Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

TAK DIDUGA

Aswasada

Suhu Semprot
Daftar
23 Jun 2022
Post
3.003
Like diterima
28.708
Bimabet
PRAKATA

Cerita ini cuma khayalan tidak terjadi di dunia nyata. Kalaupun ada paling mirip atau kebetulan. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian atau cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan. Cerita ini hanya cerita oneshoot alias sekali selesai. Jangan meminta penulis untuk melanjutkan karena penulis takut mangkrak seperti kebanyakan cerita di forum ini yang ditinggalkan penulisnya tanpa ada kejelasan. Harapan penulis adalah cerita sederhana dari penulis ini bisa menghibur para pembaca di forum yang kita cintai ini. Selamat menikmati.​

-----ooo-----

Bagiku ibu adalah orang yang selalu dekat di hati, walau sejauh apapun aku pergi namun kalau sudah rindu sama ibu aku pasti akan pulang. Tidak peduli sebanyak apapun pekerjaan dan sepadat apapun kegiatan, yang namanya rindu sama ibu pasti aku akan tinggalkan itu semua dan pulang mencari ibu. Ketika aku pulang dan sampai di depan ibu terkadang ibuku kaget, "Lho kenapa kamu tiba-tiba muncul, seakan tau kalau ibu lagi kangen sama kamu," katanya begitu sambil memelukku. Kontak batin seseorang memang tidak bisa dipungkiri, apalagi kontak batin ibu sama anaknya sendiri. Hubungan tali pusar yang sangat erat saat aku di dalam perut ibu, sampai kapanpun akan tetap terjalin dengan kuat, walau pun tali pusar itu sudah diputus.

Ibuku bernama Wiwin Astari yang usianya telah mencapai 44 tahun. Ibuku memang cantik, apalagi ketika masih muda, kadang aku terkagum melihatnya. Tinggi ibu sekitar 160 cm dengan berat badan 62 kg, tubuh ibu bisa dikategorikan padat berisi. Dadanya pun memiliki ukuran yang normal, kutaksir berukuran 34 C. Pinggulnya berisi dangan lekuk pinggang yang ramping. Pokoknya ibu adalah wanita cantik yang masih mampu membuat pria mabuk kepayang. Sayangnya, ibu kurang tertarik dengan makhluk yang dinamakan pria padahal ibu adalah seorang janda yang bercerai dengan ayahku enam tahun yang lalu. Ibu terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Pekerjaan ibu adalah pedagang daging sapi dan kambing di pasar. Dengan berdagang di pasar, penghasilan ibu boleh dibilang sangat lumayan. Buktinya ibu bisa menguliahkanku ke perguruan tinggi sampai lulus dengan hasil dagangannya.

Namaku Anwar Efendi. Usiaku sekarang 26 tahun. Aku bekerja di bank swasta terkenal di kotaku. Wajahku lumayan lah untuk dibilang tampan. Tinggiku sekitar 170 cm dengan berat badan 66 kg. Postur tubuhku memang cukup tinggi, atletis dan terawat dengan baik. Pantatku kekar dan padat dengan sepasang paha yang kukuh. Dadaku yang bidang tampak kokoh dengan bentuk tubuhku yang tegap. Banyak wanita yang tergila-gila padaku, namun aku masih belum ingin serius memiliki pasangan karena aku ingin membahagiakan ibuku terlebih dahulu.

Sore itu, saat aku baru kembali dari tempat kerja, aku menemukan ibu sedang masak di dapur. Aku terkejut, karena di atas meja dapur ada cake dengan lilin berbentuk angka 26. Ibu menyambutku dengan senyuman manisnya dan tiba-tiba dia memelukku erat hingga benda kenyal di dadanya menekan kencang di dadaku. Aku semakin bingung sebab ibu langsung mencium keningku.

“Selamat ulang tahun, sayang.” Katanya dan kini aku baru tersadar kalau hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke-26.

“Oh, terima kasih bu ... Aku malah lupa dengan ulang tahunku.” Sekarang aku membalas mencium ibu di keningnya.

“Ayo ... Potong kue ulang tahunnya.” Ibu menarikku ke meja makan.

Kejutan ulang tahun yang sederhana ini sangat berkesan bagiku. Meskipun hanya kami berdua yang merayakannya tetapi aku sungguh terharu. Di saat seperti inilah aku merasakan ibuku selalu memperhatikanku. Perhatian dan kasih sayangnya selalu membuatku merasa bahagia. Aku pun memotong kue ulang tahun dan memberikannya kepada ibu, baru kemudian aku memotong kue itu untuk diriku sendiri.

“Terkadang aku ini berpikir, kapan bisa membahagiakan ibu. Umurku yang sudah setua ini, aku belum mampu membahagiakan ibu. Maafkan aku ya bu yang belum bisa membuat ibu bahagia.” Kataku sembari memegang kedua tangannya.

“Kamu jangan bicara seperti itu ... Ibu sangat bahagia karena kamu selalu berada di samping ibu. Kamu membuat ibu selalu tersenyum. Hilangkan pikiran itu di kepalamu.” Ungkap ibu sambil meremas tanganku.

Aku pun tersenyum getir. Ya, ibu memang benar. Meskipun aku belum bisa memberikan kebahagiaan secara finansial tetapi aku yakin ibu bahagia hidup bersamaku. Akhirnya kami ngobrol tentang perjalanan hidupku, membuka sejarah hidupku. Terakhir ibu mengatakan harapan-harapannya yang salah satunya adalah agar aku segera menikah dan memberinya dia cucu. Aku katakan kalau aku belum berniat membangun rumah tangga sebelum aku benar-benar mapan dan siap. Seperti biasa ibu hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala ketika mendengar jawabanku yang selalu sama.

“Bu ... Sudah enam tahun ibu sendiri. Menurutku, sudah saatnya ibu mencari suami lagi. Ibu harus punya teman hidup lagi supaya ibu gak kesepian.” Kataku di sela obrolan kami.

“Ibu tidak merasa kesepian kok ... Kan, ada kamu yang menemani ibu.” Ibu berkilah lagi.

“Dari sekian banyak laki-laki yang datang ke sini dan meminta ibu untuk menjadi istrinya. Aku rasa Pak Bambang cocok untuk ibu. Selain kaya dan ganteng, dia juga baik. Aku suka sama dia.” Kataku sambil tersenyum.

“Entahlah ...” Ibu langsung berdiri. Aku menghela nafas karena setiap ibu diajak bicara dengan tema seperti ini, ibu selalu saja menghindar. “Ibu mau arisan di rumah Bu Rina.” Katanya lagi sembari berjalan cepat keluar dari dapur.

Aku hanya bisa memandang kepergian ibu. Entah kenapa, ibu selalu begitu tatkala aku memintanya untuk memiliki pasangan hidupnya lagi. Ibu seperti antipati dan trauma memiliki suami lagi yang mungkin disebabkan kegagalan rumah tangganya dengan ayahku. Berkali-kali aku memaksa ibu dan sebanyak itu ibu menghindar. Tak ada percakapan yang panjang, yang ada hanya pergi dan meninggalkan percakapan.

Aku pergi mandi untuk menyegarkan diri. Aku sudah berganti pakaian dengan kaos dan celana katun panjang. Seperti kebiasaanku sehari-hari pada jam seperti ini aku tidak pernah melewatkan menonton berita nasional di salah satu chanel televisi swasta. Sekitar setengah jam berlalu, suara bel pintu berbunyi. Aku bergegas membuka pintu. Ternyata sahabatku yang datang yang bernama Toni.

“Tumben gak nelpon dulu.” Kataku sembari mempersilahkan sahabatku masuk.

“Kebetulan gue nganterin nyokap ke arisan Bu Rina. Gue mampir aja ke sini.” Jawab Toni yang memang ibuku dan ibunya berteman baik dan sama-sama menjadi anggota arisan Bu Rina.

“Ngopi?” Tanyaku menawarkan kopi pada Toni.

“Gak usah. Gue baru aja ngopi. Gue ke sini juga gak bakalan lama.” Jawabnya.

“He he he ... Tampangmu kayak orang penting aja?” Candaku.

“Serius ... Ini penting ... Gue mau jual hp sama loe. Gue butuh banget duit.” Ujar Toni.

“Aku baru aja ganti hp, Ton ... Masa harus beli hp lagi? Buat apa banyak-banyak?” Kataku.

“Ayolah, bro ... Tolongin gue. Gue butuh banget. Ini hpnya dan udah gue ganti nomornya.” Kata Toni memaksa sembari menyodorkan smartphone keluaran lama beserta bungkus nomor kartu hp.

“Buat apa sih duitnya?” Aku mengambil smartphone yang masih terlihat mulus dari tangan Toni.

“Anak gue ingin masuk sekolah. Mumpung dia mau sekolah. Buat daftar sekolahnya.” Jawab Toni.

“Berapa duit?” Tanyaku.

“Dua juta ...” Jawabnya ringan.

“Busyet! Hp taun jebot gini dua juta? Mendingan aku beli yang baru!” Protesku keras.

“Ayolah, bro! Gue butuh duit segitu-gitunya buat anak sekolah. Itung-itung nolongin gue.” Toni memelas.

“Tapi ini hp siapa?” Tanyaku ingin tahu.

“Jujur ... Gue dapet nemu di jalan. Langsung aja gue ambil dan jual ama lu. Rezeki anak.” Jawabnya santai tanpa beban.

Aku pasrah. Jelas aku paling tidak bisa melihat sahabatku ini merana karena kesusahan. Terpaksa aku mentransfer uang yang dia perlukan melalui e-banking. Setelah selesai bertransaksi Toni langsung meninggalkan rumahku. Setelah itu, aku melanjutkan menonton acara televisi. Baru saja duduk manis di sofa, tiba-tiba smartphone baruku berdering pertanda pesan masuk. Aku melihat ada foto profile si penelepon saat aku membuka aplikasi whatsapp, dan bahkan berderit nama-nama dan foto-foto di sana. Sial! Ternyata Toni memberiku smartphone bekas pakai. Aku pun langsung membuka pesan yang baru masuk dan membacanya.

Sayang. Apakah malam ini kamu bisa keluar denganku?” Begitulah isi pesan dari seseorang yang bernama Mira, sesuai dengan nama kontak yang di aplikasi whatsapp.

Aku langsung membalasnya, “Maaf sayang. Malam ini saya ada keperluan.

Tak lama Mira pun membalas, “Oh ya gak apa-apa. Aku pikir kamu malam ini kosong.

Aku tidak membalasnya lagi. Aku lihat foto profilenya. Wanita yang bernama Mira berparas lumayan cantik dan kutaksir seumuran dengan ibuku, sekitar pertengan 40 tahunan. Dari percakapan singkat barusan, aku mempunyai persangkaan yang kurang baik kepada pemilik awal smartphone ini. Pemiliknya mungkin seorang gigolo. Aku letakkan lagi smartphone itu di atas meja dan melanjutkan menonton acara televisi.

Jam tujuh tepat, ibu pulang sambil membawa kotak berisi kue. Kami pun ngobrol di ruang tengah sambil menikmati kue dari tempat arisan ibu. Tak banyak yang kami obrolkan karena ibu akhirnya memilih untuk masuk kamarnya dan beristirahat. Aku pun tak lama mematikan televisi dan bergerak ke kamarku. Sambil rebahan di kamar, aku bermain game ludo dengan smartphone yag aku beli dari Toni. Namun belum juga selesai satu game, smartphone di tanganku berdering yang berarti ada lagi pesan whatsapp yang masuk.

Aku keluar dari game lalu memeriksa pesan yang baru saja masuk. Sontak, fokus mataku langsung kutujukan pada layar smartphone dengan tajam. Setelah melihat nama yang tertera, aku menyelidik sangat hati-hati pada foto profilenya, bahkan aku besarkan. Hanya beberapa detik berselang, nadiku berdetak tak beraturan, apalagi debar jantungku semakin tak karuan. Mataku menangkap foto ibu yang sedang tersenyum manis yang diperkuat oleh nama yang tertera di sana. Dengan perasaan penasaran yang membuncah, aku membuka pesan yang dikirimnya.

Hendra sayang. Mami kangen deh sama kamu.” Begitulah isi pesan yang tertulis dibarengi gambar emoji love bergerak. Dan aku sekarang tahu nama si pemilik smartphone ini.

Saya juga kangen mami.” Aku mengetik balasan pesan dengan tangan bergetar lalu mengirimnya.

Tak lama wanita yang bernama Wiwin itu membalas lagi, “Mami ingin sekali bersamamu. Apakah besok siang kamu punya waktu?

Aku berpikir sejenak sebelum mengetik, “Maaf mamiku sayang. Besok jadwalku penuh. Mungkin lusa bisa.

Wiwin yang memiliki foto profile wajah ibu membalas, “Kalau lusa mami yang gak bisa. Ya, udah nanti kontak-kontakan lagi. Tapi bisa gak mami minta foto kontol kamu.

Aku terperanjat, tak percaya ibu meminta itu dan sejorok itu. Ibu yang aku kenal sangat pemalu dan alim, ternyata mempunyai sisi liar yang tidak pernah aku duga. Setelah keterkejutanku mereda, aku membalasnya, “Nanti malam ya mamiku sayang. Sekarang saya sedang di perjalanan. Mungkin pulangnya agak malam.

Ibuku lantas menjawabnya lagi, “Oh begitu ya. Baiklah hati-hati di jalan.

Aku shock mendapati ibu ‘bermain’ dengan brondong. Aku tercenung, melarikan pikiran yang menggantung dari atas kepala. Aku rasa ibu kesepian dan melampiaskannya pada si brondong. Aku harus akui kalau ibu adalah wanita kesepian yang butuh kehangatan dan belaian kasih sayang dari para ketimun muda. Ya, ibu punya banyak uang untuk menyewa ‘brondong’ yang mungkin dia temui di tempat spa, salon, dan fitness senter. Aku merenungi semuanya tetapi rasa kantuk akhirnya menyerangku. Aku pun tertidur pulas.

Entah berapa lama aku tertidur dan tidurku harus terbangun saat dering smartphone terdengar cukup nyaring. Aku ambil smartphone yang tergeletak di samping bantal. Sejenak aku mengumpulkan kesadaran sebelum membuka aplikasi whatsapp. Mataku yang awalnya berkabut langsung terang tatkala melihat nama ibuku yang baru saja mengirim pesan. Setelah pesan terbuka, pandangan mataku bukan saja terang tapi berbinar-binar. Aku melihat foto ibu setengah badan yang tidak mengenakan pakaian. Ibu benar-benar cantik dan seksi. Terlebih sepasang gunung kembarnya yang bulat dan kencang. Aku terus-terusan memandangi payudara itu dengan penuh nafsu. Aku sudah tak peduli milik siapa aksesoris wanita itu. Nyatanya begitu indah tertancap di dadanya. Aku melotot memandangi dua gundukan daging itu. Sangat putih mulus dengan puting yang mencuat ke atas berwarna coklat tua.

Pesan kedua dikirim ibu. Beberapa saat aku menunggu loading dan akhirnya darahku semakin terbakar tatkala terpampang foto vagina yang sedang merekah. Tampak vagina berwarna pink yang sangat menggairahkan. Hanya saja terbersit rasa heran di pikiranku. Bibir vagina itu masih terlihat sangat rapat seperti perawan. Rambut kemaluannya yang tertata rapi terlihat jelas di depan mataku. Oh, sungguh seksi sekali. Bulu vagina warna hitam di tengah-tengah kedua paha putih mulus yang terbuka lebar. Sementara lipatan bibir vaginanya yang segar kemerahan milik ibu sungguh menggelorakan hatiku.

Tiba-tiba satu pesan lagi masuk, “Mana kontolnya?

Dan entah apa yang sedang merasukiku. Aku begitu terangsang melihat keindahan payudara ibu yang sangat indah dan montok. Foto vaginanya juga sangat mengundang selera. Apakah mungkin karena ia itu adalah ibuku sehingga membuat nafsu birahiku lebih tinggi dari biasanya? Apakah itu karena sisi liar ibu yang selama ini tersembunyi? Entahlah, namun yang pasti semua itu darahku terpompa menuju jantung, memicu adrenalinku untuk menikmatinya.

Akhirnya aku membuka celana dan mengeluarkan kejantananku yang sudah tegang dan kokoh berdiri. Aku foto penisku dan mengirimkan kepada ibu, berharap ibu menyukai penisku. Tak menunggu lama, ada balasan pesan lagi dari ibu. Aku segera membuka pesan itu.

Wow! Kontolmu indah sekali sayang. Mami ingin sekali merasakannya. Mami terangsang sekali.” Pesan ibu.

Mami pasti akan merasakan kontol saya secepatnya.” Balasku.

Tak pelak, aku dan ibu berbalas pesan mesum dan vulgar. Aku kini telah dikuasi nafsu birahi terhadap ibu. Nafsu birahi telah menghempaskanku ke sifat-sifat hewaniah yang tak mengenal lagi rasa malu, sungkan, hormat dan harga diri. Aku sungguh sudah hangus terbakar oleh nafsu birahi yang menggelora. Benar-benar aku terobsesi untuk menikmati tubuh ibuku yang seksi.

Hampir setengah jam aku dan ibu berbalas pesan mesum yang pada akhirnya kami sudahi. Aku berbaring menahan hasrat. Aku berusaha menekan nafsu liarku agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Aku berusaha mengontrol hati dan pikiran agar tidak terlalu terbawa oleh nafsu birahi.

Setelah birahiku mereda, aku membuka aplikasi whatsapp untuk memeriksa siapa-siapa saja pelanggan dari pemilik smartphone ini. Aku periksa satu persatu secara seksama. Tiba-tiba mataku membulat sempurna ketika aku menemukan nama Ranti dan foto profilenya. Tentu saja aku mengenal siapa wanita ini. Dia adalah adik ibuku, tanteku. Bila ibu wajar kesepian dan melampiaskannya pada brondong, tetapi Tante Ranti hal yang berbeda. Tante Ranti masih mempunyai suami. Tetapi kenapa dia juga membutuhkan brondong.

Semua kejadian ini benar-benar tak bisa dibayangangkan. Fakta ini sungguh membuatku bingung setengah mati. Bagaimanapun juga pasti ibu mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk melampiaskan hasrat seksualnya dengan menggunakan jasa brondong. Ini harus dihentikan. Selain biaya besar, ibu rentan terhadap penyakit kelamin. Pikiranku menjadi berat yang berefek pada mata yang juga menjadi lelah. Aku pun tertidur sampai besok pagi.​

.....
.....
.....

Aku baru saja menyelesaikan pekerjaanku dan mematikan komputerku. Aku menghela napas saat kulirik jam tanganku sudah menunjukkan pukul 07.05 malam. Seharusnya jam kerja kantor hanya sampai jam 5 sore. Tapi apa boleh buat kalau pekerjaan belum selesai. Aku membereskan barang-barangku yang ada di atas meja, lalu memasukkan smartphoneku ke dalam tas. Tidak mau berlama-lama lagi di kantor, aku segera berjalan meninggalkan ruangan yang sudah kosong. Ya, yang lain sudah pulang.

Aku berjalan melewati koridor. Kulirik ruangan Bagian SDM. Masih ada Farhan di sana, dan seperti biasa ia selalu dikelilingi beberapa wanita. Farhan Ramdani nama lengkapnya. Farhan memiliki wajah tampan ala timur tengah, tetapi dia bukan keturunan Arab, dia asli Indonesia. Tampan, tinggi, dan profesional. Di antara beberapa lelaki yang dapat mengimbangi tinggi badanku, dia salah satunya.

Farhan tampak tidak peduli dengan wanita-wanita di sekelilingnya. Dia masih serius bekerja dengan membaca berkas-berkas pegawai. Dia seperti diriku. Di setiap perusahaan selalu ada blackhole, dan di setiap perusahaan selalu ada yang bisa diandalkan atau bahasa halusnya adalah ‘tumbal’. Kami ini orang-orang yang tidak bisa melalaikan pekerjaan dan selalu dimanfaatkan oleh para bos yang tidak bisa me-manage anak buahnya. Bedanya, kalau Farhan selalu ditemani fans wanitanya, sedangkan aku ditinggalkan sendiri. Fans Farhan selalu punya alasan untuk tinggal lebih lama di kantor, padahal juga mereka tidak melakukan apa-apa.

Aku tersenyum miring melihat fans Farhan. Mereka benar-benar punya banyak waktu luang. Alangkah baiknya kalau bos memberi tambahan pekerjaan untuk mereka-mereka yang rajin di kantor ini. Aku kembali tersenyum sarkas. Farhan tampak menyadari bayanganku dan mulai mengangkat wajahnya dan melihatku.

“Bro ... Tunggu ... Aku sebentar lagi ...” Teriak Farhan.

“Cepetan! Udah malam nih! Aku tunggu di parkiran!” Kataku.

Tanpa menunggu jawaban Farhan, aku segera berlalu dari ruangan SDM menuju parkiran tempat mobilku berada. Sesampainya di sana, aku segera masuk ke dalam mobil dan duduk di belakang kemudi. Aku ambil smartphone dari dalam tas lalu menelepon ibu. Nada sambung pun terdengar hingga akhirnya tergantikan dengan suara ibu.

Hallo ... Sayang ... Kamu masih lama?” Tanya ibu di seberang sana.

“Sekitar setengah jam lagi, bu ... Aku lagi nunggu teman yang ingin main ke rumah. Oh ya, tante Ranti sudah datang?” Jawabku lalu diakhiri dengan bertanya.

Tantemu dalam perjalanan ... Ya udah, hati-hati di jalan.” Ucap ibu.

“Ya, bu ...” Kataku lalu sambungan telepon terputus.

Aku menunggu sekitar lima menit. Tampak Farhan berjalan setengah berlari ke arah mobilku. Tak lama, Farhan membuka pintu mobil lalu duduk di jok sebelahku. Setelah Farhan menutup pintu mobil, aku segera menghidupkan mesin mobil dan kendaraan kesayanganku pun mulai bergerak meninggalkan tempat kerjaku.

“Emangnya ada acara apa kamu mengundang ke rumahmu?” Tanya Farhan.

“Tidak ada acara apa-apa.” Jawabku santai.

“Lah ... Terus? Maksudmu?” Tanya Farhan keheranan.

“Ada dua cewek cantik di rumahku yang harus kita puaskan.” Jawabku lagi sambil tersenyum.

“Wow! Tahu gitu, kita seharusnya gak lembur. Kita sudah tadi sore berada di rumahmu.” Farhan sangat antusias.

Aku dan Farhan sebenarnya partner dalam urusan ‘vagina’. Kami adalah rekan seperjuangan dalam memburu vagina. Kami sudah seperti permen karet yang selalu menempel dalam urusan menaklukan wanita. Ya, kami memang penggoda ulung yang ahli menaklukan wanita, didukung tampang kami yang rupawan bak pangeran dari negeri dongeng. Dalam sejarah kami, tidak pernah ada yang bisa menolak rayuan kami. Aku dan Farham sudah paham betul bagaimana caranya membawa wanita ke atas ranjang.

“Hei! Tapi di rumahmu kan ada ibumu?” Tiba-tiba Farhan seperti tersadar.

“Ya ... Karena ibuku adalah target kita.” Jawabku sambil tersenyum.

“Apa??? Kamu mabok ya???” Farhan memekik kaget.

Akhirnya aku ceritakan bahwa ibuku adalah wanita kesepian yang melampiaskan nafsu seksualnya kepada brondong. Aku ceritakan kejadian kemarin dari kedatangan sahabatku yang menjual smartphone ‘hasil penemuannya’, hingga terbongkarnya fakta kalau ibu dan tanteku menggunakan jasa brondong. Aku pun mengatakan alasanku kenapa aku ingin memuaskan hasrat seksual mereka. Aku bilang kepada Farhan, selain ibu dan tanteku wanita cantik juga aku merasa ibu dan tanteku telah menghambur-hamburkan uangnya.

“Aku mengerti sekarang.” Farhan menjeda ucapannya sambil memandangku aneh. Lalu ia pun melanjutkan ucapannya, “Apakah kamu berniat meniduri ibumu?” Tanya Farhan ragu-ragu.

“Ya.” Jawabku singkat.

“Gila ... Emang kamu ini sableng ...” Desis Farhan terdengar tak percaya.

“Dia memang ibuku, tapi dia juga wanita seksi. Percaya padaku, kamu pun akan jatuh cinta jika melihat ibuku.” Aku menepuk paha partnerku itu.

“Aku tidak pernah meragukan standard wanitamu. Tapi, meniduri ibu sendiri adalah incest dan dilarang oleh norma apapun.” Jelas Farhan.

“Persetan dengan norma. Apakah kelakuan kita selama ini sesuai dengan norma?” Kataku penuh penekanan.

“Iya juga ...” Gumam Farhan.

“Singkirkan masalah norma. Sekarang tegaskan dalam pikiran dan hatimu, bahwa di rumahku sekarang ini ada dua wanita cantik yang memeknya gatal. Mereka memerlukan kita untuk menggaruk memek mereka.” Kataku.

“Oke ... Setubuh ...” Jawab Farhan sambil terkekeh pelan.

Aku semakin memperdalam pijakan pedal gas mobilku hingga kecepatan meningkat. Kebetulan jalan yang kini kulalui kosong melompong, hanya beberapa kendaraan roda dua yang melintas. Tidak lebih setengah jam sejak dari kantor, aku sampai di rumah. Aku dan Farhan langsung masuk ke dalam rumah lewat pintu samping yang menghubungkan garasi dan ruang tengah. Aku ajak Farhan ke dapur karena aku yakin kedua wanita cantik itu sedang berada di sana.

“Malam ladies ...” Sapaku saat masuk ke ruang dapur.

“Maa..laamm ...” Ibu menjawab namun suaranya lamat. Matanya terpaku pada Farhan di sampingku.

Tentu aku menjadi heran kenapa ibu bertingkah demikian. Aku juga menoleh ke arah Farhan. Partnerku itu menampakkan mimik yang terkejut dan cemas. Aku menatap keduaya bergantian dan bahkan aku juga memandang wajah tante Ranti yang juga bermimik sama.

“Kalian ternyata sudah pada mengenal.” Kataku sembari berjalan mendekati ibu lalu mencium keningnya. Ibu pun memandang wajahku cemas. Aku melanjutkan ucapanku, “Gak apa-apa ... Gak usah kalian gusar. Sekarang semuanya kita bongkar. Tidak perlu ada yang disembunyikan.” Lanjutku santai.

“I..ibu ... Tapi di..diaa ...” Kata-kata ibu kacau balau dan bergetar.

“Han ... Duduk sini!” Kataku dan Farhan pun mengikuti perintahku duduk di kursi meja makan yang kusediakan. “Kalian juga duduk!” Kataku kepada ibu dan Tante Ranti. Keduanya pun duduk bersebelahan di kursi seberang.

“Bro ... Sebelum kamu bicara. Aku mau minta maaf dulu. Aku tidak tahu kalau dia adalah ibu dan tantemu.” Ucap Farhan yang masih terdengar bergetar.

“Santai, Han ...” Jawabku sambil menepuk-nepuk bahunya. “Jadi ...” Kataku sambil mengedarkan pandangan kepada ibu dan tanteku. Kedua wanita cantik di depanku masih terlihat shock. Mereka tak bersuara malah menundukan muka.

“Mami Wiwin ... Mami Ranti ... Bicaralah ... Saya yakin kalau Anwar sudah tahu siapa kita. Dan saya yakin Anwar akan menerimanya.” Ujar Farhan.

“Sebentar Han ... Kamu menyebut mereka Mami. Mereka menyebutmu apa?” Tanyaku pada Farhan sambil memandang wajah partner mesumku itu.

“Mereka mengenalku dengan nama Hendra.” Jawab Farhan sambil tersenyum kecut.

“He he he ...” Aku terkekeh sambil mengambil tas kerjaku di lantai. Lalu aku mengeluarkan smartphone dari Toni. “Apakah ini hp milikmu?” Tanyaku lagi pada Farhan.

“Oh ... Ya ampun ... Bagaimana bisa itu di tanganmu?” Tanya Farhan terkejut.

“Seperti yang aku ceritakan tadi di mobil. Hp ini aku beli dari temanku yang menemukan ini jalan.” Jawabku.

“Sial ...” Gumam Farhan sambil hendak menggapai smartphone di tanganku.

“Eit ... Aku membelinya dua juta. Kalau kamu mau smartphone ini lagi harus ditebus dengan harga yang sama.” Kataku.

“Tega bener sih kamu ... Itu kan barang hilang!” Farhan sewot.

“He he he ... Ya, udah ... Nih ...” Kataku sambil memberikan smartphone itu kepada Farhan.

“Thanks, bro ...” Wajah Farhan sumringah.

“Nah sekarang ... Karena Mamih Wiwin dan Mamih Ratih belum mau bicara. Silahkan kalian bertiga ngobrol dulu. Aku ingin mandi dulu.” Kataku sembari bangkit dari dudukku.

Aku memandang wajah ibu yang ketakutan. Aku pun tersenyum dan menganggukan kepala padanya sebelum akhirnya meninggalkan dapur. Aku berjalan menuju kamarku lalu mandi. Sekitar 15 menitan, aku menyelesaikan mandiku, kemudian aku memakai celana basket dengan atasan kaos polos bewarna abu-abu. Aku pun keluar dari kamar. Saat hendak masuk dapur, aku menahan langkahku karena terdengar obrolan ibu, Tante Ranti dan Farhan yang cukup serius.

Pertama yang kudengar adalah suara Farhan, “Paling tidak ... Mami tidak perlu sembunyi-sembunyi lagi sama Anwar. Serius, Anwar berniat menolong mami. Anwar tahu kalau mami kesepian.”

“Tapi mami jadi malu ...” Suara ibu sambil terisak pelan.

“Hilangkan rasa malu mami ... Sekarang jalan sudah sangat terbuka. Mami bisa bersenang-senang tanpa beban dan rasa bersalah.” Tegas Farhan yang membuatku tersenyum.

“Benar, kak ... Kenapa juga kita harus malu. Toh, Anwar menerima keadaan kita.” Sambung Tante Ratih.

“Ya ... Tapi aku masih kaget saja.” Suara ibu mulai terdengar normal.

“Oke ... Mami tarik nafas dalam-dalam, dan keluarkan pelan-pelan. Tenangkan hati mami. Bayangkan saja kesenangan yang akan mami dapatkan.” Ujar Farhan yang lagi-lagi membuatku tersenyum senang.

Terdengar helaan nafas ibu berkali-kali. Setelah aku pikir suasana sudah terkendali, barulah aku membuka pintu dan memasuki dapur. Aku menyuruh Farhan mandi di kamarku. Sementara itu, aku ajak ibu dan Tante Ranti ke ruang tengah. Tak lama, kami bertiga duduk di sofa panjang, dimana aku duduk di antara dua wanita cantik yang kini sudah tampak tenang.

“Mami Wiwin ... Mami Ranti ...” Aku sengaja mengubah panggilan mereka. “Apa yang telah terjadi jangan dijadikan pikiran. Benar apa yang dikatakan Farhan, kalau aku ingin membantu kalian untuk menyelesaikan masalah kalian. Aku tahu kalau kalian kesepian, dan aku akan menjadi orang yang akan menutupi kesepian kalian.” Kataku sambil mengambil tangan kedua mami dengan kedua tanganku.

“Tapi Anwar ... Kamu tidak bisa melakukannya karena aku adalah ibumu.” Ungkap ibu dengan nada keberatan.

“Aku tidak akan memaksa mami. Aku bukan tipe laki-laki yang senang bercinta dengan wanita yang terpaksa atau tidak mau. Jika kalian berdua tidak menghendakiku, kalian bisa bermain dengan Farhan. Aku yakin sekali kalau Farhan bisa memuaskan kalian berdua.” Jawabku diplomatis.

“Aku mau ...” Ucap Tante Ratih spontan.

“Syukurlah ... Malam ini aku punya partner.” Kataku sembari menempelkan bibirku ke bibir Tante Ranti. Kami pun berciuman untuk beberapa detik.

“Aku gak sabar, sayang ... Semua kejadian barusan bahkan membuatku basah.” Kata Tante Ranti.

“Apanya yang basah?” Candaku sambil merangkul pinggang Tante Ranti.

“Ya, ampun ... Apa aku harus mengatakan memekku basah.” Ucap Tante Ranti vulgar tanpa ragu.

“Ha ha ha ... Kontolku juga sudah tegang. Dia sudah ingin memakan memekmu.” Balasku semakin vulgar.

“Benarkah?” Tante Ranti melepaskan pelukanku. “Coba aku lihat.” Katanya lagi.

Aku pun menurunkan celana basketku. Aku yang tidak memakai daleman membuat kejantananku langsung terlepas dari sarangnya. Penisku masih setengah tegang tetapi membuat kedua mata wanita di samping kiri kananku terbelalak. Tangan Tante Ranti kemudian menggengam batangku dan mengurutnya pelan.

“Wow! Bagaimana kalau sudah tegang?” Celoteh Tante Ranti takjub dengan batangku.

“Akan lebih besar dari Farhan.” Sambung ibu dan aku pun menatap wajah ibu.

“Apakah mami wiwin keberatan untuk memegang kontolku?” Aku bertanya dengan nada bergurau.

Dengan sedikit ragu-ragu, ibu mengulurkan tangannya. Tangan ibu menggantikan tangan Tante Ranti. Dengan senyum nakal, tangan ibu mulai membelai penisku yang masih setengah tidur. Sentuhan tangan ibu benar-benar ajaib. Tak memakan waktu satu menit, penisku membengkak dan menegang.

“Wow! Besar sekali!” Ibu mendesah kagum.

“Pakai mulutmu mi ...” Pintaku.

Ibu pun mendekatkan mulutnya ke kejantananku. Pertama-tama yang ia lakukan adalah menciumi kepala penisku. Lidahnya menekan dan menari-nari membasahi batang penisku. Kemudian lidah ibu mengitari selakanganku sebelah kiri dan kanan lalu berhenti di bagian bawah menjilat, mengecup dan memijat scrotumku dengan lembut, sehingga aku melayang dibuatnya. Tiba-tiba ibu menjadi liar ketika dengan penuh nafsu, penisku dilahapnya lalu dihisap dan dipuntir dengan lidahnya.

“Ssshh… Mami… Ssshh…” Aku mendesis dan mengerang.

“Nikmat kan sayang…?” Kata ibu ketika berhenti menghisap penisku.

“Iyyyaa… Terusin sayang… Aaahh...” Aku minta ibu untuk meneruskkan aksinya.

Sebenarnya, tanpa kusuruh pun ibu pasti terus mengulum dan mengocok penisku dengan mulut dan lidahnya, karena begitu selesai mengucapkan kata-kata itu, ibu dengan sigap langsung mengulum penisku kembali dengan intensitas lebih tinggi. Tangan ibu menggenggam pangkal penisku sambil digerakkan seolah sedang memutar gas sepeda motor dibarengi dengan gerakan mengocok dengan erat dan mantap namun lembut, sehingga penisku terasa nikmat sekali.

“Wah ... Sudah ada yang mulai ...” Tiba-tiba Farhan datang.

“Buka celanamu!” Perintah Tante Ranti yang tidak disia-siakan oleh Farhan.

Tante Ranti akhirnya memberikan pekerjaan mulut pada penis Farhan. Kedua wanita itu benar-benar lahap ‘memakan’ penis kami hingga aku dan Farhan mendesis-desis kenikmatan. Entah berapa lama aku diberikan service mulut oleh ibu, dan akhirnya aku menyuruhnya berhenti. Kini giliranku yang memberikan service mulut padanya. Aku turun dari sofa lalu berlutut di antara di hadapan ibu yang masih duduk di tempatnya.

"Bolehkah?" Tanyaku sambil menatap wajah ibu.

Ibu mengangguk, aku tau dia sudah horny berat dan tidak akan menolak lagi. Aku menarik turun celana dalamnya yang sudah basah lalu membuka kakinya.

"Tidak apa-apa, buka lebih lebar." Kataku lembut sambil mengelus pahanya. Ibu akhirnya menurut dan aku menatapnya. Tatapannya benar-benar menantikan sentuhan selanjutnya. “Astaga, mami, kamu begitu lucu...” Kataku saat melihat belahan vaginanya.

Langsung saja aku benamkan wajahku di selangkangan ibu. Aku menjilat klitorisnya lembut dan dia mendesah. Aku memeluk kedua pahanya dan membukanya lebar-lebar sambil terus menjilat. Aku merasakan perut ibu bergerak, menahan rasa nikmat dan tangannya meremas rambutku.

"Aah! Sayang!" Ibu mengejang dan aku sadar dia keluar. Aku mencium klitorisnya lembut dan dia mendesah lagi. Sepertinya dia baru saja mendapatkan salah satu orgasme kecilnya. Ibu pun akhirnya melepaskan seluruh pakaiannya hingga telanjang bulat.

Di sebelahku, Tante Ranti pun mendesah-desah kenikmatan. Wajah Farhan pun telah berada di antara paha Tante Ranti. Kini aku kembali fokus pada objekku. Kurangsang ibu dengan jilatanku di sekitar permukaan vaginanya hingga ujung lidahku masuk ke dalamnya, dia mengerang lumayan keras ketika merasakan kenikmatan yang sedang aku berikan.

"Oohhhhhh... Yeah sayang, nikmat banget..." Erang ibu yang ternyata ia tipe wanita berisik kala sedang bercinta. Berbeda dengan Tante Ranti yang hanya mendesah-desah saja.

Terkadang kusedot bagian dalam vaginanya dengan mulutku, tentu saja, semakin kurangsang akan membuat lubang vaginanya menjadi basah sehingga mempermudah penisku untuk masuk saat melakukan penetrasi nanti. Ibu terus mendesah dan mengerang, membuatku bangga melihat ibu sangat menikmati permainanku. Aku terus menjilati vagina ibu, dan merasakan cairan asin yang sedikit aneh di lidahku.

Setelah puas menjilati vaginanya, kuarahkan penisku yang sudah keras mengacung dengan maksimal ke arah lubang vagina ibu untuk melakukan penetrasi. Perlahan, penisku mulai menerobos masuk ke dalam vaginanya yang hangat, sangat sempit sehingga batang penisku cukup sulit untuk masuk kedalamnya, tetapi setelah sedikit kupaksa, akhirnya seluruh pangkal penisku terbenam seluruhnya ke dalam vagina ibu.

“Aahhhh...” Ibu memekik.

Setelah berada di dalam, aku bisa merasakan denyutan vagina ibu yang seakan memijit pangkal penisku dengan nikmatnya. Kubiarkan penisku menancap terlebih dahulu sambil menikmati sensasi hangat dan pijitan otot di dalam vaginanya. Sementara itu, Tante Ranti sudah menunggangi Farhan. Aku lihat ‘ulekannya’ begitu dahsyat. Wanita itu mendesah dan mengerang nikmat. Farhan tersenyum padaku dengan kedua tangannya memegangi buah dada Tante Ranti yang terbilang besar.

"Apa yang kau tunggu, sayang? Cepat genjot penis besarmu itu. Aku sudah tidak tahan lagi!" Pinta ibu padaku, sepertinya dia mulai terhipnotis dengan kejantanan yang dimiliki oleh penisku ini.

Dengan semangat, kugenjot dia maju mundur secara perlahan diawal, lalu di tahap selanjutnya, genjotan penisku di dalam vaginanya semakin bertambah cepat dan semakin terasa nikmat membuat kami berdua saling beradu erangan bercampur desahan yang cukup gaduh tetapi tidak sampai terlalu heboh. Terlihat jelas ibu sedang menggigit bibir bawahnya saat kuhujam penisku dengan keras ke dalam vaginanya untuk menahan erangannya. Sebagai selingan, kumainkan juga kedua bongkahan payudaranya yang kenyal dengan remasan kedua tanganku.

"Aaahhhh ... Oohhhhh ... Nikmat sekali memekmu sayang." Erangku sambil terus menghujamkan penisku ke dalam vaginanya yang hangat.

Batang penisku pun mulai basah akibat terkena cairan vagina ibu yang membanjiri keluar dari bagian dalam vaginanya, membuat genjotan penisku menjadi lancar dan memberikan sensasi yang basah saat bergesekan dengan dinding vaginanya. Genjotanku semakin kencang, kenikmatanku makin maksimal. Ibu mengerang keras sambil memejam mata menerima tusukan penis panasku yang tepat sasaran. Entah berapa menit kemudian, karena aku kehabisan hitungan, tiba-tiba ibu mengejang.

"Oooooohhhh ... Sayang ... Aku sampaaaaiiii...!!!" Erang ibu dengan keras sama sekali tak terkontrol karena dia sudah mencapai orgasmenya.

Mendengar erangannya yang keras membuat genjotan penisku semakin menjadi-jadi di dalam liang vaginanya. Pijitan otot vaginanya pun terasa semakin ketat menjepit pangkal penisku dan akhirnya kubenamkan seluruh batang penisku untuk terakhir kalinya sampai mentok ke ujung rahimnya, dan di dalam sana aku merasakan cairan hangat yang menyemprot mengenai penisku yang sedang menancap.

“Aahhhh ... Nikmat sekali ...” Ibu terus mendesah menikmati orgasmenya yang panjang.

Kuciumi leher ibu yang jenjang. Wangi parfumnya yang bercampur dengan keringat kembali membiusku membuat nafasku semakin memburu karena sangat bernafsu padanya. Setelah membuat dia lemas karena orgasme, aku pun kembali lanjut menggenjot vaginanya maju mundur untuk mencapai kenikmatan ejakulasi spermaku yang sedang tertahan diujung penisku. Walaupun telah mencapai orgasme tetapi jepitan otot vaginanya pada pangkal penisku masih terasa nikmat dan akhirnya pertahanan penisku tidak mampu bertahan lebih lama lagi oleh jepitan vaginanya.

"Plooooppppp!!!" Kutarik penisku yang ingin ejakulasi dari dalam vaginanya.

"Aaaaahhhhh ... Sayyaangghh ... Akuu keluuaaaarrr ... Oooohhhhhh ...!!!" Erangku sambil menggesekkan penisku di pahanya yang mulus, dan kusemprotkan cairan spermaku yang berwarna putih kental di bagian kulit pahanya yang mulus dan juga halus.

“Crrrooott ... Crooottt ... Crooottt ...” Tiga tembakan spermaku mendarat dengan mulus mengenai paha putihnya lalu sebagian ada yang menetes juga ke bawah menuju ke betisnya yang jenjang. Spermaku yang kental menetes di pahanya kemudian diambil oleh ujung jarinya kemudian menghisapnya untuk dimasukkan ke dalam mulutnya dengan manja. Tak pernah terduga, ibu ternyata benar-benar wanita jalang.

“Wow! Dahsyat!” Pendengaranku tiba-tiba kembali normal saat mendengar celotehan Farhan.

“Fuuuhhh ... Memekmu enak sekali ... Sayang aku keduluan si Farhan ...” Kataku yang disambut cemberutan ibu.

“Ha ha ha ... Berarti aku beruntung ...” Celoteh Farhan lagi.

“Tidak ...” Kataku sambil mengangkat tubuh ibu dengan gaya bridal style. “Dia yang beruntung bukan kamu.” Kataku sambil berjalan ke kamar ibu.

“Hei! Aku pakai kamarmu!” Teriak Farhan.

“Pakai saja.” Kataku tak peduli.

Ibu mengalungkan lengannya di leherku. Mata kami saling menatap mesra. Kami tak bersuara hanya anggota tubuh yang bicara. Aku masuk ke dalam kamar lalu meletakkan tubuh ibu di atas kasur. Aku melepaskan kaos yang masih menempel di tubuhku. Setelah itu, aku menaiki tubuhnya kemudian menempatkan kembali penisku ke sarangnya. Ibu melenguh saat tubuhnya tertusuk oleh penisku yang masih gagah perkasa.

“Oh ... Kamu kuat banget ...” Ucap ibu setengah mendesah. Aku membalasnya dengan tersenyum simpul.

Aku dan ibu memulai lagi persetubuhan kami. Bunyi penyatuan alat kelamin kami sungguh erotis membuat kami malah semakin ingin dan ingin lagi. Peluh membasahi tubuh kami terutama di bagian wajah. Di bawah sana kewanitaannya terus merenggang seakan terbelah oleh kehadiran milikku yang memenuhi setiap titik nikmatnya. Tubuh kami saling menggenjot berlawanan, sama-sama mengejar puncak pelepasan. Ketika aku menarik batangku hingga hampir lepas kontak dengan liangnya, maka aku akan menghujamkannya lagi lebih dalam dan nikmat hingga tubuhnya terpantul ke atas.

Kejantananku semakin cepat dan dalam menusuk liang kenikmatannya. Menyiksanya dengan tempo yang aku buat. Aku mencengkeram lehernya posesif saat ibu mengepalkan dinding kewanitaannya dan menjepit kejantanaku agar tak leluasa menghujam. Tidak sampai di situ saja, ketika aku menghujam dalam sampai titik ternikmatnya, dengan kemurahan hati ibu mengunci pergerakanku supaya tetap di titik itu. Aku membalasnya sampai di titik mana rasa nikmat silih berganti, ingin terus menabrakan diri ke titik itu oleh kejantananku, dan akhirnya ibu merasa tak dapat menahannya lagi.

“Aaaaaccchhh...!!!” Ibu berteriak histeris melepaskan puncak kenikmatannya.

Ibu terpuaskan olehku, sedangkan aku masih mendaki pelepasanku sendiri setelah mengawasinya orgasme dengan leher mendongak ke langit-langit, payudara membusung dan liang kewanitaan yang rapat. Ibu membantuku dengan bergerak gila-gilaan di bawah sana karena batangku semakin licin memasuki liangnya yang dilumasi cairan orgasme.

"Tidak mau berganti gaya?" Tawar ibu menghawatirkan kondisi pinggang dan punggungku yang pastinya akan pegal-pegal nanti.

"Tidak." Singkat, padat, lebih dari itu aku tidak mau diganggu. Aku sedang fokus mengejar pelepasan dengan mata tak pernah lepas menatap ibu.

Aku merasakan batang kejantanaku berkedut dan semakin sesak menghujamnya, sudah akan tiba giliranku. Ibu membelai wajahku yang mengernyit tersesat dalam nikmat. Ibu membisikan betapa nikmatnya diriku didalam dirinya, betapa jantannya diriku di matanya.

"Keluarin di dalam?" Ibu memintaku untuk menumpahkan spermaku di vagina hangatku.

Aku tak sempat menjawab karena gelombang orgasme mulai berdatangan menerjangku. Aku pun akhirnya melepaskan air mani yang lumayan banyak di dalam vaginanya. Aku merasakan kenikmatan luar biasa yang tak dapat digambarkan dengan kata-kata. Aku tak tahu bagaimana melukiskannya sampai aku menuntaskan klimaks yang sangat hebat. Akhirnya aku ambruk di samping tubuh ibu. Beberapa saat kami masih terdiam menikmati sisa-sisa puncak kenikmatan, sebelum akhirnya ibu bersuara.

“Maafkan ibu karena telah menipumu.” Katanya sambil memeluk tubuhku.

“Menipu? Kamu tak pernah menipuku. Oh ya, sejak saat ini kamu jangan menyebut dirimu lagi ibu, karena kita sudah menjadi pasangan.” Kataku.

“Ya ... Aku mengerti ... Selama ini aku berhubungan badan dengan beberapa laki-laki tanpa sepengetahuanmu.” Katannya.

“Itu tidak masalah. Itu bukan penipuan. Yang aku sesalkan, kenapa kita tidak dari dulu melakukan ini.” Jawabku.

“Ikh ... Dasar mesum ... Bagaimana mungkin aku yang memintanya duluan. Harusnya kamu yang agresif memintanya.” Kata ibu sambil mencubit pinggangku mesra.

“Habisnya kamu kelihatan alim, tapi ternyata binal. He he he ...” Kataku.

“Sialan! Kamu juga aku lihat seperti orang baik, tapi ternyata bejat.” Balas ibu.

“Ya sudah ... Sekarang sudah jelas ... Kamu dan aku sekarang menjadi pasangan. Tapi, kita juga punya kebebasan bercinta dengan pasangan lain. Sekarang kita hidup sebebas-bebasnya dalam masalah seks.” Kataku sambil mengusap-usap punggungnya yang basah.

“Setuju ...” Jawab ibu.

“Apakah kamu ingin merasakan kontol si Farhan?” Tanyaku.

“Tidak ...” Jawab ibu tegas.

“Kenapa?” Tanyaku lagi.

“Bosan ... Mendingan kontol yang baru.” Jawabnya sambil mengambil penisku dengan tangannya.

“Ha ha ha ...” Aku tertawa terbahak-bahak.

EPILOG

Sejak saat itu, aku dan ibu menjadi pengikut aliran free sex. Kami sering mengadakan pesta seks di rumah yang tidak hanya dihadiri Tante Ranti dan Farhan saja, ada banyak pasangan lain yang terlibat. Sekarang ibu tidak perlu sembunyi-sembunyi lagi padaku jika ingin bercinta dengan orang lain. Ibu bahkan sering melakukannya di rumah saat aku berada di sana. Empat tahun kemudian, aku menikah dengan seorang wanita baik-baik dan perawan. Sejak itu, aku keluar dari rumah ibu. Dalam masa pernikahanku, aku total berhenti menjadi penganut free sex dan setia pada istriku. Sementara ibu masih terus melakukannya hingga batas waktu yang belum ditentukan.​

T A M A T
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd