Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Tergoda Gio

Gio Coli​

Aku berjalan mengendap-endap senyap dan turut mengintip. Aku mau tahu apa yang dilihat simpai sialan ini. Saking fokusnya, Hani tidak menyadari keberadaanku di belakangnya. Begitu aku lihat, aku kaget. Astaga, Gio cuma pakai kolor, sedang ngocok. Tubuhnya yang kekar berbaring di atas kasur. Tak heran simpai betina ini birahi mengintip anakku. Aku langsung tarik simpai mesum ini menjauh.

“Eh… Pim,” ujarnya gugup, kedua lengannya menyilang menutupi dada.

“Pam Pim Pam Pim, ngapain lo?” tanya gue dan menoel tetek-nya, “Toket sampai keluar-keluar kayak gini.”

“Enggak… anu….” Hani tak dapat berkutik. Ia tahu ia tertangkap basah. Buru-buru ia mengaitkan BH-nya dan merapikan bajunya kembali. “Maaf Pim, aku… aku khilaf, tadi pas mau balik, aku dengar suara-suara aneh. Lalu aku menyelidiki dan… sisanya lo dah tahu.”

“Hih, tante-tante gatel. Ingat umur. Ingat anak dan suami. Sudah balik sana, arisan mau mulai.”

Hani kelihatan enggan, jelas banget dia masih ingin ngintip Gio kembali. Kupelototi dia.

“Iya… iya. Aku ke sana.”

Setelah Hani pergi ke ruang tamu, aku balik mengintip Gio lagi. Mataku menyusuri lekuk-lekuk tubuhnya. Wih, perutnya six pack. Memang daya tarik anakku ini kuat sekali. Aku saja sebagai ibunya berdebar-debar melihat fisik anakku. Anak seusia dia memang suka ngocok, membayangkan perempuan-perempuan cantik sedang melakukan hal-hal erotis tuk menyalurkan hasrat. Ah, sudahlah aku biarkan dia. Hanya saja, seharusnya di lebih berhati-hati dan menutup pintu lebih rapat untuk menjaga privasinya.

Saat aku berbalik hendak meninggalkannya aku mendengar ia berucap, “Gempi…. ahh… Gem…” Hah. Apakah aku tak salah dengar. Ia memanggil-manggil nama adiknya. Hatiku berdebar, ini bukan debar libido, melainkan debar amarah. Dari sekian milyar wanita, tidak bisakah dia membayangkan perempuan lain. Mengapa harus adiknya. “Ahh… Gempi….,” panggilnya lagi. Gio melepas kolornya sampai ia bugil dan pinggulnya naik turun. Hmpppfff! Haruskah aku melabrak dan menegurnya. Gio mengocok semakin cepat. Apa yang dia bayangkan?

“Gempi! Gempi! Gempi! Aaaahh!!” desah Gio. Sekonyong-konyong pejuhnya muncrat tinggi ke udara. Spontan aku menutup mataku, tapi mengintip dari sela-sela jari. Aku geram. Tapi aku berpikir sejuta kali. Apa jadinya jika aku main labrak. Lagipula ada teman-temanku disini. Keributan yang timbul hanya akan membuatnya malu. Kuputuskan untuk membiarkannya saat ini. Aku rasa ini bukan saat yang tepat. Awas kau Gio!

Semenjak kejadian itu, aku jadi sering menegur Gempi agar tidak memakai hotpants dan tanktop kesempitan yang pusernya sampai terumbar kemana-mana. Laranganku menuai protes putriku.

“Kenapa sih mah, panas tahu.”

“Ah, jangan lemah,” cibirku. Tak mungkin kan aku jelaskan duduk perkaranya.

Tiap kali Gio masuk kamar adiknya, pikiranku was-was. Jangan-jangan dia berbuat yang tidak-tidak. Di benakku Gio menjadi seperti predator bermoncong panjang dengan gigi-gigi tajam dan bertelinga serigala, ia menggoda anak gadisku yang polos dengan bujuk rayunya, dan…. ah Sensor! Sensor! Sensor! Dia seharusnya menjaga adiknya, bukan menjadikannya objek seks!

Pada saat makan malam aku bertanya ke Gio.

“Gio kamu punya pacar.”

Ibu normal akan berharap anaknya berkata, tidak. Biar fokus belajar. Tapi aku berharap sebaliknya.

Gio tidak menjawab, malah berpikir lama.

Apa susahnya menjawab sudah atau belum. Bikin aku penasaran.

“Yaaaa…. belum…. tapi….mmm”

Jawaban bodoh apa itu, yaaa belum tapi mmm.

“Sudah apa belum?” tanyaku dengan nada meninggi. Tanganku yang memegang garpu dan sendok sampai memukul meja. “Duk!”

“Baru akan!” jawab Gio kaget.

“Baru akan!? Kenapa gak sudah?” tanyaku.

Gio dan Gempi tampak kebingungan dengan pertanyaanku. Pertanyaan macam apa itu?

“Ma…maksud mama, kalau sudah, kenalin donk ke mama,” ujarku dengan memperbaiki nada bicaraku.

“Gempi juga boleh punya pacar?” tanya Gempi.

“Gak!” jawabku langsung, tegas dan terpercaya.

Bibir gempi langsung manyun dan dia tusuk-tusuk piringnya dengan sendok dan garpu silih berganti hingga berbunyi, “Ting! Ting! Ting!”

“Kamu masih kecil,” kataku

“Hahhahaha… kecil, kecil.” Gio mengejek adiknya.

“Iiiiii!” Gempi menusuk pinggang kakaknya yang duduk di sebelahnya dengan garpu.

“Aw!” Pinggang Gio langsung melengkung, karena kegelian. Dia balas dengan tusukan-tusukan telunjuk ke pinggang Gempi.

“Ahahahaha!” Gempi tertawa dan mengambil posisi bertahan melindungi pinggangnya.

“Heh! Makan yang benar!” bentakku.

Mereka langsung terdiam dan kembali lagi ke posisi semula.

“Gio, minggu ini kenalin pacarmu ke mama.”

“Kami belum jadian, ma.”

“Cepetan jadian, mau tunggu apa lagi.”

“Iya.. iya…”
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd