya yang mengganggu Yona tapi tidak dengan Shania ?
Sepertinya aku terlalu naif berharap mendapatkan jawaban itu dari Shania.

"Emang ada apa sih ?" tanya Shania penasaran melihatku termenung.

"Ngga ada apa apa kok, makasih yah"
Aku mengusap ngusap poni Shania yang buru buru ditepis tangannya.

"Apaan makasih doang. Aku abis syuting di Kebon Raya, niat mau santai di cafe malah jadi cape begini" runtuk Shania kesal .

"Yah sorry deh, trus gue mesti gimana ?"

Shania meletakkan jari telunjuk di dagunya, mencari ide tentang apa yang harus ku lakukan sebagai bentuk ucapan terimakasih pada Shania karena telah mengganggu waktu santainya.

"Oia, pesenan aku belum dibayar tadi !" sahut Shania

"Gampang kalo itu. Itu ajah ?" Gampanglah bayar makan doang, orang gue pemiliknya,haha.

"Enak ajah, aku tadi kesini sama manajer, tapi dia kusuruh pulang duluan. Nah biar ga ngongkos, kak Rehan anterin aku"
lanjut Shania

"Ke mana ?"

"Teater, ada latihan kan"

Aku berpikir sejenak
"Oke boleh .."

Shania tampak senang karena akhirnya dia dapat tebengan gratis.
Kami pun beres beres, kemudian Shania ku suruh keluar duluan, ku bilang saja ada yang harus kubicarakan dengan pemilik cafe. Shania menurut dan menunggu di depan cafe.
Sementara itu di ruangan Santo aku tengah melobinya.

"Ayolah, masa gue nganterin cewek cantik begitu pake motor boxeran doang"

"Terus gue pulang gimana entar?" sergah Santo.

"Gue balik lagi ke sini kok, ke Jakarta dua jam doang bulak balik elah, ya plis ya Nto" aku memohon mohon.

"Yaudah deh l, nih ! Tapi beneran balik lagi, jangan langsung balik ke rumah lu" Santo melemparkan kunci mobilnya ke arahku yang kutangkap dengan segera.

"Beres, thanks ya Nto!" aku buru buru berlari keluar ruangan menyusul Shania.

Di depan cafe Shania sudah menunggu, aku langsung mengajaknya ke tempat mobil Santo diparkirkan.
Begitu kami menaikinya kami pun langsung berangkat menuju ke tempat latihan Shania dan para member JKT48 yang lainnya.
Di perjalanan, aku terus memikirkan kata kata Yona tadi pagi.
Meski aku sudah melakukannya dengan Shania aku tak berhasil menemukan jawabannya.
Apa perbedaan antara keduanya sehingga perasaan yang muncul bisa berbeda ?
Padahal ketika bersenggama aku memperlakukan semuanya dengan sama, tak ada yang kuperlakukan berbeda.

"Hoi kak jangan bengong ! Di depan belok tuh! " teguran Shania menyadarkanku, tahu tahu aku sudah dekat dengan pintu mall tempat teater JKT48 berada.

"Gue anter sampai sini aja yah" kataku sambil meminggirkan mobil.

Shania pun segera turun setelah mengucapkan terimakasih.
Aku pun langsung menjalankan kembali mobil Santo yang ku kendarai, baru melewati Shelter Fx, aku melihat Natalia seperti sedang kebingungan, maka aku pun mendekatinya.

Dari kaca jendela yang kubuka sedikit, aku memanggilnya untuk masuk kedalam mobil.
"Hoi, Ratih... Sini.."

Mengenali orang yang memanggilnya Natalia segera menghampiri, kemudian kusuruh dia untuk segera masuk.

"Salah jadwal lu ya ?" kataku begitu Natalia duduk di kursi sebelahku.

"Iya ih, kesel banget aku tuh, emang harus bareng Rona mulu biar bisa beres" ujar Natalia menggerutu.

Entah darimana datangnya, tiba tiba terlintas dipikiranku untuk mencari tahu jawaban dari perasaan mengganjal yang dialami Yona melalui Natalia.
Ada perdebatan batin kemudian, bukankah aku sudah mencoba mencari tahu lewat Shania dan hasilnya nihil ?
Tapi bukankah Shania dan Natalia itu orang yang berbeda, sudut dan cara pandangnya pun tentu berbeda toh .
Lagipula, apa ruginya ?
Sudah kuputuskan, kali ini aku akan mencari kenikmatan... Tidak, maksudku jawaban melalui Natalia.
 
Terakhir diubah:
Ngehe, baca adegan shanju keinget jun aizawa yg suruh nyepong di kantor masa..

Alias uwuwuw ratih is back.. Seru nih segiempat
 
Dasar cowok ga peka. Bukan nanya Yona malah ngewe cewek lain hahaaa!

Let your imagination flows freely like a river stream, buddy. You've just good at it.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
gak dapet dari Yona tapi dapet dari Shania, bakal dapet bonus dari Natalie gak ya kira kira
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd