Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Truth (Kebenaran)

Status
Please reply by conversation.

manis_manja

Semprot Lover
Daftar
20 Apr 2018
Post
297
Like diterima
164
Lokasi
Dari mata turun ke hati
Bimabet
Newbie yang masih awam soal menulis cerita, mohon izin kepada para suhu yang terhormat, dan para penikmat cerita yang berbahagia. Untuk meramaikqn forum ini.

Cerita ini murni 100% imajinasi penulis, jika ada kesamaan cerita dengan cerita lain, itu sangat tidak di sengaja, dan mohon di infokan.

Kritik dan saran sangat di nanti untuk memperbaiki yang kurang baik.

Terimaksih atas perhatiannya, salam hangat @manis_manja .

#rawan macet, up di usahakan tiap hari Rabu. Bersamaan dengan cerita sebelah.







Langsung Saja Ke Cerita


Enjoy!!
 
Terakhir diubah:
Prolog


“Membunuh atau di bunuh?.”

“Hidup atau mati?.”

“Tertawa atau menangis?.”

“Jatuh atau bangkit?.”



Segala suara yang datangnya entah dari mana, menggema memenuhi ruangan kumuh, dengan seorang lelaki meringkuk di atas ranjanng dengan alas kayu.

Wajah lebam dan tubuh penuh luka yang sudah membiru, menghiasi tubuh lelaki itu. Namun, di balik lukanya, terlihat wajah tenang seorang lelaku yang sedang terlelap dalam tidurnya.

Bersama dengan matahari pagi yang mulai mengubah yang gelap menjadi terang. Lelaki itu bangkit dari tidurnya. Sejenak merenggangkan otot-otot tubuhnya yang begitu terlihat jelas menghiasi tubuhnya yang sedikit kurus.

Bangkit, dan berjalan tertatih di lakukan lelaki itu menuju kamar mandi yang tak kalah kumuhnya dengan ruangan yang tadi dia tempati.

Entah kenapa lelaki itu berjalan tertatih, sebab terlihat jelas lelaki itu masih muda. Meski tubuhnya cukup kurus, otot-otot tubuhnya terlihat begitu kekar, dan pastinya dia bukan lelaki lemah.

Perlahan dia membuka celana panjangnya, hingga cuma menyisakan celana dalam yang menutupi kemaluannya.

“Klinting....klinting....” bunyi besi penimba air yang dia tarik dari dalam sumur.

“Ceroboh, kenapa aku bisa seceroboh ini?. Auhh.” lelaki itu mengaduh saat membasuh kakinya, dan kini terlihat apa yang menyebabkan dia berjalan tertatih.

Sebuah luka bekas sambitan benda tajam, terlihat begitu jelas di paha kaki kirinya. Meski sudah tidak berdarah, luka itu sepatutnya mendapatkan perawatan lebih.


Beberapa jam sebelumnya....


Seharusnya hari ini menjadi hari di mana aku bisa membalaskan dendam atas kematian kedua orangtuaku. Namun naas, semua rencanaku gagal karena kecerobohanku. Namaku Raka Kenan Mahawira, dan mungkin hari ini akan menjadi hari terakhirku.

Kematian terasa semakin mendekatiku. Orang-orang yang aku bayar untuk membantuku, kini justru menghunuskan senjata mereka ke arahku. Mereka menipuku, kini mereka justru melindungi orang yang telah membunuh kedua orangtuaku dengan kejinya, setelah dia memfitnah Ayahku.

“Bangsat, cuih.!” aku meludahkan darah dari mulutku, karena dari tadi berbahai pukulan mendarat di wajahku.

“Hahahaha, hei anak muda, besar mulutmu tak sebesar isi dompetmu. Lihat mereka, dengan uang, semua bisa aku dapatkan. Sepertinya kamu itu sama bodohnya dengan Ayahmu.”

“Maju sini lo semua!, gue masih sanggup ngelawan lo semua.” teriakku, meski aku sadar aku tak mungkin sanggup menghadapi orang-orang terlatih seperti mereka, apalagi dengan kondisiku saat ini. Bukan hanya di wajahku yang sudah babak belur, badanku juga sudah terasa remuk, dan lagi luka sabitan katana di kakiku terasa begitu perih. Untuk berdiri saja, aku merasa seluruh tubuhku bergetar. Di tiup anginpun aku bisa jatuh.

“Kalian beresin tuh bocah, dan buang jauh jasadnya!.” perintah lelaki yang sampai matipun, aku tak akan melupakan wajahnya.

Satu, dua, tiga, ahhh, ada tujuh orang berjalan mendekatiku. Mereka semua berjalan dengan santainya kearahku, dan tak ketinggalan, masing-masing dari mereka memegang sebuah katana.

Mulutku memang masih bisa berucap, namun tubuhku sudah mencapai batasnya. Aku hanya bisa berdiri pasrah, menanti kematianku.

Dua orang sudah berdiri di kanan dan kiriku. Dengan senyum sinisnya, mereka mulai mengayunkan pedangnya ke arag tubuhku.

“Mati kau!,” teriak dua orang bersamaan.

Aku pasrah, matipun tidak akan ada yang mempedulikanku. Mungkin ini sudah saatnya aku kembali berkumpul dengan kedua orangtuaku.

“Wusshhhh, BUGH....” tubuhku terjatuh karena sebuah dorongan, dan seseorang jongkok di hadapanku menahan katana yang hampir membunuhku dengan dua kerambit yang dia pegang.

Dengan tenaga yang begitu besar, orang itu mendorong kedua katana sampai sedikit menjauh darinya, dan dengan cepat melepaskan tendangan memutar ke arah kaki kedua lelaki yang memegang katana, sampai kedunya jatuh.

“Bangsat!....” umpat kesal lima orang yang tersisa, dan mereka mulai melakukan serangan susulan.

Belum sempat lima orang itu menyerang, orang yang kini berdiri di hadapanku, mengeluarkan sesuatu dari sakunya, dan melemparkannya tepat di hadapannya. Tidak sampai satu helaan nafas, kabut putih sudah menyelubungi tubuhnya dan tubuhku.

“Bertahan!.” ucap orang itu, dan kini aku tau kalau dia seorang laki-laki.

Dengan ringannya dia menggendong tubuh lemasku, menjauhi tempat yang seharusnya menjadi tempat kematianku.

“Brak....” bunyi pintu mobil yang dia tutup setelah menidurkanku di kursi belakang mobilnya.

“Brum...brum...brum...” dengan cepat dia memacu mobilnya ke tempat yang akupun tidak mengetahuinya.

Di tengah kesunyian malam, hanya suara raungan mesin mobil yang terdengar di telingaku, dan juga hanya kerlip lampu-lampu jalan yang bergerak berlawanan arah dengan laju mobil yang dapat aku lihat dengan kedua mataku.

“Brak, cklek....” lelaku itu membuka pintu belakang mobil, dan kembali membopong tubuhku.

“Krek..krek..” suara yang timbul saat tubuhku di baringkannya di ranjang yang beralas kayu.

“Lo aman di sini, dan sebentar gue obatin luka elo.” tutur lelaki yang akupun belum mengenalnya, karena sebuah topeng masih menutupi wajahnya.

Sebuah rumah yang terlihat kotor dan kumuh kini aku tempati dengan seorang lelaki yang kini sedang mengobati luka di kakiku.

Namun bukan tempat ini yang kini menjadi fokusku, melainkan siapa dia, siapa lelaki yang kini dengan telaten mengobati lukaku. Apa benar dia baik?, apa dia kawan?, apa justru dia lawan yang siap menusukku dari belakang?.

“Huh.... Segitunya elo tuh penasaran sama gue, ngelihat saja sampai gak berkedip.” ucapnya, dan perlahan dia membuka topeng wajahnya.

“Randi!, elo beneran Randi?.” tanyaku dengan ketidakpercayaanku setelah melihat wajah lelaki yang menyelamatkanku.

“Yup, ini gue Ka, Randi.” ucapnya. “Ma'afin gue Ka, gue telat datang dan gagal ngelindungin orangtua elo.” seorang lelaki yang tadinya terlihat begitu gagah, kini terlihat begitu cengeng dengan tangis sesenggukannya.

“Tangisan elo gak aka ngerubah apapun Ran, elo tidak salah, jadi gak usah minta ma'af. Semua kejadian begitu cepat, mobil Ayah dan Ibu meledak di hadapanku.” aku hanya bisa kesal mengingat kejadian itu, dan orang tadilah yang menyebabkan kedua orangtuaku meninggal.

“Sejak kecil, elo selalu jagain gue Ran. Barusan juga elo sudah menyelamatkan gue. Sedikitpun, elo gak pantas meminta ma'af, karena sedikitpun elo gak punya salah, justru banyak jasa elo ke gue dak keluarga gue. Persis seperti arti nama elo, Randi, yang berarti sang penjaga.”

“Elo tuh Ka, selalu bisa muji gue dan bikin gue senang. Gue jadi ingat pertama kali Ayah elo....

“Ayah kita.” potongku.

“Oh, eh iya. Gue ingat saat pertama kali Ayah, ngangkat gue jadi anak. Gue yang begitu asing dengan lingkungan baru, gue hanya diam dan murung. Saat itu gue juga gak mau mengenal elo. Tapi elo gigih mengakrabkan diri dengan gue. Setiap hari mencoba hibur gue dengan mengajak bermain, bahkan elo rela gak makan demi maksa gue makan. Elo memang saudara terbaik Ka.”

“Bisa aja lo tuh...Auhh... Woi, perih!.” rintihku saat luka di kakiku di obatin Randi.

“Ok sudah beres, dan elo istirahat saja dulu!. Gue keluar bentar beli makanan.”

“Ran gue boleh tanya?.” ucapku, sebelum Randi meninggalkanku di ruangan ini sendiri.

“Silahkan.” jawab Randi singkat.

“Dua bulan ini lo kemana?. Terus bagaimana elo tadi bisa tau keberadaan gue?.” tanyaku beruntun.

“Dua bulan ini gue dapat tugas dari Ayah buat jaga kebun tehnya yang di Yogja. Maka dari itu gue gak pulang, karena betah di sana. Gue dengar kematian Ayah dan Ibu juga baru satu minggu yang lalu, dan gue langsung pulang. Tapi waktu gue ingin nemuin elo, gue lihat elo sedang ngerencanain sesuatu. Gue dengar semua rencana elo, karena gue nguping di balik pintu ruang tamu rumah Ayah. Mangkanya gue tadi bisa tau elo ada di mana, karena gue sudah ngikutin elo dari rumah.” tutur Randi padaku. “Meski tadi gue harus nyingkirin dulu beberapa orang, gue tetap bisa nylametin elo tepat waktu.”

“Emang Ayah kita punya kebun teh di Yogja?, setau gue Ayah gak punya kebun teh di sana!.” aku yang belum percaya, kembali bertanya ke Randi.

“Tuh kebun memang cuma Ayah yang tau, dan gue taunya juga waktu Ayah nyuruh gue ke sana. Satu lagi, tuh kebun gak tercantum dalam data harta kekayaan Ayah kita yang di rampas lelaku tadi. Melainkan, kebun itu tercantum atas nama elo, karena itu tidak ada yang tau, dan baru gue yang di beri tau Ayah.”

“Ok gue faham.” ucapku. “Terus, tempat ini dimana, dan apa seterusnya kita mau tinggal di sini?.”

“Ini rumah kosong, tapi masih layak huni. Seminggu ini gue tinggal di sini. Besok kita pergi ke Yogja, kita aman di sana!.” ungkap Randi.

“Aman, ke Yogja. Kita ada rumah Ran, lagian rumah kita pasti aman!.”

“Jangan bodoh Ka, tuh orang pasti nyari kita buat nyingkirin kita. Pastinya, rumah kita saat ini sudah menjadi sasaran pertama mereka, faham kan elo?.”

Kenapa aku tidak terfikir itu tadi. Aku sudah berurusan dengan orang sekejam itu, pastinya dia gak bakalan nglepasin aku begitu saja. Apalagi tadi aku sudah mencoba membunuhnya.

“Iya, gue faham Ran.”

“Ok, elo istirahat saja, gue pergi dulu!.” pamit Randi.

Di ruangan yang pengap dan berdebu ini, aku mencoba istirahat. Udara ruangan yang cukup panas, memaksaku membuka bajuku.

Barulah saat terdengar hujan turun, dan hawa dingin yang mulai memasuki ruangan tempat aku berbaring, saat itulah aku bisa istirahat.




Sekian dulu......
 
Terakhir diubah:
Sepertinya ke depan akan lebih banyak adegan pedang2an lagi,, semoga bukan pedang2an yang lain..
 
Permisi sista....
Ijin nikmat'n karya'y sist@manis_manja

Moga tetap sehat & tersenyum bahagia....amin
 
ijin melihat wajah mu di mari dari jauh mba manis :panlok4:
 
Setelah baca part pertama sesuai judul truth???
apakah sesimple itu si randy mengetahui rencana raka?
apakah randy berkomplot membunuh ke dua orang tua raka dan apa motifnya khu...khu... humuh :pandaketawa:
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd