Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG {True Story} From Russia With Lusk

Bimabet
Anggaplah ini seperti segue atau intermezzo, atau bilanglah cerita sampingan. Kalopun gk dibaca, gk akan mengganggu jalannya cerita utama. Cerita ini kupercepat narasinya supaya ga kepanjangan intermezzo-nya.



Jadi, beberapa hari setelah aku berpisah dengan Vi di stasiun, seorang teman surfing/selancar dari Brazil menghubungiku. Namanya, Alejon. Intinya dia bilang: sekarang dia di Padang (dari Mentawai) mau main ke kotaku, dan kalo boleh menumpang sebentar di rumahku. Ya pasti boleh, si Alejon ini teman lama sempat mementorku kala awal-awal belajar surfing dulu.

Si Alejon ini memang kuakui ganteng sih, dan agak poll gantengnya. Sepertinya dia berdarah campuran, layaknya banyak orang Brazil lainnya. Untuk orang latin, dia tidak terlalu tinggi. Mungkin sekitar 175an, cuman badannya surfer abis. Singkatnya, tipe2 kegemaran cewek-cewek endonesa, asia timur, atau sesama bule. Cewek manapun lah.

Ketika itu dia emng lagi gemar2nya maen Tinder. Dilalah,nyangkutlah satu gadis Semarang. Dari foto, teks dan lalu telpon, mereka berdua ada kecocokkan. Si Ale juga ngaku penasaran dengan gadis ini. Agak cilakanya, bahasa Inggris si gadis belepotan terbata-bata. Si gadis bahkan harus sering-sering memakai google translate untuk berkomunikasi.

Saat Ale di rumahku, aku lah yang sering dipakai untuk penerjemah. Capek disuruh jadi translator bolak balik via telpon, kuajaklah si gadis untuk datang saja ke kotaku.

"Maen kesini, gk usah nginep gpp," kurang lebih itu yang kusampaikan. Si gadis Semarang ini pun mau walau agak malu-malu.

Akhir minggu itu ia datang, bahkan menginap juga di rumahku. Sudah pasti, peranku sebagai penerjemah masih diperlukan. Karena hal inilah rencanaku untuk ke Surabaya, kutunda seminggu.

Sudah ada dugaan sebetulnya kalau lambat demi laun malah aku yang semakin dekat dengan si gadis Semarang. Awalnya kami hanya teman platonik, lalu ujuk-ujuk nantinya gadis ini malah menjadi pacarku selama enam bulanan, lebih kurang. Setengah terasa seperti mengambil durian runtuh, setengah seperti tabrak lari.

------------------------------------------------------------


Kalau dinilai cerita dengan si gadis Semarang ini menarik, komen yah suhu2 yg budiman. Bilanglah ada 20an orang yg tertarik, gw akan coba cari waktu utk menulis ttg doi. Sementara kita selesaikan cerita si Devushka alias Vi dulu yap.
Boleh nih Hu...
kalau panjang,bisa pakai judul baru. dengan thread baru tentunya...

setia menunggu karya Sampeyan...
 
makasih suhu updatenya
cewek semarang bolehlah di ceritain sekalian

Wah wajib update gadis semarangnya suhuu

Makasih updatenya,boleh tuh hu diceritain cewe semarang

Boleh juga om suhu @DEPOTCHKA diceritain gmana akhirnya si cewe Semarang ini jadi pacar om slama 6 bln..

Siap suhu2... :berat::berat: ditampung dulu

Makasih update chapster 5 @DEPOTCHKA :mantap: :beer:

Makasih updatenya , semangat selalu

Ikutan nunggu update hu

Ahshiap suhu @DEPOTCHKA

Memang mantab proses nya.

Tks updatenya


Wih pengalaman nya keren, di tunggu update nya suhu

Nunggu update...absen dulu deh

:baca:otw suhu2...

Mantap hu, bahasanya natural

Matur tenkyu hu :beer:

Boleh nih Hu...
kalau panjang,bisa pakai judul baru. dengan thread baru tentunya...

setia menunggu karya Sampeyan...

Trims banyak apresiasinya hu..:kopi::kopi::ampun:

Mantaab... gelar guling sama kopi dlu disini..

:kopi::kopi::kopi: biasanya pake :nenen: hu.. kalo pake guling agak apek2 rasanya hu.. wkwk :Peace::Peace:
 
nunggu updetannya hu

Mana lanjutnya

Nyempil absen sore..ngopiii karo uduttt sik :kopi: :kretek:neng pojokan...tetep sabarrr & semangattt menantiii update :semangat:

Percepat hu updatenya gasabar hehe
siappp penontonn..lg diedit dikit aja.:semangat:
Mau tanya hu. Ajarin bhs inggrisnya aja hahha
haha...modal asbun alias asal bunyi hu... :Peace:
Boleh hu yang plat H nya
sapp ditampun dulu hu..:beer:
 
Prev Chapter


Chapter 6



Ah, Surabaya malam itu indah sekali. Jujur saja, sebelum malam ini tidak pernah aku menilai Surabaya cocok masuk kota-kota yang nostalgik, romantis atau ngangenin. Cuman malam itu, trotoar dan aspal Surabaya, bahkan mall2nya yang biasanya seperti akuarium terasa seperti Paris. Dan kelak, akan terulang berkali-kali sampai beberapa bulan ke depan.

Saat ini jugalah aku baru merasa energi kami klop sinkron: guyon-guyonku masuk, percakapan lancar, rayu-rayuan nakalku dibalas dengan kegenitan menggoda, dan... Banyak kecocokanlah. Kentut kami saja yang belum harmonis.

Ketika kami tiba di rumah dinas kawanku, dia dan istrinya masih melek nonton filem. Aku mengenalkan Vi ke mereka. Mood Vi juga sedang bagus karena biasanya dia amat malas berbasa-basi dengan orang baru - dan dia sering tak ragu memperlihatkan malasnya.

Dari empat kamar di rumah dinas ini, aku memilih kamar yang paling belakang, yang paling jauh dari kamar kawanku, untuk alasan yang sudah jelas. Tapi kamar ini juga yang terasa paling angker dan tua. Teralis-teralis jendela dan lubang ventilasinya bergaya art deco 80an. Salah satu daun jendelanya tidak bisa ditutup sempurna jadi kerap berbunyi jika angin menghempasnya ke luar-dalam. Kamar mandinya juga terlihat tua walau, ya, cukup bersih lah untuk rumah setua ini. Sebuah kipas angin menggantung di langit-langit membantu mengusir panasnya Surabaya malam itu. Sebuah perjalanan beberapa langkah ke dapur saja bisa terasa kuyup seperti berenang di kelembapan.

Sambil menunggu Vi yang sedang bersih2 dan menyegarkan diri di kamar mandi, aku mencari kondom di carrierku. Belum sempat kutemukan, doi sudah keluar dari kamar mandi terbalut t-shirt tipis putih tanpa bra dan celana hotpants sependek lipatan pantatnya. Badannya belum benar-benar kering. Bulir-bulir air melekat di t-shirt putih ke dadanya, mengekspos runcingnya kedua puting Vi.

Kami berdua sama-sama paham apa yang akan terjadi di sini. Cicak yang mengintip dari sela-sela cermin pun paham. Tetap saja, ada campuran aura keasingan dan kerikuhan di udara.

Vi berjalan memperpendek jarak antara kami lalu duduk di ujung ranjang. Aku menyusul duduk di sebelahnya. Jantungku ngebut berdegup mengalirkan darah ke seluruh nadi, terutama ke daerah selangkangan dan otak, menutup beberapa sinapsis berbahasa di otakku.

Aku hanya dapat berkata, "So, Devushka..."

Doi membalas meniruku, "So, Mas..."

Di momen-momen seperti ini, sudah seperti bawaan lahiriah untuk perempuan menunggu gerakan laki-laki. Laki-laki kemudian disuguhkan ratusan atau ribuan pilihan gerak tapi bisa kita sederhanakan menjadi dua: sikat coy atau maen alus.

Yang pertama, yang kupilih.

Tengkuk lehernya kujumput dengan kedua tangan lalu kutarik kepalanya ke arahku. Bibir kami beradu untuk sesaat saja karena kedua lidah kami sudah tak tahan ingin bersua. Lidahku tenggelam di dalam mulutnya, seperti juga lidahnya. Kalau lidah kami tidak menempel di kerongkongan masing-masing bisa jadi tertelan.

Sekali sempat aku jambak rambut Vi, menarik kepalanya ke belakang, menjauh dariku, seraya mengisap-cium lehernya sampai terbentuk cupangan. Vi, sedikit mendesis tapi keenakan. Kemudian dia menangkis tanganku pergi, menarik bajuku keatas dan membukanya. Aku pasrah.

Kami kembali bercumbu. Dengan dada yang telanjang mudah kurasakan mancungnya kedua puting Vi yang masih terbalut kaus tipis. Kontolku yang hampir tak berhenti tegak semenjak trotoar Sutos, sekarang makin menjadi-jadi. Palkonku memberontak keluar dari balik celana. Vi menyadarinya.

"Ohh, look.. Hi you," katanya agak terkejut lucu ke si palkon. Aku menahan senyumku.

Vi memintaku berdiri, menurunkan celanaku lalu menggenggam batang berurat penuh darah panas milikku untuk pertama kalinya. Dengan sedikit menunduk dia menarik kontolku ke arah mulutnya.

"Oh..jangan..jangan..jangan sekarang," kataku dalam hati. Aku khawatir pertandingan ini akan selesai terlalu cepat kalau disepong sekarang.

Si otong protes, "eh boss. kite mo diservis. jangan gile, pasrah aje."

"Jangan sekarang Tong! Beneran deh, kalo disepong sekarang kamu gk akan kuat. Biar aku aja," aku coba beralasan dengan kontol sendiri.

Aku angkat kepala Vi, mencium dahinya lalu langsung mendorongnya terlentang di tempat tidur. Kulepaskan hotpants dan thongnya dari kakinya. Badan Vi kini terlentang dengan kedua tangannya menahan agar kepalanya tetap menengadah ke arahku. Kedua kakinya tidak terbuka ngangkang tapi juga tidak tertutup.

Lubang paradiso Vi terhalang jembut-jembut berwarna mahogani yang cukup lebat. Dengan kedua kakiku, kubuat doi mengangkang lebar kemudian kusibakkan hutan tropis yang sudah lembap ini dengan dua jari. Anggaplah dua jari ini berfungsi sebagai becek-o-meter (alat pengukur kadar kebecekkan). Kedua jariku bersaksi bahwa tingkat kebecekan sudah cukup memuaskan. Mungkinkah kebecekan ini sama seperti ereksiku, sudah dimulai sejak masih di trotoar? Otakku melalang keluar fokus.

Alis Vi mengkerut, mukanya seperti bertanya, "ini cowok gmn sih? Kan dah gw bilang gk mau jari2nya, tp gw mau..." Doi langsung mengambil kontolku dengan nyaris kasar, mengusap palkon ke bibir memeknya lantas membiarkanku untuk menjebolnya.

Aku mengumpulkan energi di pinggulku lalu menancapkan kontolku dalam memek Vi. Doi, agak menjerit kesakitan. Ah, mungkin aku agak terlalu keras dan sembrono. Maklum, sudah delapan bulan tanpa latihan.

Batangku belum masuk sepenuhnya, masih tersisa setengah. Memek Vi juga belum terbuka sepenuhnya. Bagian dalamnya vaginanya masih sempit. Untuk dapat akses aku harus mengetuk-ngetuknya dulu.

Aku berganti main alus ketimbang sikat coy. Aku tak mau dia menjerit kesakitan lagi. Kuketuk-ketuk jendela nonok Vi dengan ujung kontolku. Perlahan-lahan mulai terbuka lebar si liang paradiso. Tak sabar, kedua tangan Vi menekan pinggulku ke arah selangkangannya, seakan memintaku untuk jangan lagi mengetuk lapisan pukinya tapi segeralah memboboknya. "Your wish is my command, Vi!"

Tanganku di paha bawahnya, dan tangannya di pinggulku. Kami menarik dan mendorong bergantian, membobok pertahanan terakhir memek Vi. Tidak lama, aku merasakan hangat yang surgawi. Sepertinya kontolku sudah tiba di ujung liang paradiso-nya Vi. Posisiku berdiri di lantai samping ranjang sambil menghantam selangkangan Vi. Sedangkan doi berusaha terus menatap mataku, walau sesekali memejamkan mata sambil mendesah. Desahan Vi yang tadi sayup-sayup sekarang tambah kencang dan sering.

Satu hal yang terutama bisa mudah membuatku keluar lebih cepat daripada rencana adalah desahan wanita yang sudah di pintu orgasme. Bagiku sensasi suara desahan bisa melebihi sensasi-sensasi indrawi yang lainnya. Maklum, aku generasi phone sex bukan VCS.

Dan Vi memang sudah di pintu orgasme. Selain terdengar dari desahan, otot-otot vaginanya juga sudah mulai kempot-kempot. Kutambah kecepatan dan torsi, nafasku jadi memburu.

"You're coming, babe?" kubertanya sekedar untuk memancing reaksi.

"yes..Arghh..I'm...oohh...I...am..." desahnya sambil tangannya meremas kencang pahaku. "Ohhh..I'm cuming, I'm cuming..."

Otot vaginanya mengeras menjepit. Kepalanya menengadah. Mulutnya setengah menganga. Matanya terpejam. Lalu bersamaan dengan hembusan nafas, sendi-ototnya melemas. Otot vaginanya kontraksi, melemas lalu mengeras, begini terus untuk beberapa saat. Mungkin total belum ada lima menit kami bermain.

Kupelankan ritme secara gradual sampai akhirnya batangku hanya terparkir di dalam memek Vi. Aku merasakan kempat-kempot otot vagina sisa-sisa orgasmenya. Wajah Vi merah meriah dihiasi satu-dua bulir keringat. Doi tersenyum lebar memperlihatkan gigi, nyaris tertawa ke arahku. Aku membalas senyumnya dan mencium bibirnya.

Sebelum mulai bergoyang lagi, aku ingat sesuatu. Lupa pake kondom! Ini cukup goblock sih. Bukan hanya untukku tapi untuk kami berdua. Vi adalah orang asing yang tidak cukup kukenal. Bagi Vi, aku juga pria yang tidak benar-benar dikenalnya dan dia sedang di negeri orang jauh dari keluarga dan teman. Kami berdua terburu nafsu.

"I forgot to put condom on. Its somewhere in my bag," dengan polos aku mengaku.

Doi malah jadi tertawa beneran, "Haha..You tell me this now. Its kinda too late is it? I'm not using any BC (maksudnya doi gk pake KB). Cum outside babe,"

"For sure," seruku sambil mulai ambil momentum yang sempat hilang. Aku lanjutkan mengocok isi memek Vi lagi.

Satu-dua menit begini aku sudah mulai terasa ingin keluar. Aku mau keluar di pantatnya. Syahdan, aku angkat satu paha Vi untuk membalikkan badannya, berganti posisi ke martole jong jong atau doggy stand. Kedua pipi pantat Vi yang chubby sekarang persis di depanku. Memang sempurna bentuknya. Dari jarak sedekat ini pun aku nyaris tidak melihat ada selulit.

Aku hunuskan lagi pedangku dan mulai menusuk memeknya dari belakang. Cairan vagina Vi sudah banyak offside keluar meleleh ke pahanya dan batang kontolku. Vi lalu membuka kaus yang dari tadi masih terpasang dan malah mengerang lebih deru dibanding tadi. Terlihat dari belakang susunya melambai-lambai mengikuti irama. Ini dan erangan yang makin deru membuatku tidak pakai lama, aku sudah tak tahan lagi. Aku belum keluar tapi sudah di titik tanpa bisa kembali, point of no return. Harus dicopot sekarang atau akan terlambat.

Akhirnya kukeluarkan juga batang kontolku yang langsung memuntahkan lahar panas ke pantat Vi. Ah...nikmatnya. Delapan bulan tanpa seks berakhir di pantat yang bahenol ini. Worth it.

Sebetulnya aku agak sebel juga karena baru semenitan di posisi ini. Tapi ya Vi juga sudah dapat O. Plus, ini seks pertamaku sejak delapan bulan. Aku masih bisa memaklumi diri sendiri.

Kubersihkan pantat Vi dari pejuku dengan kain sembarang. Kami lalu tidur telanjang bersampingan menikmati semburan angin kipas gantung.


bersambung....

Penampakan. NO PK ya

 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd