Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Wanita Yang Menutup Aurat

Status
Please reply by conversation.
Chapter 26

Aku bangun dengan tubuh terasa letih setelah kemaren memekku disodok bergantian oleh tiga pria yang mempunyai kontol jumbo. Aku melihat jam di dinding, jarum pendeknya menunjukkan ang 11 dan jarum panjangnya pada angka 6. Untuk pertama kali aku bangun siang. Perlahan aku menggeliat merenggangjan seluruh otot di tubuhku.

Aku bangun dan mengambil pakaianku yang tergantung pada dinding kamar. Aku mengeluh, memekku terasa sangat ngilu akibat sodokan tiga kontol jumbo kemarin. Aku memakai baju gamisku tanpa memakai BH dan CD. Aku mau mandi, jadi buat apa pakai BH dan CD.

"Eh anak Emak sudah bangun. Buruan mandi, terus makan. Kita pulang.?" kata ibu memeluk dan menciumi wajahku yang bau keringat. Ibuku sudah harum dan berpakaian rapi.

"Memek Kokom ngilu..!" aku merungis saat berjalan.

"Nanti juga enggak. Pelan pelan saja jalannya. Apa mau Emak panggil Aa buat gendong kamu?" tanya ibu terlihat hawatir.

"Gak usah Maj, nanti Kokom malah diewe..!" kataku mencegah. Membayangkan kontol saja membuat memekku semakin ngilu.

Bisa dibayangkan penderitaanku berjalan ke kamar mandi yang berada di belakang. Setiap langkah menimbulkan rasa ngilu di memekku, aku berusaha menahan rasa ngilu agar tidak terlihat di wajahku. Sebuah usaha yang kurasa percuma.

"Memek kamu sakit, ya?" tanya Mbak Ratih yang berpapasan denganku di pintu dapur. Aku hanya tersenyum mengiyakan.

"Memek Mbak juga ngilu disodok kontol jumbo seharain." kata Mbak Ratih tersenyum menghiburku.

Setelah perjuangan cukup panjang, aku selesai mandi dan kembali ke kamarku. Aku berpakaian dengan santai, apa lagi saat memakai celana dalam, sedikit gerakan rasa ngilu di memekku semakin terasa. Kenikmatan yang kurasakan seharian, ternyata bayarannya rasa ngilu yang berkepanjangan. Apa karena ini adalah pengalaman pertamaku? Entahlah.

"Kita pulang sekarang. Kamu gak apa apa kan?" tanya ibu khawatir dengan keadaanku. Aku hanya mengangguk.

"Aa gendong ya?" A Agus memaksa untuk menggendongku, padahal aku sudah beberapa kali nenolaknya. Ahirnya aku menyerah saat A Agus menggendongku di belakang. Saat kakiku terbuka, sakitnya minta ampun membuatku harus menahan sakit.

*****

Sampai rumah aku jatuh sakit, suhu tubuhku tinggi sehingga Ibu memanggil dokter magang Puskesmas untuk memeriksa kondisiku. Aku agak was was saat dokter magang yang masih muda datang ke rumah untuk memeriksa kondisiku. Aku takut dokter itu tau memekku agak bengkakt setelah dihajar habis habisan oleh tiga kontol jumbo. Untung dokter tidak memeriksa payudaraku, dia hanya menempelkan alat ke dadaku dari balik baju dan juga dia tidak memeriksa memekku sehingga dia tidak tahu memekku memar.

"Gimana keadaan anak saya, dok?" tanya ubu hawatir. Aneh, biasanya mata ibu akan jelalatan melihat pemuda yang cukup tampan. Kali ini tidak, mata ibu terlihat begitu hawatir.

"Gak apa apa, Bu Haji. Mungkin karena kecapean saja dan butuh istirahat." jawab dokter sambil terus memeriksaku dengan telaten. Pandangan matanya yang genit membuatku risih. Dokter muda itu menulis resep di secarik kertas dan memberikannya kepada ibu.

"Ini Bu resepnya bisa dibeli di apotik, saya pamit dulu." kata dokter berpamitan dan sekali lagi dia menoleh ke arahku sambil mengedipkan sebelah matanya.

Aku memejamkan mataku setelah dokter itu pergi. Berusaha untuk tidur seperti yang dianjurkan oleh dokter untuk beristirahat total. Tapi aku tidak bisa tidur. Sepanjang perjalanan dari Solo aku tidur dan bangun setelah sampai Cikampek. Sesampainya di rumah aku kembali tidur dan baru bangun sejam yang lalu. Sekarang aku malah tidak bisa tidur, padahal aku belum bisa bergerak leluasa, memekku masih terasa ngilu...

Pintu terbuka, Ecih dan Tina masuk tanpa permisi membuatku merasa senang dan sekaligus heran, bukankah Ecih kemaren baru saja menikah? Bagaimana bisa dia datang menemuiku.

"Cih, bukannya kamu baru nikah, ko bisa ke sini?" tanyaku heran, apa lagi wajah Ecih terlihat cerah tidak seperti beberapa hari yang lalu.

"Aku batal nikah, calon suamiku meninggal kena serangan jantung..!" kata Ecih tersenyum bahagia.

Aku menatap Ecih, nyaris tidak percaya dengan apa yang aku dengar. Batal menikah, bukankah itu musibah buat Ecih yang sedang hamil. Bagaimana kalau perutnya semakin besar dan semua orang tahu? Itu aib yang besar untuk ukuran desa.

"Lalu bagimana dengan perutmu?" tanyaku.

"Aku gak hamil, cuma pura pura hamil biar calon suamiku membatalkan niatnya menikahiku." jawab Ecih riang.

Aku heran dengan cara berpikir Ecih yang ngawur tapi ada benarnya. Lelaki mana yang mau menikahi gadis yang sudah hamil oleh orang lain.

"Kalian ke Gunung Kemukus kenapa gak ngajak ngajak aku, sich?" tanya Tina menyerobot pembicaraanku dengan Ecih.

"Siapa bilang kami ke Gunung Kemukus?" tanyaku sewot.

"Kata Asep. Mestinya kalian ngajak aku rutual ewean di Gunung Kemukus, pasti enak banget. Aku bisa ewean sehari semalam." cerocos Tina seenaknya. Matanya menerawang.

Dia tidak tahu dan mengalami rasanya disodok tiga kontol jumbo terus menerus hungga memek menjadi memar dan bengkak. Andai dia tahu penyebab aku sakit, apa dia masih mau terus terusan disodok kontol.

"Pikiran kamu cuma ewean. Kalau cuma pengen ewean mah gampang, tunggal bilang ke Mang Gandhi sama si Asep, kamu bakal diewe sehari semalam." Ecih tertawa, mentertawakan Tina, padahal biasanya Ecih akan mengomel panjang pendek kalau Tina sudah mulai ngawur seperti sekarang. Tapi Ecih sedang bahagia karena pernikahannya batal sehingga bisa menggoda Tina.

"Kamu sudah baikan, Kom?" tanya A Agus yang masuk kamarku tanpa permisi.

"Loh, ada Ecih dan Tina." kata A Agus begitu melihar Ecih dan Tina. Tangannya mengelus pipi Ecih yang halus membuat Tina melotot iri.

"Kamu udah mendingan?" tanya A Agus membelai kepalaku, wajahnya terlihat begitu hawatir.

"Udah mendingan, A. A Agus katanya mau ke Bogor?" tanyaku. Setahuku kemaren dia bilang mau ke Bogor ke rumah Pak Jalu sambil nyari nyari kerja.

"Nanti saja kalau kamu sudah sehat." jawab A Agus mencium keningku. Entah kenapa aku merasa ciuman A Agus kali ini sangat berbeda, bukan ciuman seorang kakak tapi ciuman seorang pria dewasa yang sedang mabuk birahi. Apa karena kejadian di kemukus atau sejak di kosan saat A Agus gagal mendapatkan perawanku?

"A, Tina pengen ngerasain diewe A Agus, tuch..!" tiba tiba pikiran jailku melintas. Pikiran yang muncul untuk menghilangkan kegelisahanku akibat ciuman A Agus.

"Ich Kokom apain sich!!" Tina menunduk malu, wajahnya langsung merah. Lain dengan ekspresi yang ditunjukkan Ecih yang melotot menatapku. Sepertinya Ecih tidak rela harus berbagi kontol A Agus dengan Tina.

"Beneran, Tun? Kamu masih perawan apa udah bolong?" tanya A Agus begutu antusias. A Agus mengelus pipi Tina membuat Tina semakin malu.

Dasar A Agus, ditawarin memek langsung nyosor. Walau tidak secantik Ecih, tapi wajahnya manis tidak membosankan dilihatnya. Apa lagi bentuk tubuhnya paling proposional di antara kami. Aku dengan payudara yang terus membesar sehingga badankupun cenderung besar. Ecih yang tubuhnya mungil.

"Memeknya Tina udah dijebol Mang Gandhi." kata Ecih ketus. Senyum sudah hilang dari wajahnya yang imut.

"Aduh, pada kumpul di sini. Gus, anter Emak ke apotik beli obat." kata ibu dari ambang pintu yang terbuka.

"Iya, Bu.!" jawab A Agus pergi meninggalkan kami.

Seminggu aku terbaring, ahirnya kondisiku benar benar pulih. Memekku sudah tidak terasa sakit sama sekali dan bisa menggerakkan sekujur tubuhku dengan leluasa. Selama seminggu Ecih dan Tina selalu menemaniku dengan setia.

Setelah kondisiku pulih, ibu mengajakku ke bidan di kota, tentu saja aku heran kenapa ibu mengajakku ke bidan. Apa jangan jangan Ibu hamil.

"Mau ngapain ke bidan, Mak? Jangan jangan Emak hamil?" tanyaku heran.

"Emak gak hamil. Kemaren kamu sudah menskan?" tanya Emak yang sabgat hafal kapan waktunya aku datang bulan.

"Hush, Emak gak hamil. Emak mau kamu pasang spiral biar gak hamil kalau ewean." kata ibu menjelaskan maksudnya.

"Och gitu, kirain Emak hamil lagi." kataku tertawa geli sekaligus heran, kenapa ibu menyuruhku pasang spiral. Apa dia benar benar mengijinkanku menjadi gadis binal yang bebas menikmati ewean dengan setiap lelaki. Tetapi aku tidak bertanya lagi. Setidaknya ibu benar aku harus pasang spiral agar tidak hamil.

Aku segera bersiap memakai pakaian yang kuanggap layak untuk berjalan jalan. Selesai bersolek aku keluar menemui Ibu di ruang keluarga. Ternyata sudah ada Ecih dan Tina di sana. Pantas aku mendengar suara mereka saat berada dalam kamar.

"Gimana Mak, jadi gak? Ecih sama Tina bagaimana?" tanyaku bingung. Melihat dari pakaian mereka sepertinya mereka juga akan ikut.

Sepanjang perjalanan ke bidan di kota, kami saling bercanda bahagia. Tentu saja aku sangat bahagia, dengan persahabatan kami.

******

"Mak. kokom mau ke rumah Ecih ya..!" pamitku ke Ibu yang sedang asik mencatat pembukuan. Aku tidak pernah tahu pembukuan macam apa yang ibu tulis.

"Iya, nanti kamu sudah mulai ngaji lagi?" tanya ibu.

"Iya, Mak.!" jawabku.

Sepanjang jalan aku berpikir tentang ritual Gunung Kemukus yang sudah kulakukan bersama Ecih. Hajat Ecih sudah terkabul, dia tidak jadi menikah, lalu bagaimana dengan hajatku yang ingin agar pembunuh ayahku tertangkap. Sampai sekarang belum ada tanda tanda pembunuh ayahku tertangkap.

"Eh Neng Kokom, nyari Ecih ya?" tanya Mang Ikat menyambut kedatanganku di teras rumahnya sambil ngopi dan merokok.

"Iya, Mang..!" jawabku menunduk malu. Mang Ikat orang pertama yang melihat tubuh bugilku, meremas dan menghisap payudaraku dan juga menjilati memekku. Kontol pertama yang kulum dan kutelan pejuhnya.

"Telat, Neng. Ecih sama Tina tadi ke sawah mau nyari tutut." kata Mang Ikat.

"Siang siang nyari tutut, udah item makin item." omelku karena ditinggal begitu saja.

"Udah gak usah ngomel, kan ada Mang Ikat..?" kata Mang Ikat tersenyum mendengarku mengomel. Matanya terlihat kurang ajar melihat tonjolan payudaraku yang besar.

Entah kenapa sekarang aku merasa bangga setiap kalli ada pria yang mengagumi payudaraku. Ya, ini adalah aset paling berharga milikku, buat apa aku harus malu. Jarang wanita yang punya payudara sebesar punyaku.

"Nenk Kokom di Gunung Kemukus juga ikutan ritual ya?" tanya Mang Ikat.

Aku hanya mengangguk mengiyakan. Semoga Mang Ikat tidak menyalahkanku yang sudah membuat Ecih terlibat dalam petualanganku yang membuatnya kehilangan keperawananya. Padahal itu adalah hal paling berharga yang harus dipertahankan hingga menikah.

"Mang Ikat marah sama Kokom?" tanyaku menunduk gelisah dan merasa bersalah.

"Enggak, memang sejak awal Ecih sudah tidak mau dijodohkan tapi Mamang yang maksa. Jadi sebenarnya yang salah Mamang. Semoga ke depannya Ecih dapat jodoh yang lebih baik. Kalau Kokom ritual buat apa?" tanya Mang Ikat melihatku dengan wajah kepo.

Aku kecewa Mang Ikat tidak marah atas perbuatanku yang benar benar salah. Seharusnya Mang Ikat marah padaku, memberiku hukuman untuk menebus semua kesalahanku. Ternyata Mang Ikat sama saja dengan orang orang yang merasa menggantungkan hidupnya pada keluargaku. Mang Ikat mendapat kepercayaan dari ayahku untuk mengelola sawah seluas satu hektar dengan sistem bagi hasil. Mungkin itu sebabnya Mang Ikat tidak berani menyalahkanku karena faktor hutang budi yang diterimanya.

"Kokom pengen pembunuh ayah tertangkap." jawabku pelan menjawab keingin tahuan Mang Ikat.

"Kokom nakal, coba kalau ada apa apa dengan kalian. Seharusnya Kokom Mamang hukum karena sudah menjerumuskan Ecih." kata Mang Ikat pelan. Mungkin takut perkataannya akan menyinggungku.

Mang Ikat salah, aku tidak merasa tersinggung. Memang sudah seharusnya aku dihukum. Hatiku berdesir gelisah menanti hukuman apa yang akan Mang Ikat berikan padaku. Aku akan menerimanya dengan perasaan bahagia.

"Iya, Mang. Kokom sudah seharusnya Mamang hukum seperti waktu itu..?" jawabku lirih berusaha mengingatkan Mang Ikat dengan kejadian malam itu. Kejadian yang sudah merubah hidupku. Satu satunya hukan yang belum aku tera dari Mang Ikat adalah sodokan kontol Mang Ikat di memekku. Sudah seharusnya Mang Ikat melakukan itu.

Mataku melirik wajah Mang Ikat berusaha mencari tahu apa yang sedang dipikirkan pria berusia 36 tahun itu. Tapi aku tidak bisa membaca mimik wajahnya karena aku bukan ahli membaca mimik wajah.

"Iya, memang Kokom harus Mamang Hukum.." kata Mang Ikat suaranya terdengar tegas dan berwibawa. Apa dia mengerti apa maksudku?

Mang Ikat tiba tiba menarik tanganku masuk rumah yang sedang sepi hanya ada aku dan Mang Ikat. Aku patuh mengikuti Mang Ikat dengan jantung berdegup kencang. Sepertinya Mang Ikat akan benar benar menghukumku seperti keinginanku. Mang Ikat membawaku ke kamar Ecih yang jendelanya tertutup.

Aku kaget saat Mang Ikat dengan kasar menarik kepalaku dan bibirnya melumat bibirku dengan kasar. Bau rokok berpadu dengan bau keringat Mang Ikat yang tajam masuk ke dalam pernafasanku. Bau yang membuatku semakin bergairah. Mang Ikat sudah mulai menghukumku. Tangan satunya lagi meremas pantatku yang besar.

Ah, andai Ecih tahu aku sedang menerima hukuman dari ayahnya, apa yang akan dilakukannya? Hanya melihat hukuman yang aku tera atau dia juga akan mendapatkan hukuman yang sama denganku.

"Buka bajunya, Nenk...!" kata Mang Ikat, perintah yang kuturuti dengan patuh. Aku membuka seluruh pakaianku hingga bugil. Bahkan jilbabkupun kulepas agar Mang Ikat bebas memperlakukan setiap bagian tubuhku.

Mang Ikat juga membuka seluruh pakaiannya dengan cepat. Sehingga di kamar ada sepasang insan berlainan jenis dengan usia terpaut jauh dalam keadaan bugil. Aroma mesum begitu terasa apa lagi melihat kontol Mang Ikat yang sudah ngaceng siap menyodok memekku.

"Nenk kokom harus Mamang hukum...!" Mang Ikat menciumi wajahku dengan bernafsu sementara tangannya meremas payudaraku dengan kasar. Reflek aku meraih kontol Mang Ikat. Aku lega, kontol Mang Ikat tidak sebesar kontol Pak Jalu, Satria dan A Agus, jadi aku tidak hawatir memekku memar setelah diewe nanti.

Mang Ikat mendorongku duduk di atas ranjang Ecih dan kembali mendorongku sambil meremas payudaraku sehingga badanku rebah dengan kaki tetap menginjak lantai.

Mang Ikat menciumi payudaraku dan memberi tanda mereh yang tergambar indah di payudaraku. Benar benar indah dan selalu kupandangi saat sendiri di kamar. Setelah meninggalkan tanda merah, Mang Ikat menghisap puting payudaraku dengan keras sekeras yang dia bisa. Nikmat sekali rasanya hukuman yang kuterima.

"Mang Ikat, jilat memek Kokom.." kataku merasakan denyut memekku semakin keras meminta perlakuan yang sama dengan payudaraku.

Mang Ikat menurut, dia segera berjongkok mendekatkan wajahnya ke memekku yang gundul, lidah nya terjulur nenjiilat memekku seperti keinganannku. Nikmat sekali. Aku menjambak rambut Mang Ikat dan me.benamkannya ke memekku. Tidak perduli kalau sekiranya dia kehabisan nafas. Aku hanya ingin meraih kenikmatan dari lidah Mang Ikat yang bergerak lincah di lobang memekku.

"Mang Ikat, akkkku kelllluar...!" aku menjerit nikmat oleh orgasme dahsyat. Melihatku terkapar kelelahan, Mang Ikat bangun dan mengarahkan kontolnya ke memekku.

"Jangan masukin dulu, Mang. Kokom mau ngemut kontol Mang Ikat.." kataku berusaha menolak kontol Mang Ikat masuk memekku sebelum aku menjilati dan menghisapnya.

"Mamang gak tahan pengen ngewein memek Nenk Kokom." jawab Mang Ikat sambil menyodok memekku dengan keras.

"Mang Ikat, ampunnnn..!" aku melenguh nikmat menerima kehadiran kontol Mang Ikat dalam memekku. Untung ukuran kontol Mang Ikat standar asia, jadi memekku tidak merasa ngilu.

Mang Ikat langsung memompa memekku dengan cepat membuat tubuhku terguncang guncang terutama payudaraku. Mang Ikat langsung meremas payudaraku dengan keras agar tidak terlepas dari tempatnya. Nikmat sekali diewe ayah sahabatku. Sensasinya terasa berbeda sehingga aku tidak mampu bertahan lama.

"Mang Ikat, Kokom kelllluar..." aku menjerit menyambut orgasme ke duaku. Mang Ikat tidak perduli dengan keadaanku, kontolnya terus memompa memekku dengan kasar.

"Kamu Ritual ngewe di Gunung Kemukus biar tahu siapa yang membunuh ayah kamu?" tanya Mang Ikat sambil terus memompa memekku dengan kasar.

"Iyyyy iyyya, Mang...!" sodokan demi sodokan kontol Mang Ikat benar benar nikmat. Stamina Mang Ikat juga hebat, dia tidak terlihat kelelahan memompa memekku tanpa berganti posisi. Padahal aku sudah dua tiga kali orgasme.

"Yang membunuh Pak Haji adalahhhhh.... Kang Gandhi...!" kata Mang Ikat mwmbuatku sangat terkejut. Untuk beberapa saat aku kehilangan gairahku. Sodokan demi sodokan kontol Mang Ikat menjadi hambar di memekku.

"Mang Ikat kata siapa?" tanyaku hampir tidak percaya. Kocokan kontol Mang Ikat membuat suara yang tadinya kuanggap merdu sekarang malah terasa aneh.

"Mang Ikat lihat sendiri.....! Mang Ikat kelllluar....!" Mang Ikat menghentakkan kontolnya ke dalam memekku disertai semburan pejuhnya yang cukup banyak.

"Bapak....!" teriak Ecih yang berdiri di ambang pintu membuatku terkejut. Wajah Ecih terlihat marah melihatku disetubuhi ayahnya.

"Mang Ikat, si Kokom diewe....!" kata Tina yang takjub melihat adegan yang terjadi di kamar.

Bersambung
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd