Episode 10
Klimaks di Menara
POV Hari
“Listen, our priority is to save Hari’s sister.” Agen May memberikan instruksi
“I can cover you.” Kata Lina
“Cover me then.”
Lina bergerak maju terlebih dulu menuju Kenia, disusul agen May. Lina bersusah payah menangani keroyokan 5 setan yang berusaha menyerang mereka. Sementara itu, gue berlari menuju Puri untuk menyadarkannya.
“Puri! Sadar! Kamu.. Elu.. ngapain? kenapa bisa sampai kaya begini?!” Gue mengguncang badannya yang semakin lemas.
“Aku ketemu orang lain, Hari. Dia yang ngertiin aku.” Jawabnya lemah, lebih seperti berbisik.
DORR! DORR!
Tiba-tiba datang tembakan yang mengenai punggung satu agen yang paling dekat dengan pintu. Aku langsung menunduk. Dua orang bule berpakaian rompi dan bersenjata meringsek masuk ke ruangan. Sesaat setelah melangkah masuk, mereka langsung tergeletak jatuh seiring suara tembakan lainnya.
DORR! DORR!
Ternyata dua agen lainnya telah kembali dari lantai bawah.
“Protect the door!” Perintah agen May kepada dua agen tersebut.
Sekarang mereka berjaga di depan pintu. Gue kembali berusaha menghentikan Lina dari tindakan gilanya. Tapi, sepertinya Puri sangat lemah sehingga tidak dapat berkata-kata lagi. Atau mungkin dia menghindari gue.
---
POV Lina
Gue sekarang harus berhadapan 5 setan yang silih berganti muncul dan menghilang ke balik tembok. Hanya gue yang dari tadi bisa mengerti dan bisa memberikan pukulan kepada mereka, sedangkan agen May babak belur diserang dari berbagai arah.
“Fitz! Come in! Fitz! Anybody!” Agen May berteriak kepada earphonenya. Gue tebak dia berusaha melapor ke markas pusat
“Agent May, listen to me.” Gue memanggilnya. “Take their punch, first! Then, give them payback!”
Gue menunjukkan caranya, cara yang sama saat pertama gue dan ibu Hari melawan si setan. Gue menerima pukulan salah satu setan di perutku. Kemudian, dengan cepat gue tangkap tangannya, lalu gue hantam kepalanya berkali-kali. Terakhir, gue lempar jauh-jauh.
“Seems like de Javu.” Agen May bicara datar. Seperti biasa.
Dengan cepat dia belajar. Lalu berkali-kali menerima serangan dan berkali-kali juga membanting si setan. Dua setan dengan mudah dia kalahkan hingga menjadi cairan. Aku juga melawan tiga dari mereka, dan telah berhasil kukalahkan satu.
Sekarang perkelahian menjadi imbang dalam segi jumlah. Dua lawan Dua.
---
POV Hari
“Agggghhh!! Sakiiiit!!” Puri teriak keras. Badannya menggeliat di bangkunya.
Gue menoleh ke perkelahian Lina. Setannya tinggal dua. Gue berusaha mencerna kejadian yang berlangsung sangat cepat ini. Kelihatannya kekalahan ai setan berdampak pada badan Puri.
“Puri, sadar! Lu gak mungkin menang. Berhenti sekarang, please.”
“...”
“Puri! Itu adek gue! Puri! Lu boleh dendam sama gue, tapi jangan bawa-bawa dia!” Gue menunjuk Kenia. “Lu tega sama Kenia? Apa salahnya?!”
Sementara itu, di luar ruangan terjadi baku tembak antara dua agen dan beberapa orang yang belum terlihat jumlahnya. Kedua agen tersebut bersembunyi di balik tembok. Tapi, gue yakin gak bertahan lama. Agen May bahkan berbalik menuju pintu dan mengeluarkan handgunnya.
“Handle the ghosts!” Perintah agen May ke Lina
“Aye-aye!” Lina melanjutkan perkelahiannya
Baku tembak semakin memanas.
“Take them down and bring the liltle girl out fast! Puri is not important anymore.” Terdengar di luar sana ada suara cowok berkomunikasi dengan seseorang. Mungkin ke anak buahnya.
Kepala Puri langsung terangkat, matanya melotot, melihat ke arah gue, lalu melihat ke arah Kenia, lalu melihat ke arah gue lagi. Gue dapat merasakan ada yang berubah dari sikap Puri, mungkin efek suara orang tadi.
"What are you talking about?!" Puri berteriak dengan suara lemah.
Tidak ada jawaban dari luar sana,
"Honey! Answer me! What are you talking about!"
Suara Puri makin melemah, ditambah serak akibat teriakannya. Tidak ada jawaban sama sekali dari luar sana. Tidak ada jawaban dari orang yang disebut Honey oleh Puri. Gue gak tau apakah suara Puri memang lemah hingga tidak sampai keluar, atau Honey di luar sana pura-pura tidak dengar.
Puri kembali melihat gue. Matanya menatap gue nanar di antara keremangan lampu di ruangan gelap ini.
“Kenia... Hari...” gumamnya. “Aku minta maaf.... sama kalian berdua.” Katanya
“Please, berhenti, Puri.” Gue hanya bisa berkata itu
“Aku gak bermaksud nyerang ibu kamu.”
“Iya, udah. Makanya berhenti, Puri.”
“Dani.. Dani mana?”
“Dia udah aman. Please, berhenti makanya.”
Puri mengangguk.
"Irfan. Tolong cari dia." Kata Puri.
Seketika badan Puri gemetar, matanya terpejam menahan sesuatu dan tangannya mengepal. Dua setan yang sedang berkelahi dengan Lina tiba-tiba berhenti, lalu mereka bearlih ke arah gue. Gue pun langsung mengambil kuda-kuda.
Akan tetapi, mereka ternyata bukan ingin melawanku, melainkan mengambil beberapa bilah pisau di bawah bangku yang Puri duduki. Kedua setan tersebut lalu pergi keluar menuju aksi baku tembak. Awalnya kukira para agen akan diserang, tapi ternyata mereka hanya dilewati begitu saja.
Si setan justru menyerang semua penembak di luar. Terdengar suara tebasan-tebasan pisau dan teriakan beberapa orang. Akhirnya, suara menjadi sunyi. Agen May dan dua agen lainnya berlari keluar.
“Chase them!” Perintah agen May ke kedua agennya
Tidak lama kemudian, komunikasi agen May normal kembali. Terdengar suara penjelasan dari agen yang bernama Fitz di seberang sana. Berdasarkan rekaman dan DNA sampel cairan, dia menjelaskan kekuatan inhuman milik Puri yang serupa dengan kejadian di Rusia, hanya saja lebih banyak.
“Too late, Fitz. We Win.” Kata agen May.
---
Setengah jam kemudian, menjelang subuh, kami masih di menara saidah. Sekarang banyak agen berpakaian jas lab di sini. Mereka berusaha membawa Puri dengan selamat beserta bangku dan perangkat elektroniknya.
Puri pingsan dan belum siuman sejak kata-kata terakhirnya tadi. Cari Irfan katanya. Irfan siapa? Nama Irfan di dunia ada jutaan orang.
Kelompok tadi pun tidak berhasil ditangkap, bahkan yang terluka pun tidak ditemukan. Mereka lari entah ke mana dan menggunakan apa. Tapi bisa dipastikan mereka adalah Watchdog karena meninggalkan tanda muka anjing khas kelompok tersebut di tembok setiap lantai.
Orang berjaket yang gue lawan tadi juga menghilang, hanya meninggalkan jaket dan helmnya yang sekarang menjadi barang sitaan S.H.I.E.L.D.
Perjuangan gue tadi kok rasanya jadi sia-sia.
“Okay, that’s all. We’ll tell her parents today.” Kata agen May.
“No, Just let me.” Kata gue. “I’m an agent, right?”
Agen May mengangguk dan meninggalkan kami. Gue menelepon Jamet.
“Halo, Met.”
“Halo, Har. Gimana kondisi?”
“Panjang ceritanya.” Gue menghela nafas. “Bisa jemput, gak? Gue di menara Saidah nih.”
“HAH??!!”
“Kagetnya ntar aja. Bisa jemput gak?”
“Oke. Gue baru masuk tol nih.”
Cukup lama kami menunggu Jamet. Kemudian, saat subuh, Jamet menelepon dengan kabar ia sudah sampai di bawah menara Saidah. Satu agen yang mengawalnya langsung naik ke atas gedung untuk berkumpul kembali dengan agen yang lain.
Satu-satu para agen berseragam sudah meloncat naik ke quinjet. Terdapat satu korban tembak dari pihak S.H.I.E.L.D.
“Thank you, agent May.”
“No worry.”
“Abaaaaaang!!” Kenia lari memelukku.
Kenia sudah pulih sejak selesainya penangangan medis di tempat kejadian. Agen May tersenyum kepadanya
“Kenia will be in danger after this. Please take it.” Agen May memberikan gue sekotak multivitamin minyak ikan.
“Terrigen?” Tanya gue, hanya memastikan.
“Asiiiik. Berubaaah! Berubaaaah!” Kenia kegirangan.
“And this video.”
Di tangan gue sekarang ada sebuah terrigen untuk Kenia dan rekaman video mesumnya bersama Dani. Sepertinya tanpa avengers datang pun kejadian sudah kacau buat gue. Terrigen itu pastinya akan gue simpen dulu sama nyokap. Kenia jelas belum siap jadi inhuman.
“Oke, Lina, time to go.” Ajak agen May.
“Tunggu, Lina...” Gue menahan Lina. “Ikut pergi juga?”
“Misi gue gagal, Hari. Dua-duanya. Gue harus training ulang.”
“Dua-duanya?”
“Satu, perintah dari atas, nyari si setan. Dua, keinginan gue sendiri, bikin lu move on dari Puri. Yah, seminggu doang pasti gak bakal berhasil sih.”
“Hah?”
Lina mengecup pipi gue, lalu dia meloncat ke Quinjet sebagai orang terakhir setelah Agen May. Pesawat tersebut lalu terbang dan menghilang. Saat itu gue baru teringat sesuatu.
“Sewa apartemennya gimana!!!!!” Gue teriak ke langit.
---
Malam minggu, 31 Desember 2016.
Gue, Jamet, Eda, Dani, dan Kenia yang merengek minta ikut sedang berada apartemen gue. Ide ini atas usul Kenia yang tahu apartemen gue tidak terpakai setelah kejadian itu. Setelah anak-anak tahu gue dipinjemin apartemen, mereka ikut menjilat gue untuk tahun baruan di sana.
Sekarang, di sini banyak makanan tersaji hasil patungan. Sebenarnya sih, lebih banyak sumbangannya Eda. Di sini ada pizza, roti, sate ayam, sprite, sampai air putih. Semuanya tentu udah abis sama Dani dari tadi kalo gak ditahan Eda.
“Guys, sebelum makan-makan, gue mau bacain surat ini dulu ya.” Kata gue.
“Dari Lina?” Tanya Eda
“Yoi. gue buka ya...”
Kemarin, ada agen S.H.I.E.L.D. yang mengantarkan surat itu ke gue. Katanya dari Lina. Makanya, gue simpen surat itu sekarang untuk dibaca ramai-ramai. Gue pikir, anak-anak berhak tahu kabar Lina karena mereka sudah ikut terlibat dalam kejadian tiga minggu lalu. Untungnya, belum ada yang tahu kekuatan gue, kecuali adek gue sendiri.
“Lina balik ke sini lagi gak, ya?” tanya Jamet
“Ini makanya gue mau bacain.” Gue mengibas-ngibaskan kertas surat
“Apartemennya siapa yang bayar jadinya, bang?” tanya Kenia.
“Ini makanya mau dibacain, adek.”
“Har...” panggil Dani
“Apaan?”
“Bacain.”
“Kampret.” gue ketawa. “Gue bakar nih suratnya.”
Gue buka surat itu.
Hai, Hari.
Gimana kabar? Kalo kabar gue sehat-sehat aja di sini. Latihannya emang keras, tapi gue tahu ini supaya gue lebih baik lagi. Kalo sekarang lu lagi tinggal di kostan, pindah aja ke apartemen, sewanya jadi tanggungan S.H.I.E.L.D., sekaligus lu jadi agen lapangan aktif di Indonesia. Direktur udah setuju, tinggal nunggu konfirmasi dari lu.
“Anjiiiir! Agen S.H.I.E.L.D.” Ledek Eda
“Emang lu bisa apa sih, Haaaar.” Tambah Dani
“Apa aja boleh~” jawab gue bercanda
Kenia cuma senyum-senyum doang. Waaah bahaya ini surat. Kalo gitu tadi gak gue bacain deh.
“Ssst.. Lanjut dulu dong, lanjut.” Kata Jamet
Tugasnya mudah kok Har, cukup cari kejadian terrigenesis di Jakarta dan wilayah sekitarnya, sama cari kejadian yang menyangkut alien dan watchdog. Alat-alat agensinya nanti dikirim kalau lu udah konfirmasi tinggal di apartemen. Sekarang, pakai aja barang-barang gue dulu yang ada di kamar.
Gue menoleh ke Kenia. Kami bertatap-tatapan.
Eda langsung lari ke kamarnya Lina. Dari luar sini terdengar dia membuka resleting suatu tas. Kami semua menengok penasaran apa yang akan di lakukan Eda di sana.
“Barang-barang yang kayak gini, Har.” Dia keluar sambil memutar-mutar sepasang bra dan celana dalam.
“Bukan dari tas yang itu bego.” Kata gue
“Iiiiih, Edaaaa!” Dani menghampiri Eda dan menjewernya. “Taruh lagi itu!”
“Gue lanjut baca gak nih?”
Soal Puri, gue pernah sekali lagi ngeliat dia latihan. Kayanya perkembangannya lambat. Bayangannya, maksudnya si setan, punya pikiran sendiri, jadi masih sulit dikendaliin. Tapi, untungnya badannya Puri udah gak sekurus kemarin.
Puri sempat buka mulut, kejadian gas meledak di kafe itu murni perbuatan dia. Dia marah karena Eda gak biarin Jamet cerita. Makanya, dia nyulik Dani supaya Eda ngerasain apa yang dia rasain. Kehilangan orang yang disayang. Lebay sih. Nah, kalo serangan di lab ekol itu karena dia cemburu lu bareng gue hahaha. Kalo soal penculikan Kenia, itu titipan permintaan pacar barunya Puri, yang ternyata watchdog.
“So, pacarnya Puri tahu kalo dia Inhuman.” Eda menyimpulkan
Jangan lupa kabarin orang tuanya Puri lho. Puri di sini belum diizinin pergi keluar, apalagi bawa-bawa alat elektronik. Gue juga gitu. Makanya gue cuma diizinin kirim surat. Jadul banget ya.
“Kamu udah kabarin orang tuanya belum, Har.” Tanya Jamet
“Udah.” Jawab gue singkat.
“Terus, apa reaksinya?”
“Ya, nangis.”
“S2nya gimana? Kemaren kan gak ikut UAS dia.”
“Gak tau, mungkin cuti, mungkin mengundurkan diri.”
Gue terdiam sejenak. Sejujurnya gue gak mau ada sangkut paut lagi sama Puri.
Secepatnya gue akan balik ke Indonesia kalau gak ditugasin ke negara lain. Oke deh, segitu dulu ya. Salam ke nyokap lu, Kenia, Jamet, Eda, apalagi Dani.
Bye.
Gue menyelesaikan kata terakhir dari surat itu. Kemudian, Kenia meminta surat itu untuk dibacanya bareng Dani.
“Kamu udah kasih tau ke ibumu, kan, Har?” Tanya Jamet lagi
“Suratnya? Belom.” Jawab gue
“Bukan. Kejadian kemarin.”
“Udah lah, selengkap-lengkapnya.”
Makan-makan pun dimulai. Sudah ketebak yang paling rakus pasti Dani. Perbincangan kami sekarang beralih penuh candaan dan cerita tentang kampus dan rencana kerja. Eda masih menoleh-noleh ke dalam kamar Lina. Dia berbisik ke Dani, yang membuat mereka saling ledek-ledekan.
“Bang, yang ini gimana?” Kenia menujukkan satu bagian di surat itu
Hasil tes darah Kenia nunjukkin ada gen inhuman di dalamnya. Buat Kenia, hati-hati waktu makan minyak ikannya. Selain itu, akibat efek ‘bareng Dani’, beberapa hormonnya terpicu untuk diproduksi lebih banyak dari biasanya. Salah satu efeknya, you know. Mungkin Dani juga kena efeknya.
“Efeknya apaan, Bang?.” Tanya Kenia polos.
“Dani udah baca juga yang ini?” Tanya gue dengan berbisik.
Kenia mengangguk. Gue merespon dengan menempelkan jari telunjuk ke mulut. Menyuruhnya untuk diam.
“Nanti aja, jangan di sini.” Gue berbisik ke telinga Kenia.
Sial, Dani udah tahu Kenia punya bibit inhuman. Mungkin gak ya Dani tahu gue Inhuman? Gue pun tau sekali efek kejadian itu, Dani juga pasti tahu, karena kami sama-sama anak biologi.
“Temen-temen, bentar lagi nih!” Jamet memanggil kami untuk menonton televisi.
“Apaan?” Tanya Eda
“Itu, Noah mau nyanyi.”
“Sial. Gue kira udah mau ganti tahun.”
Kami kembali larut dalam tawa, kegembiraan, dan kekenyangan. Waktu sebelum pergantian tahun kami isi dengan main jempol, truth or dare, dan apapun yang seru. Hitung mundur tahun baru kami lakukan bersama, dituntun acara televisi. Dani heboh meniupkan terompet kecil yang ia beli tadi sore.
“Berisik, woi.” Eda merebut terompetnya Dani
Akhirnya, malam itu kami semua bersenang-senang hingga semuanya lelah.
---
Jam 3 pagi, Jamet dan Eda sudah tertidur di kamar gue. Kenia dan Dani tidur di kamarnya Lina. Sementara gue gak bisa tidur karena kepikiran isi surat tadi dan Dani. Gue menghabiskan waktu menonton film dari laptop di tempat kami tadi berkumpul, tentunya dengan headset supaya gak berisik.
“Har..” Seseorang menepuk gue dari belakang
“Eh, gak tidur, Dan?” gue kaget, melepas headset
“Kebangun, haus.”
“Tuh masih ada air di kulkas.” Tunjuk gue ke kulkas
Dani beranjak mengambil gelas, lalu membuka kulkas. Selesai mengambil air, dia duduk di samping gue dengan malas.
“Har...” Panggil Dani. “Kenia udah nunjukin?”
“Hah?” Gue bengong.
“Suratnya itu. Kenia inhuman?”
“Gak tau.” Gue pura-pura bego.
“Sejak kejadian sama kak Puri kemarin, gue banyak cari tahu soal inhuman. Kemampuannya Itu diturunin dari nenek moyang, kan?”
“Bisa jadi.”
Gue menutupi kepanikan dengan melanjutkan nonton film. Gue gak tau harus ngomong apa ke Dani.
“Jujur deh, Har. Kenia fix punya gen Inhuman, lu jadi agen S.H.I.E.L.D...” Dani berbicara pelan supaya tidak terdengar yang lain. “Berarti lu juga inhuman, kan?”
BERSAMBUNG