Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERPEN Tugas Kelompok [TAMAT]

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
EPISODE 5 (TAMAT)



MENGEMBALIKAN KUNCI KOSTAN INA

Aku mengenakan celana jeans, kaos, dan jaket disaat Ririn di toilet. Selesai Ririn menggunakan kerudungnya, aku dan Ririn keluar kamar. Ririn belum benar-benar pulih dari letih, gerakannya masih lambat, jalannya terlihat pelan dari satu langkah ke langkah lainnya.



“gak ada barang yang ketinggalan?”

“biarin ah ada juga, tinggal ke sini lagi atau minta abang anterin barangnya”

Kami berdua menaiki motor. Sebagaimana biasanya, Ririn duduk menyamping. Sebagaimana malam tadi, Ririn duduk sambil memeluk.

“dipake BH nya geningan?” tanyaku pelan saat Ririn sudah memelukku dan payudaranya menempel di punggungku.

“Yaiyalah”

“giliran sama aku, pelukan, dipake. Tadi pagi ngambil grabfood gak dipake”

Ririn mencubit perutku keras, “awww anjir nyeri” reflekku. Aku pun tancap gas menuju kostan Ririn mengantarkannya pulang.



Di jalan, aku dan Ririn membeli 4 potong pepaya. Potongannya memanjang, setiap potong dibungkus plastik bening yang panjang pula. 2 bungkus milikku, 2 bungkus milik pacarku. Tiba di warteg dekat gang kostan Ririn, Ririn turun perlahan dari motor.

“Masih lemes?”

“Lumayan. udah enggak terlalu”

“Jangan lupa mandi. Pepayanya makan”

“iya”

“Abis ini aku langsung pulang yah”

“Iya, daadaaaah”

“Daaaahhh”

Aku menunggu Ririn masuk gang. Setelah Ririn jauh dari pandangan, aku mengeluarkan HP, menelepon Ina.

“dimana?”

“Sebentar lagi turun di kostan.”

Aku menuju kostan Ina yang tidak begitu jauh dari warteg tempat Ririn turun. Aku menunggu di gerbang kostan Ina. Sudah habis pepaya 1 bungkus dan rokok 4 batang, Ina baru datang.

“yak bagus bilang ‘sebentar lagi’ tuh bener-bener sebentar” sindirku

“ahahaaa sorry baangg maklum traffic jam kan emang unpredict”

“nih” sambil aku kasihkan kunci kostan Ina

“thank you abang. Mau langsung pulang? apa mampir dulu ke dalem?”

“bawa makanan apa gitu?”

“dih otaknya teh makanan mulu. Hahaha”

“ehehehe… Mampir ah, gabut di kostan sendiri dari pagi”

makanya ajak maen siapa kek gitu biar gak bete”

“yang mau diajak maennya juga baru dateng dari pulkam, mau ngajaknya juga pasti capek”

“diiihh apaan sih… udah ah yuk masuk” ucap Ina senyam-senyum

Ina membuka gerbang pagar kostan, kita berjalan menuju kamar Ina. Pintu kamar terbuka, Ina masuk kamar sambil berucap “yuhuuuu kostankuuu aku kangen” dengan nada lebay. Aku masuk tanpa lebay.

“botol-botol udah dibawa kan bang?” tanya Ina.

“udah dari waktu kamis malem juga”

“yuhuu udah steril sekarang kostanku. Hahaha” ucap Ina pake nada lebay lagi.

Aku cuma diem aja. Duduk dan senderan sambil main HP.



Ina melepaskan kerudungnya dan mengantungkannya di paku di balik pintu. Lalu kemudian Ina mengeluarkan barang-barang yang ada di dalam ranselnya. Pakaian-pakaian disimpan di lemari, cemilan dan botol minuman manis disimpan di dekat TV.



“abang udah makan belum? Nih Ibu ngebawain timbel (nasi bungkus)” kata ina menawarkan padaku.

“beuh mantap… apa aja lauknya?”

“Ayam, tahu, tempe, sambel, ikan asin, tumis waluh”

“ih terbaik dong si Ibu. Mantap”

“iya nih. Sok aja makan”

“masih belum begitu laper”

Sebetulnya aku kabita (tertarik pada makanan) dengan apa yang dibawa Ina, tapi sekitaran pinggang yang agak sakit akibat kondisi ‘kentang’ karena 2x mesum sama Ririn enggak sampe crot membuat aku lebih bernafsu memakan Ina daripada apa yang dibawanya.



Sekitar 40 menit aku dan Ina berada di ruang yang sama dengan fokus yang berbeda, bahkan mengobrol pun hanya seperlunya. Ina lebih banyak bermain HP sambil mengoperasikan laptopnya. Aku bermain HP sambil sesekali melihat layar TV dan melirik Ina.



Hasrat birahi yang makin terasa membuatku memikirkan cara bagaimana bisa mesum bareng Ina. Dimulai dari aku yang membicarakan postingan Anya Geraldine yang cantik dan sexy membuat aku mendambakannya, lalu artis-artis lain yang cantik dan sexy juga. Kemudian Ina yang memperlihatkan artis-artis luar negeri yang macho, tampan, berotot, yang membuat Ina mendambakannya.

Niat awal aku membicarakan hal itu untuk memberikan kode bahwa aku sedang memiliki hasrat biarahi justru malah terkesan membuat insecure diri kita masing-masing. Bagaimana tidak, foto-foto artis yang kita dambakan sangat bertolak belakang dengan tubuh kita, dan seperti mengisyaratkan bahwa aku bukan type yang Ina inginkan begitupun sebaliknya. Akhirnya aku menghentikan pembicaraan tentang hal itu.

Aku terus berfikir bagaimana memberi kode yang pas agar Ina mengerti dan mau untuk melakukan mesum. Ina memang tidak menarik secara fisik. Tapi rasa sakit pinggang karena ‘kentang’ dan cerita Senior waktu itu saat dia di-HJ dan BJ oleh Ina menjadi dua hal yang memotivasiku untuk melampiaskan pada Ina.

Singkat cerita, cara-cara yang tidak pas itu kemudian menemukan titik terang. Benar apa yang dikatakan oleh orang-orang bahwa jika ada laki-perempuan berdua di tempat yang sama maka yang ketiganya adalah setan. Aku mengajak ina bermain ludo offline di HP-ku. Karena memang game ludo menjadi salah satu hal yang trend di lingkungan kampus

“Gabut. Main ludo yuk. Berani enggak?”

“berdua doang mah kurang seru atuh. Harus berempat biar rame”

“gimana mau berempat orang di sini aja cuma berdua. Kita mainin ke-4 warnanya aja. 1 orang pegang 2 warna.”

Ina pun mengiyakan ajakanku. Kita bermain seperti biasa. Karena saat bermain agak terganggu dengan notif WA grup dan aku khawatir ada chat PC dari Ririn sehingga diketahui oleh Ina, maka aku mematikan jaringan data selular di HP-ku.

Kita bermain seperti biasa. Aku duduk di karpet, Ina tengkurap di kasur dengan bantal yang dijadikan sandaran dadanya. Kasur ina tidak menggunakan ranjang sehingga saat ina tengkurap di kasur dengan aku yang duduk sila masih bisa dekat dengan HP yang diletakan diantara kita. Posisi kita tidak benar-benar berhadapan, jarak kita seperti angka 6 dan angka 8 pada jam dinding. Ina berada di sebelah kiriku.

Keseruan terjadi ketika bidak salah satu dari kita berada di kotak yang sama sehingga membuat bidak yang ‘ditabrak’ harus kembali ke tempat asal (kandang).

“iiihhh abang jangan tabrak yang akuuuu. kkwkwkwkwk”

“aaahh bete ah hahahaa”

“hahahahaaa sukuriiinnnn aku balas dendam”

“yesss dadah abaangg aku duluan. wkkwk”


Kurang lebih seperti itulah ekspresi Ina saat bidaknya ‘ditabrak’ atau ‘menabrak’ bidak milikku. Saat ina reflek ingin menepuk lutut/pundakku tak jarang aku reflek menangkisnya sehingga tangan kita justru saling berpegangan. Ina terlihat lebih berambisi untuk memenangkan pertandingan sedang aku lebih berorientasi menabrak bidak Ina agar kembali ke kandang.



Nuansa terbangun seiring banyaknya sentuhan tangan dengan tangan, tangan dengan pundak dan wajah kita yang berkatan saat berbicara. Entah nuansa apa yang dirasakan Ina, mungkin baper atau mungkin juga semi-sange. Tapi saat itu aku merasa birahi memuncak kembali.

Entah karena hoki atau karena strategi, permainan dimenangkan olehku. Kedua warna yang aku pegang lebih dulu terkumpul di kotak terakhir. Aku menang dari Ina. Ina sempat terus menganggap aku curang karena aku lebih sering menabrak bidaknya. Aku menapikan anggapan curang itu dengan tertawa, bercanda, dan sentuhan lembut. Ketika sedang seru-canda di akhir permainan, aku sibak perlahan rambut pinggir ina, aku kaitkan di belakang telingnya hingga telinga kanan Ina yang lebih tebal dari telinga Ririn terlihat.



“mmmm…minta apa yah aku sebagai pemenang. hahaha”

“dih dih enggak ada perjanjian sebelumnya kalo yang menang dapet hadiah” jawab Ina, sambil menggulingkan badannya yang gendut ke sisi sebelah kiri. Posisinya menjadi telentang. Jarak kita semakin renggang dari posisi angka 6 dan 8 di jam dinding. “ahahaha iya juga yah. Duh nyesel gak bikin perjanjian yang menang dapet apa” jawabku sambil memperhatikan Ina.



PERANG ANTARA PIKIRAN DAN SELANGKANGAN

Mataku tidak terlepas dari lekuk yang yang menonjol di bagian dada Ina. Payudaranya lebih enak dilihat dibanding wajahnya. Aku bergeser naik, duduk di kasur. Nekat aku meraih tangan kanan Ina yang sedang telentang lalu aku menggeserkan lagi tubuhku supaya duduk lebih dekat dengan Ina.

Ina tiba-tiba bangun, dan duduk. Aku sempat kikuk saat ina bangun, aku menganggap Ina takut dan menghindar dariku yang siap menerkam saat dia telentang.

Tanganku sudah tidak memegang tangannya lagi tapi kita duduk di atas kasur berdekatan.

Perlahan tapi pasti, aku mendekati tubuh gendut Ina yang sedang duduk sila di atas kasur. Diawali memegang lutut kirinya menuju paha yang besarnya sebesar perutku. Ina hanya memegang punggung tanganku yang berada di pahanya itu. Aku usap-usap pahanya. Tangan Ina tidak menahan gerakan tanganku.



Wajahku aku dekatkan dengan wajah Ina yang tidak cantik itu, mendekati bibir Ina yang tidak merah muda. Bibir Ina bergerak pelan seperti menyiapkan sambutan selamat datang pada bibirku. Mendekat mendekat mendekat lalu aku palingkan wajahku ke samping dan mendarat di pundak kanan Ina sambil aku lingkarkan tanganku ke tubuh Ina. Aku dan Ina berpelukan sambil duduk. Memeluk ina sambil duduk membuat payudara Ina tak begitu SUNYODA.

Aku tak jadi menciumnya karena nafas yang keluar dari mulut Ina baunya tak enak. Sepertinya ada gigi ina yang bolong atau entah karena apa, tapi nafasnya bau tak sedap. Mungkin ini alasan yang sama kenapa Senior tidak cipokan dengan Ina waktu itu.



Ingin aku cium leher Ina disaat kepalaku berada di pundaknya, tapi lagi-lagi leher Ina beraroma kecut-cuka. Mungkin karena keringat di lipatan-lipatan lehernya itu. Aku menyadari bahwa Ina baru saja menempuh perjalanan pulang dari kampung halamannya, berkeringat kena panas matahari, ditambah belum mandi. Wajar kalau bau. Aku jadi tidak bernafsu untuk mencium bibir Ina dan mengecup lehernya. Tapi hasrat mesum masih tinggi.

Aku melepaskan pelukan. Kita saling berhadapan. Kedua tanganku perlahan menuju payudaranya yang besar. Ini kali pertama aku ‘ngegrepe’ sambil bertatapan-berhadapan tanap ciuman sebelumnya, tanpa mengecup apapun. Canggung. Sungguh sangat canggung. Aku mati gaya di depan Ina.

Sebagaimana lelaki yang ‘kandel kulit bengeut (tak tau malu)’, aku terus menggerakan jemariku, meremas-acak payudara Ina yang besar itu, aku buka ikatan sabuk, kancing celana, dan sleting dengan tangan kanan, lalu aku masukan ke dalam celana boxer, kemudian posisikan penisku agar dapat ereksi dengan tidak terhalang celana sambil aku usap-usap penisku yang semakin mengeras.

Meskipun sebenarnya aku merasa mati gaya tapi terus aku remas-remas payudara Ina.

“Na….” ucapku sambil aku setengah berdiri (bertumpu dengan lutut) aku dekatkan penisku ke arah Ina memberikan gesture pertanda aku ingin Ina memainkan penisku.

Ina masih duduk sila dan memandangiku. Ina nampak tidak begitu terangsang tapi tiba-tiba ada tangan yang meremas payudaranya.

Aku yang sudah nekat tak tau malu ditambah hasrat saat dengan Ririn yang belum benar-benar reda membuat aku mengeluarkan penisku yang sudah keras dan bengkok ke kiri dari dalam boxer.

Aku tarik tangan kanan Ina ke arah penisku.

“please do it, Na”

Tangan Ina yang telapaknya agak basah itu menggenggam penisku yang tegang dan bengkok.

Dari pangkal penis hingga kepala penis, tangan Ina melingkar bergerak maju-mundur. Ke depan kepala penis – ke batang penis – ke pangkal penis – ke batang penis – ke kepala penis. Terus Ina lakukan berulang-ulang. Tangaku terus meremas payudara Ina yang besar.

Semakin lama, gerakan tangan Ina semakin cepat. Semakin cepat gerakan Ina mengocok penisku, semakin tanganku tak kuasa meremas payudara Ina.

“bbeeeuuuhhhh… Naaaaa…” aku mengerang nikmat.

Ina memiliki skill yang tidak dimiliki perempuan yang aku sayang.

‘fuuuuhhhh…..” kepalaku lebih banyak menengadah ke atas menahan linu-nikmat gerakan tangan Ina di penisku

Aku bangun berdiri sambil tanganku menyentuh bahu ina bagian dalam memberikan isyarat agar Ina tidak duduk sila saja. Ina pun terbangun, dia setengah berdiri bertumpu pada lutunya.

puk…puk..ppukkk… suara tangan ina menari di batang penisku

Tiba-tiba….

tttttsaaaaahhhh Ina memasukkan penisku ke dalam mulutnya yang bau itu. Bibirnya yang tebal menjelajahi kulit penisku yang sudah keras maksimal. Linu-nikmat di sekitaran pantat, lutut, hingga jempol kaki sangat aku rasakan. Apalagi saat kantung biji pelirku dilahap oleh Ina.

“oooookkkhhhhhhh…..”

“oookkkhhhhh….”


Ina terus melakukannya dengan terampil. Jauh berbeda dengan apa yang dilakukan Ririn.

“fuuuuhhh… na… na… udah dulu na.. bentar bentar” kataku sambil menahan kepala Ina yang terus bergerak. Ina mengeluarkan penisku yang diemutnya. Aku meminta Ina membuka bajunya sambil aku ke berpindak ke karpet.

Ina membuka bajunya. Tanktop yang kekecilan tidak sampai menutupi seluruh perutnya dan BH yang sewarna dengan tanktop masih dikenakan.

Belahan payudara Ina sangat jelas terlihat seperti garis tengan lapang futsal. “anjing gede banget bangsat” gumamku dalam hati.

Aku meminta Ina meminkan penisku lagi.

Jujur, aku lebih ingin dimainkan penisku oleh Ina saja. Aku merasa ogah untuk membuat Ina ‘enak’ dengan cara menelusuri tubuh Ina dengan bibirku, lipatan kulit-lemak yang gelimbir-gelimbir itu membuat aku enggan melakukannya. Ditambah lagi aku membayangkan Ina yang belum mandi sepulang perjalanan dari pulkamnya. Lehernya saja sudah kecut, apalagi lipatan di badannya. Ah sudah lah.



Ina kembali memainkan penisku yang on-fire.

Aku lebih banyak menengadahkan kepalaku merasakan linu-nikmat jemari tangan, bibir tebal, dan lidah Ina di penisku.

Sesekali aku menundukkan kepala melihat Ina bermesraan dengan penisku, tapi totol-totol biang keringat di sekitaran dadanya merusak keindahan belahan dada Ina. Belum lagi bekas jerawat di punggung ina yang seperti taburan bawang goreng itu mengacaukan ‘mood’ ku. Jadi aku lebih sering memejamkan mata dan menengadahkan kepala saja.

‘’’eeuuuhhh naaaa…fuuuuhhh…..”

Otot-otot pantatku menguat-meregang atas sensasi lidah Ina yang menyentuh kepala penisku.

“eu…eu..euaaaahhh…” aku pre-cum

“mmmhhh… cuh…” Ina mengeluarkan penisku lalu meludahi kepala penisku

“aaaaa….hhhhh… hhrrhrrrrrhrhhrr…..” aku menikmati penisku yang dilumat

“hshshshshssssshh……”

Merasa kalau aku terus dibeginikan aku akan cepat ejakulasi. Aku meminta ina berhenti dan menelanjanginya.

“aku buka-buka dulu. Kamu juga dong”

Aku melepaskan celana dan boxer yang sudah merosot di lututku. Lalu membuka kaos.

Aku lebih dulu telanjang bulat di banding Ina. “gila, tadi dan semalem aja aku gak sampe telanjang gini sama Ririn” gumamku lagi dalam hati. Ina membuka tanktop dan BH nya, tapi tidak melepas celananya.

“I'm naked” ucapku pertanda aku meminta Ina melakukan hal yang sama

“gak ah” jawab Ina.

Ucapan seniorku itu aku buktikan sekarang. Payudara ina yang besar dan bisa menutup mukanya itu nyata. Tapi bentuknya aneh. Besar tapi tidak menggemaskan. Putingnya lebih hitam dibanding putting Ririn. Ah aku lebih suka payudara Ririn. Gemas dan bersih.



Dengan gesturnya, Ina seperti mengajakku berciuman. Tapi aku mengalihkan dengan meraba-raba payudara ina yang besar dan mengarahkan penisku ke payudaranya. Aku masih enggan berciuman dengan Ina.

Aku sentuh-sentuhkan kepala penisku ke putting payudara Ina. Aku gesek-gesekan ke semua bagian payudaranya. Aku simpan penisku di tengah dan aku himpit penisku dengan kedua payudaranya.

-plookkk…pplookk-

Uh sungguh rasanya penisku ingin bucat. Aku cabut penisku karena khawatir aku ejakulasi cepat.

Aku bisikan ke Ina sambil aku buka celananya agak memaksa.

“Na, buka yah. Abang jilat dan mainin pussy kamu biar enggak abang aja yang enak”

Mulut Ina berkata “enggak mau” tapi tubuh ina tidak ada yang menahan gerak tanganku membuka celananya.

Bagian pinggang celana berhasil aku turunkan hingga tengah pantat Ina. Pantat Ina yang sangat besar. Di pantatnya itu aku melihat singkayo dan kulitnya yang glimbir-glimbir lemak seperti permukaan body mobil yang bonyok-bonyok. Aku langsung tarik lagi celana ina ke atas sambil bilang “yaudah kalau Ina gak mau.”

Sebelum aku menemukan semakin banyak hal-hal yang membuat ‘mood’ turun, aku memutuskan untuk tidak menahan klimaks. Aku arahkan lagi tangan Ina ke penisku memintanya memainkan penisku.

Ina meremas penisku dengan tekanan yang pas dan gerakan yang terampil.

Sambil penisku dimainkan tangan Ina, lidah ina menyentuh biji pelirku, bibirnya menyeruput kulit kantung pelir. Aku memejamkan mata berfokus merasakan linu-nikmat sensasinya. Membayangkan celana dalam dan BH gari-garis gradasi pastel milik Ririn, Bibir Ririn yang merah muda mengucup dada dan putingku, Bibir tipis ririn yang aku kecup dan gigit manja, ucapan lembut Ririn bernada manja, payudara Ririn yang mungil, mengkel, dan mulus kulitnya.

“eeeeeuuuhhhh………”

“fuuuuhhhhh……”

“rrrhhhh……”

“huuuuuhhhh”

“ssssssshhhh………..”


Otot pantat semakin meregang, jemari kaki bereaksi, lutut dan paha ikut bersensasi

Aku tahan kepala Ina, aku mundurkan pinggulku agar Penis keluar dari mulut Ina, aku tekan perlahan penisku diarahkan ke belahan dada Ina.

Kemudian…. Aku tembakan semua sprema yang tertahan sejak semalam.

Belahan payudara ina yang jelas seperti garis tengah lapang futsal dengan totol-totol biang keringat, aku sirami dengan cairan kental berwarna putih pucat.

Sungguh adegan mesum yang dilematis. Tanpa kasih dan hanya mengejar crot semata. Persetan dengan apa tanggapan Ina. Aku sudah ejakulasi. Aku berikan kotak tisu pada Ina kemudian aku memasuki toilet membersihkan penisku dan memijat mengeluarkan cairan yang sedikit masih ada.



Aku kembali memakai boxer, celana jeans, dan kaos. Kemudian kulirik wajah Ina yang seperti kecewa atau B aja atau entahlah, aku tidak begitu peduli juga.

“kedepan dulu, na. ngerokok” kataku setelah membawa HP. Aku buka pintu kamar dan pergi ke luar.



Menyalakan rokok, hisapan demi hisapan. Ini mesum paling aneh bagiku. Enak tapi tidak nikmat. Terasa lemas tapi tidak puas. Tiada mesra, tiada kasih-sayang, tiada kecup. Ternyata seks bukan hanya adegan ranjang saja. Kalaupun melakukan dengan orang yang tidak dicinta, paling tidak harus melakukan dengan orang yang bisa aku terima.

Tubuh Ina tidak bisa aku terima sepenuhnya. Pantatnya yang besar justru membuat aku enggan menyetubuhinya. Aku menganggap akan kesulitan mencari lubang vagina Ina untuk penisku. Di dalam pikiranku, “mungkin aku akan menemukan lubang vagina Ina saat aku dudukan dia di ember berisi air, kemudian akan ada gelembung-gelembung, lalu aku cari berasal dari mana gelembung-gelembung itu dan aku sumpal dengan sesuatu yang bisa menjadi tanda bahwa itu lubang vaginanya.” Ehehee.

Aku nyalakan layar HP dan aku hidupkan jaringan datanya. Notif WA muncul, pesan baru dari Ririn. Chat yang panjang membuat aku berfikir panjang.

“Apa yang dikatakan Ririn masuk akal. Bisa aku terima. Aku tidak bisa menapikan sayangku pada Ririn. Hanya demi pria sepertiku, Ririn mengorbankan banyak hal dan hal-hal berharga, termasuk prinsipnya. Lagi pula akan ada waktu yang tepat untuk melakukan hal itu pada Ririn” Ucapku pada diriku setelah berfikir panjang memikirkan chat Ririn yang panjang.

-CERITA BERAKHIR-
Terima kasih untuk para Suhu-suhu yang mau membaca dan memahim kisahku.
Bang, seumpamanya aku adalah pembuat dinding untuk hatiku sendiri berarti abang adalah pemanjatnya. Setinggi apapun aku bikin dinding, setinggi itu pula tekad abang menaikinya. Tapi pada suatu waktu justru aku yang sengaja berhenti untuk meninggikan dinding itu supaya abang gak terlalu susah menaikinya dan bisa tiba di hati aku. Tapi pada suatu waktu justru aku yang pengen ngehancurin dinding yang udah aku buat supaya abang lebih mudah datang ke hati aku.

Aku juga gatau gimana abang bisa ada di hati aku, entah karena abang yang panjat atau aku yang hancurin dindingnya. Ririn gatau bang. Tapi Ririn ngerasa abang udah nyampe di hati Ririn. Ririn seneng sekaligus takut.

Aku gak bisa ngelupain kejadian dari semalem. Aku ngerasa itu udah kelewa batas. Kalau boleh jujur, Abang tuh bukan typical cowo aku. Terutama dari kebiasaan abang dan pergaulan abang yang buat aku kurang sreg. Tapi pada akhirnya, semua perempuan juga akan sama. Mengenyampingkan ‘kategori cowo’ yang dipengen atas dasar kenyamanan.

Banyak yang udah aku lakukan sama abang yang sebelumnya belum pernah Ririn lakuin. Ririn sayang abang. Ririn pengen abang juga sayang aku. Tapi sayang kita jangan jadi musibah buat kita. Ririn takut bang.

“Kalau kamu tidak bisa mewarnai hidup seseorang, maka jangan pudarkan warna aslinya” semoga abang tidak melakukan itu ke hidup Ririn.

Ririn sayang abang.

Kunaon cerita bagus kieu kudu berakhir ...😭😭😭
 
Anyiiing, the best sih ini
Masterpiece. Sepanjang 2020, cuman ini yg bacanya greget. Endingnya chill pula. Keren.
 
Adegan pasti akan mentok di peluk-cium, hu. Kalau nyerita kisah cinta takut malah jadi kek diary cinta gitu. eheheh

@Libiyaha
Kalo pun memang hanya mentok bgitu.. ga masalah sepanjang ceritanya mengalir dengan smooth.. lancar, tak masalah tak ada scene ML.. sepanjang hal tsb memang komitmen dan penuturan yang memang hanya mendeskripsikan sebatas hal itu saja...

Sebaiknya emang cerita ini di lanjut.. mumpung Ririn nya lagi baper2-nya... pasti bakal.menarik.di baca nya...
 
mantap hu endingnya saya suka baper sama ririn, bisa menikmati alur ceritanya, makasih sdh update ceritanya, salam buat ririn hu
 
Waahh.....ini cerita yang bagus, real story yang dikemas dan ditulis dengan penulisan yang menarik dan mengalir nyata.

Kalo memang kisah nyata, dan ndak bisa dilanjutkan ndak apa-apa, namun kalau setelah ini mau dilanjutkan dengan kisah malam pertama setelah merid atau setelah ini belah duren.....sangat saya tunggu kelanjutannya.

namun....“Kalau kamu tidak bisa mewarnai hidup seseorang, maka jangan pudarkan warna aslinya”
 
Jadi pingin bikin juga cerita nyata kayak gini...
Di dukung dokumentasi foto dan gamger, kayaknya seru ya?
Males edit video nya. Ga tau aplikasinya juga
 
Semoga suhu & ririn bisa lanjut ke pelaminan, semangat ngerjain skripsi nya Hu....
 
Thx updatenya hu..
Btw Sampai sekarang gimana hubungan sama ririn hu.. sampai nikah kah?
 
mantep lah, nu kitu kudu di ajak nikah, semangat we lah, hayu nga amer mang
 
Bimabet
Akhirnya cerita ama Ririn gimana Ya??
Makin penasaran aja... Awal cerita mang bagus.. Tapi sayang akhir cerita masih kurang.. Ibaratkan Ada Kepala Gk Ada ekornya ...... Suhu Lanjutkan season 2 dong please de...hihihi
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd