Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG TITIK BALIK [By. Ranfast]

Parah juga suami Diana ini. Jumpai dulu kali ya temannya, lalu kenalan. Bahaya lama2 klo istri dibiarkan seperti itu. Pantaslah diana kelelep, ehh kena celup ding.... :pdkt::fuck::fuck:

Thanks updatenya Suhu
:semangat:
 
Ada update ternyata.
Sikap cuek sang suami bakal jadi bumerang ne..
 
Opening nya smooth bgt, smoga di perjalanan nanti banyak konflik atau tragedi yg bikin baper om...
Ijin bukmark om ranfast..
 
Kenapa ceritanya begitu menyayat batinkuuuu....
Hiks, penasaran banget sama kehidupan selanjutnya diana...

Semangat trus suhu...
Semoga dapat title TAMAT ya....
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Ayo hi Di update lg sdh pengen tau lanjutin ya nih
JD SS gak nih
 
Saya suka updatenya Suhu...
:jempol::jempol::jempol:
Kadang kita suami lupa, kalau isteri itu bukan pembantu. Memang seorang istri merupakan pribadi tangguh, kita hanya perlu memberinya sedikit suport saja. Maka semuah masalah rumah tangga akan beres.

Bukan curhat ya Suhu....
Hanya pengalaman pribadi saja...

:beer:
 
BAB III




Sunnatullah bahwa seorang ibu akan melindungi anaknya, seorang suami melindungi istrinya. Kesetiaan menjadi pengukuh semuanya, kepercayaan menjadi peneguh cinta. Apa jadinya bila semuanya dilanggar..., akan menjadi hal yang paling menyakitkan, bukan hanya dalam kenyataan, bahkan dalam mimpi sekalipun...



~~~***~~~

Kenangan semalam antara Jerry dan Diana begitu membekas dihati. Meskipun kesadaran diri tentang ikatan yang membatasi untuk tetap berkomunikasi dengan Jerry ada dalam ingatannya, Diana masih saja tidak berusaha untuk menghapus semua kenangan itu. Sebuah kenangan yang mestinya membuat dia merasa takut untuk menatap wajah suaminya yang selalu menganggapnya istri paling setia diseantero jagat.

Satu hal yang membuat Diana tak lagi memikirkan semuanya, Sederet kalimat dengan nada memelas mengandung rasa rindu yang teramat sangat, kalimat yang diucap Jerry lembut ditelinga Diana dalam pelukan hangat,,,


“Tak bisa kulupakan dirimu, Dy...” sendu. “Kerinduan ini menyiksaku selama bertahun-tahun. Kemana kau selama ini, Sayang?. Jangan bilang kau tak menyayangiku lagi, aku tahu kau juga sepertiku bukan? Katakan Dy..., katakan kau juga merinduiku...”


Seharian ini Diana terus memikirkan Jerry. Bukan karena dia juga merindukannya, tapi mencari jalan bagaimana agar Jerry mau mengerti akan posisinya kini. Dia tak ingin mengkhianati suaminya, tapi dia juga tak ingin mengecewakan Jerry, karena sejujurnya, jauh dilubuk hatinya dia tak ingin Jerry pergi dan menghentikan segala keindahan yang sedang mereka ciptakan kini. Ingin sekali menjalani hubungan ini tanpa ada yang terluka, tapi bagaimana caranya?

Situasi ini cukup membuatnya pusing, tak fokus pada pekerjaan, bahkan hingga dia bersama keluarganya, anak dan suami, masih saja bayangan Jerry meliputi fikiran dan hatinya.


Sore ini pun, saat dimana Jerry berjanji akan datang lagi menjemputnya jalan-jalan, Diana masih belum bisa memutuskan apa yang mesti dilakukannya. Izin suaminyapun belum didapatkannya, karena memang dia belum memberitahu suaminya perihal kedatangan Jerry sore ini.


“Pah...,” Diana berucap selembut-lembutnya, sambil memandangi wajah suaminya yang lagi duduk bersandar. Wajah semanis mungkin diperlihatkannya agar sang suami akan bersikap manis pula padanya. “Teman mama akan datang. Dia ngajak mama ke rumah sepupunya mama...”


Yanto mengalihkan pandangannya sejenak ke arah Diana. Kesan cuek terlihat diwajahnya.


“Kak Erik?” Tanya Yanto singkat.


“Iya, ke rumahnya Kak Erik. Boleh Pah?”


Yanto kembali memandang Diana. Kali ini wajahnya nampak serius.


“Koq ke rumah Kak Erik? Emangnya teman kamu itu kenal sama Kak Erik?”


Diana mengangguk.


“Kak Erik kan dulu kerja di sana, ditempat mama sekolah dulu...” Ucap Diana. “Waktu mama sekolah, Kak Erik tinggalnya disana. Kak Erik yang biayain sekolah mama. Kan mama udah pernah cerita ke papa...”


Yanto masih bingung.


“Teman mama itu dulu sering main ke rumah kami. Kak Erik kenal dia. Makanya dia pengen ketemu Kak Erik, tapi dia gak tahu dimana rumahnya Kak Erik.”


“Ooh..., gitu ya...” Yanto mengangguk-ngangguk.


“Boleh gak, Pah?” Tanya Diana sekali lagi.


“Mama koq aneh?” Sorot tajam mata Yanto membuat Diana terkejut, sekaligus tak mengerti ucapan Yanto.


“Aneh gimana Pah? Orang minta izin dibilang aneh...”


“Iyalah..., kemana-mana juga Papa gak pernah nglarang mama. Apalagi ke rumahnya Kak Erik. Koq mama masih juga nanya boleh apa gak...?”


“Eh,,, kan wajar Pah, harus tahu dulu boleh sama papa apa gak...”


Yanto menggeleng. Tatapannya kembali terpusat ke arah acara TV yang sedang berlangsung. Sebuah acara Reality Show yang membongkar kasus perselingkuhan pasangan.

Diana bangkit berdiri menuju ruang depan. Entah apa yang ada dalam pikiran Yanto, yang pasti Diana merasa bahwa ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Suaminya dalam beberapa hari terakhir ini tidak banyak bicara. Diana sudah berusaha mencari tahu, tapi tak menemukan jawaban.


Tak lama saat Diana duduk diteras rumahnya, sebuah mobil yang sudah dikenalinya sebagai milik Jerry berhenti didepan rumah. Sosok yang juga sudah dikenalinya turun dari mobil itu. Senyum manis menghiasi wajah pria yang sedang berusaha memenangkan hatinya itu saat dengan santainya dia mendekati Diana.


“Hai, Dy...” Sapa Jerry.


“Hai juga, Je...” balas Diana. “ Masuk...”


Tak menunggu lama, Jerry mengikuti langkah Diana masuk kerumah. Tubuh wanita yang dirinduinya ini masih terlihat seksi, bahkan makin seksi. Sayang sekali dia bukan pria yang menjadi suaminya kini, padahal begitu banyak impian yang ingin diwujudkannya bersama wanita tercintanya ini.


Mereka melangkah masuk menuju ruang keluarga. Sesosok pria nampak sedang asyik menikmati tayangan TV sambil berselonjor kaki. Pria yang tak lain adalah Yanto suaminya Diana nampak terkejut melihat kedatangan Diana yang datang bersama seorang pria yang tak dikenalnya.


“Selamat sore, Mas...” Sapa Jerry berusaha tersenyum.


“Sore...” Yanto memperbaiki posisi duduknya. “Mari..., silahkan duduk...”


“Terima kasih...”


“Pah..., ini temannya mama...” Diana memperkenalkan. “Jerry...”


“Uhmmm...,” Yanto berusaha tersenyum. “Yanto. Suaminya Diana...” Ujar Yanto sambil mengulurkan tangan yang disambut dengan hangat oleh Jerry.


“Saya baru nyampe kota ini. Karena belum kenal seluk beluk kota ini, dan juga pengen banget ketemu Kak Erik, maka saya mohon izinnya mengajak Diana menjadi penunjuk jalan, Mas...” Ucap Jerry tanpa basa basi. “Dulu semasa SMA, saya sering ke rumah Kak Erik. Saya jadi kenal Diana karena sering kesana.”


Yanto tersenyum tipis. Anggukan kepalanya menandakan dia cukup mengerti bahwa kedatangan pria ini karena ingin ketemu Kak Erik.


“Kapan perginya..”


“Sekarang.” Jawab Jerry mantap. “Bila diizinkan tentunya...” Lanjutnya.


“Boleh, Pah?” Tanya Diana juga


“Boleh...” Jawab Yanto. “Kenapa tidak? Kan mau silaturrahmi itu bagus...”


“Makasih, mas...”


Wajah Jerry dan Diana nampak cerah. Terbersit rasa senang dan bahagia disana, namun tak terbaca oleh Yanto.


“Ya udah..., udah sore...” Ucap Yanto singkat.


Jerry dan Diana faham akan ucapan itu. Kalimat yang mengandung perintah untuk segera pergi sekaligus izin untuk Diana.

*****


Mobil meluncur pelan, melintasi jalanan berkelok yang sepi. Tak ada rumah disepanjang jalan, hanyalah sawah dengan tanah yang ditumbuhi rerumputan liar karena dibiarkan pemiliknya pasca panen. Hari sudah mulai gelap. Azan maghrib baru saja terdengar.


Diana masih bersama Jerry dalam mobil berkaca gelap.


“Aku mau pulang besok, Dy...”


Diana menghela nafas panjang. Ada kemelut di hatinya. Konflik yang entah harus diselesaikan dengan cara bagaimana. Ya...! Hati Diana sedang perang. Jerry menginginkan dia memulai hidup baru bersamanya. Penolakan yang diucapkannya malah membawa konflik baru. Jerry ingin bersamanya malam ini, semalam penuh menemaninya sebelum kepergiannya, pulang ke kotanya.


“Aku hendak kembali ke Sanana...” Suara Jerry terdengar pelan. “Tidak sudikah kau meluluskan satu permintaan terakhirku setelah ini, Dy?”


Diana kembali mendesah resah.


“Aku bingung, Je.”


“Kenapa, Dy?”


“Gak tau harus bilang apa. Aku blom izin suamiku soal ini...”


“Demi aku, kamu gak bisa bohong?”


“Gak boleh, Je”


“Telepon suamimu. Katakan kamu nginap karena Kak Erik gak ngijinin kamu pulang berdua sama aku malam-malam...”


“Tapi...” Diana ragu. Tapi boleh juga ide itu. Bukankah Suaminya tak punya nomor HP Kak Erik andai dia mau mengecek kebenaran keterangan Diana nantinya...? “Baiklah...”


“Jadi???..., kamu mau?” Tanya Jerry meyakinkan pendengarannya, bersamaan dengan injakan dipedal remnya. “Benarkah, Dy? Kamu mau?”


Diana mengangguk sambil tersenyum. Tak apalah kali ini dia berbohong pada suaminya. Demi Jerry, pria yang sebetulnya masih dicintainya. Soal pengkhianatan? Bukankah dia memang telah mengkhianati suaminya meskipun pengkhianatan itu karena Larry telah memaksanya?

Jadi, apa salahnya bila kini dia melakukan itu lagi, kali ini bersama pria yang juga dicintainya...


Izin telah didapatkan. Suaminya percaya pada keterangan Diana. Bahkan tanpa kecurigaan sedikitpun, suaminya berpesan untuk tidak memaksakan diri masuk kerja besok.


Percakapan yang dibumbui dengan kemesraan terus terjadi dalam mobil. Rengkuhan Jerry memberi kehangatan dihati Diana. Sebentar lagi kehangatan itu akan semakin bertambah, disana..., disebuah kamar hotel yang kini sedang mereka tuju.


****


Kamar hotel itu cukup luas. Sebuah kamar super Deluxe dengan kamar mandi yang nyaman.

Setelah membersihkan tubuh dalam bath tube, Diana mengeringkan rambutnya dengan Hair Dryer yang tersedia dalam kamar mandi. Sebuah cermin besar memantulkan bayangan tubuh seksinya. Ah..., kini dia sedang bersama Jerry, dalam kamar hotel yang nyaman. Saat memasuki kamar, Jerry langsung melakukan hal yang sudah dibayangkan Diana sejak awal. Dia langsung memeluk Diana, menciuminya, seakan tiada waktu lagi untuk menikmati ini. Semua seperti tak tertahankan lagi, diumbar semau Jerry, tak terbendung.


“Dy..., lama banget sih. Cepetan dong...” Jerry memanggil-manggil Diana.


Dengan langkah gemulai Diana keluar menuju Jerry yang sedang berbaring berlilitkan handuk tanpa baju. Entah apa lagi yang melekat disana selain handuk.


“Sini, Dy...”


Diana mendekat, duduk ditepi ranjang. Tubuhnya telah terbalut pakaian mandi, dengan bra dan cd yang kembali terpasang pada tempatnya. Grogi rasanya harus kembali bugil didepan Jerry, meskipun itu yang diinginkan Jerry, dan sedikit diinginkannya...


Jerry bangun, lalu mendekati Diana yang masih kelihatan canggung dan ragu. Diraihnya tubuh wanita itu dan membawanya dalam pelukan. Kecupan hangat didaratkan ke kening Diana, memberi rasa nyaman yang tulus dan berharap itu jadi hal yang takkan terlupakan untuk Diana. Diana tertengadah, matanya sayu, bibirnya terbuka seakan ingin mengucapkan sesuatu. Jerry mengulum dengan lembut bibir yang terbuka itu, sebentar saja. Dai masih belum ingin merusak mood Diana yang masih kelihatan ragu atas kesediaannya ini.


“Je...” bisik Diana pelan.


“Hmmm...” Jerry memandang Diana.


“Aku..., aku..., mencintaimu.”


Bibir tipis menggairahkan itu ditekan Jerry dengan telunjuknya. Senyum dibibirnya mengembang.


“Aku bahkan telah tahu sebelum kau mengatakannya...”


“Tapi aku tak bisa hidup bersamamu, Je...” rintih Diana pelan.


“Tak apalah sayang..., bersamamu seperti ini sudah cukup. Tak memilikimu selamanya sesungguhnya hal yang sangat berat dalam hidupku. Tapi aku bisa memahami posisimu sekarang. Asalkan malam ini aku bisa memilikimu seutuhnya, itu cukup bagiku. Aku ingin memiliki segala hal dari dirimu, malam ini..., meskipun hanya malam ini saja...”


Diana trenyuh. Ini sungguh hal tersulit. Dia mencintai suaminya, namun kini rasa cinta itu terbagi, pada pria lain selain suaminya.


“Aku tak ingin melakukan ini, Je. Tapi aku tak ingin memberi kesan menyedihkan padamu. Aku tak ingin mengecewakan orang yang aku sayangi...”


“Terima kasih, Dy. Aku senang mendengarnya...”


Jerry merengkuh Diana. Tubuh Diana ikut jatuh keatas kasur hingga tubuhnyapun menimpa tubuh kekar Jerry.

***


Yanto berusaha menggapai akar yang menjuntai ditebing curam tempat dia berada kini. Tanah tebing itu tidak sekeras tanah ditepian atas sana. Tanah ini mudah luruh, bahkan kakinya kini sedang terbenam kedalam tanah yang dipijaknya. Dia terjatuh saat sedang mengejar pria berwajah menyeramkan yang menculik istrinya. Pria itu menyeret tubuh istrinya yang pingsan karena ketakutan. Teriakan minta tolong istrinya mengejutkannya saat dia sedang mengintai seekor rusa muda. Sejak pagi Yanto dan istrinya berburu di hutan ini. Tak disadarinya bahwa dia telah terpisah jarak dengan istrinya saking cepatnya dia berlari mengejar rusa. Suara minta tolong istrinya itu yang menyadarkannya.


“Diana....!!!” Teriakannya bergema. Tak ada jawaban atas panggilannya.


Susah payah dia akhirnya bisa menggapai akar, dan memanjat naik. Sepi. Tak ada siapapun, termasuk si penculik. Tentu saja begitu, karena pastilah si penculik telah jauh membawa lari istrinya.


“Diana...!!!”


Tak ada jawaban juga.


Disibakknnya belukar disamping jalan setapak, menguaknya dan berusaha mencari jejak kaki yang ditinggalkan si penculik. Dapat...!

Segera ditelusurinya jejak kaki itu..., Yanto berlari secepat mungkin, dia harus menolong istrinya apapun resikonya.


“Diana...!!!”


Sekali lagi Yanto berteriak disela napasnya yang memburu. Larinya semakin dipercepat, tanpa peduli onak yang menyusup masuk kekulit kakinya yang tanpa alas karena tadi terbenam ke dalam tanah dan tak bisa diambil lagi.

Yanto terus berlari, tak peduli dengan segala hal yang merintangi jalannya. Hanya satu yang dipikirkannya, Menolong istri dari si penculik.


“Diana...!!!”

“Diana...!!!”


“Papa...” Itu suara Diana. Tak salah lagi, Diana pasti ada disekitar sini


“Diana..!!”


“Papa...” Suara itu semakin mengecil.


“Diana..!”


“Papa..., banguuuuun...!” suara itu terdengar berbeda. Mirip suara putranya...


“Papa..., Papa kenapa?”


Uppsss... Mimpi yang buruk.



***


“Lakukan, Je. Lakukanlah...”


“Sabar, Dy. Aku ingin menikmati ini sepenuh hatiku...”


Diana mengerang. Ciuman Jerry begitu merangsangnya. Kini tubuhnya tak ditutupi sehelai benangpun. Semua pakaiannya telah menggeletak diatas lantai. Pakaian mandi, bra dan cd.


Ciuman lembut Je kembali menerpa bukit kembar Diana. Lidah itu dengan lembut menyapu aerola, mengelilinginya dengan perlahan, lalu sesekali mendaki pucuk puting pink milik Diana. Ini sungguh luar biasa nikmatnya, menimbulkan kejut-kejut kecil di tengkuk Diana.

Sekilas bayangan Yanto muncul, namun dengan cepat menghilang saat bibir Jerry mengenyot puting itu dengan keras. Rangsangan itu membuat otaknya mati rasa dari yang namanya kesetiaan. Yang nampak dan memenuhi otaknya hanyalah dahsyatnya kenikmatan yang diberikan Jerry.

Sungguh pintar Jerry memainkan permainan ini. Diana laksana tikus yang dipermainkan seekor kucing. Menggelepar tak berdaya, didera oleh rangsangan yang membangkitkan aliran listrik disekujur tubuhnya.

Dekapan Jerry begitu kuatnya, Diana pun ikut memeluk dan melingkarkan kakinya ke paha belakang Jerry. Batang keras Jerry sangat terasa menggesek gundukan vaginanya, melelehkan cairan bening dari sela-selanya. Ingin rasanya Diana meraih batang keras itu dan mengarahkannya membelah liang vaginanya, namun Jerry terlalu kuat mendekapnya sehingga tangannya tak bisa menggapai batang itu.


“Je..., masukkan...” Pinta Diana


“Sabar, Dy. Aku ingin menikmati ini sepenuhnya...” ucap Jerry sembari menelusuri seluruh kulit wajahnya dengan bibir.


“Aku menginginkan batang itu memenuhi liangku, Je...” Diana memohon sekali lagi.


“Kau akan dapatkan itu, Dy. Kita lakukan perlahan, waktu kita panjang hingga esok hari...”


Diana terpaksa menunda keinginannya meskipun rangsangan ini tak sanggup lagi ditahannya. Nafasnya semakin memburu. Detak jantungnya semakin kencang. Jerry terus menyiksanya...


“Lakukan sekarang, Je. Kita bisa melakukan ini berulang-ulang sepanjang malam. Lakukan sekarang, kumohon Je...”


Sekuat tenaga Diana melepaskan tangannya dan berusaha menggapai batang Jerry. Berhasil juga dia meraih batang keras itu dan mengarahkan ke liangnya yang sudah basah kuyup oleh cairan cintanya.


Jerry menyerah. Dia harus berhenti mempermainkan hasrat Diana. Dengan pelan di dorongnya batangnya membelah liang vagina Diana.


“Uuuugggghhhh..., Jeeeee....” rintih Diana.


“Arrrggghhh..., enaknya, Dy...”


“Hsssss,,, ssshhhh..., kamu suka liangku, Je?”


“Hu-umh..., aku suka..., suka banget...”


“Kalau begitu ayo miliki sepuasmu. Penuhi dengan penis hebatmu,,, aku menginginkan itu, Je. Uuuuggghhhh...”


Jerry mulai menaikkan kecepatan pompaannya, membuat Diana menggigit bibir menahan kenikmatan dari sodokan penis Jerry.


“Ugghhhh..., hebat kau, Je. Ini sungguh nikmat. Terussssshhhhh...”


Payudara Diana bergoyang beraturan, diiringi hentakan Jerry. Sungguh terasa nikmat. Pergulatan ini terus berlangsung dengan seru, hingga...


“Boleh didalam, Dy?”


“Semaumulah, Je... shhhh...”


Jerry mempercepat goyangannya, dan...


Crotttt... Crotttt... Crotttt...



Semburan cairan hangat memenuhi vagina Diana, seiring dengan orgasme yang didapatinya.


Begitulah yang terjadi malam itu, berulang terus sepanjang malam, hingga fajar menjelang dan tubuh-tubuh berkeringat itu terhempas kesekian kalinya diatas ranjang kelelahan saling berpelukan dengan wajah penuh kepuasan.



BERSAMBUNG...
 
Pertamax
Maaf hu, apakah nanti ada pembalaskah dari suaminya ?
Rasanya kc suaminya cuman jad pecundang !!
Maaf:ampun: cm sekedar tanya !!
Tapi :mantap::mantap: ceritanya hu, lanjutkan .
 
Bimabet
Pertamax
Maaf hu, apakah nanti ada pembalaskah dari suaminya ?
Rasanya kc suaminya cuman jad pecundang !!
Maaf cm sekedar tanya !!
Tapi ceritanya hu, lanjutkan .
Qt liat di chapter selanjutnya... Hehe.
Makasih dah mampir
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd