Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Wanita Yang Menutup Aurat

Status
Please reply by conversation.
Chapter 34

"Gak tahu, Mak...!" jawabku menyerah. Aku benar benar malu harus mengakui kenikmatan yang sedang kurasakan saat jari jari pria itu mengocok memekku dengan kasar. Tidak seharusnya Emak datang pada saat seperti sekarang, apa Imron tidak mampu mengimbangi keliaran Emak,? Pikirku. Aku tahu benar, Emak sangat liar. Dia bisa menaklukkan beberapa pria dalam semalam.

"Tuhkan, Ceu...!" kata pria bernama Juned yang mengerti arti jawabanku. Dia semakin kasar mencolok memekku yang sudah sangat basah, aku berusaha bertahan agar tidak mengerang nikmat. Harga diriku jangan sampai jatuh karena menikmati perlakuan pria berwajah buruk ini.

"Kom, Kokom. Kamu ngewe sama Imron, kasian Imron pengen nyobain memek kamu...!" kata Emak menarik tangan Juned yang sedang meremas payudaraku. Rupanya benar, sepertinya Imron tidak mampu melayani keliaran Emak, sehingga Emak lebih memilih Juned yang pasti lebih berpengalaman. Dan pengalaman yang dimiliki Juned pasti akan mampu memuaskan Emak. Gila, kenapa juga emak tidak pernah mau mengalah denganku, dia selalu memilih pejantan tangguh yang bisa memuaskannya.

"Iya, Mak...!" jawabku lemah. Di satu sisi aku agak kesal karena kenikmatanku terhenti dan pada sisi lainnya, aku merasa bersukur tubuhku tidak jadi dinikmati pria buruk rupa itu. Tapi, mendatangi Imron dan menyerahkan tubuhku begitu saja, juga bukan pilihan yang baik. Bukankah sama saja merendahkan harga diriku ke Imron, Santri munafik. Itu artinya, lepas dari mulut buaya, jatuh ke mulut harimau. Benar benar sebuah dilema, dilema yang sama sama akan mengantarkanku ke puncak kenikmatan.

Dengan perasaan tidak menentu, aku menimggalkan Emak dan Juned di kamar mandi. Di ruang tengah, Ustadzah Aisyah yang menungging, disodok oleh A Agus dengan kasar membuat tubuhnya berguncang keras. Sementara Imron duduk sambil mengocok kontolnya yang masih ngaceng atau mungkin juga dia belum keluar saat ditinggal Emak. Lumayan besar kontol Imron walau tidak sepanjang kontol A Agus, tapi besarnya sama. Pemandangan yang mampu membuat hatiku berdesir, sehebat apa kemampuan Imron, sehebat A Agus kah atau hanya penampilannya saja yang sangar. Nanti dulu, bukankah Imron belum keluar, berarti dia punya kemampuan untuk menundukkanku si kucing binal.

"Kom....!" panggil Imron terdengar ragu. Terlihat jelas dia masih pemuda bau kencur yang belum punya banyak pengalaman. Dia hanya berani memanggilku, seharusnya dia menghampiriku dan mengajakku atau bahkan memaksaku untuk melayani nafsunya seperti yang dilakukan Pak Juned kepadaku. Bukan hanya sekedar memanggil. Setidaknya dia harus menunjukkan dirinya sebagai pria jantan yang berani memaksaku.

Aku melengos tidak mau menunjukkan bahwa sebenarnya aku sangat menginginkan sodokan demi sodokan kontol yang akan membawaku ke langit ke tujuh. Tidak, dia harus lebih agresif atau dia tidak akan dapat menikmati tubuhku. Aku tidak mungkin mendatanginya dan menyerahkan tubuhku tanpa dia berusaha keras untuk mendapatkannya. Bukankah itu sama saja merendahkan harga diriku kepadanya.

"Kokom harus dipaksa Ron, gak usah takut...!" kata A Agus yang sudah mulai mengerti sifatku. Sebuah arahan yang seharusnya diikuti Imron. Tapi sepertinya Imron tidak mengerti, dia tetap duduk memandangiku sambil menggenggam kontolnya. Benar benar pria bodoh.

"Apaan sich A Agus, masak adek sendiri disuruh dipaksa...!" kataku mencibir ke arah Imron yang terlihat ragu, tangannya terus mengocok kontolnya dengan cepat. Sayang sekali kalau pejuhnya keluar oleh kocokan tangannya sendiri, sedangkan ada memek nganggur yang sedang menunggunya. Pikiran liarku hampir saja mematahkan keangkuhanku, tapi aku masih bisa bertahan. Aku mengalihkan perhatianku ke Ustadzah Aisyah yang sedang menungging, tubuhnya terguncang guncang oleh sodokan A Agus yang kasar.

"Kom, aku belum keluar nich, Bu Haji malah ninggalin aku..!" kata Imron dengan suara yang agak memelas minta dikasihani. Benar benar anak tolol, pikirku jengkel. Apa susahnya maksa aku, aku gak akan nolak kalau dipaksa. Atau dia merasa dirinya hebat dan kegantengan sehingga beranggapan aku akan dengan suka rela mendatanginya dan menyerahkan memekku. Cih, siapa sudi. Tapi sepertinya kontol Imron gak kalah hebat, pikiranku terusik saat melihat ke arah kontol Imron yang berada dalam genggamannya.

"Kamu Ron, Kokom harus dipaksa. Begini caranya ngajak Kokom ngewe..!" kata A Agus mencabut kontolnya dari memek Ustadzah Aisyah yang sedang menungging. A Agus menarik tanganku ke sofa panjang di samping Ustadzah Aisyah yang terlihat jengkel karena kenikmatannya tiba tiba berhenti. Tapi A Agus sepertinya tidak perduli dengan Ustadzah Aisyah, dia lebih tertarik memverikan contoh ke Imron cara menaklukkanku.

"Agusssss...! Memekku belom ngecrot...!" Ustadzah Aisyah terlihat melotot ke arah A Agus yang terlihat cuek. Seolah tidak mau kenikmatan yang sedang dirasakannya berhenti begitu saja, Ustadzah Aisyah menghampiri Imron, disingkirkannya tangan Imron yang sedang mengocok kontolnya. Ustadzah Aisyah memegang kontol Imron dan mendudukinya setelah pas pada lobang memeknya

"Gak dapet memek Kokom, masih ada memek Teteh yang gak kalah enaknya..!" kata Ustadzah Aisyah langsung memacu kontol Imron dengan cepat sehingga terdengar bunyi nyaring saat kontol Imron bergerak di lobang memek Ustadzah Aisyah. Gila, guru ngajiku ternyata sangat binal, auratnya yang selama ini tertutup, sekarang terlihat tanpa selembar benangpun yang menempel pada tubuhnya yang indah dan akan membuat iri setiap wanita yang melihatnya. Benar benar tidak pernah kubayangkan, ternyata ceritanya benar benar dibuktikan di hadapanku.

"A Agus, apa apaan sich...!" kataku jengkel saat A Agus meremas payudaraku dengan kasar dan protezku diabaikan begitu saja olehnya. Sepertinya A Agus tahu, apa yang terucap oleh bibirku sangat bertolak belakang dengan apa yang aku rasakan. Dia sudah sangat mengenalku dan tahu cara menundukkanku.

"Kamu sich pura pura gak mau diewe Imron, jadi aja Ustadzah ngewe sama Imron...!" gerutu A Agus, aku melihat kecemburuan di matanya, sepertinya dia tidak rela memek Ustadzah Aisyah dinikmati oleh Imron yang adalah adik kandung dari Ustadzah Aisyah.

"Ich, A Agus cemburu ya?" godaku. Belum pernah aku melihat A Agus cemburu, bahkan saat di Gunung Kemukus kami saling bertukar pasangan ngewe dengan bebas. Saat tubuhku dengan bebas dinikmati Mang Jalu dan Satria, A Agus justru sangat menikmatinya.

A Agus tidak memperdulikan godaanku, dia meninggalkanku begitu saja dan m menghampiri Ustadzah Aisyah yang sedang asik berjongkok di pangkuan Imron. Tanpa bertanya apa lagi meminta ijin, A Agus mengangkat tubuh Ustadzah Aisyah dari tubuh Imron. Aku terpaku melihat pemandangan seperti itu, tenaga A Agus ternyata sangat kuta, dengan mudahnya A Agus mengangkat Ustadzah Aisyah dalam posisi berjongkok. Pemandangan yang membuatku terbakar api cemburu. A Agus mengabaikanku begitu saja hanya karena wanita lain.

Rasa cemburu yang menjatuhkan harga diriku, aku akan membalas perlakuan A Agus yang sudah mengabaikanku. Aku menghampiri Imron yang bengong melihat Ustadzah Aisyah diangkat oleh A Agus, dengan hanya menaikkan daster panjangku ke atas hingga perut, aku berjongkok di atas kontol Imron yang langsung tersenyum senang melihatku. Aku meraih kontol Imron dan menggesek gesekkan ke memekku agar menjadi basah, kubiarkan Imron yang meremas payudaraku, aku lebih berkonsentrasi menggesek gesekkan kontol Imron hingga memekku siap menerima kehadiran kontol Imron, aku menekan pinggulku.

"Ochhhh, ennnnak...!" aku merintih menikmati setiap inci batang kontol Imron menyeruak masuk ke dalam lobang memekku. Mataku terpejam menikmati momen terindah yang selalu membuatku bahagia. Momen yang selalu ingin kurasakan setiap saat. Pantas saja Tina begitu ngebet pengen segera menikah, pikiran polosnya beranggapan dia bisa menikmati momen seperti ini setiap saat. Padahal, menikah bukan hanya sekedar ngewe.

"Kom, buka bajunya ya..!" seru Imron, tanpa menunggu jawabanku yang sedang menikmati kontolnya bersarang di memekku, Imron mengangkat dasterku lepas melalu kepalaku menyisakan BH berwarna krem. Tapi BHkupun langsung dilepaskannya sehingga hanya jilbab hitam yang maaih menutupi rambut dan kepalaku dan sepertinya Imron tidak berniat melepaskan jibabku.

"Gila, tetek kamu gede amat...!" seru Imron takjub melihat payudaraku yang besar, payudara yang pernah membuatku minder, tapi seiring berjalannya waktu, aku menjadi bangga dengan payudaraku yang sekarang ber CUP C. Untuk langsung menghisap puting payudaraku dengan bernafsu, membuatku merintih nikmat. Imron sudah menunjukkan watak aslinya, dasar santri cabul.

Aku mulai bergerak menaik turunkan pinggulku naik turun setelah terbiasa dengan kehadiran kontol Imron di memekku. Kontol yang sama besarnya dengan kontol A Agus, hanya lebih pendek beberapa senti dari kontol A Agus. Aku melihat ke arah A Agus yang secara bersamaan melihat ke arahku, kami saling berpandangan dan tersenyum. A Agus dan Ustadzah Aisyah sudah memulai aksi mereka dengan panas. Ustadzah Aisyah rebah terlentang di sofa panjang, satu kakinya naik ke sandaran sofa dan kaki satunya jatuh ke lantai.

"Buka jibabnya, ya Say..!" kata Imron membuatku terpaku. Inilah pertama kali memanggilku Say, setelah sekian lama aku mengenalnya. Aku belum pernah bicar,a dan dia sekarang memanggilku Say.

'Gak usah, Ustadzah aja masih pake jilbab..!" kataku pelan. Kami saling bertatapan dan tiba hatiku berdesir melihat tatapan mata Imron yang lembut sehingga membuatku lupa ada kontol Imron yang bersarang di lobang memekku. Gerakanku berhenti, aku terpesona oleh tatapan Imron, tatapan pertamanya yang terang terangan melihat ke mataku.

"Aku ingin lihat rambut indahmu..!" rayu Imron membuatku terpaku. Inipah pertama kali ada seorang pria yang berani merayuku. Swlama ini tidak ada yang berani secara terang terangan mendekatiku, mereka sepertinya sangat segan dengan pengaruh orang tuaku, terlebih selama ini aku selalu menjaga jarak dengan pria. Walau banyak dari mereka mengirimiku surat rayuan dan surat cinta, tapi baru sekarang ada pria yang merayuku.

"Buka ya, Sayang...!" kata Imron lagi, dan aku hanya mengangguk membiarkan Imron membuka jilbabku dan melepas ikatan rambutku sehingga rambutku yang panjang tergerai bebas di punggungku.

"Kamu cantik sekali, aku sudah lama jatuh cinta sama kamu...!" kata Imron membuat jantungku nyaris berhenti berdetak. Aku benar benar lupa bahwa kontol Imron masih terbenam di memekku. Aku terpaku menatapnya, tidak percaya dengan apa yang aku dengar.

"Kom, digoyang donk. Masa kontolku di diemin aja...!" kata Imron sambil melumat bibirku dengan lembut. Kelembutan yang membuatku merinding. Aku tersadar dengan posisiku, perlahan aku menggerakkan pinggulku memompa kontol Imron, entah kenapa aku bergerak lembut. Padahal selama ini aku sangat menyukai memekku dikocok dengan cepat dan bertenaga

"Memek kamu ennnnnak sayang, lebih enak dari memek Teh Aisyah...!" kata Imron membuatku tersipu malu. Aku semakin cepat memompa kontol Imron, cepat tapi tidak kasar seperti yang selama ini aku lakukan. Ada keinginan untuk bisa memuaskan Imron, keinginan yang muncul dengan tiba tiba.

"Imron, mentang mentang udah dapet memek Kokom, sampe lupa memek Teteh...!" kata Ustadzah Aisyah yang rupanya mendengar perkataan Imron. Aku tidak berani menoleh ke arah Ustadzah Aisyah, begitu pula dengan Imron yang sedang asik mempermainkan payudaraku dan menghisap putingku seperti seorang bayi.

Aku semakin bersemangan memompa kontol Imron hingga ahirnya aku tidak mampu bertahan, aku merasakan desakan orgasme yang membuta sekujur tubuhku mengejang. Orgasme dahsat yang sangat berbeda dengan orgasme yang swlama ini aku alami.

"Kokom......kelllluar....!" aku mendekap kepala Imron yang berada di payudarku. Jiwaku seperti melayang terombang ambing orgasme yang dahsat hingga ahirnya seluruh tubuhku kehilangan tenaga.

"Enak Say....?" tanya Imron yang kujawab dengan anggukan kepala. Entah kenapa aku ingin Imron yang mengambil alih permaimama, apa lagi kulihat Imron belum mendapatkan orgasme, kontolnya tetap keras di dalam memekku. Aku ingin tahu bagaimana caranya bisa memuaskan nafsu sexku yang besar, bahkan cenderung hyper sex.

"Ennnnak banget, kontol kamu keras....!" kataku tersenyum, senyum terindah yang pernah kuberikan ke Imron. Selama ini kami tidak pernah mengobrol, hanya sekedar basa basi saat kami bertemu. Aku merasa aneh saat ini kami berpelukan dengan tubuh polos, kontolnya terbenam di memekku. Aku ragu, apa benar dia mencintaiku seperti pengakuannya tadi atau hanya perkataan yang terlontar begitu saja untuk mendapatkan kenikmatan tubuhku.

"Pindah ke kamar, yuk...! Aku ingin kita menghabiskan malam ini hanya berdua... Aku bahagia malam ini bisa memiliki tubuhmu, semoga suatu saat aku bisa memiliki hatimu..!" kata Imron lembut. Perkataannya seperti menohok hatiku, maaih pantaskah aku mendapatkan pria yang benar benar tulus mencintaiku setelah tubuhku ternoda dan dinikmati banyak pria. Aku menunduk tidak berani memandang wajah Imron. Bahkan aku tidak mempunyai kekuatan untuk beranjak dari pangkuan Imron, perkataannya membuat kekuatanku lenyap.

"Akkku...!" ucapanku terhenti, Imron mengulum binirku dengan lembut dan penuh perasaan. Instingku menuntunku membalas ciumannya, sehingga kami melakukannya sangat lama hingga kami hampir kehabisan nafas, barulah ciuman kami terhenti.

"Waduh anak Emak ahirnya bisa nyobain kontol Santri, gimana rasanya?" tanya Emak yang tiba tiba muncul mengembalikkan kesadaranku.

Aku menoleh ke belakang, Emak tersenyum melihatku dengan tubuh maaih tetap polos, di sampingnya Pak Juned menatapku dengan tajam seperti sedang melihat mangsa empuk yang akan segera diterkamnya begitu aku lengah. Aku bergidik melihat tatapan matanya yang seperti itu. Mungkin karena dia jarang menikmati wanita cantik, wajar dia menjadi sangat bernafsu.

"Ceu Haji, sekarang aku boleh nyobain memek anak Ceu Haji yang cantik, kan? Eceu sudah janji kalau aku bisa muasin Eceu, aku boleh ngewe anak Eceu yang cantik." tanya Juned membuatku risih. Imron tiba tiba memelukku sangat erat, sepertinya dia tidak rela tubuhku dinikmati pria buruk rupa itu.

Bersambung
 
Si kokom jgn di kasih ke juned,,,bisa2 turun level tuh
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Chapter 34

"Gak tahu, Mak...!" jawabku menyerah. Aku benar benar malu harus mengakui kenikmatan yang sedang kurasakan saat jari jari pria itu mengocok memekku dengan kasar. Tidak seharusnya Emak datang pada saat seperti sekarang, apa Imron tidak mampu mengimbangi keliaran Emak,? Pikirku. Aku tahu benar, Emak sangat liar. Dia bisa menaklukkan beberapa pria dalam semalam.

"Tuhkan, Ceu...!" kata pria bernama Juned yang mengerti arti jawabanku. Dia semakin kasar mencolok memekku yang sudah sangat basah, aku berusaha bertahan agar tidak mengerang nikmat. Harga diriku jangan sampai jatuh karena menikmati perlakuan pria berwajah buruk ini.

"Kom, Kokom. Kamu ngewe sama Imron, kasian Imron pengen nyobain memek kamu...!" kata Emak menarik tangan Juned yang sedang meremas payudaraku. Rupanya benar, sepertinya Imron tidak mampu melayani keliaran Emak, sehingga Emak lebih memilih Juned yang pasti lebih berpengalaman. Dan pengalaman yang dimiliki Juned pasti akan mampu memuaskan Emak. Gila, kenapa juga emak tidak pernah mau mengalah denganku, dia selalu memilih pejantan tangguh yang bisa memuaskannya.

"Iya, Mak...!" jawabku lemah. Di satu sisi aku agak kesal karena kenikmatanku terhenti dan pada sisi lainnya, aku merasa bersukur tubuhku tidak jadi dinikmati pria buruk rupa itu. Tapi, mendatangi Imron dan menyerahkan tubuhku begitu saja, juga bukan pilihan yang baik. Bukankah sama saja merendahkan harga diriku ke Imron, Santri munafik. Itu artinya, lepas dari mulut buaya, jatuh ke mulut harimau. Benar benar sebuah dilema, dilema yang sama sama akan mengantarkanku ke puncak kenikmatan.

Dengan perasaan tidak menentu, aku menimggalkan Emak dan Juned di kamar mandi. Di ruang tengah, Ustadzah Aisyah yang menungging, disodok oleh A Agus dengan kasar membuat tubuhnya berguncang keras. Sementara Imron duduk sambil mengocok kontolnya yang masih ngaceng atau mungkin juga dia belum keluar saat ditinggal Emak. Lumayan besar kontol Imron walau tidak sepanjang kontol A Agus, tapi besarnya sama. Pemandangan yang mampu membuat hatiku berdesir, sehebat apa kemampuan Imron, sehebat A Agus kah atau hanya penampilannya saja yang sangar. Nanti dulu, bukankah Imron belum keluar, berarti dia punya kemampuan untuk menundukkanku si kucing binal.

"Kom....!" panggil Imron terdengar ragu. Terlihat jelas dia masih pemuda bau kencur yang belum punya banyak pengalaman. Dia hanya berani memanggilku, seharusnya dia menghampiriku dan mengajakku atau bahkan memaksaku untuk melayani nafsunya seperti yang dilakukan Pak Juned kepadaku. Bukan hanya sekedar memanggil. Setidaknya dia harus menunjukkan dirinya sebagai pria jantan yang berani memaksaku.

Aku melengos tidak mau menunjukkan bahwa sebenarnya aku sangat menginginkan sodokan demi sodokan kontol yang akan membawaku ke langit ke tujuh. Tidak, dia harus lebih agresif atau dia tidak akan dapat menikmati tubuhku. Aku tidak mungkin mendatanginya dan menyerahkan tubuhku tanpa dia berusaha keras untuk mendapatkannya. Bukankah itu sama saja merendahkan harga diriku kepadanya.

"Kokom harus dipaksa Ron, gak usah takut...!" kata A Agus yang sudah mulai mengerti sifatku. Sebuah arahan yang seharusnya diikuti Imron. Tapi sepertinya Imron tidak mengerti, dia tetap duduk memandangiku sambil menggenggam kontolnya. Benar benar pria bodoh.

"Apaan sich A Agus, masak adek sendiri disuruh dipaksa...!" kataku mencibir ke arah Imron yang terlihat ragu, tangannya terus mengocok kontolnya dengan cepat. Sayang sekali kalau pejuhnya keluar oleh kocokan tangannya sendiri, sedangkan ada memek nganggur yang sedang menunggunya. Pikiran liarku hampir saja mematahkan keangkuhanku, tapi aku masih bisa bertahan. Aku mengalihkan perhatianku ke Ustadzah Aisyah yang sedang menungging, tubuhnya terguncang guncang oleh sodokan A Agus yang kasar.

"Kom, aku belum keluar nich, Bu Haji malah ninggalin aku..!" kata Imron dengan suara yang agak memelas minta dikasihani. Benar benar anak tolol, pikirku jengkel. Apa susahnya maksa aku, aku gak akan nolak kalau dipaksa. Atau dia merasa dirinya hebat dan kegantengan sehingga beranggapan aku akan dengan suka rela mendatanginya dan menyerahkan memekku. Cih, siapa sudi. Tapi sepertinya kontol Imron gak kalah hebat, pikiranku terusik saat melihat ke arah kontol Imron yang berada dalam genggamannya.

"Kamu Ron, Kokom harus dipaksa. Begini caranya ngajak Kokom ngewe..!" kata A Agus mencabut kontolnya dari memek Ustadzah Aisyah yang sedang menungging. A Agus menarik tanganku ke sofa panjang di samping Ustadzah Aisyah yang terlihat jengkel karena kenikmatannya tiba tiba berhenti. Tapi A Agus sepertinya tidak perduli dengan Ustadzah Aisyah, dia lebih tertarik memverikan contoh ke Imron cara menaklukkanku.

"Agusssss...! Memekku belom ngecrot...!" Ustadzah Aisyah terlihat melotot ke arah A Agus yang terlihat cuek. Seolah tidak mau kenikmatan yang sedang dirasakannya berhenti begitu saja, Ustadzah Aisyah menghampiri Imron, disingkirkannya tangan Imron yang sedang mengocok kontolnya. Ustadzah Aisyah memegang kontol Imron dan mendudukinya setelah pas pada lobang memeknya

"Gak dapet memek Kokom, masih ada memek Teteh yang gak kalah enaknya..!" kata Ustadzah Aisyah langsung memacu kontol Imron dengan cepat sehingga terdengar bunyi nyaring saat kontol Imron bergerak di lobang memek Ustadzah Aisyah. Gila, guru ngajiku ternyata sangat binal, auratnya yang selama ini tertutup, sekarang terlihat tanpa selembar benangpun yang menempel pada tubuhnya yang indah dan akan membuat iri setiap wanita yang melihatnya. Benar benar tidak pernah kubayangkan, ternyata ceritanya benar benar dibuktikan di hadapanku.

"A Agus, apa apaan sich...!" kataku jengkel saat A Agus meremas payudaraku dengan kasar dan protezku diabaikan begitu saja olehnya. Sepertinya A Agus tahu, apa yang terucap oleh bibirku sangat bertolak belakang dengan apa yang aku rasakan. Dia sudah sangat mengenalku dan tahu cara menundukkanku.

"Kamu sich pura pura gak mau diewe Imron, jadi aja Ustadzah ngewe sama Imron...!" gerutu A Agus, aku melihat kecemburuan di matanya, sepertinya dia tidak rela memek Ustadzah Aisyah dinikmati oleh Imron yang adalah adik kandung dari Ustadzah Aisyah.

"Ich, A Agus cemburu ya?" godaku. Belum pernah aku melihat A Agus cemburu, bahkan saat di Gunung Kemukus kami saling bertukar pasangan ngewe dengan bebas. Saat tubuhku dengan bebas dinikmati Mang Jalu dan Satria, A Agus justru sangat menikmatinya.

A Agus tidak memperdulikan godaanku, dia meninggalkanku begitu saja dan m menghampiri Ustadzah Aisyah yang sedang asik berjongkok di pangkuan Imron. Tanpa bertanya apa lagi meminta ijin, A Agus mengangkat tubuh Ustadzah Aisyah dari tubuh Imron. Aku terpaku melihat pemandangan seperti itu, tenaga A Agus ternyata sangat kuta, dengan mudahnya A Agus mengangkat Ustadzah Aisyah dalam posisi berjongkok. Pemandangan yang membuatku terbakar api cemburu. A Agus mengabaikanku begitu saja hanya karena wanita lain.

Rasa cemburu yang menjatuhkan harga diriku, aku akan membalas perlakuan A Agus yang sudah mengabaikanku. Aku menghampiri Imron yang bengong melihat Ustadzah Aisyah diangkat oleh A Agus, dengan hanya menaikkan daster panjangku ke atas hingga perut, aku berjongkok di atas kontol Imron yang langsung tersenyum senang melihatku. Aku meraih kontol Imron dan menggesek gesekkan ke memekku agar menjadi basah, kubiarkan Imron yang meremas payudaraku, aku lebih berkonsentrasi menggesek gesekkan kontol Imron hingga memekku siap menerima kehadiran kontol Imron, aku menekan pinggulku.

"Ochhhh, ennnnak...!" aku merintih menikmati setiap inci batang kontol Imron menyeruak masuk ke dalam lobang memekku. Mataku terpejam menikmati momen terindah yang selalu membuatku bahagia. Momen yang selalu ingin kurasakan setiap saat. Pantas saja Tina begitu ngebet pengen segera menikah, pikiran polosnya beranggapan dia bisa menikmati momen seperti ini setiap saat. Padahal, menikah bukan hanya sekedar ngewe.

"Kom, buka bajunya ya..!" seru Imron, tanpa menunggu jawabanku yang sedang menikmati kontolnya bersarang di memekku, Imron mengangkat dasterku lepas melalu kepalaku menyisakan BH berwarna krem. Tapi BHkupun langsung dilepaskannya sehingga hanya jilbab hitam yang maaih menutupi rambut dan kepalaku dan sepertinya Imron tidak berniat melepaskan jibabku.

"Gila, tetek kamu gede amat...!" seru Imron takjub melihat payudaraku yang besar, payudara yang pernah membuatku minder, tapi seiring berjalannya waktu, aku menjadi bangga dengan payudaraku yang sekarang ber CUP C. Untuk langsung menghisap puting payudaraku dengan bernafsu, membuatku merintih nikmat. Imron sudah menunjukkan watak aslinya, dasar santri cabul.

Aku mulai bergerak menaik turunkan pinggulku naik turun setelah terbiasa dengan kehadiran kontol Imron di memekku. Kontol yang sama besarnya dengan kontol A Agus, hanya lebih pendek beberapa senti dari kontol A Agus. Aku melihat ke arah A Agus yang secara bersamaan melihat ke arahku, kami saling berpandangan dan tersenyum. A Agus dan Ustadzah Aisyah sudah memulai aksi mereka dengan panas. Ustadzah Aisyah rebah terlentang di sofa panjang, satu kakinya naik ke sandaran sofa dan kaki satunya jatuh ke lantai.

"Buka jibabnya, ya Say..!" kata Imron membuatku terpaku. Inilah pertama kali memanggilku Say, setelah sekian lama aku mengenalnya. Aku belum pernah bicar,a dan dia sekarang memanggilku Say.

'Gak usah, Ustadzah aja masih pake jilbab..!" kataku pelan. Kami saling bertatapan dan tiba hatiku berdesir melihat tatapan mata Imron yang lembut sehingga membuatku lupa ada kontol Imron yang bersarang di lobang memekku. Gerakanku berhenti, aku terpesona oleh tatapan Imron, tatapan pertamanya yang terang terangan melihat ke mataku.

"Aku ingin lihat rambut indahmu..!" rayu Imron membuatku terpaku. Inipah pertama kali ada seorang pria yang berani merayuku. Swlama ini tidak ada yang berani secara terang terangan mendekatiku, mereka sepertinya sangat segan dengan pengaruh orang tuaku, terlebih selama ini aku selalu menjaga jarak dengan pria. Walau banyak dari mereka mengirimiku surat rayuan dan surat cinta, tapi baru sekarang ada pria yang merayuku.

"Buka ya, Sayang...!" kata Imron lagi, dan aku hanya mengangguk membiarkan Imron membuka jilbabku dan melepas ikatan rambutku sehingga rambutku yang panjang tergerai bebas di punggungku.

"Kamu cantik sekali, aku sudah lama jatuh cinta sama kamu...!" kata Imron membuat jantungku nyaris berhenti berdetak. Aku benar benar lupa bahwa kontol Imron masih terbenam di memekku. Aku terpaku menatapnya, tidak percaya dengan apa yang aku dengar.

"Kom, digoyang donk. Masa kontolku di diemin aja...!" kata Imron sambil melumat bibirku dengan lembut. Kelembutan yang membuatku merinding. Aku tersadar dengan posisiku, perlahan aku menggerakkan pinggulku memompa kontol Imron, entah kenapa aku bergerak lembut. Padahal selama ini aku sangat menyukai memekku dikocok dengan cepat dan bertenaga

"Memek kamu ennnnnak sayang, lebih enak dari memek Teh Aisyah...!" kata Imron membuatku tersipu malu. Aku semakin cepat memompa kontol Imron, cepat tapi tidak kasar seperti yang selama ini aku lakukan. Ada keinginan untuk bisa memuaskan Imron, keinginan yang muncul dengan tiba tiba.

"Imron, mentang mentang udah dapet memek Kokom, sampe lupa memek Teteh...!" kata Ustadzah Aisyah yang rupanya mendengar perkataan Imron. Aku tidak berani menoleh ke arah Ustadzah Aisyah, begitu pula dengan Imron yang sedang asik mempermainkan payudaraku dan menghisap putingku seperti seorang bayi.

Aku semakin bersemangan memompa kontol Imron hingga ahirnya aku tidak mampu bertahan, aku merasakan desakan orgasme yang membuta sekujur tubuhku mengejang. Orgasme dahsat yang sangat berbeda dengan orgasme yang swlama ini aku alami.

"Kokom......kelllluar....!" aku mendekap kepala Imron yang berada di payudarku. Jiwaku seperti melayang terombang ambing orgasme yang dahsat hingga ahirnya seluruh tubuhku kehilangan tenaga.

"Enak Say....?" tanya Imron yang kujawab dengan anggukan kepala. Entah kenapa aku ingin Imron yang mengambil alih permaimama, apa lagi kulihat Imron belum mendapatkan orgasme, kontolnya tetap keras di dalam memekku. Aku ingin tahu bagaimana caranya bisa memuaskan nafsu sexku yang besar, bahkan cenderung hyper sex.

"Ennnnak banget, kontol kamu keras....!" kataku tersenyum, senyum terindah yang pernah kuberikan ke Imron. Selama ini kami tidak pernah mengobrol, hanya sekedar basa basi saat kami bertemu. Aku merasa aneh saat ini kami berpelukan dengan tubuh polos, kontolnya terbenam di memekku. Aku ragu, apa benar dia mencintaiku seperti pengakuannya tadi atau hanya perkataan yang terlontar begitu saja untuk mendapatkan kenikmatan tubuhku.

"Pindah ke kamar, yuk...! Aku ingin kita menghabiskan malam ini hanya berdua... Aku bahagia malam ini bisa memiliki tubuhmu, semoga suatu saat aku bisa memiliki hatimu..!" kata Imron lembut. Perkataannya seperti menohok hatiku, maaih pantaskah aku mendapatkan pria yang benar benar tulus mencintaiku setelah tubuhku ternoda dan dinikmati banyak pria. Aku menunduk tidak berani memandang wajah Imron. Bahkan aku tidak mempunyai kekuatan untuk beranjak dari pangkuan Imron, perkataannya membuat kekuatanku lenyap.

"Akkku...!" ucapanku terhenti, Imron mengulum binirku dengan lembut dan penuh perasaan. Instingku menuntunku membalas ciumannya, sehingga kami melakukannya sangat lama hingga kami hampir kehabisan nafas, barulah ciuman kami terhenti.

"Waduh anak Emak ahirnya bisa nyobain kontol Santri, gimana rasanya?" tanya Emak yang tiba tiba muncul mengembalikkan kesadaranku.

Aku menoleh ke belakang, Emak tersenyum melihatku dengan tubuh maaih tetap polos, di sampingnya Pak Juned menatapku dengan tajam seperti sedang melihat mangsa empuk yang akan segera diterkamnya begitu aku lengah. Aku bergidik melihat tatapan matanya yang seperti itu. Mungkin karena dia jarang menikmati wanita cantik, wajar dia menjadi sangat bernafsu.

"Ceu Haji, sekarang aku boleh nyobain memek anak Ceu Haji yang cantik, kan? Eceu sudah janji kalau aku bisa muasin Eceu, aku boleh ngewe anak Eceu yang cantik." tanya Juned membuatku risih. Imron tiba tiba memelukku sangat erat, sepertinya dia tidak rela tubuhku dinikmati pria buruk rupa itu.

Bersambung
wah Imron bahaya juga ini huu haha sampe mainin perasaan kokom
 
Ya ampun suhu. Aku bayangin cerita nya sambil liatin poto profil teteh, jadi jatuh hati beneran :(. Kokoooom boleh kenal beneran gak? Pingin kokom ada beneran dan bisa berduaan ama kokom, huhuhu
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd