Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Redemption.

Kocid

Semprot Holic
Daftar
6 Jun 2019
Post
357
Like diterima
12.636
Lokasi
Disitu
Bimabet
Halo suhu-suhu sekalian, hope you guys still remember me wkwkwk, won't say that I'm back writing constantly, tapi ane bisa dibilang sering ngisi waktu kosong ane yang sangat minim buat nulis, and then I came up with this. Mungkin dari yang ngikutin cerita In Too Deep akan tau isi dari cerita ini dari judulnya, but here goes:

REDEMPTION.

============


- Part 1: A new Life -

*Kriing... Kriiing...*

"Mmmmm...."

*Kriinng... Kriinnng...*

"Mmmm... Iyaa... Iyaaa... Berisik..."

Alarm di ponsel istriku telah berdering, dan istriku benar-benar pintar dalam memilih nada dering yang sangat mengganggu ini yang membuatku ingin cepat-cepat mematikannya.

Akupun langsung mengangkat tanganku yang sepanjang malam kugunakan untuk merangkul istriku sepanjang tidur, dan dengan malas-malasan aku langsung meraih ponsel istriku untuk mematikan alarm yang mengganggu ini dan melihat sudah jam berapa ini.

"Jam 5, toh? Hoammm..." Ucap pelanku yang tersambung denganku yang menguap karena masih mengantuk.

Setelah aku mematikan alarm itu, aku kembali menaruh ponselnya di meja samping kasur kami, dan alih-alih beranjak dari tidurku, aku kembali merebahkan diriku dan aku kembali menghadap ke istriku yang sangat manis terlelap didalam balutan piyama panjangnya.

Aku masih belum ingin membangunkan istriku yang masih terlelap dalam tidurnya, karena aku begitu gemas melihat wajah bantalnya yang begitu manis tanpa adanya make-up yang menutupi keindahan yang sesungguhnya. Kemudian, yang kulakukan hanyalah menaruh tanganku di pipinya yang lembut dan mengelus-elus pipinya. Tak jarang juga aku memainkan rambut panjangnya yang menutupi sebagian kecil wajahnya.

Sepertinya cukup lama aku mengelus-elus pipi istriku di dalam gelap kamar ini, dan entah karena risih atau bagaimana, akhirnya istriku pun membuka matanya dengan hal pertama yang dia lihat adalah wajahku yang masih mengantuk pula sedang menatapinya dengan tampang yang 'tablo'.

"Mmmm... Kamu ngapain??... Bikin kaget ajaa..." ucapnya pelan layaknya seseorang yang baru saja terbangun.

"Masa gaboleh aku ngeliatin istri sendiri lagi tidur?" Candaku yang membuat istriku tersenyum kecil.

"Ihh... Bukan gitu... Kamu bukannya bangunin atau ngeliat Ica dulu... Takutnya tiba-tiba nangis lagi..." jawabnya masih dengan nada pelan.

"Hahahaha, iyaaa... maaf yaa" jawabku dan karena gemas aku langsung mencubit pipinya pelan, namun sepertinya dia masih begitu mengantuk untuk memperdulikan itu.

Berhubung istriku yang sudah terbangun, aku langsung memindahkan tubuhku yang ditindih oleh istriku, dan selagi istriku mengumpulkan nyawanya, aku hanya berbaring selagi melihat ke langit-langit kamarku yang dihiasi oleh pemandangan bintang-bintang dan bulan yang dihasilkan oleh projector LED.

Aku melamun memerhatikan bintang-bintang yang berada di atasku, dan tak butuh lama bagiku untuk larut didalam ketenangan dan kesunyian yang menyelimuti kamar tidur kami. Tentu saja, ketenangan ini membuatku semakin malas untuk beranjak bangun dari kasur, dan aku hanya menunggu istriku untuk segera bangun dan menyeretku dari baringku.

"Hoammm... Jam berapa ini, sayang?" ucap istriku tiba-tiba mengejutkanku yang sedang melamun.

"Jam 5-an" jawabku singkat yang membuat istriku langsung segar.

"Eeehh, kok kamu nggak bangunin aku, sihh?! Kan belom sholat subuhh!" Ucapnya yang langsung serentak beranjak dari tidurnya.

"Hehe" candaku tak menjawab perkataannya.

"Ih, dasar kamu, mah" jawabnya asal.

Aku masih belum beranjak bangun dari baringku, dan tiba-tiba, istriku langsung melompat dan menindih tubuhku menaruh dagunya tepat di dadaku. Awalnya aku begitu terkejut karena dagunya menekan dadaku cukup keras, namun pada akhirnya aku hanya bisa terdiam menatap ke istriku yang tersenyum kepadaku, dan payudaranya yang menekan dadaku pada akhirnya tetap dapat membuatku nyaman.

"Good morning, Abbi" ucapnya tersenyum kepadaku.

"Good morning, Ummi"

Istriku makin tersenyum lebar setelah aku menjawab salamnya, dan dia langsung menaikkan tubuhnya dengan kepalanya mendekati kepalaku. Akupun ikut mendekatkan kepalaku, dan setelah semakin dekat, istriku mulai mencium bibirku dan kami saling memagut bibir kami, sebuah rutinitas yang nyaris kami lakukan setiap pagi saat terbangun dari tidur.

*Ccupphh... Ccupphh... Ccupphh...*

=====

Kini pernikahan kami sudah memasuki tahun ketiga, dan bagiku aman untuk berkata bila pernikahan kami berjalan dengan penuh keharmonisan, kecuali bila Hani istriku sedang mengambek atau sedang tidak berada di dalam mood yang baik.

Dua tahun kami berada di Jepang pun juga merupakan dua tahun yang sangat membahagiakan. Rasanya seperti kami sedang ber-honey moon tiap harinya, dengan Hani yang tidak bekerja sering menemaniku kemanapun aku pergi. Tak jarang pula dalam kebutuhan pekerjaanku, kami mengunjungi beberapa negara di Asia Tenggara, dan terkadang kami memutuskan untuk berlibur selama beberapa hari dengan menggunakan uang kami sendiri.

Namun, mulai memasuki tahun ketiga, akhirnya kami dikaruniakan seorang anak perempuan yang kami namakan Raissa Dirgayanti Nur Khairunnisa. Selain itu juga, aku dan Hani sudah berpikir cukup panjang tentang ini, dan setelah perdebatan itu, kami memutuskan untuk memulangkan Hani karena kami ingin anak kami lahir dan tumbuh besar di Indonesia dan selama proses kehamilan Hani tidak perlu jauh dari Mamah dan Ummi.

Akupun juga tadinya berniat untuk mengundurkan diri dan bekerja di Indonesia, karena ketika kami kembali ke Indonesia pun tak jarang aku mendapatkan tawaran untuk mengisi acara keolahragaan di televisi dan bahkan aku juga pernah ditawarkan untuk menjadi pundit dari siaran Liga Italia di salah satu stasiun Televisi, tetapi ternyata pihak klub pun malah membiarkanku bekerja dari Indonesia dan memberiku tugas untuk menjadi scouter dan melacak pemain Indonesia, terlebih kini klub ku mulai mengekspansi scouting di sekitaran Asia Tenggara.

Ummi dan Abbi yang sudah pensiun juga sudah menawarkan kami untuk mengisi rumah mereka, karena mereka ingin tinggal di kampung halaman Abbi di Jawa Tengah. Tapi aku dan Hani menolak, dan meskipun kami bisa dibilang mempunyai kondisi finansial yang sangat bagus, kami lebih memilih untuk membeli Rumah Cluster di pinggiran kota asalku dengan kami berdua lah yang mendekor seisi ruangan dengan arahan Hani.

Kini aku sudah bekerja di Indonesia, dan Hani juga kembali bekerja dibawah mas Farhan, dengan pengecualian kalau aku akan terus menemaninya bila ingin bertemu dengan klien, kejadian di masa lampau benar-benar membuatku dan mas Farhan sangat protektif dengan Hani.

=====

*Ccupphh... Ccupphh... Ccupphh...*

Yang awalnya hanya sekedar kecupan, kami malah menjadi terbawa suasana dan kami terus berciuman. Hani memindahkan tubuhnya supaya lebih nyaman berciuman, namun aku langsung menarik tubuhnya untuk berbaring disampingku tanpa melepaskan ciuman kami.

*Ccupphh... Ccupphh...*

Hani pun langsung memindahkan tangannya ke pipiku, dan aku ikut menaruh tanganku di pipinya sembari mengelus-elus pipinya lembut.

*Ccupphh... Ccupphh... Ccupphhh...*

Namun, meski kami berdua begitu menikmati morning kiss ini, kami harus segera berhenti karena kami belum melaksanakan ibadah pagi kami dan masih ada banyak hal yang perlu kami lakukan di pagi hari ini.

Akhirnya, Hani melepas ciuman kami, dan tanpa memindahkan tangannya, Hani hanya tersenyum melihatku.

"Sholat dulu yuk, Bi"

Aku hanya mengangguk, dan setelah itu, Hani langsung beranjak dari baringnya dan Hani langsung berjalan menuju ke kamar mandi untuk mengambil wudhu, dan setelah dia selesai, sekarang gantian aku yang mengambil wudhu, dan kami sholat subuh berjamaah.

Setelah kami melaksanakan ibadah kami, kami tidak kembali ke kasur, tapi kami langsung beranjak keluar dari kamar. Hani langsung menyapu seisi rumah, dan aku langsung beranjak ke dapur untuk menyeduh kopi untukku dan Hani serta membuka laptopku untuk membuat laporan progres pengamatanku.

Setelah Hani selesai, Hani pun langsung menyusulku untuk duduk di meja makan, dan aku langsung memberikan kopinya yang sudah kuseduh untuknya.

"Makasih, Bi" ucapnya selagi menyeruput kopinya.

Aku terus melanjutkan pekerjaanku sembari menyeruput kopi, dan setelah Hani selesai meminum kopinya, Hani beranjak kembali ke kamar cukup lama. Tak lama kemudian, terdengar suara Hani sedang berbicara dengan suara imut keibuannya, dan kemudian Hani kembali beranjak dari kamarku sudah mengganti pakaiannya menggendong Raissa yang sudah terbangun dari tidurnya.

"Ica udah bangun nih, Bi, tuuhh Abbi lagi kerja tuhh sayang" panggilnya yang kemudian disambung dengan berbicara ke Ica.

Melihat Ica yang sudah bangun pula, aku juga ikut beranjak ke Hani yang masih menggendong anak kami dan aku langsung mengambil Ica dari Hani.

"Eeehh, udah bangunn Anak Abbi??" Ucapku berbicara dengan Ica, dan aku mengangkat-angkat Ica kearah langit-langit menaik-turunkan badannya yang membuatnya tertawa.

"Ihh Abbi, bahaya!! Nanti jatoh Ica nya!!" Ingat Hani kepadaku.

Setelah puas, aku kembali beranjak ke meja makanku, dan dengan memangku Ica, aku kembali melanjutkan pekerjaanku. Sembari aku bekerja, aku juga memerhatikan istriku yang sedang duduk di sofa memainkan hapenya. Saat ini Hani mengenakan kaus lengan panjang, celana training dan kini dia sudah mengenakan kerudung langsung.

"Kamu mau kemana?" Tanyaku ke Hani yang sudah rapi.

"Aku mau jogging, kan nanti aku ke kantornya siangan" jelasnya.

"Ih aku ga diajak?"

"Ya gimana? Kamunya aja masih nerusin kerjaan, udah kamu jagain Ica sekalian, ya" suruhnya.

Yah, aku juga masih punya waktu sampai siang nanti, sih. Toh laporan progres ini tidak memakan waktu yang panjang terlebih aku sudah menyicil dari semalam.

Mendengar jawaban Hani pun, aku langsung menutup laptopku, dan aku beranjak dari dudukku menggendong Ica. Aku langsung berjalan menuju Hani, dan aku meminta Hani untuk menggendong Ica selagi aku mengganti pakaian dan mencuci muka serta menyikat gigi.

"Nih pegangin dulu Ica, aku mau ganti baju dulu" ucapku ke Hani yang membuatnya tertawa.

"Hahahaha, yaampun punya suami bucin banget, sih"

Aku sudah selesai mengganti pakaianku dengan mengenakan kaus baru dan celana jogger, dan aku juga langsung mengeluarkan kereta dorong Ica serta sepatu untuk kukenakan.

Kami semua sudah siap, dan tak ingin menunggu matahari mulai menyinari panasnya yang begitu terik, kami langsung beranjak keluar dan melaksanakan olahraga pagi kami.

=====

Selagi kami berolahraga, tak jarang kami saling bertegur sapa dengan para tetangga kami yang sebagian besar dari mereka juga pasangan suami istri muda seperti kami. Tak jarang juga dari tetangga sekomplek kami menawarkan untuk mampir sejenak, dan mengajak kami sarapan bersama.

Kami juga tak jarang bertemu dengan muda-mudi yang sedang berolahraga pagi seperti kami, dan beberapa dari mereka juga mengajakku mengobrol tentang seputar sepakbola dan menanyakanku bagaimana cara bagi mereka untuk bisa dipantau oleh scouter sepertiku.

Dan kami? Kami hanya berjalan memutari komplek, dan Hani yang tadinya ingin berlari malah hanya menjadi sekedar berjalan mengitari komplek, dan ketika kusuruh untuk berlari, Hani hanya bisa berlari pelan sekitar 200 meter sebelum akhirnya mengeluh kelelahan.

Cukup lama kami berjalan mengitari komplek, dan setelah kami rasa sudah cukup, kami bersinggah ke taman yang berada dekat dengan komplekku. Disana pun juga tak sepi, banyak ibu-ibu dan para penjual makanan yang sudah stand-by disana seperti bubur, soto, dan lain-lain.

"Payah katanya mau jogging? Gitu aja ape" ledekku ke Hani yang sudah berkeringat selagi kami beranjak duduk di bangku taman.

"Ih yang penting aku lari, ya, emang kamu?" balasnya sebal.

"Gaada yang jagain Ica nanti, bahaya" jawabku mengeles membuatnya tertawa.

Kami memutuskan untuk sarapan disini, dan kami juga berniat untuk bersantai sejenak disini. Melihatku dan Hani yang bisa dibilang sudah 'punya muka' di Indonesia pun menarik perhatian beberapa orang yang ada di taman ini, dan beberapa ibu-ibu dan Mamah Muda pun mendatangi kami berdua untuk mengobrol dan bermain dengan Ica.

Untungnya bagi kami, kami tinggal di dalam lingkungan yang berisikan orang-orang berpendidikan dengan manners yang baik, karena aku tidak bisa membayangkan bagaimana mereka akan memandang istriku bila mengetahui kejadian laknat itu kalau mereka tidak memiliki manners yang baik.

=====

Yah, hal ini juga dihasilkan oleh salah satu video di YouT*be dimana ada salah satu Channel bermassa besar meminta Hani untuk membicarakan tentang kejadian itu dan dijadikan sebuah video dokumenter. Video itu bahkan sudah menyentuh angka 12 juta penonton dalam kurun waktu 6 bulan ini. Terakhir, statement Hani tentang tersebarnya video tersebut juga benar-benar menggetarkan hati seluruh penonton, bahkan diriku sendiri yang berada di belakang kamera.

"Saya sudah pasrah, jejak digital tidak akan pernah hilang," mulainya.

"Tetapi meski sebanyak apapun video itu tersebar yang memuaskan banyak hasrat orang-orang, saya bukanlah sebuah pelacur, saya bukan lonte, saya hanyalah sebuah korban yang tidak bisa melakukan apa-apa, jadi tolong, jangan menganggap saya seperti perempuan murahan, saya tidak mungkin meminta seluruh rakyat Indonesia untuk menghapus video itu, tapi tolong, jangan perlakukan saya seperti wanita-wanita murahan, saya sudah berusaha begitu tegar untuk menerima ini semua" akhirnya dengan menangis tersedu-sedu.

Video dokumenter itu juga pada akhirnya 'membesarkan' nama Hani di sosial media, dan seiring membesarnya massa pengikut di Inst*gram, mulai bermunculan orang-orang bajingan yang mengganggap bahwa kejadian pemerkosaan itu hanyalah sebuah PR Stunts untuk membesarkan namanya, begitu miris.

=====

Kami pun merumpi sejenak dengan para ibu-ibu dan Mamah muda, dan tak jarang mereka memuji kami berdua sebagai pasangan suami istri idaman, dan begitu banyak pula 'Mahmud' yang memuji tubuh Hani yang masih kurus meski sudah turun mesin.

Melihatku berada disini, para bapak-bapak dan anak muda yang sedang bermain futsal ikut mengajakku bermain.

"Mas, Bay! Main ga, mas?!" Teriaknya memanggilku dan kubalas dengan anggukan.

"Mi, aku ikut main, ya" izinku ke Hani.

"Jangan lama-lama ya, sayang, aku ke kantor jam 8 nanti" jawabnya selagi aku beranjak ke lapangan.

Jujur, meski aku bisa dibilang jago dalam bermain sepakbola, aku tidak merasa aku mahir dalam bermain futsal. Aku memang bermain di posisi second-striker di masa SMA-ku dan kemampuan yang kumiliki sangat membahayakan bila aku ditaruh di posisi itu. Namun, aku sudah menua, dan aku yang memiliki masalah dengan stamina tidak bisa bermain seperti dulu lagi, hal itulah yang membuatku berpindah ke Regista dan bermain dengan tempo pelan, tidak seperti futsal dengan luas lapangan yang lebih kecil dan harus berlari sepanjang permainan.

Akupun langsung memasuki lapangan, dan kami mulai bermain. Awalnya, tentu saja aku kewalahan karena aku tidak bisa mengikuti tempo permainan, toh ini baru pertama kalinya aku bermain futsal dengan orang komplek. Tapi seiring berjalannya waktu, aku bisa memahami pergerakan dari kawan dan lawanku.

Akupun juga bisa langsung memahami bagaimana caranya untuk bisa mempenetrasi lawan, dan dengan mengandalkan kemampuanku dalam menggiring bola di space yang sempit, tak jarang aku menggiring bola langsung menuju ke gawang tanpa harus melakukan sprint. Tak jarang juga aku langsung menembak bola dari luar kotak pinalti atau melancarkan umpan terobosanku dari depan gawangku sendiri.

Waktu berjalan dengan cepat, dan tak terasa aku sudah bermain cukup lama. Sepatu lariku yang sudah agak usang pun rasanya sudah akan jebol dalam waktu dekat, dan aku memutuskan untuk berhenti bermain karena terik matahari sudah mulai menusuk.

Aku berpamitan dengan seluruh orang di lapangan, dan melihatku yang berjalan mengeluari lapangan, Hani pun langsung paham dan ikut beranjak dari duduknya sembari mendorong kereta Ica.

"Mau langsung pulang, Mi?"

"Ayo, udah keburu siang" jawabnya, dan setelah kami berpamitan, kami langsung beranjak pulang.

======

Kami sudah sampai di rumah, dan berhubung Hani sudah harus bergegas beranjak kerja, aku membiarkan Hani mandi terlebih dahulu. Ica pun juga sudah tertidur, dan aku membaringkan Ica ke ranjang kecilnya sebelum aku menyalakan AC di kamarku dan kembali rebahan di kasur.

Hari ini aku tidak memiliki banyak kegiatan, karena tidak ada pertandingan sepakbola yang perlu kutonton dan aku memiliki waktu kosong hingga hari Rabu, aku bisa beristirahat dengan layak.

Selama aku berada di kasur, aku hanya memainkan hapeku sekedar melihat-lihat apa yang sedang terjadi di sosial media, same old shit. Perlahan aku mulai bosan dan aku kembali mengantuk, namun, tak lama setelah itu, Hani keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk kecil dengan rambut panjangnya yang dibiarkan terurai bebas. Tentu saja siapapun akan terpancing melihat pemandangan ini, apalagi aku selaku suaminya.

Hani yang masih hanya mengenakan handuk langsung beranjak ke meja riasnya, dan dia langsung mengeluarkan hair dryer untuk mengeringkan rambutnya. Posisi meja rias dengan kasur kami yang membuat sudut 90 derajat pun dapat membuatku melihat payudaranya yang sudah membesar seolah ingin tumpah, membuatku ngaceng berat.

Instingku pun mulai bermain, dan perlahan aku memasukkan tanganku kedalam celana untuk mengocok kontolku pelan.

"Abbi, hari ini Abbi ada kegiatan?" Tanyanya selagi mengeringkan rambut.

"Nggak, sih, paling beli sepatu doang, sepatu aku udah mau jebol" jelasku tak berhenti mengocok kontolku.

"Oooh, okedeh, nanti siang Sofi sama mas Farhan ngajak maksi bareng soalnya" jawab Hani tanpa menoleh kearahku.

Aku mulai tak tahan, dan perlahan, aku mulai mengeluarkan mainan kesayangannya dari celanaku, dan kini kontolku sudah terbebaskan dari belenggu.

Hani masih belum melihat, dan setelah selesai mengeringkan rambutnya, Hani beranjak dari duduknya untuk menuju ke lemari dan mengambil baju. Hani membungkukkan dirinya, dan handuk tipisnya tak dapat menutupi selangkangannya yang begitu indah dan bersih, membuatku makin kencang mengocok kontolku.

Namun, pergerakan tanganku sepertinya dapat dilihat olehnya, dan dengan cepat Hani menoleh kearahku, dengan kondisi tangan kiriku masih menggenggam kontolku yang sudah sangat keras. Melihatku yang sedang coli pun, alih-alih marah, Hani hanya tersenyum manis kearahku sembari tertawa kecil.

"Hayoo, ngapain kamu" ucapnya meledek.

"Ada yang belom diajak olahraga tadi pagi" jawabku memancingnya.

"Ihh, salah dah emang aku pake anduk doang di depan kamu" jawabnya sebal, namun hanya kubalas dengan tawaan sembari aku melihat kearah jam.

Oh, masih jam 7, masih sempat.

"Jangan lama-lama loh, Bi, kan kamu harus nganter aku kerja juga" jelasnya.

"Yaudah bantuin sini biar bisa cepet" balasku memancingnya.

Jawabanku pun seolah menantang Hani untuk melakukannya. Terlihat Hani tidak akan mengatakan apa-apa, namun kulihat dia tersenyum manis seolah menerima ajakanku.

Hani pun kemudian beranjak mendekatiku yang sedang berbaring di tengah kasur. Kemudian, dengan handuk yang melilit tubuhnya sudah mulai mengendur, Hani berbaring menyamping di sebelahku, dan selagi tangannya yang lembut meraih pipiku, aku juga ikut merangkulnya.

"Istri aku nakal, yah" ucapku dengan nada menggoda membuatnya tersenyum kembali.

"Anything for my beloved husband" jawabnya dengan nada imut.

Tanpa ada yang mengomando pun, kami saling mendekatkan kepala kami, dan kami mulai berciuman dengan lembut.

"Ccupphh... Ccupphh..."

Kami saling memagut bibir kami, dan selagi tangan Hani masih mengelus-elus pipiku, perlahan aku mulai menarik handuknya hingga lilitannya lepas.

"Ccupphhh... Ccupphhh... Ccupphh..."

Perlahan, handuk di tubuh Hani mulai terjatuh, dan seiring dengan pergerakan Hani, handuk tersebut sudah lepas dari tubuhnya, dan kini Hani sudah kembali telanjang bulat disampingku, menunjukkan payudaranya yang kini sudah membesar lebih besar dari dahulu saat aku masih berpacaran dengannya, serta pantatnya yang menggoda.

"Cccupphh... Ccupphh..."

Setelah Hani kini bugil, perlahan Hani memindahkan tangannya dari pipiku, menuju ke celanaku yang belum sepenuhnya terbuka. Dengan lembut, Hani menurunkan celanaku dan kini aku sudah telanjang bawah dengan kontol yang mengacung keras.

Setelah kontolku sudah bebas sepenuhnya, tangan Hani mulai menggenggam kontolku. Setelah itu, Hani mulai mengocok kontolku dengan lemah lembut. Namun, kontolku yang masih kering tanpa adanya pelumas membuatnya agak kesusahan.

"Ccupphhh... Ccupphh... Ccupphh... Mii... Basahin duluu..." Ucapku lirih selagi Hani mengocok kontolku.

"Mmmhh... Iyaa Bii..."

Hani melepaskan genggamannya di kontolku, dan dia langsung mewadahkan tangannya dan meludahinya untuk dijadikan sebagai pelumas. Setelah itu, Hani kembali mengocok kontolku.

*Clokk... Clokkk... Clokkk...*

"Ahhh... Iya Mii.... Enak banget..." desahku.

"Ummhhh... Abbi sukaa???... Sshhh..." Desisnya selagi mengocok kontolku.

"Urghhh... Iyaa Mii..."

Selagi Hani mengocok kontolku, aku juga mulai beraksi. Aku mengangkat kepalaku menuju ke lehernya, dan aku mulai menjilati lehernya yang wangi dengan penuh nafsu.

*Slrrpp... Slrrppp... Slrrppp...*

"Ahhh... Abbiii... Ummmhhh..." desahnya keenakan karena Hani memang cenderung sensitif terhadap hal-hal seperti ini.

Aku terus menjilati lehernya penuh nafsu tanpa meninggalkan setitikpun bagian, dan perlahan, Hani mulai mempercepat kocokannya.

*Slrrppp... Slrrpp... Slrrppp...*

*Clokhh... Clokhhh... Clokhh....*

"Ahhh... Abbiii... Ennakk bangetttt.... Aaaaahhh..." Lenguhnya panjang.

Perlahan, aku mulai menurunkan jilatanku. Lidahku mulai berjalan menuruni dadanya, dan aku mulai menjilati payudaranya yang besar.

*Slrrrppp... Slrrrppp...*

"Ahhhh... Biiii...."

Aku terus menjilati payudaranya, dan setelah nyaris seluruh titik sudah terkena sapuanku, aku langsung memfokuskan jilatanku menuju ke putingnya, membuat Hani menggelinjang kegelian.

"Ahhhh... Bii... Biii... Iyahhh... Disituu.... Ummhhh... Suami aku bandell yahhh.... Ahhhh...."

*Slrrppp... Slrrrppp... Slrrrppp...*

Puas menjilati putingnya, aku mulai mengulum putingnya dan kuhisap-hisap hingga keluar ASI yang seharusnya untuk anak kami.

"Ahhhh... Abbiii... Ituu buat Icaaa... Nggakk bolehhh.... Ummmhh..." Desahnya melarangku meski tetap kuhisap-hisap.

Perlakuanku membuat Hani makin bernafsu, dan Hani makin mempercepat kocokannya di kontolku, membuatku ikut larut dalam kenafsuannya dan makin nafsu bermain di payudaranya.

*Clokk... Cclokkkk... Cllokk...*

Aku makin merasa tidak tahan, dan tanpa melepas kulumanku aku menarik paha Hani untuk mendekat kearahku, dan aku melepas tangan Hani yang masih menggenggam kontolku. Perlahan, aku mulai berusaha memasukkan kontolku ke memeknya, namun, Hani langsung menyadarinya dan dia kembali menarik pahanya dan menutup selangkangannya rapat-rapat.

"Hhhhh.... Hhhh.... Kenapaa Miii..."

"Hhhhh... Hhhh... Nggakk bolehh yaaa... Udah jam berapa lohhh inii.... Hhhh... Hhhhh..." Jawab Hani terengah-engah.

"Hhhhh... Tanggungg Miii... Main cepet ajaa dehh..." Balasku juga terengah-engah.

"Hhhhh... Hhhhh... Iyaaa... Tapi kan nanti perlu mandi lagii... Lama lagiii... Jangann yaaa..." Jawabnya lagi.

Awalnya aku kecewa, toh bila kami melakukannya dengan cepat pasti aku bisa cepat keluar juga. Namun...

"Kan nanti malem masih bisa, okey??... Ccuppphh..." Lanjutnya yang kemudian dengan kecupan lembut di pipiku.

Hanya dengan perlakuan seperti itu, aku langsung luluh, dan aku hanya tersenyum mengangguk mendengar tawarannya.

"Aku pake mulut aja yaaa... Biar bisa lebih cepet..." Tawarnya lagi, dan Hani langsung memindahkan posisinya keantara dua pahaku.

Hani langsung mengambil ikatan rambutnya, dan dia mengikat rambutnya cepol supaya tidak ada rambut yang terkena kontolku. Setelah itu, Hani perlahan kembali mengocok kontolku, dan sembari mengocok, Hani mulai menjilati batang kesukaannya.

*Slrpppp... Slrrppp...*

Hani menjilati kepala kontolku, dan perlahan, jilatannya menurun menyusuri batangku. Hani menjilati seluruh bagian kontolku tanpa menyisakan setitikpun layaknya sedang menjilati es krim.

*Slrrrppp... Slrrrrppp... Slrrrppp...*

"Urghh... Langsung aja, Mii... Katanya mau cepet...." desisku mengingatkannya.

Hani pun langsung paham dengan apa maksudku, dan perlahan, Hani mulai memasukkan kontolku ke dalam mulutnya yang mungil.

Tak butuh waktu lama bagi Hani untuk mulai memasukkan seluruh kontolku kedalam mulutnya, meski pada akhirnya Hani merasa tidak kuat dan hanya dapat menampung sebagian besar kontolku.

Setelah memasukkan kontolku sebisanya, Hani mulai menaik-turunkan kepalanya.

*Chlokhhh... Chlokhhh... Chlokhhh...*

Tanganku juga tak diam. Aku mulai mengusap-usap kepala Hani selagi Hani menyepong kontolku, dan tak jarang juga aku menuntun Hani untuk menyepong kontolku lebih cepat.

*CHLOKHHH... CHLOKHHH... CHLOKHHH...*

"UMMHHHH... MMBBIII... UMMMHHHH..." desahnya yang tertahan karena mulutnya masih dipenuhi kontolku.

Setelah aku merasa puas, Hani melepas kulumannya, dan dengan cepat Hani mengusap-usapkan kontolku di wajahnya.

"Mmmhhh... Biii... Bilang-bilang dongg kalo kamu mau kayak gitu..." Protesnya.

"Hahahahaa... Iyaa... Tapi lebih cepet yaa sayang, biar kekejar waktu jugaa..." Komandoku, dan dibalas dengan acungan jempol olehnya.

Setelah sudah puas melumasi wajahnya dengan cairan kenikmatan, Hani kembali memasukkan kontolku ke mulutnya, dan sesuai perintah, Hani langsung menyepong kontolku dengan cepat.

*Chlokhhh... Chlokhhh... Chlokhhh... Chlokkhh...*

"Urghh... Iyaa Mii... Kaya gituu..."

*Chlokhhh... Chlokhhh... Chlokhhh...*

Dengan Hani menyepongku dengan cepat, tak butuh waktu begitu lama bagiku untuk segera keluar, dan aku langsung memberi Hani sinyal kalau aku akan ejakulasi.

"Mmmii.... Aku udah mau keluarrr.... Terusss kaya gituuu...."

Hani pun paham, dan Hani tak berhenti menyepong kontolku dengan kecepatan tinggi, membuatku makin kelojotan dengan aksinya.

*CHLOKHHH.... CHLOKHHHH... CHLOKHHHH....*

Hani terus menyepongku, dan akhirnya, aku ejakulasi di dalam mulutnya.

"Miii... Akuu keluarrr..." lenguhku mendapatkan ejakulasi.

Hani yang paham pun memasukkan kontolku sedalam yang dia bisa, dan pejuku tumpah di dalam mulutnya begitu banyak.

Setelah keluar, Hani tidak langsung melepas kulumannya, dan Hani mewadahkan tangannya di bawah mulutnya untuk menampung peju yang luber dari mulutnya.

Pejuku pun keluar mengalir dari dalam mulutnya, dan Hani langsung menampung sisa-sisa bibit anak kami dan menelannya.

*Glekk...*

Tak berhenti disitu, Hani juga ikut menelan peju yang berada di tangannya, dan setelah selesai, Hani kembali menjilati kontolku untuk menyapu sisa-sisa peju yang masih menempel di batang kesayangannya.

*Slrrppp... Slrrrppp... Slrrrppp....*

Setelah selesai, Hani tak langsung memindahkan posisi tubuhnya, namun dia masih bertahan dan tangannya kembali menggenggam kontolku.

"Hhhhh... Hhhh.... Gimanaa???... Udah selesai kann olahraganya???..." Tanyanya meledekku.

"Hhhhh... Hhhhh... Iyaaa... Warm up dulu sekarang... Olahraganya mah nanti malem..." Jawabku yang membuatnya tertawa.

"Ummhhhh... Aku harus mandi lagi inimahh... Keringetann..." Ucapnya selagi tiba-tiba mengocok kontolku lagi.

"Udahh... Jangan dilanjutin kocokinnya... Nanti ronde dua berabe kamu..."

"Iyaaa sayangg... Yaudah... Kamu mandi diluar yaa... Nanti aku siapin bajunya... Ccupphhh..." Jawabnya disambung dengan kecupan ke kepala kontolku.

"Iyaaa sayangg, yaudah yuk, nanti kamu telat" balasku sembari mengelus-elus pipinya.

Hani pun bangkit dari posisinya, dan Hani langsung beranjak ke kamar mandi lagi. Aku juga ikut berdiri dan karena mengejar waktu aku harus cepat mandi karena aku juga harus mandi wajib.

Tak butuh waktu lama bagiku untuk mandi, dan ketika aku kembali ke kamar, aku sudah melihat Hani yang sudah rapi mengenakan kemeja berwarna oranye, disambung dengan rok serta jilbab berwarna hitam. Aku juga melihat sudah ada bajuku yang dipilih oleh Hani dengan warna yang matching olehnya.

"Matching banget ini outfitnya?" Tanyaku.

"Iya dong, kan nanti kita mau makan siang sama mas Farhan sama Sofi, biar couple-an gitu outfitnya hehehe" jawabnya diiringi dengan tawaan manisnya.

Akupun langsung beranjak mengenakan pakaianku, sementara Hani langsung beranjak menggantikan pakaian Ica selagi aku mengenakan pakaianku, dan ketika kami semua sudah siap, kami langsung lekas berangkat menuju ke kantor Hani.

-To be Continued-


Index:
•Part 1: A new Life (Page 1)​
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd