Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Till Death Do Us Part

XXXI



Secuil Nirwana dibalik Derita



Suasana rumah mewah dipojokan kompleks perumahan di Bekasi ini terlihat mendung dan murung beberapa waktu belakangan ini. Sang empunya rumah juga lebih banyak mengurung diri dan tidak keluar rumah selama ini. Sang suami lebih banyak berbicara dengan staff nya di beberapa unit usahanya lewat telpon dan apliaksi perpesanan dan jarang juga mengunjungi kantornya sendiri.

Hal serupa juga terjadi di pagi hari ini. Lesu dan letih dirasakan oleh Annisah, sang nyonya rumah yang sudah beberapa hari menjadi sangat pendiam dan malas makan serta beraktivitas. Dia hanya diam dan tiduran di kamar saja, untuk jalan ke dapur pun dia malas rasanya atau keluar rumah apalagi sangat dihindarinya belakangan ini.

Hidupnya bagaikan kosong saat pagi hari ini dia tetap masih belum dapat mengetahui dan tidak mendengar berita tentang berita anak bungsunya. Meskipun anak itu sudah membantah dirinya dan suaminya, mengambil langkah berbeda dengan lari bersama dengan pria yang dia cintai namun tidak direstui oleh dia dan suaminya, namun tetaplah Nafia adalah anaknya. Putri kesayangannya yang sangat dia cintai

Dimana kamu nak???? Bathinnya berbisik

Ngga rindu kamu sama Umi?

kamu makanya apa hari ini??

ngga kangen sarapan bubur ayam kesukaan kamu??

Tetesan airmatanya tidak terasa mencair dan turun di dua belah pipinya. Meski anak itu sudah melenceng, namun dia tidak bisa memungkiri sebagai ibu yang melahirkannya, Fia tetaplah anaknya yang dia sayang.

“ibu mau sarapan?” tanya pembantunya Ira

Gelengan kepala sebagai jawaban pertanyaan itu

“minum Bu….?”

Sama juga jawabannya

Ira akhirnya hanya mengangkut pakaian kotor dari tempat pakaian kotor untuk dia bawa ke ruang cuci

“ira…….”

“iya Bu….?” Ira terhenti langkahnya sejenak

“kamu kan suka ngobrol dengan mereka…..”

Ira terdiam sesaat

“mereka siapa, Bu?” dia pura-pura bertanya ke Annisah

“tetangga kita……”

Ira segera mengerti siapa yang dimaksud

“bu Ulfa maksud Ibu?”

Annisah mengangggukan kepalanya

“suka sih Bu……”

Annisah bangun dan duduk di pinggir tempat tidur

“coba kamu tanya mereka…. Dimana Fia……” pinta Annisah

Ira terdiam sesaat. Dia tahu sebenernya Ulfa tahu betul dimana Fia dan Aslan. Namun membicarakan hal tersebut langsung ke tetangga mereka tersebut meski dia dekat dengan mereka, rasanya agak sungkan dengan situasi seperti ini

“eh…… gimana yah Bu…..” bingung Ira

“tanya aja yah……” pinta Annisah lagi

Ira makin bingung

“baik Bu… nanti saya tanya……”

Lalu

“apa-apaan sih kamu, Mi…. hal kayak gitu aja pake nanya ke mereka….” Tiba-tiba suaminya masuk ke kamar dan sepertinya dia mendengar apa yang diminta Annisah untuk pembantunya Ira lakukan

“bikin malu aja…….”

Jafar masuk ke kamar dan duduk di kursi disamping tempat tidur sambil membuka ponselnya

“ngga usah Ira…..” ujarnya dengan nada tinggi

Annisah yang mendengar selaan dari suaminya segera protes

“kenapa sih Bah?”

“kok kenapa? Aku ngga mau kamu nanya ke mereka…..”

“tapi aku perlu tahu dimana anakku…..”

“dia sudah meninggalkan kita kok kamu masih memikirkannya…..” ketus suara Jafar

Annisah terdiam seketika. Airmatanya tumpah di pipinya. Ira yang serba salah kemudian permisi meninggalkan kamar mereka. Dia seperti enggan menjadi saksi pertengkaran suami istri ini di pagi hari sepertti ini

“ Abah terlalu keras ke dia…….” Lirih suara Annisah

“terlalu keras???”

Senggukan suara Annisah terdengar

“aku hanya ingin yang terbaik buat dia……..”

“iya tapi cara Abah negur dan marahin dia juga terlalu keras……”

Jafar jadi gusar dibuatnya juga akhirnya

“kamu gimana sih, Mi…… “

“dia sakit Bah…..”

“iya aku tahu dia sakit… makanya dia kita minta ke India berobat disana…. Ke Jepang pun aku mau bawa dia supaya sembuh….. aku ingin dia sembuh…….”

“iya tapi dia tidak mau seperti itu…..”

“nah itu makanya…. Kita mau yang terbaik… dianya menolak… trus aku harus bagaimana lagi…..”

“tapi cara Abah menegur dia terlalu keras……”

“terlalu keras bagaimana lagi sih, Mi??? “

Suara Jafar agak menggelegar kini

“apa kamu rela dia menikah dengan anak bajingan itu…..????”

Annisah hanya menangis mendengar itu

“sampai kapanpun aku ngga akan terima hal ini terjadi…….” Dengusnya dengar penuh kegeraman

“anak itu sudah menghina kita dari dulu…. Sekarang pun dengan dia bawa kabur anak kita, sama saja dia menghina kita… mana mungkin aku bisa terima…..”

Tangisan Annisah makin kencang

Jafar jadi serba salah juga dibuatnya.

“abah terlalu kasar sama anak sendiri…….” Deari airmatanya terus turun dibalik seruannya ke suaminya

“ aku hanya ingin yang terbaik……. Mereka semua kita sekolahkan hingga jadi orang…. Kita ingin mereka dapat pendamping yang terbaik… apa salah aku sebagai orang tua jika inginkan hal yang terbaik buat anakku?” sengit kembali

“tapi Fia sedang sakit Abah…. Abah ngga kasihan lihat dia??”

Jafar terdiam, lalu

“dia sendiri yang tidak kasihan dengan dirinya…….. “

Annisah semakin kencang menangis

“dia yang memilih jalannya sendiri…….”

“ Abah memang ngga ngerti……”

“apanya yang aku ngga ngerti?”

Kembali meninggi suara Jafar

“aku kerja keras banting tulang….. pagi ketemu pagi… supaya anak-anak kita tidak susah seperti kita awal menikah dulu…. Supaya mereka bisa jadi anak-anak yang disegani…. Bukan seperti kita dulu yang ngontrak sana sini…. “

Emosi Jafar kini

“aku kasih pendidikan terbaik buat mereka berdua… supaya mereka bisa bangga dan berdiri sejajar dengan anak-anak lain… punya pendidikan bagus… dipandang terhormat oleh para laki-laki…. Bukan anak sembarangan…. Supaya apa Umi…. Supaya mereka dapat yang terbaik dalam hidup mereka…. Bukan kayak aku yang ngga punya pendidikan tinggi….. “

Cerocosan penuh luapan emosi dari Jafar membuat Annisah makin kencang menangis

“sekarang mereka sudah jadi orang semua…. Lalu karena mereka sudah merasa dewasa dan hebat, lalu kita orang tua tidak bisa ikut menentukan yang terbaik buat mereka???”

Hening sesaat di kamar mereka

“Umi tahu bagaimana sayangnya aku ke anak-anakku…. Umi juga tahu kenapa aku tidak suka dengan anak itu….”

Annisah masih menangis

“ aku membesarkan anakku dengan penuh kebanggaan, agar mereka punya standard yang tinggi terhadap pasangan hidup mereka….. itu yang aku minta……”

Lalu

“jika dia tidak ingin jadi seperti apa yang kita orangtua minta….. artinya dia pun siap dengan konsekuensinya tidak sejalan dengan kita……”

Emosi membuat bibir Jafar bergetar

Annisah masih menutup wajahnya sambil menahan airmatanya. Dia bagaikan tetap sulit untuk menerima kedua pikiran baik dari suaminya dan baik juga dari sisi anaknya. Yang dominan saat ini didirnya ialah rasa rindu akan anaknya. Dia kuatir Fia yang sakit dan sedang lemah kondisinya, lalu kini tidak berada di dekatnya

“dia sakit Abah……”

Jafar terdiam

“kalau dia sehat mungkin aku bisa sediikit lega…. tapi ini Fia sakit……”

Masih diam Jafarnya

“ bisa ngga sih Abah menurunkan ego Abah???? “

Tatapan Annisah kini menghujam ke Jafar yang duduk di kursi disamping tempat tidurnya

“aku yang melahirkan dia Bah….. aku yang membesarkan dia….. dia ngga sekuat Diba fiisknya dan mentalnya…. Aku kuatir Abah….. kuatir dengan kondisi anakku…..” tangisan Annisah kembali terdengar

“dia sudah dewasa…….” Guman Jafar

“ngga…….” Suara Annisah membantah

“dia masih tetap anak kecilku….. putri kesayanganku……”

Jafar hanya terdiam

“ingat Bah…. Dia ngga sekuat Diba… dari kecil dia ringkih… sakit-sakitan…. Ngga pernah dia bantah kita selama ini……”

Jafar terdiam sekeitak. Memang Nafia beda dengan Adiba yang kuat dan sangat dependable. Nafia sangat ringkih, suka sakit-sakitan dulu waktu kecil. Dia banyak ngalah dan jarang mendebat orangtuanya. Berbeda dengan Adiba yang pintar, suka dan berani menyuarakan apa yang dia mau, dan tahu apa yang harus dia lakukan.

Dia teringat bagiamana kagetnya dia dan istrinya saat mendengar vonis untuk Nafia untuk sakitnya yang bikin mereka bagaikan kehilangan gairah hidup. Harapan mereka bagaikan musnah saat mendengar ditubuh anak bungsu mereka ada sakit yang luar biasa dahsyat yang bisa merenggut nyawa putri mereka dalam waktu yang diprediksi tidak lama lagi.

Dia tidak bisa memungkiri bagaimana pun Nafia adalah anaknya. Ikatan antara anak dan ayah juga bukan ikatan yang mudah diputuskan begitu saja, meski ego dan saling berbeda dalam hal memilih siapa yang bisa mendampingi anak mereka ini.

“aku ngga akan bicara dengan Abah lagi…….” Ujar Annisah kesal dan emosi.

Dia lalu bangkit keluar dari kamarnya. Dia benar-benar sedih dan rindu akan anaknya. Dia masuk ke kamar Nafia. Kamar yang dia selalu buka setiap pagi jika anaknya masuk siang. Tumpah ruah airmata Annisah saat mencium bau kasur anaknya. Bau yang khas milik anaknya yang sekian tahun dia akrabi dan cium kali ini.

Kamu dimana Ade….. ngga kangen kamu sama Umi…….

Airmatanya kini membasahi bantal dan guling anaknya. Rindunya dan kekuatairan akan kondisi anaknya yang sedang sakit, membuat dia semakin sedih. Meski dia marah dan gusar dengan pilihan hidup anaknya, namun dia tidak bisa memungkiri bahwa Fia adalah darah dagingnya sendiri, anak yang dia kandung 9 bulan lebih, lahir dan dibesarkan oleh tangannya sendiri.

Ini adalah anak yang membawa keberuntungan bagi kita….. dia ingat apa yang diucapkan suami saat dia hamil Nafia ketika itu. Anak ini adalah lambang keberuntungan bagi mereka. Karena saat Fia dalam kandungan, kontrak pertama mereka didapat dengan salah satu perusahaan produsen Oli Mesin. Bisnis pelumas ini kemudian berkembang pesat hingga sekarang ini, membuat mereka pindah dari rumah kontrakan sempit mereka dengan membeli rumah mereka saat ini, bahkan melebarkannya lagi hingga sebesar ini.

Anissah benar-benar rindu dengan anaknya yang bungsu ini.

Dia bersama anak itu Umi….. demikian ucapan Adiba lewat telpon kemarin.

Dia tidak akan kembali kecuali Umi dan Abah menerima anak itu….. sambung Adiba

Annisah semakin deras airmatanya. Kenapa sih nak kamu memilih jalan yang sulit seperti ini? Disaat kamu sakit dan perlu topangan keluarga, kok malah kamu memilih jalan serumit ini?? Meski Hanif sudah menyakiti kamu, apa lalu anak ini yang jadi tumpuan kamu??

Pikiran Annisah semakin liar entah kemana seiring dengan turunnya airmata di pipinya. Sedih dan kangen bercampur menjadi satu. Dia sudah lupa akan kewajibannya untuk melayani suaminya, bahkan untuk makan pun dia sudah tidak ada lagi pikirannya. Dia hanya rindu ke anaknya semata.



********************

Sementara itu berjarak satu rumah dari rumah mewah dan besar milik Jafar…….

“halo Bang…..”

“iya Ma……”

“abang sehat?”

“sehat Ma… alhamdulillah…. Mama sama Ade gimana?”

“alhamdulillah sehat Bang……”

Ulfa sang pemilik rumah hanya terdiam sesaat kemudian.

Dia jadi galau dan gamang mendengar apa yang disampaikan oleh anaknya barusan. Tidak ada kekagetan dari dirinya, meski cara penyampaian anaknya ini sedikit berbeda dan straight to the point seperti sedang berbicara bukan masalah kecil saja

“abang udah yakin?”

“sudah Ma……”

Ulfa galau

“tapi kan ini bukan mainan Bang…… ini perlu pembicaraan lebih lanjut lagi….”

“ngga Ma…. Abang sudah bertekad pokoknya harus….."

“abang……. Apa kata orang-orang nanti…..”

“sekarang juga sudah jadi pembicaraan orang-orang kan…..”

“iya tapi gini maksud Mama….. kita bicarakan lagilah masalah ini……”

Dia sejenak

“menikah bukanlah keputusan sehari dua hari….. ini untuk selama lamanya Nak….. hingga abang tua nanti……”

Aslan terdiam kembali

“ saran Mama… kita bicarakan dulu…. Kakek dan Nenek kamu juga perlu tahu……”

“ma……. Sudahlah……”

Ulfa terdiam kini

“sekian tahun abang ngga pernah minta apa-apa ke Mama…… selain doa dan restu Mama buat Abang…..”

“kali ini Abang minta dengan sangat amat sangat ke Mama…….”

Ulfa hanya terpaku dalam diam

“ijinkan aku menikahi Fia…….”

Meski sudah menduga, namum tetap saja bagi Ulfa ini adalah keputusan yang tidak mudah. Anak sulungnya, anak kebanggaannya, satu-satunya tulung punggung hidupnya, lalu berbicara meminta untuk melihat wanita lain selain dirinya dan adiknya yang cewek, hati orang tua mana yang terutama hati ibu mana yang tidak akan kehilangan??

“abang minta Mama dan ade datang besok ke Kendari……..”

“abang….. kok cepat sekali???”

“ma….. abang ngga mau nunggu lama…..” suara penuh ketegasan diujung sana

Masyaallah Nak…… ini bukan masalah nunggu lama atau sebentar. Ini masalah hidup dan harga diri keluarga. Belum lagi persoalan dengan keluarga Nafia. Cinta mati kalian ini akan buat permaslaahan yang sejak dulu tidak kelar akan malah tambah melebar kemana mana jika tidak dibereskan dari awal.

“ mereka pasti tidak akan setuju Mama……”

“iya Nak…. Tapi kan bukan menikah diam-diam begini solusinya……”

Helaaan nafas panjang disana terdengar

“ abang memberitahu Mama….. abang akan menikah…. Dan Abang harap Mama dan Ade datang besok ke Kendari……”

Dari nada suaranya, Ulfa yakin ini bukanlah hal yang main-main, ini sudah ditahapan yang sangat serius dan sangat mendesak. Dia tahu, sudah tidak akan bisa dia merubah apa yang diinginkan oleh anaknya ini. Kasarnya ialah dia memberi tahu saat ini, bukan lagi meminta restu dari dia sebagai ibu.

Kamu selalu keras kepala Nak….. persis seperti almatrhum papa kamu……

Ulfa tahu kondisi sakitnya Fia…. Meski dia menginginkan seorang menantu yang sehat dan bisa memberinya cucu, namun dia tahu dan sadar, bahwa cinta Aslan ke Fia ini bukan cinta anak kemarin sore, ini cinta dan obsesi yang sudah menggurita di seluruh hati dan pikirannya Aslan.

Nekad menikahi wanita yang dia tahu dan sadar sedang dalam keadaan sakit, pasti bukan rasa sayang yang main-main lagi. Dan dia tahu, anaknya tidak akan mundur dan akan terus maju melangkah meski dilarang.

“abang sudah yakin….. dan abang akan menikahi Fia……” tegasnya lagi

“keluarganya nanti gimana?” tanya Ulfa kuatir

“abang dan Fia akan hadapi……”

Ya Allah, ampunilah hambaMu ini jika hamba sudah gagal jadi seorang ibu….. anak hamba nekad menikahi wanita yang dia cintai tanpa harus meminta restu dari orangtua sang gadis. Jika hambaMu gagal jadi ibu yang baik dan ibu yang taqwa kepadaMu ya Allah, biarlah kesalah ini hamba minta ampunanMu Ya Allah……

Doa Ulfa terpetik dari hatinya dan batinnya…… dia memang menginginkan anaknya akan menikah dengan wanita yang dia cintai… tapi cara seperti ini dan situasi seperti saat ini sungguh jauh dari kata ideal dan impian seoarang ibu untuk melihat anak yang dia cintai, kebanggaannya dan juga buah hatinya untuk mengakhiri masa lajangnya.

Airmata Ulfa tanpa dia sadari jatuh menetes di pipinya. Kesedihannya akibat harus melalui masa berat dan penuh rintangan terutama untuk kebahagiaan Aslan, rasanya sangat menikam ulu hatinya. Dia seakan merasa gagal menghantar anaknya untuk mendaptkan pernikahan yang wajar, yang dihadiiri banyak keluarga dan saudara, dan juga direstui oleh kedua orang tua pengantin.

Pelukan dari Linda membuat dia semakin sedih dan pilu rasanya. Dia sukar membayangkan reaksi keluarga Jafar dan Annisah saat tahu anak mereka dinikahi oleh Aslan, anak laki-laki yang paling mereka benci selama ini, dan pernikahan ini dilaksanakan tanpa restu mereka, apalagi dibelakang mereka semua ini terjadi.

Anak dan ibu ini hanya bisa bertangis – tangisan dengan situasi yang ada saat ini.

Dan sebuah whatsapp masuk ke ponsel Ulfa. Sebuah kode booking dan juga e tiket atas nama dirinya dan Linda, untuk penerbangan besok menuju Kendari dari Jakarta. Dada ULfa seakan dipacu kencang detak jantungnya, karena apa yang dia kuatirkan, akhirnya terjadi juga. Pernikahan anaknya Aslan dengan Nafia, yang hanya dihadiri oleh keluarga Aslan, tanpa adanya keluarga mempelai wanita.

Hanya sebuah akad nikah sederhana tanpa sebuah pesta, kecuali acara makan bersama dengan keluarga dan teman dekat Aslan dan teman kantor Aslan saja. Yang penting halal dan sah dimata Allah. Demikian alasan Aslan dan Fia jika ditanya orang tentang sederhananya acara pernikahan mereka.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd