FIRST CHAPTER
Mungkin karena teriknya sinar matahari, atau orang-orang pada lemas akibat lagi puasa, hingga jalanan sangat sepi. Biasanya jam-jam begini banyak kenderaan lalu lalang, serta orang-orang yang beraktivitas dengan berbagai profesinya. Kota kecil ini memang belum banyak tersedia fasilitas umum seperti di kota-kota besar lainnya.
Jalanan siang ini begitu lengang, hanya satu dua kenderaan yang terlihat dijalan raya, termasuk sebuah mobil berkaca gelap yang hanya berisi dua penumpang. Seorang pria bertubuh besar bernama Larry, dan seorang wanita bertubuh mungil, Diana.
Diana memperbaiki posisi duduknya. Ditariknya ujung rok pendeknya untuk sekedar menutupi lututnya yang kelihatan dan seringkali menjadi objek “tontonan” Larry.
Senyum penuh arti dibibir Larry, sedikit menimbulkan was-was dihati Diana. Entah pikiran semacam apa yang sedang berkecamuk dalam otak Larry kini…
“Sepi….” Gumam Diana lirih.
Larry menoleh sejenak lalu kembali fokus pada jalanan didepannya.
“Kamu puasa?” Tanya Larry.
Diana menggeleng. “Aku lagi datang bulan…”
“Sama dong kalo gitu…”
“Hah?? Sama??...” Diana menutup mulutnya menahan tawa. “Kamu lagi datang bulan juga?”
“Ehhhmmm… bukan…, maksudku kita sama…, aku juga gak puasa…” Wajah Larry memerah.
Ini Larry, Seorang kontraktor yang mengerjakan Pembangunan gedung tempat Diana bekerja. Pria ini baru dikenalnya beberapa hari lalu. Melalui BBM mereka saling mengenal. Tak tahu darimana Larry mendapatkan PIN BBM Diana. Siang itu dia mendatangi Diana meminta bantuannya menunjukkan Rumah Makan yang buka di Bulan Puasa. Semalam Larry datang kerumahnya dan mengatakan itu. Diana mau saja tanpa ada praduga lain dihatinya, meskipun beberapa hari ini Larry terus merayunya, ingin menjadikannya ‘pacar gelap’.
Itu bukanlah sekedar rayuan, tadi Larry telah mengungkapkan langsung padanya. Entah mengapa Diana merasa tersanjung dan terbuai dengan segala rayuan ini.
Tak lama mereka sampai juga. Rumah Makan itu agak sepi, maklumlah bulan puasa. Hanya beberapa orang yang Nampak masuk ke dalamnya. Larry keluar dari mobil berkaca gelap itu dan masuk ke dalam Rumah Makan, Diana menanti dengan sabar didalam mobil. Beberapa menit kemudian Larry keluar dan langsung menuju mobil.
“Sebentar lagi pesanan selesai…” Ucap Larry seperti menjawab pertanyaan Diana tentang pesanannya begitu masuk ke dalam mobil. “Kita tunggu dalam mobil saja, sambil ngobrol tentunya…” Lanjutnya.
Diana tersenyum tanpa makna. Konflik batin terjadi. Larry telah mengutarakan isi hatinya saat dalam perjalanan tadi. Isi hati yang seharusnya tak perlu dipikirkannya karena dia mestinya menyadari statusnya yang telah bersuami.
“Tentang yang tadi…” Diana tak melanjutkan ucapannya ketika dilihatnya tangan Larry terangkat memberi tanda untuk diam.
“Aku serius, Nona…” Larry menatap tajam ke arahnya. “Kita sudah membahasnya kan?”
Diana mengangguk lemah. Mereka memang telah membahas itu dalam beberapa hari ini, lewat percakapan SMS. Kalimat dalam SMS balasannya memang sedikit memberi harapan pada Larry.
“Kita telah resmi pacaran. Itu telah terjadi beberapa hari yang lalu, meskipun hanya lewat SMS…” Ucap Larry tegas.
Apalagi yang harus dikatakannya untuk ini. Larry tak memberinya sedikitpun peluang untuk mengatakan bahwa semuanya hanyalah chating yang tak boleh diwujudkan dalam kenyataan. Dia telah memiliki keluarga, kehidupan sendiri, dan ini mestinya tak boleh dibiarkan. Tapi apa yang bisa diperbuatnya?
“Mendekatlah…” Kalimat perintah Larry menyadarkan Diana. Larry kini begitu dekat. Nafasnya terasa panas menyapu telinganya.
Larry merengkuh tubuhnya dan mendekapnya dengan erat. Rontaan kecil Diana tak berarti sama sekali, terlebih tubuh itu seakan merespon balik dekapan itu. Diana tergetar hebat ketika bibir Larry mengecup bibirnya. Ingin rasanya mendorong tubuh itu sekuatnya, namun entah mengapa perintah otaknya tak lagi berfungsi menggerakkan tubuhnya.
Bibir Larry semakin ganas menciumi lehernya, lalu mengecup bibirnya dengan penuh nafsu. Lidah Larry menyusup kedalam rongga mulut Diana, mengaduk dan menggaet lidah Diana.
Ini memang salah. Ini memang tak boleh terjadi, semestinya Diana menyadari ini sepenuhnya. Namun seiring kesadaran itu, nafsu kewanitaannya bergejolak. tanpa disadarinya malah diresponnya belitan lidah Larry dilidahnya, bahkan semakin kuat rangkulan tangannya ke leher Larry.
“Hmmmmm…, Larry…” Desah Diana lirih.
“Iya sayang…, aku menginginkanmu…”
“Aku juga Larry…, aku juga menginginkanmu…” Jerit Diana dalam hati semakin merapatkan tubuhnya dalam dekapan Larry.
Aksi Larry kembali semakin menjadi saat mereka telah mendapatkan pesanan makanan. Dengan perasaan yang tak dapat dimengerti lagi Diana menyandarkan tubuhnya ke kursi. Jantungnya seperti semakin cepat berdetak, apalagi jalan yang diambil Larry adalah jalanan sepi yang jarang dilewati oleh kenderaan lain. Dihentikannya mobil tepat ditepi jalan sepi tak berpenghuni. Diana menyadari itu. Namun gejolak birahi berhasil mengaburkan akal sehatnya. Dibiarkannya tangan Larry menuntun tangannya menuju selangkangan pria yang bukan suaminya itu. Larry menuntun, dan Diana mengerti. Tangannya mengelus kejantanan Larry yang semakin mengeras. Dengan nafas yang tersenggal-senggal dilumatnya bibir Larry dengan ganas. Lidahnya menari-nari dengan liarnya dalam rongga mulut pria yang bukan suaminya itu, saling menyapu dan membelit.
Tangan Larry merengkuh tubuhnya, membawanya dalam dekapan erat. Tangan kekar itu merogoh kedalam baju, menyelinap kebalik bra dan mengelus lembut putting payudara yang mengeras. Diana menahan nafas. Hawa panas menjalar cepat hingga keseluruh permukaan kulit wajahnya. Denyutan nadinya semakin cepat seiring degub jantung yang kencang.
Rintihan kecil mulai terdengar keluar dari bibir mungilnya.
‘Jangan, Larry…, jangan lakukan ini…, aku istri orang, dan kau tahu itu…’
Mestinya itu yang keluar disela-sela nafasnya yang memburu, namun tidak…
“Ohhh…, Larry…, “ rintih Diana pelan. Dengan lemah dia berusaha menghindar dari pagutan Larry, memalingkan wajah kekiri dan kekanan. Namun apalah artinya, gerakan itu tidak disertai dengan penolakan tubuhnya.
Diana tetap bersandar di jok dengan tubuh yang pasrah, bahkan saat lidah Larry menyusup kedalam rongga mulutnya, disambutnya lidah itu dengan belitan penuh gairah.
Hilang sudah kesadaran diri sebagai istri orang, dikalahkan oleh suasana panas yang terus menyebar kesekujur tubuhnya, menyebabkan cairan cinta merembes perlahan dari sela-sela vaginanya.
@@@@@@@@@