Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

The Power Of Love

DUA tahun yang lalu saat aku berumur 18 tahun, aku pernah terlibat pergaulan bebas. Aku selalu pulang jam 1 dini hari terkadang malah tidak pernah pulang ke rumah.

Aku sering merokok dan meminum minuman keras. Hingga pada suatu hari, Papaku mengetahui kalau selama ini kelakuanku seperti itu. Papaku murka, dia menghukum aku.

Aku ditampar, dipukul dengan ujung kemoceng dari rotan, sampai rotannya patah, ganti kemoceng baru, aku dipukul lagi, lagi... lagi dan lagi, aku tidak boleh menangis, tidak boleh berteriak, tidak boleh mengaduh kesakitan.

Ya, pokoknya sadislah, kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh Papaku.

Tidak cuma pakai kekerasan, aku dikurung oleh Papaku di gang sempit, duduk susah, jongkok tersiksa, baring apalagi, mana bisa, aku hanya diberi makan sehari sekali.

Miris bukan?

Ha..ha.. aku masih bisa tertawa, mentertawakan diriku sendiri.

Ya, aku memang pantas mendapatkan hukumanan itu, karena aku bersalah.

Selama aku dikurung di gang sempit, Mamaku yang selalu merawatku dengan tulus. Sungguh dia sangat tulus menyayangiku dan Papaku.

Beruntung ya, aku memiliki Mama seperti dia. Dia tidak pernah sedikit pun kasar terhadapku, selalu memperlakukanku dengan sabar.

Sejak saat itu perasaan cinta itu muncul. Aku sangat menyayangi dan mencintai Mamaku.

Ya, aku mencintai Mamaku sendiri.

Aku tidak akan membiarkan dia menangis dan bersedih. Aku janji, aku akan selalu menjaganya. Aku berjanji pada diriku sendiri.

Malam ini seperti biasanya aku dan keluargaku sedang bersantai di ruang keluarga.

Aku anak yang lahir satu-satunya dari Mama dan Papaku.

Kalian pernah merasakan cemburu? Sakit pasti ya yang pernah merasakan tentu, seperti aku ini.

Kami menonton film romantis dari sebuah chanel televisi berbayar.

Aku merasa tersiksa oleh kemesraan Mama dan Papaku saat itu. Hatiku sesak saat menengok ke arah mereka, Papa sedang memeluk Mama, sedangkan Mama menyandarkan kepalanya di bahu Papa, mereka berciuman mesra.

Hmmmm...

Tahun ini, aku berumur 20 tahun. Aku kuliah di salah satu universitas swasta di negeri ini.

Mamaku berumur 42 tahunan. Papa berumur 45 tahun.

Namaku Kinan Mahaputra, tetapi oleh Mamaku, aku sering dipanggil Onan.

Segera kualihkan pandangan mataku ke televisi yang sedang menampilkan drama romantis tadi. Saat kutolehkan lagi pandangan mataku ke arah mereka, aku kaget.

Bagaimana tidak kaget, kalau Papaku sedang menciumi leher Mama, sedangkan tangannya meremas payudara Mama?

"Pah Mah, kok ruangannya tambah panas ya." Aku sengaja menyindir mereka.

Kulihat Mama mendorong dada Papa. Wajahnya memerah, mungkin Mama malu karena telah ketahuan olehku. "Maaf Onan... yang tadi itu jangan ditiru yah." kata Mama, kulihat wajahnya bersemu merah.

"Ah gak asyik. Mama sama Papa bikin Onan pengen." kataku.

Aku pura-pura ngambek.

"Ha..ha.. besok kalau kamu udah nikah pasti bakal ngerasain kok sayang." Mama menghampiriku dan mengelus lembut kepalaku.

O..., jantungku berdetak lebih cepat. Segera saja aku jauhkan tangan Mama dari kepalaku. Dia mengernyit heran.
 
"Papa ngambek tuh Mah, yang tadi itu minta dilanjut." kataku berusaha bersikap biasa saja.

"Ha..ha...," Papa tertawa lebar. "...tau aja kamu, Onan." kata Papa.

"Ya taulah, Pah.... apa Papa nggak rugi menyekolahkan aku tinggi-tinggi hanya masalah itu aja gak tau...? Ya, udah aku masuk kamar aja, lanjutkan aja yang tadi itu Pah.. Mah.."

Aku segera beranjak dari ruang keluarga menuju ke kamarku untuk menghilangkan rasa sakit hatiku dengan mendengarkan musik dan menulis kisahku di sebuah laptop.

Sejak aku kena marah oleh Papaku, aku tidak pernah keluar rumah pada malam hari lagi.

Dan tidak terasa sudah hampir dua jam aku mengetik kata demi kata di atas keyboard laptopku.

Kulihat jam menunjukan pukul sebelas malam. Huft, sudah larut malam ternyata. Segera saja aku keluar dari kamarku hendak pergi ke kamar mandi mencuci tangan, kaki dan segera bertemu dengan alam mimpi.

Ternyata saat kakiku melangkah sampai di depan pintu kamar kedua orangtuaku, betapa terkejutnya aku melihat ke dalam kamar dari pintu kamar Mama dan Papaku yang terbuka sedikit.

Mama dan Papaku sedang melakukan hubungan intim, dan kulihat wajah Mama begitu menikmati sodokan yang Papa berikan di ruang intimnya.

Mataku terus melihat ke arah bukan pada Papa yang sedang melakukan gerakan naik-tutub, melainkan pada lekuk tubuh Mama yang telanjang.

Seandainya aku yang berada di posisi Papaku, sudah pasti aku sangat bahagia sekali, sungguh.


Asyik mengintip, tidak sadar pintu terdorong, hingga tubuhku rasanya panas dingin.

Matilah kau Onan, sewaktu kulihat Papa melihat ke arahku.

"Apa yang kamu lakukan Onan? Kamu mengintip ya?!" tanya Papa dengan tatapan mata melotot ke arahku yang tubuh yang masih menindih Mama yang telanjang di bawahnya.

"A.. aku gak sengaja, Pah." aku menjawab takut-takut sambil menundukkan kepalaku.

"Bohong, dasar anak kurang ajar!" Papa mengangkat tubuh telanjang bangun dan karena marah ia tidak sadar penisnya yang tercerabut dari lubang vagina Mama terlihat mengkilap basah.

"Sudahlah, Pah... salah kita juga sih..." kata Mama membela aku dengan menarik tangan Papa yang hendak turun dari tempat tidur menampar aku.

"Terus aja kamu belain anak kesayangan kamu ini yang tidak tahu diri!"

Ucapan Papa langsung dipotong oleh Mama. "Onan, cepat kamu pergi, tidak usah melawan Papamu."

Aku segera mengangguk dan pergi dari depan kamar kedua orangtuaku.
 
Aku terbangun karena bunyi alarm dan sinar matahari yang masuk melalui jendela kamarku. Aku melihat jam di hapeku ternyata menunjukkan pukul setengah delapan.

Segera aku beranjak dari tempat tidur menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan melakukan rutinitas keseharianku sebagai Mahasiswa.

Sepuluh menit kemudian aku sudah siap untuk pergi ke kampus.

Aku berjalan menuju ke meja makan, seperti biasa untuk melakukan kebutuhan pokok yaitu sarapan.

Sesampainya di meja makan, Mamaku menyambutku dengan senyuman termanisnya tetapi tidak dengan Papaku.

Dia terlihat memandangku dengan wajah penuh kebencian. Apakah Papa masih marah kepadaku akibat kejadiaan semalam?

"Pagi Mamaku tersayang." Aku mengecup singkat pipinya. Dan dapat kulihat perubahan ekspresi di wajah Papa. Ekspresinya berubah menjadi murung dan matanya menatap tajam mataku.

"Pagi sayang, yuk sarapan. Mama sudah siapin nasi goreng spesial buat kamu."

Aku melirik ke arah Papaku, wajahnya semakin memerah marah. Aku yang tidak ingin mendengar omelan darinya memilih untuk menyapanya. "Ehm, pagi Papa."

Tidak ada respon darinya, dan aku memilih untuk diam saja. Mama yang melihat sikap Papa yang seperti itu menghela nafas kasar. "Kamu selalu saja kekanakan, Pa. Onan nyapa kamu, dijawablah, lupain soal yang semalam. Onan nggak sengaja lihat kita."

Papa menggebrak meja makan dan menatap tajam Mama. "Nggak sengaja kamu bilang?! Belain saja terus anak yang tidak tahu diri ini! Hari ini, aku tidak napsu untuk sarapan, aku sarapan di luar saja."

Papa berlalu begitu saja meninggalkan aku dan Mama.

Mama menunduk, dapat kulihat di matanya yang mengeluarkan air mata.

Aku yang melihat itu, dengan sigap langsung menghapus air mata yang menetes di pipi Mamaku. "Maafin Onan Mah, gara-gara Onan, Papa jadi marah sama Mama."

Mama tersenyum memandangku.

"Ah bukan salah kamu kok, ya sudah lupakan saja ya. Yuk sarapan." kata Mama lembut.

Tidak ada percakapan di antara kami berdua, suasana hening hanya terdengar suara sendok yang kami berdua gunakan untuk makan.

"Gimana kuliah kamu? Nggak ada masalah kan?" kali ini giliran Mama yang bertanya padaku.

"Ya gitulah Mah, biasa-biasa saja." jawabku.

Suasana kemudian menjadi hening lagi, aku melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiriku.

"Sudah waktunya aku berangkat, Ma."

"Loh udah mau berangkat, bukannya kamu masuk jam 09.00 ya?" tanya Mama.

"Aku takut macet, Ma."

Aku berdiri. Mama mencium pipiku.
 
Aku dikejutkan dengan sebuah kecuapan di pipi kananku.

Cup~~

"Morning sayang," sapa gadis mungil yang baru menciumku.

Jangan tanyakan dia pacarku atau bukan. Karena dari awal aku sudah memberitahukan kalian bahwa yang aku cinta cuma Mamaku.

Gadis ini hanya seorang gadis yang tergila-gila padaku dan selalu menganggapku pacarnya.

Malas melandeninya aku langsung bergegas ke kelas saja. Yang sebentar lagi akan dimulai. Dari kejauhan aku mendengar teriakan kesal Gaby.

Sesampainya di kelas aku langsung saja duduk dibangku pojok paling belakang. Ya itu memang tempat duduk favoritku.

●....

●....

Dan karena memang mata kuliahku cuma satu hari ini, aku malas berlama-lama di kampus karena Gaby bakalan selalu mengusikku.

******

Sesampainya di rumah, aku melihat ke arah garasi. Mobil Mama ternyata masih di garasi. Berarti Mama tidak lagi pergi hari ini.

Senangnya.

Aku berjalan perlahan-lahan masuk ke dalam rumah. Dan aku melihat Mamaku sedang di wastafel mencuci sayuran untuk makan siang atau apalah aku tak tau. Yang pasti aku ingin mengejutkannya.

Perlahan namun pasti aku sudah tepat di belakang Mamaku. Dan dia masih tidak menyadarinya.

Dengan menarik napas yang dalam, aku mencoba memeluk Mama dari belakang dan mengecup pipinya yang chubby.

Cup~~
 
"Eh tolol! Kont0l! Ihh... ngagetin Mama aja sih!" omel Mama latah karena kaget.

"He...he...he. Kan pengen kasih suprise Ma," ujarku masih memeluknya dari belakang dan semakin mengeratkannya. Mencium aroma tubuhnya yang selalu menjadi candu dan membuat jantungku berdebar tidak karuan.

"Lepasih ah! Mama mau nyuci sayuran, tau!" kata Mama.

"Enggak mau! Aku masih pengen meluk Mama." ujarku masih menciumi aroma tubuhnya.

"Tapi kan--- mphhh."

Aku mencium bibir seksinya, tidak tahan dari tadi menahan napsu.

"Onan--mpphhh..lepashh--" Ia terus meronta, memukul-mukul dada bidangku. Benda di balik celanaku ternyata sudah menegang.

Ahh....

"Maafin aku Mah, aku sudah tidak tahan." ucapku berbisik di telinganya. Aku sudah benar-benar tidak bisa menahan napsuku.

"Onan, sadar Onan! Ini Mama kamu sen--"

Aku kembali mencium ganas bibirnya, membungkam bibirnya agar tidak mengelurkan suara lagi. Sekarang tugasku adalah membuatnya terangsang.

Perlahan tanganku mulai meraba bagian dadanya, sampailah tanganku di bukit kembar miliknya. Lalu, aku mulai meremas lembut bukit kembar miliknya.

Ciumanku berpindah ke leher jenjangnya, supaya dia semakin terangsang.

"Onan.. ahh hentikan. Mama mohon." pintanya disertai dengan desahan.

Ugh... ternyata penisku terus berdenyut-denyut. Aku melepaskan ciumanku di lehernya, menatapnya sejenak yang sudah terisak.

Aku memandangnya dengan penuh penyesalan, tetapi sifat hewaniku kembali muncul.

Aku mulai membuka blouse yang ia pakai, satu persatu blousenya terbuka hingga membuat bra berwarna biru terekspos di depan mataku, membuat birahiku naik.

Tanganku mulai membuka pengait branya, tapi tiba-tiba..

"PLAK." sebuah tamparan telak mendarat di pipiku, perih.

Ya... sangat perih rasanya ditampar dengan orang yang kucintai.

"Brengsek kamu Onan! Mama membesarkanmu bukan untuk menjadi orang brengsek!" Mama mendorong tubuhku.

"Lalu buat apa Mama mau membesarkanku dan merawatku?!" Aku sudah tahu dari awal Mah, kalau aku bukan anak kandung Mama."

Entah sejak kapan air mata ini mulai mengalir, ya sejak awal aku sudah tahu kalau mereka bukan orang tua kandungku.

"Kenapa kamu bilang seperti itu? Kamu anak Mama, Onan."

Mama mulai menghampiriku dan memelukku. "Aku mencintaimu. Tolong jadikan aku milikmu, walaupun aku jadi orang kedua." ucapku meyakinkannya.

"Tapi Onan..."

"Aku mohon, Mam." ucapku memohon.

"Baiklah kalau itu membuatmu bahagia. Tapi jangan sampai Papa kamu tahu ya." ucapnya yang kembali tersenyum.

Aku mengangguk.

"Lanjutkan yang tadi dong..." suruh Mama.

Langsung saja aku menyambar bibirnya sambil meremas payudaranya. Tanganku membuka blousenya dan mulai mengelus punggungnya, mencari pengait branya.

Setelah pengait branya terbuka, terlepaslah bra berwarna biru. Hingga membuat payudaranya terekspos di depan mataku.

Aku membaringkan Mama di lantai dan mulai menjilati puting susunya.

"EENNGG... ONAN..." desahan Mama membuat napsu birahiku semakin menggelegak.

Tangannya meremas kepalaku, tanganku juga tidak tinggal diam, aku mulai membuka celana tigaperempatnya.

Kini terlihatlah celana dalam berwarna biru, senada dengan warna branya. Aku kembali menciumi payudaranya, tanganku yang menganggur kugunakan untuk membuka celana dalamnya.

"Bobhhh...pelan-pelanhhh. Ahhh..." desah Mama.

"MAM, emutin anuku." ucapku tanpa dosa.

"A--anu apa?" tanyanya.

Aku melepaskan celanaku dan terlihatlah adik kebanggaanku yang sudah kaku menegang. Aku mengarahkan adik kebangganku di depan mulutnya.

Lalu, Mama mulai mengemut penisku. Mama memaju-mundurkan kepalanya lebih cepat.

Lima menit Mama mengoral penisku, dan rasanya aku mau muncrat sekarang.

"MAM, stop! Aku mau muncrat!" teriakku yang sebentar lagi mau keluar air maniku. Sepertinya Mama tidak menggubris ucapanku, dia malah semakin cepat memaju mundurkan kepalanya.

Crott... crroottt... crroot... crroott... croitt...

Cairan berwarna putih kental itu memenuhi rongga mulut Mama. Lalu, aku membaringkannya di lantai lagi. Aku mulai menggesekkan ujung batang kebangganku di vaginanya. Tangannya meraba-raba dadaku yang masih tertutupi kaos.

"Kamu curang, sayang" ucap Mama.

Aku yang mengerti arti dari ucapan itu mulai membuka kaosku. Sekarang kami berdua sudah telanjang. Aku mulai memasukkan penisku ke dalam vaginanya, penisku dijepit rapat oleh milikknya.

Aku mendiamkannya sejenak, agar milikku terbiasa dengan miliknya. Lalu, aku mulai memaju-mundurkan pinggulku.

"Aahhh..ahhh...aahhh..." desah Mama.
Aku memaju-mundurkan pinggulku lebih cepat. Dan sepertinya sebentar lagi aku klimaks.

"Ohh... aku...aku mau keluarhhh..ahh..." teriak Mama.

Dan kami klimaks bersama-sama, dapat kurasakan penisku hangat karena terkena cairan Mama.

Kami kemudian tergeletak lemas di lantai. (fin)
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd