CHAPTER 31
Lepas tengah hari, Wulan menyambut kedatangan Rio diteras rumahnya. Rio memeluk Wulan penuh rindu, mengecup sayang kening Wulan dan tidak lupa pula mengelus perut Wulan yang semakin membesar. "Hallo anak Ayah .. apa kabarmu Nak?" bisik Rio lembut didepan perut Wulan. Wulan tersenyum.
"Maafkan Ayah Bun, tidak bisa mengantar Bunda cek up kandungan tempo hari ... " ujar Rio seraya memeluk Wulan, membimbingnya memasuki kamar mereka "Apa kata dokter, Bun? Sehat semua kan ibu dan bayinya?"
"Perkiraan lahirnya pertengahan Bulan depan Yah ..." jelas Wulan seraya menyodorkan segelas air putih pada Rio "Dokter bilang kemungkinan tidak bisa melahirkan normal karena letak plasenta dibawah. Dokter sudah meminta kita menentukan tanggal operasi. Sebelum tanggal 14 bulan depan"
Rio meraih kalender meja disamping tempat tidur. Pertengahan Bulan depan adalah waktu dilaksanakannya perhelatan besar kantor yang saat ini sedang ia kerjakan bersama Fani. Ia memperhatikan barisan angka pada kalender untuk menentukan waktu yang tepat kapan sebaiknya tanggal operasi Wulan sehingga ia bisa mendampingi kelahiran anak pertamanya dengan Wulan.
"Minggu kedua adalah saat acara kantor yang Ayah ceritakan itu Bun ..." ucap Rio putus asa "Tanggal 15 dan 16 acaranya .. kalau harus sebelum tanggal 14, Ayah pasti masih sangat sibuk ..."
Wulan tersenyum, meraih tangan Rio dan mengelusnya penuh kasih "Tidak apa apa Ayah .." ujarnya lembut, berusaha menenangkan hati Rio "Tanggal 18 ya .. nanti Bunda sampaikan pada dokter pilihan tanggal kita. Sudah selesai acara kan itu?"
"Tapi Bun .. nanti kalau Bunda merasa mulas sebelum tanggal itu bagaimana?" tanya Rio "Kan dokter bilang sebelum tanggal 14 ...."
"Ayah, itu kan hanya perkiraan dokter" ujar Wulan lagi "Kita berdoa semoga anak kita lahir saat Ayah sudah tidak sibuk . Kalau memang sebelum itu, ya sudah .. Tuhan yang menentukan apa yang terbaik. Bunda yakin bisa dan kuat kalau pun Ayah tidak bisa menemani Bunda. Ayah doakan saja dari sana ya .."
Rio memeluk Wulan tanpa bisa berkata kata. Ia sangat mengagumi keluasan hati Wulan atas kondisinya sejak pertama mereka menikah. Dan setiap kali Wulan dapat menenangkan kegundahan hatinya, semakin Rio bersyukur Tuhan masih melindungi cinta mereka sampai saat ini.
"Bun .. nanti malam kita ke apartemen ya .. Tapi selepas maghrib nanti ada yang harus Ayah kerjakan dulu sebentar" lanjut Rio "Bunda tunggu disini, selesai tugas, Ayah jemput Bunda dan kita ke apartemen sama sama ya ..."
Wulan mengangguk. "Iya .. Ayah istirahatlah dulu, masih ada waktu sebelum tugas nanti malam" ujar Wulan.
Rio merebahkan tubuhnya diatas kasur, sementara Wulan memijat lembut kaki Rio, mencoba meringankan rasa penat yang mungkin dirasakan suaminya itu. Rio memperhatikan Wulan yang semakin gemuk berisi karena kehamilannya. Wajah Wulan sedikit pucat, namun tetap menyunggingkan senyum keriaan di bibirnya. Rio mengalihkan pandangannya ke Payudara Wulan yang semakin padat berisi. Wulan hanya mengenakan daster hamil tipis, sehingga walaupun terbungkus bra didalamnya, namun puting Payudara Wulan yang semakin membesar tercetak jelas pada daster tipis yang dikenakannya itu. Gerakan memijat Wulan membuat tubuhnya sedikit bergerak gerak, sehingga kedua payudaranya ikut terombang ambing lembut mengikuti gerakan tubuhnya. Birahi Rio bangkit. Ia merasakan penisnya mulai mengeras. Rio melihat perubahan ekspresi wajah Wulan yang mulai menyadari kondisi Rio dari nafasnya yang terdengar berat. Wulan melirik zipper celana Rio yang mulai menggembung menyembunyikan penisnya yang mulai memberontak.
"Ayah ...." desis Wulan seraya menatap Rio takjub. Rio bangkit, memeluk Wulan dan mulai melumat Bibir isterinya dengan penuh nafsu. Tangannya meremas kedua Payudara Wulan lembut bergantian. Ia merasakan lidah wulan bermain liar didalam mulutnya, menyapu seluruh permukaan mulut dan lidahnya, membangkitkan nafsu birahi yang semakin besar. Rio menelusuri leher jenjang Wulan dengan lidahnya , memagutnya lembut, membuat Wulan sedikit mengerang saat Rio menyelipkan tangannya kebalik bra, meningkahi rangsangannya dengan permainan jarinya pada puting wulan.
"Oohh Ayah ...." desis Wulan penuh kenikmatan. Diarahkannya tangannya membuka zipper celana Rio dan menemukan penis Rio yang mengeras dibalik celananya. Wulan meraba ujung penis Rio yang mulai licin dan mengusapnya lembut dengan ujung jarinya.
"Aahh Bundaaa ..." erang Rio "Ayah tidak tahan Bun...."
Rio terengah, sejenak menghentikan ciumannya mengingat kondisi kehamilan Wulan. Rio melihat Wulan tersenyum, perlahan menarik turun celana Rio melewati kedua kakinya dan membuka satu persatu kancing kemeja Rio.
"Bun ..." desis Rio saat Wulan mulai mengocok lembut penis Rio "Jangan Bun ... Biar Ayah tahan saja ..."
"Ssshhh ..." desis Wulan. Alih alih menggentikan aktivitasnya, Wulan membuka seluruh pakaiannya. Rio menatap tubuh Wulan takjub. Dimatanya kini Wulan bertambah sensual. Perutnya membuncit, payudaranya ranum besar padat bergantung. Pinggul Wulan lebar, membuat lekuk siluet tubuhnya semakin terlihat indah. Wulan beringsut mendekati Rio pada posisi berdiri. Rio meraih Wulan, meraba bokong Wulan yang semakin membesar dan kenyal. Rio merasakan penisnya semakin tegang, tegak berdiri.
"Tidak harus di vagina kan Yah ..." goda Wulan nakal dengan suara manjanya "Lidah Bunda ini tidak kalah galaknya, bisa buat Ayah O dimulut Bunda ...."
Rio membelalakan matanya. Ia bangkit, tidak dapat lagi menahan nafsunya dan menghujani Wulan dengan ciuman bertubi2. Rio merasakan perut Wulan yang membuncit bergesekan dengan penisnya yang menghunus, membuat birahinya semakin memuncak.
Wulan menyadari Rio semakin bernafsu. Ia duduk dipinggir ranjang, sehingga posisi penis Rio tepat berada di mulutnya. Tanpa menunda waktu, Wulan segera melancarkan aksi seksnya pada penis Rio. Wulan menjilat kepala penis Rio yang semakin basah, memainkan lidahnya berlama lama disana, membuat Rio mengerang nikmat. Nafas Rio semakin terdengar berat dan cepat. Wulan membenamkan seluruh batang penis Rio kedalam mulutnya, membenamkannya jauh kedasar tenggorokannya, menghisapnya kuat seraya memainkan kedua bola Rio dengan jemarinya perlahan.
"Aaarrrggghhhh Bundaaaaaa " erang Rio tertahan. Wulan menarik dan mendorong penis Rio keluar masuk mulutnya, diawali pelan, kemudian bertambah cepat. Rio mengerang ngerang penuh kenikmatan merasakan sensasi lidah dan hisapan Wulan pada penisnya. Saat ia hampir mencapai puncak, dengan sengaja Wulan menghentikan aksinya sesaat
"Buuuunnn .... " protes Rio. Wulan tersenyum, menjilat batang penis Rio dari mulai ujung sampai kedasarnya, Wulan berlutut di lantai, mengulum kedua bola Rio bergantian, memainkan sejenak dalam mulutnya, memberi sensasi berbeda yang semakin membuat Rio melayang
"Ooohhh .... aaahhh Bundaaaaa .... hmmmhh ..." desis Rio. Wulan semakin bernafsu. Dengan lincah, dijilatnya pangkal Bola Rio sampai kebatas Anus, menggelitik bagian sensitif Rio dengan lidahnya. Rio mulai menggelinjang melepas kenikmatan dengan mulut yang terus mendesah tanpa dapat ditahan
"Uuuhhhh Buuuunnn .... aaahhh " Wulan menghentikan aksinya, mengocok lembut batang penis Rio perlahan
"Siap Yah ....?" godanya seraya mengerling. Rio tidak sanggup berkata kata merasakan kocokan tangan Wulan yang semakin cepat .. semakin cepat ... Dan saat wulan mulai mengulum kembali ujung penis Rio, semakin cepat gerakan tangannya, semakin lepas pula teriakan Rio
"Aaahhh bundaaaaaaaaaa ....." erangnya. Wulan mengerti, sebentar lagi Rio mencapai puncaknya. Dikulumnya penis Rio kembali, menggerakan keluar masuk mulutnya dengan cepat dan menghisapnya kuat.
"Buuuunn ... Ooohhh .. bundaaaaaa ... ayah keluar Buuuun ... Aahh .. Aahhh ... Aaaahhhhhhh"
Wulan merasakan cairan hangat memenuhi mulutnya. Ia tersenyum, merasa puas telah berhasil memanjakan suaminya, walau tanpa aktivitas seks seperti yang biasa mereka lakukan. Rio menghempaskan tubuhnya yang terasa lemas ke atas tempat tidur.
"Bunda ..." bisik Rio seraya membelai lembut kepala wulan yang masih terduduk di lantai "Terimakasih sayang ..."
Wulan mengecup dahi Rio lembut "Tidurlah sayang .. Bunda bangunkan Ayah nanti sebelum maghrib ya ..."
Rio tak bersuara lagi, Wulan melihat nafas teratur Rio yang menandakan ia telah pulas terbang ke alam mimpi.
############################
Rio duduk di kursi Bar salah satu club malam tempat Fani bertemu dengan salah satu partner kerjanya, membahas acara yang akan dilangsungkan untuk perhelatan kantornya nanti. Dari seluruh pekerjaan yang diberikan padanya, tugas kali inilah yang sangat ia benci. Namun sebagai seorang yang loyal akan tugas, ia tetap harus melaksanakannya, mengawal Fani sampai kondisinya pulih kembali. Rio memperhatikan Fani yang tengah bercakap cakap dengan dua orang laki laki partner kerjanya di salah satu meja di sudut ruangan. Suara musik bergenre disco diputar sangat keras, membuat Rio terheran heran mengapa Fani bisa memilih tempat ini untuk berdiskusi dengan partner kerjanya. Bahkan seseorangpun harus berteriak keras bila bercakap cakap satu dengan yang lainnya.
Rio meneguk Cola dingin dalam gelasnya. Ia memilih untuk tidak ikut serta terlibat dalam urusan bisnis Fani. Ia lebih suka duduk sendiri, membayangkan apa yang dilakukan Wulan siang tadi untuk memenuhi hasrat seksualnya yang sedang tinggi. Rio membatin, apakah ini yang disebut 'bawaan bayi' yang sering ia dengar, karena saat Wulan hamil justru Rio merasakan gairah birahinya semakin tinggi. Namun sangat sulit baginya dan Wulan untuk melakukan hubungan seks karena kondisi kehamilan Wulan yang kurang baik. Rio tersenyum dalam diam saat memikirkan Wulan. Mungkin malam ini di apartemen, ia juga akan memberikan sedikit kepuasan seks pada Wulan, melalui oral sehingga tidak membahayakan kondisi kehamilannya. Rio sudah tidak sabar ingin segera menuntaskan tugasnya malam ini.
"Mau aku traktir segelas JD?" suara Fani terdengar dibelakangnya. Rio menoleh. Rupanya Fani telah menyelesaikan urusan bisnisnya dengan rekanannya. Rio mengangkat gelas Colanya "Tidak .. cukup ini saja" sahutnya datar.
Fani duduk disampingnya, memesan segelas Jack & Daniels pada bartender.
"Kalau urusanmu sudah selesai, ayo aku antar pulang" ujar Rio lagi
"Sabarlah dulu ..." tukas Fani seraya menghela nafas "Satu gelas JD dan kita pulang"
Rio mengangkat bahunya, menghindari debat yang tidak perlu dengan Fani. Ia memperhatikan Fani meneguk perlahan isi gelasnya. Rio berhati hati untuk urusan ini. Ia semakin percaya ada sesuatu yang disembunyikan Fani. Sedetikpun ia tidak meninggalkan tempatnya, bahkan untuk kekamar mandi sekalipun.
Rio melihat gelas Fani sudah kosong, namun Fani tidak menunjukkan gelagat untuk meninggalkan tempat ini.
"Tunggu apalagi?" tanya Rio. Fani tersenyum, melirik Rio penuh arti
"Menunggumu ..." jawab Fani pelan
"Maksudmu?" tanya Rio. Ia merasakan pandangannya mengabur. Rio menunduk, sedikit menggelengkan kepalanya, mengusir rasa pening yang tiba tiba menyergapnya
"Berapa gelas Bir yang kau minum tadi?" Ia mendengar suara Fani
"Aku ... hanya Coke" jawab Rio terbata. Ia merasa sangat pusing saat ini. Ia mencoba bangkit, namun rasa sakit menyergap kepalanya sehingga ia kembali terduduk
"Rio?" ia mendengar suara cemas Fani "Kamu baik baik saja?"
"Ya .. OK" jawab Rio singkat sambil memijat pelan dahinya "Rasanya aku tidak bisa menyetir mobil Fan .."
"Tidak apa .. biar aku telepon temanku untuk menjemput kita disini ya" jawab Fani menenangkan "Apa kamu perlu ke dokter Yo? Mungkin kamu kelelahan seperti aku waktu itu ..."
"Tidak perlu" tepis Rio cepat "Aku hanya perlu pulang dan istirahat"
"Baiklah ..." jawab Fani. Rio mendengar Fani melakukan kontak telepon dengan seseorang. Ia menelungkupkan wajahnya diatas meja bar. Beberapa saat berlalu, Rio merasa Fani menggamit lengannya lembut
"Ayo kita pulang Yo" bisik Fani. Rio bangkit, rasa sakit dikepalanya sudah jauh berkurang dan ia berjalan pelan mengikuti bimbingan Fani "Temanku Mala akan mengantar kita pulang. Dia sudah disini. Kita menunggu di lobby" tukas Fani lagi.
Fani melangkah disamping Rio, berjalan perlahan seraya menyembunyikan senyum dibibirnya. Rio tidak tahu bahwa Bar tempat mereka tadi adalah milik Fani. Salah satu usaha yang diwariskan Evan suaminya padanya. Seluruh pegawai telah mendapat briefing dari Mala siang tadi untuk mempersiapkan segala sesuatunya dengan sangat rapi. Termasuk dua klien bayaran yang bertindak sebagai partner bisnis Fani, dan bartender yang telah mencampur obat pemberian Mala kedalam minuman Rio.
"Yakin obat itu tidak akan membuat dia tertidur?" bisik Fani pada Mala setelah membantu Rio memasuki mobil
"Yakin" ujar Mala seraya mengedipkan matanya "Obat perangsang seks itu akan membuat Rio nanti semakin bergairah dan memberikan halusinasi sesuai dengan fantasi seks yang ia inginkan .. percayalah"
Fani tersenyum, memasuki mobil dan bersama Mala membawa Rio kembali ke apartemen miliknya, satu satunya alamat Rio yang Fani ketahui.