Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

When The Sun Goes Down (NO SARA)

“EPISODE 6: IF IT MEANS A LOT TO YOU”

=====


=====

Acara kemarin telah menghabiskan seluruh tenaga kami. Ditambah dengan after-party di kos Seno, pagi ini aku dibangunkan dengan hangover yang sangat parah. Ketika aku terbangun juga aku melihat Umair memuntahkan isi perutnya selagi ia tertidur. Seperti biasa juga, Morris sudah menghilang. Mungkin selagi kami tidur ia berhasil menangkap mangsa lagi.

Meskipun hari ini dimulai tidak cukup baik, hari ini terasa begitu aneh. Tumben sekali ketika aku bangun sesiang ini Tiara belum mengirimkan pesan apa-apa. Mungkin ia masih kelelahan juga setelah yang terjadi tadi malam, karena bahkan bagiku pun malam itu kami dihantam dengan kegilaan bertubi-tubi. Dimulai dari penampilan Last Friday Night dan Unwanted yang begitu meriah, dihantam dengan penampilan Rumahsakit dimana aku dan Tiara berpelukan hangat, dan cerita tentang bassist Last Friday Night —yang kuakui lebih jago dari Seno— merupakan mantannya Tiara.

Daripada lama menunggu, akhirnya aku berinisiatif untuk menghubunginya lebih dulu. Last seen dia di Instagr*m juga tidak lama dari saat ini, jadi mungkin Tiara akan merespons chat-ku lebih cepat.

Setelah mengirim pesan, aku bergegas untuk bebenah diri dan mandi. Selagi aku mandi, aku mengingat semua hal yang terjadi di malam itu. Setelah kami berpelukan, aku dan Tiara tak banyak bercakap. Namun kami selalu bersama hingga Seno mengabari kami kalau Umair sudah mabuk berat, dan Morris selalu merengek untuk pulang ke kos Seno. Momen itulah yang menjadi perpisahan kami di malam itu.

Awalnya aku menawarkan Tiara untuk pergi pulang bersama. Namun Tiara menolak ajakanku dan memintaku untuk menghabiskan malam bersama teman-temanku daripada dengannya. Meskipun begitu, senyumannya tidak sedikitpun pudar dari wajahnya. Bahkan ketika kami beranjak dari kampus, Tiara yang menyaksikan kepergian kami melambaikan tangan kepadaku dengan senyuman dewinya.

Setelah selesai mandi, aku mulai membersihkan kamar Seno dan membuang muntahan Umair yang mengotiri bajunya. Hingga akhirnya dering hapeku berbunyi, aku langsung menunda pekerjaanku. Benar saja, Tiara baru membalas pesanku.

Kami pun mulai berbincang. Meskipun kali ini, aku merasa responnya agak berbeda dari biasanya. Sayangnya, tidak ada Morris yang bisa menjadi pemanduku untuk melakukan apa setelah ini. Akupun juga tidak bisa menilai apakah ini perubahan kearah positif atau negatif.

Selagi kami berbincang, aku juga tidak ingin membahas tentang apa yang kami lakukan tadi malam. Tapi pada akhirnya, momen yang tidak bisa dihindari terjadi dan Tiara mulai membuka topik tentang hubungan kami.

“Kak, aku mau nanya deh” ucapnya lewat pesan. “Kak fadil ada niatan lebih dari ini ya?”

Jujur saja, hal ini membuatku sangat uring-uringan. Bahkan aku tak langsung membalas pesannya dan aku meninggalkan pesan tersebut di centang biru selagi aku memikirkan aku harus menjawab apa. Melihatku yang tak langsung membalas, Tiara pun juga beranjak cepat untuk meng-skakmatku.

“I’ll take it as a yes”

Melihat pesan tersebut, aku juga harus menelan pahit apapun outcome yang akan terjadi setelah ini. Di titik ini, aku sudah harus mengambil resiko terberat karena di posisi ini, entah aku akan kehilangan dia, atau aku bisa memiliki Tiara.

“Kamu ada masalah ya sama ini?” Tanyaku.

“Nggak tau kak” balasnya. “Aku juga sebenernya bingung harus bilang apa ke kak fadil”

“Mau ngobrolin ini sekarang ngga?”

Tiara pun menyetujui ajakanku. Aku juga bergegas mengenakan pakaian yang lebih rapi, dan tanpa seizin Seno aku mengambil kunci motornya dan bergegas menjemput Tiara.

=====

Sepanjang perjalanan kami dari kosannya ke tempat makan yang dipilih oleh Tiara, kami jarang sekali berbincang. Perbincangan kami hanya sebatas menunjukkan arah dan itu saja. Jelas kamilah yang membawakan kecanggungan ini ke diri kami sendiri. Namun kami bingung harus melakukan apa.

Sesampainya di tempat makan, aku juga tak langsung membuka pembicaraan. Tiara juga masih sibuk dengan hapenya sembari kami menunggu pesanan kami.

“Jadi gimana, Ti?” Tanyaku canggung.

“Ih, kak jangan awkward-awkward banget, sih!” Ledeknya. “Kan aku juga bingung harus ngomong gimana, hahahah!”

Yah, setidaknya Tiara masih bisa santai menyikapi ini. Tiara juga akhirnya tak merasa canggung lagi dan mulai menceritakan kisahnya.

“Kak,” mulainya. “Sebenernya aku juga nggak tau harus gimana.”

“Dari awal aku terjun ke dunia musik-musikan, aku sebenernya udah nggak mau pacaran sama anak band.” Ceritanya.

“Hubungan aku yang sebelumnya juga bener-bener gak tau kenapa aku bisa sama dia. Tapi ternyata dianya begitu aku juga jadi trauma banget, kak.”

Setelah itu, Tiara menceritakan bagaimana ia bisa mengenali Raynel hingga berpacaran dengannya. Awalnya Tiara dan Raynel bertemu ketika Tiara menjadi Liaison Officer band Last Friday Night. Kala itu, Last Friday Night belum memiliki massa pendengar sebanyak sekarang. Mereka juga masih belum terkena limelight yang membutakan mereka, atau setidaknya seperti itulah menurutnya.

Awal hubungan mereka juga sebenarnya hanya sebatas rekan kerja. Dimana Sam dan Tiara banyak berkomunikasi terkait pemotretan, dan seiring waktu dan setelah banyaknya waktu bersama, Raynel dan Tiara memiliki rasa suka antara satu sama lain.

Relasi ini awalnya menjadi keuntungan bagi dua belah pihak. Tiara mendapat gaji, Last Friday Night mendapat publikasi. Di luar itu semua, hubungan Tiara bersama Last Friday Night semakin kuat. Bahkan ketika salah satu personilnya ada yang keluar, Tiara lah yang menjalurkan teman sefakultasnya untuk mengisi posisi yang kosong.

“Dimana titik jatohnya?” Tanyaku.

“Well,” mulainya.

“Sejak Last Friday Night makin gede.”

Tiara lanjut bercerita. Momentum berpihak kepada Last Friday Night —atau mungkin terlalu berpihak. Gaya hidup beberapa personil mulai berubah seiring berkembangnya popularitas mereka, dan Raynel adalah salah satunya.

Dengan banyaknya uang yang mereka hasilkan, gaya hidupnya juga ikut meningkat. Diantara mereka, hanya Sam yang masih memiliki kontrol dengan hal-hal materialis sementara yang lain menghambur-hamburkan uangnya yang bahkan sempat menghambat karir mereka setelah uang tersebut mereka hamburkan.

“Diantara mereka semua, ya kak, cuma Sam yang sebenernya bukan red flag. Sisanya red flag semua.”

“Terus apa itu ngerusak hubungan kamu sama Raynel?” Tanyaku.

“Hah, kok kak Fadil bisa langsung nebak aku sama Raynel dulu?” Balas tanyanya terkejut.

“Sebenernya aku udah diceritain sama Sam. Cuma pas aku tanya kenapa, Sam bilang lebih baik aku tau ceritanya dari kamu sendiri.” Jelasku.

“Jadi, apa aku berhak tau tentang kejadian itu?”

Tiara terlihat bingung. Pikirannya seperti berkecamuk memikirkan konsekuensi terhadap berbagai aksi yang bisa ia lakukan. Tangannya pun kini menopang kepalanya yang dibalut dengan jilbab.

“Kak, aku takut.” Ucapnya.

“Takut apa?”

“Aku nggak tau kak Fadil bakal gimana setelah denger cerita ini.” Jelasnya.

Dengan cepat, aku langsung menarik tangan Tiara dan menggenggam tangannya erat. Jemariku juga terus kueluskan di kulitnya yang begitu lembut supaya Tiara bisa sedikit lebih tenang.

“Ti, it’s okay kalo kamu nggak mau cerita. Kalo kamu takut aku bakal ngapain nanti, aku janji kalo disini aku cuma sebagai pendengar.” Jelasku menenangkannya.

“Dan kalo kamunya juga nggak ada visi kita kedepannya mau gimana, lebih baik jangan. Pasti kamu bakal lebih gak tenang kalo tau ada outsider yang tau tentang cerita ini.”

“Nah, itu kak. Itu yang ngebuat aku bimbang juga.” Jelasnya.

“Di satu sisi, aku emang sekarang lebih kenal sama kak Fadil sebagai musisi sama pekerja media, tapi bahkan aku masih takut untuk maju karena di luar itu pasti banyak banget cerita kehidupan kak Fadil yang belom aku tau.”

“Kalo nanya ke aku apa aku tertarik. Aku tertarik, kak. Aku tertarik banget bisa deket sama kamu, bisa masuk ke kehidupan kamu. Tapi dengan apa yang terjadi sebelumnya, aku bimbang banget.” Lanjutnya menjelaskan kebimbangan yang sedang ia hadapi.

“Di satu sisi, hati aku bener-bener terbuka untuk kamu masuk ke kehidupan aku. Tapi, otak aku terus ngenahan aku karena aku nggak mau terjun ke jurang yang sama lagi.”

“Apa kejadian itu bener-bener nyakitin kamu sebegitunya?” Tanyaku.

Tiara tak langsung menjawab. Ia kembali melamun, dan tangannya mulai memainkan tisu yang menumpuk di samping kami. Ia terlihat begitu bimbang, seolah keputusan ini merupakan pilihan antara hidup dan mati.

“Kak,” ucapnya tiba-tiba. “Kita makan dulu aja, ya?”

“Kenapa?” Tanyaku heran.

“Gak papa. Aku cuma takut kalo nyeritain ini di tempat umum.” Jelasnya.

Aku hanya bisa mengiyakan. Kami pun menyantap makanan kami sesegera mungkin. Setelah kami membayar makanan kami, kami langsung beranjak pergi menuju ke tempat yang menjadi healing zone Tiara.

=====

Selagi kami beranjak kesana, Tiara menarik-ulur dirinya yang menaruh kedua tangan di pahaku selagi aku mengendarai motor. Bahkan untuk itu saja, Tiara terlihat bimbang. Hatinya menunjukkan bahwa ia nyaman denganku dan ada perasaan lebih dari sekedar teman. Namun sayangnya, nalurinya masih mengatakan tidak.

Kami sampai di tempat yang Tiara maksud, dan baru menurunkan standar motorku saja, aku begitu terkesima melihat pemandangan yang menyelimuti kami. Tiara pun langsung menggandeng tanganku dan membawaku ke bukit yang dikelilingi oleh bunga-bunga yang mekar.

“Kamu kok bisa aja, sih nemu tempat kayak gini?” Tanyaku selagi kami berjalan.

“Waktu itu aku mau nyari spot foto buat klien, terus sejak itu kalo ada apa-apa aku larinya kesini buat nenangin diri.” Jelasnya.

“Nah, kalo disini aku bisa lebih tenang ceritanya.” Ucapnya lagi setelah kami menduduki rerumputan yang masih digenangi embun pagi.

“Sok, cerita.” Jawabku asal.

“Kak Fadil tau tentang Raynel nyebar skandal, nggak?” Tanyanya sebelum bercerita.

“Hah, nggak dah.” Jawabku. “Kenapa emang itu?”

“Itu video aku sama dia.” Jelasnya.

Pantas saja. Tak mungkin ada orang yang bisa merasa tenang ketika kehidupan lainnya —terutama seksual— tertulis di jejak digital yang takkan pernah mati. Hidup ini sudah menjadi saksi sejarah dari seluruh hal yang kita lakukan, dan dengan adanya jejak digital yang suatu waktu mungkin bisa tersebar, tak mungkin ada orang yang bisa merasa tenang.

Aku juga sudah menduganya. Meski aku tak pernah terlibat dengan hal seperti ini, aku bisa memahami betapa memukulnya bila perlakuan kotor yang harusnya bisa disimpan pribadi malah tersebar. Ketika mendengar cerita trauma Tiara berpacaran dengan seorang musisi, pikiranku langsung mengarah kesana.

Entahlah, mungkin pikiranku ini sudah terlalu didoktrin dengan stigma-stigma yang ada tentang anak band.

Eh, tapi kan aku anak band juga?

“Tapi kalo kak Fadil nggak tau, aku lebih tenang untuk ceritain ini.” Lanjutnya.

“Sejak awal kak Fadil mulai intensif nge-chat aku, mindset aku udah terlalu jauh mikir kalo kak Fadil ngincer aku karena tau tentang video itu.”

“Ya aku juga nggak terlalu suka nyari skandal orang, sih.” Jawabku. “Tanggung amat, mending nonton bokep beneran aja sekalian.

“Lagian juga kan aku nggak kenal kamu siapa sebelum Seno cerita ke aku, Ti.” Ucapku yang membuat Tiara tertawa.

“Hahahahaha. Okeh, berarti ceritanya Sam bener.” Balas Tiara.

Di tempat yang jauh lebih tertutup ini, Tiara bisa lebih bebas menceritakan tentang kejadian itu. Awalnya, Tiara dan Raynel bukanlah seorang pasangan yang suka melakukan hubungan badan. Sebelum semuanya berubah, Tiara bercerita bahwa hal terjauh yang pernah mereka lakukan hanyalah sekedar ciuman.

Seiring berjalannya waktu, ia menceritakan kalau kehidupan seksual Raynel semakin berubah. Awalnya hanya sekedar ciuman, ia mulai meminta hal lebih, seperti memegang alat vital dan semakin jauh dengan berjalannya waktu. Bahkan ada beberapa hal yang menurut Tiara aneh, namun tetap ia lakukan karena rasa sayang. Selain itu, Tiara menceritakan tentang kebanggaan Raynel ketika Tiara menjadi sorotan mata publik mulai berubah menjadi fantasi yang berlebihan.

Hingga pada suatu saat, Raynel mengajak Tiara untuk bersinggah ke rumahnya. Di momen itulah kejadian tersebut terjadi. Di malam itu, Tiara dipaksa untuk menemani Raynel meminum alkohol. Awalnya Tiara menolak, namun Raynel yang memaksanya membuat Tiara tak bisa melakukan apa-apa.

Mereka mulai meminum alkohol yang menemani malam mereka. Pada akhirnya, apa yang terjadi menjadi domino effect yang berujung kepada Tiara yang nyaris kehilangan kesadaran disetubuhi oleh Raynel. Tak cuma itu, tanpa sepengetahuan dan sepersetujuannya, Raynel yang juga mabuk mengabadikan momen itu.

Hal tersebut sudah berlalu. Ketika Tiara sudah sadar, ia benar-benar kecewa dengan apa yang terjadi. Bahkan dia sudah berniat untuk mengakhiri hubungannya saat itu juga. Tapi ia merasa bahwa hal tersebut tidak sepadan karena mau bagaimana juga, Raynel telah merenggut keperawanan Tiara dan dia ingin Raynel bertanggungjawab.

Waktu terus berjalan, dan kini seks sudah menjadi aktivitas yang tidak tabu bagi mereka. Tiara sama sekali tidak tahu tentang hasil pengabadian Raynel di malam itu. Hingga pada suatu hari, Last Friday Night yang sedang berpesta miras diperlihatkan video persetubuhan Raynel dengan Tiara.

Hal itulah yang membuat Tiara begitu kecewa dan trauma. Mahkota yang diambil darinya bahkan direnggut tanpa sepengetahuannya. Ditambah Tiara tidak tahu tentang video tersebut yang kini telah diketahui oleh seluruh personil band kekasihnya, kecuali Sam dan Faza yang tidak ikut di malam itu.

“Bahkan aku aja taunya dari Sam yang nggak ada disana, kak.” Ceritanya. “Sam cuma diceritain sama kru-nya tanpa ngeliat videonya, dan Sam lebih milih untuk nggak tau.”

“Faza tau?”

“Nggak! Nggak akan aku biarin dia tau.” Jawabnya kencang.

“Faza tuh juga sama aja kayak mereka. Malah mati aku kalo video itu masuk ke genggaman dia.”

“Terus setelah itu gimana?” Tanyaku lagi.

“Setelah itu, aku langsung nge-confront Raynel. Dari POV-nya Raynel, dia juga gak inget tentang video itu karena dia lagi mabok juga.” Jelasnya.

“Tapi yang bikin aku kesel banget, dia malah milih buat nyimpen video itu setelah dia tau. Aku tau orientasi fantasinya dia gimana. Sayangnya pas kejadian itu dia lagi mabok dan dia malah nunjukin video itu ke orang-orang yang aku kenal juga.”

“Tapi emang di situ aja?”tanyaku memastikan.

“Dari ceritanya Sam, sih begitu. Karena emang sejak malem mabok itu, semua anak-anak LFN jelajatan ngeliatin badan aku sampe aku nggak nyaman, tapi emang cuma mereka.” Jelas Tiara.

“Raynel juga ngaku salah. Tapi aku udah nggak bisa nerima dia lagi. Bagi aku kesalahannya udah terlalu fatal.”

Sejak saat itu, Raynel benar-benar mengintropeksi dirinya. Ketika Sam mengetahui itu, Sam yang memiliki ‘suara’ tertinggi di band sudah memiliki rencana untuk mengeluarkan Raynel. Akan tetapi, Sam justru menjadi satu-satunya orang yang berpikiran seperti itu.

Raynel memang membuat kesalahan fatal. Akan tetapi, di luar itu semua Raynel memiliki kemampuan yang melebihi kapabilitas orang-orang yang berada di lingkup Last Friday Night. Melepas Raynel mungkin akan menjadi kesalahan terbesar bagi mereka.

Selain itu, Raynel juga menyadari penuh kesalahannya. Ia bahkan telah memotong alkohol dari kehidupannya dan berusaha untuk menarik Tiara kembali ke hidupnya. Namun dengan Tiara yang memutus hubungan sepenuhnya, keinginan tersebut berubah menjadi obsesi yang malah semakin menjauhkan Tiara darinya.

Akhirnya setelah kejadian itu, Tiara tak pernah lagi bekerja dibawah Last Friday Night. Bila ada keperluan, hanya Faza dan Sam yang menjadi narahubung. Tiara sudah tidak lagi memiliki koneksi dengan Last Friday Night, dan Raynel pun dibuat semakin merana.

Semenjak saat itu juga, Tiara mulai menjaga dirinya. Ia kembali menggunakan hijab dan seluruh pakaian seksi yang ada di katalognya telah ia buang. Meskipun begitu, sosok Tiara yang memiliki nama besar tentu saja tak bisa lari dari berbagai jenis lelaki yang berusaha untuk mendekatinya.

“Terus selama itu ada yang kamu ladenin, nggak?” Tanyaku.

“Nggak, sih. Kayaknya semua cowok yang deketin aku red flag semua, deh.” Jawabnya.

“Termasuk aku, dong?”

“Ya, iya.”

Sial.

“Tapi gimana, ya kak,” lanjutnya. “Di luar itu semua, cuma kak Fadil orang yang bisa aku relate.”

“Sok jelasin.”

“Mungkin karena first impression aku ke kamu yang jadi tim media waktu itu, branding kamu di mata aku, ya jadi pekerja media.” Jelasnya.

“Mungkin ceritanya bakal beda kalo misalnya kamu emang bener-bener commit ke band, karena yang aku takutin juga bukan cuma karena trauma aku, kamu mau deketin aku cuma karena ada inginnya doang.”

“Di sisi lain, kamu juga genuine, kok di mata aku. Kamu nggak kayak cowok-cowok lain yang kerjaannya nge-love bomb aku mulu. Tapi di titik itu, aku masih bisa optimis kalo kita mungkin cukup di ranah temen aja.”

“Kamu udah mikirin ini juga?” Tanyaku.

“Ya, kalo aku nggak interested mah nggak bakal aku pertimbangin kamu, kak.” Candanya yang diiringi dengan tawa manisnya.

“Hahahahahaha. Yaudah lanjutin lagi.” Jawabku menyuruh Tiara untuk melanjutkan ceritanya.

“Tapi momen dimana aku bener-bener bingung, ya semalem.” Lanjutnya lagi. “Di satu sisi, aku nggak mau lebih dari ini. Tapi di sisi lainnya, aku akhirnya bisa nemuin orang yang bener-bener aku mau.”

“Gimana, ya kak? Masalahnya mungkin akunya juga yang gak pekaan, tapi aku bener-bener ngerasa kalo kak Fadil ada niatan lebih ya sejak tadi malem. Aku kaget aja ketika kamu ngejagain aku sampe sebegitunya pas kita lagi nonton Rumahsakit. Akunya pun jadi bingung. Aku pikir aku suka sama kamu tuh cuma perasaan satu arah aja. Tapi pas kamu ngejaga image kamu di depan aku, kamu jagain aku sampe kita bisa ngebir berdua kayak kemaren. Sampe kamu buka jaket kamu cuma karena ada orang yang merhatiin badan aku,” ceritanya.

“Di satu malem itu aja, aku ngeliat seberapa kontrasnya kamu sama Raynel dan aku bisa dapet apa yang nggak bisa Raynel kasih selama hubungan kita.”

“Jadi konklusinya?” Tanyaku.

“Ih, nggak tau, kak! Kalo aku tau juga nggak bakal kayak gini!” Jawabnya bete.

Setelah itu, kami tidak melanjutkan pembicaraan kami. Akupun mengeluarkan rokokku dan menghisapnya dalam-dalam. Di luar dugaanku juga, melihatku yang merokok, Tiara juga ikut mengeluarkan rokok dari tasnya dan meminjam korekku selagi kami menikmati pemandangan yang disuguhkan di hadapan kami.

Akupun mulai memikirkan potensi dari hubungan ini juga. Aku tidak bisa mengatakan bahwa aku bisa menyamakan posisiku dengan Tiara karena tidak ada hal yang perlu aku korbankan. Bila memang tidak ada jalan, bagiku ya sudah. Tiara berarti bukan jodohku dan bila hanya bisa berhubungan sebagai teman, aku merasa itu lebih dari cukup.

Sementara Tiara, dia harus mengorbankan banyak hal hanya untuk bisa memulai hubungan. Baik itu denganku ataupun dengan yang lainnya, hati dan pikiran Tiara tidak pernah berjalan kearah yang sama. Trauma yang ia alami juga pasti memberatkannya untuk mengambil keputusan.

Sebagai korban dari pelecehan dan kekerasan seksual, pasti berat untuk bisa menceritakan kisah kelamnya. Apalagi kasus ini bukanlah kasus besar dan semua kejadian ini terjadi di satu lingkup kecil. Untuk hubungan ini saja, bahkan Tiara berani untuk menceritakan kisah ini ke orang yang masih bisa dibilang asing.

Ah, sial. Seharusnya Morris ada disini supaya ia bisa mengarahkanku.

“Ti,” tanyaku. “Kamu nggak papa harus ceritain kejadian itu ke aku yang saat ini masih di luar kehidupan kamu?”

“Kak,” jawabnya yang tiba-tiba menggenggam tanganku.

“Kalo aku nggak mau kita lebih jauh dari ini, aku nggak akan ceritain ini ke kamu. Kalo kamu akan masuk ke kehidupan aku, kamu juga harus tau apa konsekuensi dan seluruh keresahan aku.”

“Di titik ini, aku udah nothing to lose. Aku bisa menghargai keputusan kamu kalo kamu nggak bisa nerima aku karena masa lalu aku. Tapi di sini, aku berharap buat kamu bisa nerima itu karena aku pengen dunia aku jadi dunia kita, meskipun mungkin itu juga perlu waktu.” Jelasnya lagi sembari mempererat genggamannya.

“Ada, sih syaratnya kalo dari aku.” Jawabku berusaha mengisengi Tiara.

“Jadi, kamu nggak bisa sepenuhnya nerima masa lalu aku?” Tanyanya.

“Nggak gitu. Kalo begitu, mulai sekarang kamu nggak usah manggil aku kak Fadil lagi, ya?” Candaku yang membuatnya tertawa geli.

“Hahahahaha. Emang aku udah fix mau pacaran?” Tanyanya.

“Ya nggak tau, Ti. Sekarang keputusannya ada di kamu.” Jawabku melempar keputusan kepadanya.

“Well,” balasnya. “Kita coba dulu aja, ya Dil.”

(To be Continued)
 
Bimabet
Bang, gue terlarut dengan tulisan lo. Please jangan sampe mandek ya
Fakk huu keren nih alir ceritanya. Keep it up capt 🫡 sangat ditunggu update nya
Gass mang, seneng nih sama yang build-up ceritanya pelan-pelan gini
Terimakasih suhu, cerita saya suka slow tapi pasti. .
I’ll try my best hu, cause writing these kinds of stories is more of a drag
Kalo soal band, jadi ingat cerita legebd dulu
Wah cerita yang mana tuh hu ane belum tau
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd