14-Bergadang
Sebelum diteruskan, saya mau minta maaf karena kisah ML saya sama anggota teater berhenti di Sabrina dan Mega karena alasan yang akan saya ceritakan. Jadi kisah-kisah ML akan berhenti dulu. Semoga masih betah bacanya
Oke, continue.
Keesokan hari setelah threesome yang menggelegar itu, saya mencoba menghubungi Adelaide lewat HP. Di kampus, ketika sedang menunggu kuliah, saya menelepon Adelaide tapi tidak diangkat. Tiga kali saya coba di waktu yang berbeda-beda, Adelaide tetap tidak bisa dihubungi.
Malamnya, hujan turun lebat sekali ketika saya tiba di teater. Banyak orang yang datang terlambat termasuk Adelaide. Kalau biasanya saya horny melihat badan Adelaide yang montok, hari itu tidak. Kata-kata Teh L soal saya yang harus tembak dia bikin saya gugup. Lagipula, ada kemungkinan kalau dia memang suka sama saya, dia akan marah setelah melihat kejadian kemarin.
Makin hari kami makin disibukan dengan pertunjukan teater yang tinggal hitungan hari. Saya sibuk latihan dan Adelaide sibuk memastikan tidak ada property yang kurang atau rusak.
Antara kuliah dan teater yang makin makan waktu, saya sama sekali tidak bisa mencari kesempatan buat berduaan dengan Adelaide. Sampai akhirnya tibalah hari pertunjukan.
Hari itu jatuh di hari Sabtu dan kursi penonton terjual habis. Kami tampil selama 2 hari dan pertunjukan kami sukses besar.
Di hari kedua, Bang A memesan makanan dari 3 restoran untuk menraktir semua yang terlibat di pertunjukan. Dia juga menyiapkan beberapa krat bir dan beberapa botol champagne sebagai perayaan. Saya tidak minum alkohol jadi saya mengisi gelas besar dengan soda.
Setelah suasana riuh selesai dan orang-orang mulai membubarkan diri, saya melihat Adelaide sedang duduk seorang diri. Saya menghampiri dan menyapanya. Dia bilang sedang menunggu kakaknya jemput. Kami bicara sebentar tapi Adelaide seperti sedang tidak dalam mood yang bagus. Padahal tadi dia senang, kenapa sekarang murung sampai terus menunduk dan tidak mau lihat saya?
"Sakit?" tanya saya.
"Enggak. Kakak gue udah nyampe. Duluan."
Adelaide berjalan ke pintu keluar. Matilah, saya belum sempat mengonfirmasi soal threesome dan apa dia punya perasaan suka sama saya. Tapi saya takut mau bertanya, takut kepedean. Tapi Teh L bilang kalau Adelaide bete sebete-betenya bete waktu lihat saya threesome. Berarti dia cemburu. Kalau cemburu berarti suka.
Saya sempat berpikir buat bicara ini lain waktu. Tapi karena pertunjukan sudah selesai, tidak akan ada lagi latihan untuk sementara waktu. Adelaide mungkin tidak akan datang ke teater sesering sekarang. Pokoknya otak saya mikir keras.
Setelah bingung harus bagaimana, akhirnya saya tahan Adelaide.
"Eh, bentar, dong," kata saya. Adelaide berhenti sebentar. "Mau ngomong dikit."
"Apa?"
"Lu jomblo, kan?"
Adelaide diam lamaa sekali. "Kenapa emang?"
"Kalau jomblo, gue pengin jadi...," kata pacar susah banget keluar dari mulut. Tapi saya harus paksakan. Masalahnya, saya grogi luar biasa. Groginya mengalahkan grogi waktu saya pertama kali ML sama Teh L. Waktu keberanian saya terkumpul dan siap bicara, saya ciut lagi. Adelaide menangis.
"Lah, lah. Kenapa?" tanya saya.
"Tai, lu. Gue duluan."
Habis itu Adelaide pergi. Saya diam bingung dibuatnya. Berpikir saya ada salah apa padanya. Oh, iya. Threesome. Berarti benar dia punya feeling sama saya.
Selama tiga hari ke depan, saya datang ke teater setelah kuliah. Tapi Adelaide tidak ada. Dihubungi pakai HP juga tidak diangkat. Makin bingung saya dibuatnya. Waktu saya curhat ke Teh L, dia bilang mungkin Adelaide kecewa banget sama saya yang threesome, jadi dia marah. Saya marah pada Teh L yang membiarkan saya ikut threesome sama Sabrina dan Mega. Eh, Teh L jadi lebih marah sama saya karena saya juga mau. Habis itu kami baikan dan makan malam bersama.
Hampir seminggu Adelaide tidak kelihatan dan di waktu itu, saya dapat dampratan keras dari ortu. Gara-gara ikut teater itu, IPK saya turun dan saya dipaksa buat keluar. Akhirnya, satu hari di hari Sabtu, saya datang ke teater buat ketemu Bang A dan bilang mau keluar. Ternyata ada Adelaide di sana. Pembicaraan dengan Bang A harus ditunda. Saya mesti ngobrol dengan Adelaide.
Adelaide akhirnya mau diajak bicara. Awalnya saya tanya kabar. Terus saya tanya kenapa dia menangis terakhir kami bertemu. Adelaide tidak menjawab. Dia malah mengambil buku bersampul kulit dan dia kasih ke saya.
"Jangan dibuka di sini. Baca di rumah. Pas lagi enggak ada siapa-siapa," katanya. Dia membuat saya berjanji dan akhirnya saya menurut.
Setelah urusan saya dengan Bang A selesai, saya buru-buru masuk kamar dan membuka buku Adelaide. Buku itu adalah 1 dari 5 diary yang akan dititipkan pada saya.
Saya baca halaman pertama. Adelaide yang sudah berumir 19 tahun itu ternyata masih kekanakan. Dia memperlakukan diary-nya semacam buku itu adalah temannya. Buku itu diajak bicara seperti manusia.
"Dear, Diary.
Gila, hari ini hujan gede banget. Kalo terus begini bisa hipotermia gue. Lu juga basah soalnya gue taro di depan tas ya. Soriii."
Itu kutipan langsung dari buku diary Adelaide.
Beberapa halaman ke depan tidak ada yang menarik sampai kira-kira tengah halaman. Di situ ada nama saya dan saya membacanya pelan-pelan.
Pertama, dia bilang bersyukur ketemu saya yang tampak seperti orang baik-baik di kumpulan manusia penggila seks. Lalu, dia kecewa karena ternyata saya pegang-pegang dia ketika tidur. Adelaide tahu dan ternyata tidak selalu tidur ketika saya grepe-grepe dia. Tapi Adelaide membiarkannya karena dia juga suka dipegang-pegang.
Lalu, Adelaide menceritakan soal pengalaman ML saya yang pertama dengan Teh L. Dia tahu dan melihat semuanya. Dia bete luar biasa. Adelaide merasa kalau saya sudah terbawa suasana teater yang bejat.
Ada satu kutipan yang buat saya tercengan agak lama.
"Habis dia ML sama Teh L, dia masih sempet pegang-pegang gue. Bahkan. Bahkan, loh, Diary, dia gesek-gesekin kelaminnya sampe keluar di celana gue. Tapi gue biarin. Gue sebetulnya sirik. Kenapa dia harus sama Teh L? Padahal kalo dia ngajak gue, gue mau. Cuma kenapa malah yang lain yang ngajak gue? Kenapa dia engga pernah?"
Itu bikin saya tidak bisa tidur semalaman. Lalu Adelaide bercerita soal memergoki saya hampir ML dengan Hana. Hingga akhirnya ke tragedi threesome.
"Oke, gue udah enggak tahan. Terserah dia mau ngapain. Mau mati juga gue biarin. Peduli setan. Ternyata bukan cowo baik-baik. Enggak ada beda sama penggila seks lainnya.
Harusnya gue gak pernah berharap sama anggota teater. Semuanya sama. Tapi kenapa kok gue cemburu banget dan rasa suka ini enggak ilang? Tiap liat dia jadi suka lagi, pengen coba ajak bicara lagi. Cuma kesel kalo inget dia sama cewe-cewe lain. Au ah pusing"
Oke, fix. Adelaide suka sama saya. Hati saya meledak bahagia. Saking bahagianya saya bergadang sampai pagi.
Besoknya saya coba hubungi Adelaide dan diangkat. Saya bilang saya mau ketemu dan dia bilang datang saja ke rumah.
Siang hari, saya datang ke rumah Adelaide. Rumahnya cuma satu lantai tapi cukup luas. Dia orang berada.
Waktu dia keluar dari rumah, saya cuma senyum sambil menunjukkan diary dia.
"Saya mau balikin ini."
Adelaide suruh saya masuk sampai ke ruang tamu. Dia ke belakang dan membawakan air putih. Kami diam-diaman lama.
"Sudah baca?"
Saya mengangguk.
"Terus?"
Saya minum air dulu baru bicara. "Sori ya gue ga tau kalo lu sebenernya suka sama gue."
"Gue ga pernah bilang."
"Bilangnya mesti lewat buku?"
"Soalnya lebih gampang kalo lu baca aja. Gengsi kalo ngomong. Dan kalo boleh jujur, gua masih sebel sama lu."
"Iya, maaf."
Entah kenapa saya malah minta maaf. Padahal saya tidak punya salah sama Adelaide.
"Terus gimana?" tanya saya.
"Enggak tahu."
"Mau pacaran aja?"
"Asal lu enggak ML lagi sama orang lain."
Kalau sudah punya cewek macam Adelaide, yang walaupun tidak cantik Indonesia tapi montok seksi dan turunan bule, siapa yang mau ML sama produk lokal? Saya sombong waktu itu.
"Janji."
Adelaide senyum dan kami jadian. Kami ngobrol sebentar. Terus saya pamit pulang. Sebelum pulang, Adelaide suruh saya tunggu dulu di depan pintu. Dia masuk ke dalam rumah terus kembali pada saya. Adelaide mencium bibir saya terus tertawa.
"Udah lama pengen cium. Barusan cek dulu orang rumah lagi pada ngapain," katanya.
Saya cium bibir Adelaide terus pulang.
Itulah awal saya punya pacar blasteran bule. Lumayan, kan, buat anak cupu kayak sayaaa? Ada yang sirik kah saya punya pacar bule hehe.
Bersambung, ini baru diary jilid 1. Masih ada terusannya.