Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Si Pemanah Gadis

Bimabet
BAGIAN 29


Satu sosok binatang berkaki empat dengan sepasang mata kecil dan ekor belakang yang kecil pula berdiri garang. Mata kecilnya terlihat beringas dengan napas sedikit mendengus. Kulit hitam terlipat dan kasar menunjukkan ketebalannya. Badannya cukup besar untuk ukuran binatang aslinya dimana memiliki ukuran mendekati dua kali dari sosok asli binatang berkaki empat. Dengan melihat cula putih besar di atas hidungnya, bisa dipastikan dia adalah binatang langka yang disebut orang sebagai ... badak!
“Badak?” desis Tua Raja Tabir Mentari yang tertarik melihat kepulan asap membungkus tubuh Jagal Dua. Saat dirinya sampai dekat Bramageni, barulah sosok badak ini tercipta sempurna.
“Rupanya kau tahu tentang binatang jelek ini, Adi Barka Satya!?”
“Tentu saja, Kakang Bramageni.” potong Barka Satya. “Untung saja dia berubah jadi badak, coba kalau jadi tikus sawah. Kutampar moncongnya ... pasti langsung celeng.”
“Hahahahah!”
“Silakan kalian tertawa sepuasnya, toh sebentar lagi nyawa kalian akan berpindah tempat,” terdengar satu suara menggema.
“Ternyata ini badak ajaib. Buktinya bisa ngomong!”
“Baru kali ini aku ngomong sama binatang,” ucap Bramageni sambil tetap tertawa tanpa suara.
“Kakang, apa kau sesuatu tentang hewan sial ini!”
“Jeleknya, maksudmu!?”
“Bukan! Apa Kakang Bramageni masih ingat dengan Sepuluh Ilmu Terlarang Rimba Persilatan?” tanya Barka Satya alias Tua Raja Tabir Mentari.
“Ya. Aku ingat. Manusia sinting ini telah bersekutu dengan Setan Badak untuk mendapatkan Ilmu ’Raga Badak’ yang konon katanya kebal dari senjata apa pun. Pukulan sakti juga tidak bisa membunuhnya,” tutur Bramageni sambil mengamati sosok badak ajaib di depannya.
Belum lagi ia melanjutkan ucapannya, terdengar seruan tertahan.
Terlihat Dewa Periang, Nyai Gugur Gunung, Ratu Kuburan dan Galah Mayat berloncatan menghindari lawan.
Saat itu, ajang tarung hampir mencapai puncak dengan terdesaknya Jagal Tiga dan Jagal Lima oleh lawan masing-masing. Dan di saat kritis, keduanya tiba-tiba diselimuti asap tebal dan begitu asap buyar, terlihat dua sosok binatang yang luar biasa besarnya.
Seekor gajah dan seekor kerbau!
Dua binatang jelmaan ini mendengus keras hampir bersamaan sambil berjalan mendekati si badak dan bergabung dengannya.
Rriiieeeeng ... !
Nggoooekkk ... !
Dewa Periang dan kawan-kawannya berloncatan mendekati Tua Raja Tabir Mentari dan Tua Raja Pedang Bintang.
“Waduh, bagaimana ini?” kata khawatir Nyai Gugur Gunung.
“Apanya yang bagaimana?” tukas Gayam Dompo yang berjalan beriringan dengan Contreng Nyawa yang keadaannya sudah lebih baik. “Tinggal kemplang satu-satu, ’kan beres?”
“Kemplang kepalamu!” kata Dewa Periang sambil jari telunjuknya mendorong jidat Gayam Dompo. “Apa kau tidak tahu ilmu apa yang dipakai oleh mereka!?”
“Tidak,” kata Kakek Kocak dari Gunung Tugel dengan wajah bego. ”Paling juga ilmu sihir.”
“Celaka! Tiga dari Sepuluh Ilmu Terlarang Rimba Persilatan ada di depan mata kita!” desis Tua Raja Pedang Bintang. “Entah cobaan apa yang diberikan Yang Kuasa pada wilayah Tanah Bambu ini.”
“Tua Raja Pedang Bintang! Cobaan atau bukan, kita tetap harus menghadapinya,” kata sopan Dewi Kecapi Hitam.
“Benar.”
“Kita hadapi bersama-sama!” kata tegas Dewa Periang.
“Andaikata Adi Dahana Lungit ada disini ... “
“Aku sudah datang dari tadi.”
Satu sosok suara terdengar jelas, namun tidak kelihatan batang hidungnya.
Selain Dua Tua Raja, semua orang celingak-celinguk kesana-kemari tapi orang yang dicari tidak kelihatan.
“Sudahlah ... kalian tidak perlu mencari,” ujar Tua Raja Pedang Bintang. “Dia sudah ada di belakang tiga makhluk jelek itu.”
Benar saja!
Satu sosok tubuh tinggi tegap melesat keluar dari dalam tanah dan sebentar kemudian, sosok tinggi besar yang tinggi tubuhnya di atas manusia normal ini telah berdiri kokoh. Baju balutan rompi dari kulit beruang putih tidak kotor sama sekali meski ia baru saja keluar dari dalam tanah. Tanpa banyak kata, sepasang tangan yang mengepal memancarkan cahaya merah terang dan langsung dihantamkan ke arah tiga binatang jelmaan itu.
Bukk! Bukk! Bugh!
Hantaman Tua Raja Bedah Bumi bukan sembarang hantaman biasa, tapi sanggup membuat kubangan besar untuk mengubur empat gajah sekaligus. Namun luar biasanya, tiga binatang itu hanya bergetar saja, tidak terluka parah sedikit pun.
Benar-benar aneh!
Begitu selesai menghantam, sosok Tua Raja Bedah Bumi langsung amblas bumi begitu saja dan belum sampai satu kedip, sudah muncul begitu saja di samping Tua Raja Pedang Bintang.
“Guru!” sapa Ratu Kuburan dan Galah Mayat hampir bersamaan.
Weit, apa lagi ini!?
Usia Ratu Kuburan dan Galah Mayat bisa dikatakan dua puluh tahun lebih tua dari Tua Raja Bedah Bumi, tapi mereka berdua menyebut Guru pada laki-laki tinggi besar ini.
Kok bisa!?
Masalahnya cuma satu!
Mereka berdua pernah kalah bertarung dengan Tua Raja Bedah Bumi dan jurus ’Alam Gaib Di Tengah Bumi’ milik Galah Mayat dan mendiang Bandar Mayat adalah ilmu yang diajarkan Tua Raja Bedah Bumi. Meski tidak mau mengakui ke dua orang itu menjadi murid, tapi untuk melegakan hati keduanya (habisnya waktu itu ngancem bunuh diri, sih ... ), laki-laki dengan baju kulit beruang ini hanya ikut saja bahkan dengan senang hati mengajarkan jurus ’Alam Gaib Di Tengah Bumi’.
Tua Raja Bedah Bumi hanya mengangguk sekilas dan itu lebih dari cukup untuk sekedar sapaan.
“Kalian bisa lihat, bukan!? Aku hantam dengan Ilmu ’Tinju Bumi’ saja mereka cuma bergoyang saja. Terluka saja tidak,” tutur Tua Raja Bedah Bumi.
“Hahaha! Kalian semua tidak akan bisa mengalahkan kami!” seru Jagal Dua yang menjelma menjadi badak.
“Betul! Kami bertiga menguasai tiga ilmu sesat paling hebat dan paling sesat yang ada di muka bumi ini!” sambung Jagal Tiga yang menjelma menjadi seekor gajah. “Cuma mimpi saja kalian bisa membunuh kami bertiga.”
“Mana bisa kalian membunuh kami?” bentak si kerbau jelmaan Jagal Lima.
“Ilmu sesat ’Raga Badak’, Ilmu ’Sukma Gajah’ dan Ilmu ’Setan Kerbau’ kembali muncul di rimba persilatan,” tutur Tua Raja Bedah Bumi. “Jika benar dugaanku, pastilah tujuh ilmu sesat yang lain telah memiliki penerusnya.”
“Jika benar seperti yang Kakang Dahana katakan, maka rimba persilatan akan dilanda prahara besar,” sambung Tua Raja Tabir Mentari.
“Benar.”
“Kakang Dahana! Jika mereka kubakar hidup-hidup, apa mereka bisa mati!?”
“Tidak.”
“Jika menggunakan Pedang Raja Tujuh Langit?”
“Juga percuma.”
“Dengan ... Gelang Hitam Belenggu Hawa?” usul Gayam Dompo.
“Apa gelang pusakamu sanggup menahan gempuran Ilmu ’Tinju Bumi’?”
“Jelas tidak.”
“Kalau begitu ... bagaimana cara mengatasinya, Guru?” sela Galah Mayat.
“Aku tidak yakin dengan pemikiranku ini ... tapi ini patut dicoba.”
“Katakan saja, siapa tahu kami bisa melakukannya.”
“Kalian tidak akan bisa ... cuma Galah Mayat dan aku yang bisa.”
Semua yang ada di tempat itu tahu seberapa tinggi kesaktian Galah Mayat. Hanya lebih tinggi empat tingkat dari murid Gayam Dompo.
“Guru ... tidak main-main!?”
“Tidak.”
Galah Mayat semakin bingung.
“Di antara kita semua yang ada di sini, hanya saya dan Kaswari yang rendah ilmunya, kenapa ... “
Tua Raja Bedah Bumi membisikkan sesuatu ke telinga Galah Mayat.
“Benarkah!?”
“Bukankah itu patut dicoba!?”
“Betul.”
“Kalau begitu ... lakukan!” lalu bisiknya pada yang lain. “Tolong kalian rapatkan tubuh untuk menutupi Galah Mayat.”
Meski bingung dengan perkataan Dahana Lungit, namun toh melakukan apa diperintahkan oleh laki-laki berbaju kulit beruang putih itu. Galah Mayat segera berpindah tempat ke belakang, lalu tubuh mendadak lenyap amblas bumi.
Sementara itu ...
“Jagal Lima, bagaimana sekarang?” bisik Jagal Tiga.
“Kita serang mereka. Mumpung mereka belum siap.”
“Lihat, mereka membentuk barisan,” ujar Jagal Dua pada dua kawannya. “Mungkinkah mereka hendak menyatukan ilmu kesaktian untuk menggempur kita bertiga?”
“Sesakti apapun mereka, tidak akan sanggup membunuh kita. Pokoknya kalian tenang saja,” tandas Jagal Lima. “Lagi pula, dengan mereka saling menghimpun kesaktian, justru memudahkan kita untuk membantainya.”
“Kalau begitu ... serang!” perintah Jagal Dua.
Dua belas kaki melangkah berdebam menggetarkan bumi.
Badak menerjang cepat dengan cula besar.
Kepala gajah sedikit merunduk, mengedepankan sepasang gading besar berkilau.
Sedangkan kerbau?
Tentu saja setelah menguak panjang dengan kepala digelengkan kanan-kiri, mengikuti langkah gajah dan badak menerjang ke arah tokoh silat dari Perguruan Tanah Bambu. Posisi penyerangan yang dilakukan ketiga binatang jelmaan ini bisa dikatakan teratur. Badak di posisi paling depan sebagai ujung tombak, akan halnya gajah dan kerbau berlari sejajar sejarak tiga jengkal. Jelas bahwa ketiga tokoh sesat ini telah cukup lama berlatih formasi penyerangan seperti ini.
Namun, belum lagi ketiganya mendekati sasaran, tiba-tiba saja ... tanah yang diinjak kerbau mendadak bergelombang seperti air.
Dan akibatnya ...
Blass ... ! Blasss ... !
Dalam sedetik saja, sepasang kaki belakang binatang jelmaan ini telah masuk sebatas paha, dan pelan namun pasti semakin terhisap ke dalam tanah. Sontak, kerbau jelmaan Jagal Lima meronta-ronta, berusaha keluar dari lubang tanah yang tiba-tiba saja ada begitu saja.
“Kawan-kawan! Tolong!” teriaknya disertai dengusan kuat.
Gajah dan badak yang baru sebentar lagi menerjang ke arah para tokoh-tokoh silat tingkat atas Perguruan Tanah Bambu langsung balik badan. Keduanya kaget melihat keadaan si kerbau.
“Keparat! Kenapa bisa seperti ini?” terdengar suara gema dari mulut badak.
Gajah dengan sigap menggunakan belalainya, melilit badan kerbau dan berusaha menarik keluar. Namun tubuh kerbau justru sedikit demi sedikit semakin tenggelam, bahkan kini dua pertiga tubuh hitamnya sudah masuk ke dalam tanah. Gajah dan badak sedikit demi sedikit juga terseret.
Di bawah tanah, Galah Mayat menarik kaki kerbau dengan tenaga luar-dalam hingga mukanya sampai pucat kehijauan.
“Edan! Kerbau sial ini kuat sekali!” pikir Galah Mayat. “Tapi jika kulepas, nasib Guru dan kawan-kawan jadi taruhan. Aku tidak boleh menyerah. Harus bisa! Harus bisa!”
Kata-kata semangat itulah yang membuat Galah Mayat semakin kesetanan hingga kekuatan yang melebihi batas kemampuannya tercurah hingga urat-urat kehijauan di tangan bersembulan keluar.
Di permukaan tanah ...
“Galah Mayat sudah beraksi!” ucap Dewa Periang. ”Tua Raja Bedah Bumi, tampaknya Galah Mayat sedikit kesulitan.”
“Aku tahu! Baiknya kalian coba serang pada titik-titik lemah yang barusan kuberikan! Kemungkinan salah satunya bisa berhasil,” bisik Tua Raja Bedah Bumi. Belum lagi suaranya lenyap, tubuhnya sudah amblas di telan bumi.
“Hem, enak juga jadi dia,” cetus Gayam Dompo tanpa sadar.
“Emangnya apa enaknya?” tanya Dewa Periang.
“Ya enak dong! Coba kalau pas jalan-jalan sore di bawah tanah lalu ketemu janda cantik lagi mandi. Khan rejeki tuh!” Kata Gayam Dompo sambil terkekeh. “Bisa dilihat dari bawah, komplit lagi!”
“Dasar tua bangka berotak mesum!” bentak Dewi Kecapi Hitam, “Sudah bau tanah, otakmu masih ngeres saja.”
Sambil mengendus-endus tubuhnya, Gayam Dompo berkata, “Hidung pesek! Aku tidak mencium bau tanah, tapi kalau bau kecut ... i-ya!” lalu katanya dengan nada menggoda, “Tapi kau suka, ’kan!?”
“Cih! Emang gue pikirin!”
“Kalian kalau sudah pentang bacot, bisa seharian penuh!” bentak Tua Raja Pedang Bintang. “Kita selesaikan dulu dua siluman keparat ini, setelah itu ... Kalian adu mulut berhari-hari pun tidak ada yang bakal ngurus!”
Tubuh Tua Raja Pedang Bintang segera berkelebat cepat ke arah badak. Lalu sepasang tapak tangannya tepat menghajar ke arah batok kepala si badak.
Bugh! Bugh! Plakk!
Derr!
Justru tubuh Tua Raja Pedang Bintang terpental.
“Gila! Delapan bagian hawa saktiku tidak bisa menembusnya!” desis Tua Raja Pedang Bintang sambil mengibas-ngibaskan tangannnya yang ngilu sesaat. “Jurus ’Tapak Bintang Menggusur Awan’ kandas begitu saja? Tampaknya saran Tua Raja Bedah Bumi ada benarnya juga.”
Lainnya, dengan serta merta menerjang ke gajah dan juga badak yang baru saja menerima terjangan dari Tua Raja Pedang Bintang.
Bugh! Bugh!
Criing! Criing!
Pukulan bertenaga dalam tinggi, hantaman tongkat dan sabetan pedang tidak sanggup menerobos tebalnya hawa pelindung gajah dan badak yang sedari awal cuma cuek bebek sambil sesekali merem-melek meski dihantam begitu rupa. Keduanya masih asyik membantu kerbau untuk keluar dari jebakan tanah yang dibuat Galah Mayat. Sekarang ini, tubuh kerbau tinggal sebatas leher dan dua kaki depan di luar, sisanya sudah ‘dimakan’ tanah.
“Bagaimana ini?” ucap Jagal Tiga khawatir.
“Brengsek! Siapa keparat yang berbuat seperti ini?” sentak Jagal Dua. “Kita tarik terus!”
Di bawah tanah ...
Begitu Tua Raja Bedah Bumi datang membantu, Galah Mayat bisa bernapas lega.
“Kita tarik sama-sama!”
“Siap!”
“Dalam hitungan ketiga!”
Galah Mayat tidak menjawab tapi justru mempererat pegangan pada dua kaki belakang, sedang Tua Raja Bedang Bumi memegang kencang ekor kerbau.
“Satu ... dua ... tigaaa ... !”
Pada hitungan ketiga, kerbau merasakan sentakan kuat dari bawah. Karuan saja libatan belalai gajah dan kaitan cula badak tidak sanggup menahan hentakan keras dari bawah tanah dan akibatnya ...
Bluuub!

PERINGATAN ... !!!
DILARANG MENGKOMERSILKAN NASKAH INI TANPA IJIN TERTULIS DARI SAYA -- GILANG SATRIA (PENULIS ASLI SI PEMANAH GADIS DAN PENDEKAR ELANG SALJU) -- ATAU HIDUP ANDA MENGALAMI KESIALAN DAN KETIDAKBERUNTUNGAN SEUMUR HIDUP!
 
BAGIAN 30


Tubuh kerbau amblas ke dalam tanah.
Anehnya, tanah bekas tempat kerbau berkutat kembali merapat seperti sedia kala, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.
“Setan!” maki badak sembari cula badaknya didongkelkan ke tanah yang membuat tanah berhamburan ke mana-mana.
Sementara itu, tubuh kerbau meronta-ronta kuat, namun apalah arti kekuatan seekor kerbau jika sudah berada di dalam tanah karena gerakan di dalam tanah tidak sebebas di atas tanah. Sanggup menggerakkan kaki saja sudah bisa dianggap hebat.
“Tarik terus ke bawah, Guru!?”
“Yup!”
Keduanya semakin dalam menarik tubuh kerbau yang semakin lama semakin lemas. Jika kerbau sulit bergerak dan bernapas, justru Galah Mayat dan Tua Raja Bedah Bumi dengan seenaknya bergerak kemana saja mereka mau dan bernapas sebanyak yang mereka butuhkan. Begitu mencapai DBPB alias Di Bawah Permukaan Bumi sedalam dua puluhan tombak, keduanya mendengar suara meletus.
Bluub! Pashh!
Asap hitam berbuntal-buntal keluar. Tubuh kerbau diselimuti asap dan pada akhirnya ... jadi orang dech!
Begitu sempurna berubah wujud menjadi manusia, keduanya terkejut!
“Eh!?”
Yang dipegang Galah Mayat yang awalnya kaki belakang berubah menjadi sepasang tangan dan ekor kerbau yang dipegang Tua Raja Bedah Bumi menjadi hidung Jagal Lima!
“Apa dia sudah ... mati, Guru!?”
“Coba kau pastikan.”
Galah Mayat memegang leher.
Tidak ada denyut nadinya.
“Dia ... Benar-benar sudah berhenti menjadi setan,” kata Galah Mayat.
“Kita ke atas.”
“Baik,” sahut Galah Mayat cepat, tapi mendadak ia berhenti. “Tunggu sebentar, Guru.”
“Apa lagi!?”
“Saya mau melakukan ini ... ”
Tangan Galah Mayat bersinar terang, lalu berkelebat cepat ke arah leher, tangan dan kaki si mayat Jagal Lima.
Cras! Crass!
Tubuh Jagal Lima terpotong menjadi lima bagian!
Lalu potongan kaki, tangan dan kepala di lempar ke lima arah yang berbeda.
“Kenapa kau lakukan hal itu?” tanya Tua Raja Bedah Bumi melihat aksi sadis Galah Mayat. “Bukankah dia ... ”
Galah Mayat segera memotong, “Saya takut dia memiliki ilmu setan yang lain. Jadi ular misalnya.”
“Lalu?”
“Cuma antisipasi saja, Guru.”
Tua Raja Bedah Bumi menggeleng lemah sambil berkata, “Seharusnya kau tidak boleh berbuat seperti itu ... “
“ ... Maaf guru, saya cuma ... ”
“ ... Tapi seperti ini ... ”
Jari telunjuk Tua Raja Bedah Bumi menunjuk ke arah tubuh buntung itu, lalu dari telunjuk melesat sinar perak terang, dan ...
Buuummm ... !
Hancur deh berkeping-keping!
“Harusnya begini!” kata Tua Raja Bedah Bumi sambil tertawa.
“Ah ... Guru bisa aja,” kata Galah Mayat sambil tertawa lepas.
“Antisipasi ... antisipasi ... “ tiru Tua Raja Bedah Bumi pada ucapan Galah Mayat sebelumnya.
Perlu diketahui, Galah Mayat adalah jenis manusia langka --langka tertawa maksudnya--. Cuma Tua Raja Bedah Bumi saja yang tahu bagaimana cara membuat Galah Mayat tertawa yaitu dengan membiarkannya berbuat kejam dan diikuti oleh orang terdekatnya, barulah bisa tertawa.
Benar-benar aneh!
Sepuluh Ilmu Terlarang Rimba Persilatan memang bukan sembarang ilmu sesat biasa!
Dahulu kala, sepuluh tokoh kosen aliran sesat yang menggelari diri sebagai Sepuluh Iblis Dasar Neraka bersekutu dengan para penghuni alam gaib Lembah Dasar Neraka untuk menciptakan sebuah ilmu kesaktian paling mengerikan yang belum pernah ada. Meski bersekutu pada alam kegelapan Lembah Dasar Neraka, dalam artian bahwa pengamal harus bersekutu dengan taruhan nyawa dengan para penghuni alam gaib Lembah Dasar Neraka, tetap saja menjadi incaran para pemburu ilmu sesat.
Dan sekarang ini ...
Tiga dari Sepuluh Ilmu Terlarang Rimba Persilatan yaitu Ilmu sesat ’Raga Badak’, Ilmu ’Sukma Gajah’ dan Ilmu ’Setan Kerbau’ yang kini digelar oleh tiga orang dari sisa para Penjagal Kepala --yang entah dari mana asal mereka dan dari mana mereka masuk-- tahu-tahu sudah bikin onar di wilayah Perguruan Tanah Bambu yang selalu diselimuti kabut gaib yang tidak sembarang orang sanggup menembusnya.
Kerbau atau jelmaan dari Jagal Lima tewas terkubur dalam tanah, sedang gajah atau jelmaan Jagal Tiga dan badak jelmaan Jagal Dua masih terlihat santai ’menerima’ setiap hantaman yang mampir ke tubuh kebal keduanya.
Akan tetapi, kematian Jagal Lima tidak membuat mereka kecut, bahkan cenderung masa bodo!
“Sobat gajah! Ternyata apa yang digembar-gemborkan selama ini, ternyata cuma tong kosong!”
“Benar, sobat badak! Garukan di tubuhku semakin lama semakin nikmat saja,” ejek gajah sambil sesekali memekik nyaring.
“Mungkin ... habis makan satu bakul, jadi tenaga mereka berlebih.”
“Kalau nasinya sudah jadi kotoran, tentu tenaganya juga jadi angin.”
“Benar!”
“Tepatnya angin busuk alias ... kentut! Hahahaha!!”
“Hahahahah!”
Dalam bentuk jelmaan Ilmu ’Raga Badak’ dan Ilmu ’Sukma Gajah’ keduanya masih bisa tertawa santai.
“Apa kita tetap membiarkan tubuh kita digaruk seperti ini?” tanya pemilik Ilmu ’Sukma Gajah’. “Lama-lama jadi geli, nih.”
“Biarkan saja! Toh sebentar lagi kita juga membalas perbuatan mereka,” sahut pemilik Ilmu ’Raga Badak’, sambungnya, “ ... setelah itu gantian kita yang menggaruk mereka ... menggaruk nyawa!”
Para tokoh silat yang menyerang dua penyusup ini tidak habis pikir, bagaimana mungkin seantero tubuh lawan bisa menahan segala macam sergapan maut yang mereka lancarkan, bahkan dengan jurus paling mematikan sekali pun.
Tua Raja Tabir Mentari-lah yang berada dalam posisi paling sulit. Jika ia mengerahkan Ilmu Sakti ’Iblis Matahari’ jelas-jelas akan membahayakan orang terdekat darinya. Peluh membasah, berlomba dengan hawa panas. Tua Raja Tabir Mentari yang tidak bisa mengumbar Ilmu ’Iblis Matahari’ terlihat marah dengan muka merah padam. Sebentar menguning tembaga, sebentar kemudian memerah saga.
“Ilmu setan ini benar-benar hebat,” desisnya dengan napas sedikit terengah-engah. Sementara di samping kanan terlihat Pedang Pensil terduduk di tanah dengan napas kembang-kempis.
Akan halnya Gayam Dompo sudah terkapar tanpa daya dengan napas megap-megap mirip ikan emas terlempar keluar dari air. Sedang Kaswari berdiri bersandar pada sebatang pohon yang sudah sulit disebut pohon karena sudah gosong dan gompal disana-sini.
Dewi Kecapi Hitam pun tergeletak dengan napas senin-kemis saking capeknya,
Hanya Tua Raja Pedang Bintang dan Dewa Periang yang masih ngotot mencari titik lemah lawan.
“Huh ... huh ... ! Dasar setan sialan!” maki Gayam Dompo dengan terengah-engah. “Apa mereka ... benar-benar ... tidak bisa mampus!? Brengsek ... betul!”
“Aku ... aku ... lelah sekali,” desis Dewi Kecapi Hitam, “Tidur ... “
“Pengin tidur?” potong Gayam Dompo cepat.
“He'eh.”
Gayam Dompo sedikit menggeser tubuh dengan susah payah.
“Apa yang ... kau lakukan?”
“Menemanimu tidur, tentu saja.”
“Cih! Minggir sana,” tukas Dewi Kecapi Hitam sambil bangkit berdiri.
Tanpa sengaja matanya menatap ke arah pertarungan aneh di depan sana.
Mendadak, matanya melebar selebar-lebarnya!
“Apa itu?” gumamnya, lalu diteruskannya ia bangkit berdiri. Gumamnya lagi tanpa sadar, “Aneh, saat jongkok tadi aku lihat sosok bayangan samar sejarak lima tombak dari badak sial itu. Tapi ... kenapa saat berdiri, aku tidak bisa melihatnya lagi.”
Tanpa disadari, Dewi Kecapi Hitam kembali berjongkok, lalu berdiri lagi.
Berjongkok-berdiri, berjongkok-berdiri, berjongkok-berdiri.
Begitu terus berulang-ulang.
Gayam Dompo yang melihat tingkah Dewi Kecapi Hitam --yang tanpa sadar pula-- malah ikut-ikutan ’ritual jongkok-berdiri’ Dewi Kecapi Hitam.
“Tua bangka! Apa yang kau lihat!?”
“Aku hanya melihat bidadari cantik sedang jongkok-berdiri. Makanya aku juga ikut-ikutan ... “
“Brengsek kau!” sentak Nyai Gugur Gunung sembari mengacungkan kecapi hitamnya. Lalu sambungnya dengan nada bisik. “Coba kau jongkok dan lihat ke belakang dua siluman sial itu.”
“Hanya itu!?”
“Ikuti saja perintahku!” bisik Dewi Kecapi Hitam sedikit keras.
Gayam Dompo mengikut juga saran sang kawan. Mendadak, matanya yang sebesar jengkol jadi semakin melebar besar. Dewi Kecapi Hitam sampai ngeri melihatnya.
“E-e-e ... Lhadalah... ! Kok bisa begitu?”
“Mana kutahu,” ucap Dewi Kecapi Hitam sambil berjongkok.
Begitu Dewi Kecapi Hitam berjongkok, justru Gayam Dompo malah berdiri tegak. Begitu juga sebaliknya. Hingga akhirnya, cuma Gayam Dompo sendiri yang jongkok-berdiri, sedang Dewi Kecapi Hitam hanya berdiri dengan dahi berkerut. Entah apa yang ada dalam pikirannya.
Tentu saja acara jongkok-berdiri yang dilakukan Gayam Dompo membuat si Pedang Pensil yang melihatnya jadi terheran-heran.
“Tingkah sinting apa lagi yang dilakukan manusia brengsek ini?” desisnya seraya bangkit berdiri. Meski harus bertelekan pada pedangnya, si Pedang Pensil bisa juga bangkit berdiri dan dengan langkah diseret seperti halnya ia menyeret pedangnya, beranjak mendekat ke arah Kaswari.
“Gurumu ... sedang main .. gila ... rupanya ... ”
“Heh! Tingkah Guru kadang memang suka aneh-aneh,” celetuk Kaswari sambil memandang jauh ke langit. “Mungkin Guru lagi stress hingga berbuat begitu.”
“Maksudmu ... rada begini,” sahut Pedang Pensil sambil membuat garis melintang di dahi.
Kaswari cuma tersenyum tanpa suara. Malu juga gadis baju kuning itu punya guru setengah waras separo gendeng. Tapi bagaimana pun juga, Kakek Kocak dari Gunung Tugel adalah gurunya. Guru yang dikasihinya. Karena jasa Gayam Dompo-lah yang merawat dirinya sejak ia masih bayi merah.
“Tua bangka! Apa kau tidak capek jongkok-berdiri terus seperti itu?” tukas Dewi Kecapi Hitam.
“Capek juga sih ... tapi asyik ... hehehe ... ”
“Huh, dasar orang aneh,” ujar Dewi Kecapi Hitam, lalu sambungnya. “Apa kau bisa menyimpulkan sesuatu.”
Sambil terus melakukan jongkok-berdiri, Gayam Dompo berkata, “Emmm ... tidak ada ... “
“Sudah kuduga.”
“Apa yang kau duga?”
“Kalau isi kepalamu emang ga pernah terpakai.”
“Siapa yang bilang?”
“Aku yang bilang!”
“Itu artinya kau sirik dengan kecerdasan otakku,” kata Gayam Dompo sambil menunjuk hidungnya.
“Bah! Cerdas apanya?” cibir Dewi Kecapi Hitam.
“Ga percaya?”
“Engga!”
“Aku juga engga, heheheh ... “
Selesai berkata, Gayam Dompo --dengan masih jongkok-berdiri-- segera melesat cepat.
Wutt!
Tentu kelihatan lucu sekali, orang melesat dengan masih tetap jongkok-berdiri seperti itu.
Larinya bukan ke arah Tua Raja Pedang Bintang dan Dewa Periang tapi justru menerobos begitu saja di tengah-tengah pertarungan. Dan hampir saja kepalanya tersambar ayunan Tongkat Gulungan Kain milik Dewa Periang.
“Brengsek kau!” maki Gayam Dompo sambil bergulingan di tanah.
“Kau yang brengsek!” balas memaki Dewa Periang sambil menarik cepat ayunan tongkat ke atas.
Wutt!
Sambil terus memaki panjang-pendek, Gayam Dompo melesat cepat, kali ini dengan sambil berjongkok menyamping. Sekilas mirip kepiting mau beranak. Begitu sejarak setengah tombak dari bayangan samar, tangan kanannya menggerakkan Gelang Hitam Belenggu Hawa.
Werr ... !
Bayangan hitam tersentak kaget, namun ia terlambat menghindar!
Crass!
Dari pangkal lengan kiri hingga leher kanan terpenggal putus!
Crass... crasss ... !
Gelang Hitam Belenggu Hawa kembali beraksi setelah berputar cepat di udara. Kali ini, pinggang dan sepasang kaki bayangan samar hitam menjadi target lanjutan.
Blugh! Blugh!
Tapp!
Gelang Hitam Belenggu Hawa kembali ke pemiliknya dan berikutnya ... terdengar suara berdebam meninju bumi. Bersamaan dengan itu pula, badak jelmaan tiba-tiba terpenggal begitu saja menjadi 3 bagian.
Blugh, bukk!
Bluuub ... !
Asap hitam menggumpal keluar dan ... sosok badak besar lenyap tanpa bekas.
Dan kini ... di dekat kaki Gayam Dompo berdiri, tergeletak sosok samar yang ternyata perubahan wujud Jagal Dua yang tubuhnya terpotong menjadi 3 bagian.
Tua Raja Pedang Bintang kaget.
Dewa Periang juga kaget.
Tapi ... si Gajah jelmaan justru lebih kaget!
Matanya liar menatap potongan tubuh yang tergeletak dalam potongan besar.
“Apa yang terjadi?” ucapnya tanpa sadar. Matanya kembali jelalatan, “Apa yang terjadi?”
Mengulang kata yang sama, tentu saja.
“Kelemahan Jagal Dua telah diketahui,” pikirnya Jagal Tiga. “Ada kemungkinan rahasia ilmuku juga telah terkuak. Hemm ... aku harus lari dari sini. Persetan dengan Tumbal Seratus Kepala yang dibutuhkan Ketua.”
”Rrriiieeeng ... rriiienggg ... !”
Gajah mengangkat belalainya tinggi-tinggi diikuti teriakan keras. Untuk pertama kalinya, Gajah melakukan penyerangan.
Arah yang dituju adalah ... Kaswari!
”Kaswari, awas ... !” teriak Gayam Dompo, kaget.
Tanpa pikir panjang lagi, Kakek Kocak dari Gunung Tugel melemparkan Gelang Hitam Belenggu Hawa.
Werr!! Werr!
Karena didasari kekhawatiran keselamatan murid cantiknya, membuat lemparan gelang tajam melingkar melesat cepat bagai lejitan cahaya kilat.
Brakk!

PERINGATAN ... !!!
DILARANG MENGKOMERSILKAN NASKAH INI TANPA IJIN TERTULIS DARI SAYA -- GILANG SATRIA (PENULIS ASLI SI PEMANAH GADIS DAN PENDEKAR ELANG SALJU) -- ATAU HIDUP ANDA MENGALAMI KESIALAN DAN KETIDAKBERUNTUNGAN SEUMUR HIDUP!
 
BAGIAN 31


Pantat gajah terhantam langsung. Meski tidak terluka, tapi Jagal Tiga alias gajah jelmaan tetap merasakan sakit hingga menusuk tulang.
”Brengsek!” makinya panjang pendek sambil mengangkat dua kaki depan tinggi-tinggi disertai raungan keras.
Melihat hal itu, Kaswari tanpa pikir panjang pula, melemparkan pedang patah di tangannya dengan sisa tenaga yang ada.
”Nih, makan jurus ’Angsa Liar Memburu Katak’!” desisnya.
Pedangnya melesat cepat membelah udara.
Takk!
Tepat mengenai perut gajah. Namun seperti sudah diduga sebelumnya, seluruh bagian tubuh mahkluk jelmaan itu kebal senjata.
Wuss!
Pedang patah terlempar balik ke arah Kaswari yang dengan sigap mengulurkan tangan kiri menangkap gagang pedang.
Tap!
Begitu tangan kiri terasa menyentuh gagang pedang, dengan gerakan manis gadis itu memutar tubuh setengah jongkok dan mengulang kembali jurus ’Angsa Liar Memburu Katak’!
Wess! Crapp!
Kali ini, justru pedang menancap tanpa sengaja di lubang hidung gajah sebelah kiri!
Sontak, gajah jelmaan langsung berteriak kesakitan. Belalai panjangnya dikibas-kibaskan untuk melepaskan pedang yang menancap. Namun, sulit sekali benda yang membuatnya kesakitan terlepas.
Kaswari kaget sampai mulut ternganga, karena tidak menyangka serangannya kali ini justru berhasil melukai sosok gajah jelmaan di depannya.
”Kelemahannya di hidung!” teriak Dewi Kecapi Hitam sambil melesat cepat.
Namun, lesatannya ternyata kalah cepat dari bayangan kuning keemasan yang menabrak sosok besar yang sedang berusaha melepas pedang.
Bughh!
Jdarrr!!
Tubuh gajah langsung hancur menyerpih saat bayangan kuning keemasan menghantam tepat di bagian hidung.
”Mampus kau!” maki sosok bayangan kuning keemasan yang ternyata Tua Raja Tabir Mentari. Kembali tangannya bergerak membentuk putaran tiga kali dan ...
Wutt!
Jdarrr! Jdarr!!
Tubuh terpotong Jagal Dua meledak hancur menjadi serpihan debu gosong.
Meski tanpa jurus apa pun, lontaran hawa panas dari Ilmu Sakti ’Iblis Matahari’ sudah lebih dari cukup untuk menghancurkan benda yang dihajarnya.
Semua yang ada di tempat itu hanya menghela napas. Entah lega, entah sedih atau cuma sekedar menghilangkan rasa sesak dalam dada masing-masing.

--o0o--

Galah Mayat dan Tua Raja Bedah Bumi mengumpulkan semua potongan kepala, termasuk pula potongan kepala Bandar Mayat terdapat pula di sana.
”Hufhh ... jumlahnya mendekati seratus potongan kepala,” desis Galah Mayat. ”Untuk apa potongan kepala sebanyak ini?”
”Paling juga ... untuk keperluan ilmu hitam,” sahut Tua Raja Bedah Bumi.
”Benar juga.”
”Atau ... mungkin untuk membangkitkan kembali Sepuluh Ilmu Terlarang Rimba Persilatan?” duga Kakek Kocak dari Gunung Tugel yang nylonong kata begitu saja.
”Tumben dia pinter,” pikir Dewi Kecapi Hitam atau Nyai Gugur Gunung.
Tua Raja Bedah Bumi justru menggelengkan kepala, sambil berkata, ”Tidak mungkin untuk membangkitkan kembali Sepuluh Ilmu Terlarang Rimba Persilatan.”
”Kenapa?”
”Sepengetahuanku, membangkitkan Sepuluh Ilmu Terlarang Rimba Persilatan membutuhkan darah hewan sesuai dengan ilmu yang diinginkan. Tidak ada tumbal manusia dalam ritual untuk meminta ilmu sesat ini,” tutur Dahana Lungit atau biasa disebut Tua Raja Bedah Bumi. ”Yang jadi tumbal ... ya ... para pelakunya saja.”
”Sudahlah ... lebih baik, kita satukan saja potongan kepala dan tubuh para korban,” ucap Tua Raja Pedang Bintang. ”Setelah itu ... kita berkumpul di Balairung Ranting Bambu.”
Tubuhnya terus berkelebat cepat, diikuti dengan yang lain.
Sementara Tua Raja Bedah Bumi dan Galah Mayat, menenteng potongan kepala di tangan kiri-kanan masing-masing.
Dilihat sepintas, malah mirip pedagang kepala ... !

***

Nun jauh di ujung hutan paling timur dari Kepulauan Tanah Bambu ...
Sesosok tubuh ramping berbaju putih super ketat membalut tubuh mulus super indahnya dimana warna baju putihnya sedikit tipis hingga sanggup mengekspos bentuk tubuh ramping si pemilik. Dengan postur seperti itu, jelas ia memiliki wajah cantik dengan kulit tubuh putih yang bisa dikatakan seputih pualam tanpa cela sedikit pun ditingkahi mata jeli, hidung bangir dan bibir memerah segar alami dengan postur tinggi langsing, terlihat berdiri menggendong tangan.
Dialah ... Nini Cemara Putih!
“Hemmm ... tidak ada apa-apa di danau ini,” gumam Nini Cemara Putih memandang ke seantero danau berair kuning.
Mata indahnya berputaran kesana-kemari mengamati setiap sudut danau yang berada di sebuah ruang bawah tanah yang jika di total berjumlah seratus sudut. Semuanya bersih, selain bau busuk menyengat teruar dari air danau.
“Berarti tidak ada Ritual Seratus Kepala yang akan dilaksanakan di tempat ini. Di setiap sudut, tidak terdapat ubo-rampe atau sesaji untuk Ritual Seratus Kepala. Tapi kenapa aku begitu yakin kalau di tempat ini akan diadakan Ritual Seratus Kepala, ya?” katanya dalam nada gumam.
Danau berair kuning ini bukanlah sembarang danau, bisa dibilang sebagai danau sumber kejahatan. Sebab dengan melakukan ritual tertentu di danau ini, maka kesaktian yang dimiliki seseorang meningkat drastis hingga seratus kali lipat. Namun peningkatan kesaktian atau hawa sakti juga meningkat sifat-sifat buruk kemanusiaan yang cenderung menjadi bengis, jahat, sadis dan segala macam keburukan lainnya.
Danau ini dinamakan sebagai Danau Sata Kurawa!
Meski begitu, hukum alam ternyata berlaku adil.
Jika ada Danau Sata Kurawa, maka ada pula danau berair biru bening yang menebarkan aroma harum dan memiliki keistimewaan yang bertolak belakang dengan Danau Sata Kurawa. Danau ini dinamakan Danau Panca Pandawa, karena jumlahnya ada lima danau dengan ukuran yang sama.
Setelah berjalan berkeliling di tepian Danau Sata Kurawa untuk memastikan bahwa pandangan matanya tidak salah, setelah itu barulah Nini Cemara Putih melesat pergi.
Begitu sosok bayangan Nini Cemara Putih menghilang, sesosok tubuh tinggi kurus keluar begitu saja dari dalam tanah, tepat dimana Nini Cemara Putih sebelumnya berdiri.
“Brengsek! Mukaku diinjak-injak seperti menginjak cacing!” sungut sosok ini.
Dilihat dari jenis suara, bisa dipastikan dia seorang laki-laki, namun sulit sekali memperkirakan berapa umurnya karena seluruh tubuhnya yang berwarna coklat tanah, termasuk pula rambut, gigi. Pokoknya seluruh tubuh dech ... (mungkin pilar tunggalnya juga coklat tanah ‘kali, hehehe ... )
“Huh! Kalau tidak ingat diriku harus melakukan Ritual Seratus Kepala Pemanggil Hawa Setan di tempat ini dan berpantangan menyentuh tubuh wanita untuk sementara waktu, sudah kulumat gadis itu luar-dalam ... ” desisnya lirih dengan suara serak. “ ... tapi, mungkin setelah serangan serempak yang akan dilaksanakan besok malam, aku bisa menggeluti tubuh bahenol gadis itu. Hahahahah!”
Suara tawa serak terdengar membahana di gua bawah tanah.
Sementara itu, Nini Cemara Putih berkelebatan cepat ke arah tenggara.
Tujuannya cuma satu.
Menemui Ki Ajar Lembah Halimun!
Danau Panca Pandawa berada di wilayah Lembah Halimun Kegelapan. Sebagai mana diketahui, Ki Ajar Lembah Halimun yang bermukim Lembah Halimun Kegelapan memang sudah tidak mau bekecimpung lagi di rimba persilatan, selain karena faktor usia, beliau memang ditugaskan oleh Tuan Majikan untuk menjaga Danau Panca Pandawa. Hanya beberapa orang saja yang tahu keberadaan Danau Panca Pandawa. Bahkan Riung Gunung yang murid Ki Ajar Lembah Halimun tidak mengetahui tentang adanya danau keramat ini meski telah berada di tempat itu cukup lama.

--o0o--

PERINGATAN ... !!!
DILARANG MENGKOMERSILKAN NASKAH INI TANPA IJIN TERTULIS DARI SAYA -- GILANG SATRIA (PENULIS ASLI SI PEMANAH GADIS DAN PENDEKAR ELANG SALJU) -- ATAU HIDUP ANDA MENGALAMI KESIALAN DAN KETIDAKBERUNTUNGAN SEUMUR HIDUP!
 
Sayang gak ditamatin nih.....
 
maraton baca nya keren ceritanya...
ngingetin kaya karna cerbung di sini yg g tamat jg "tarian bambu" atau apalah lupa.

jd ini cerita c jalu blm ktmu lg istri yg di cintainya yahh....
 
Ditunggu up datenya nanti malam suhu... sdh ga sabar ini...
 
pendekar buta nya kemana hu ?
blm muncul lg ya ?
kpn muncul nya ?
ayo cepetan di update hu
udh gak sabar nih
 
kerennn.....nostalgia kho pin ho... bolos skola cuma buat baca....
 
Wahhh...kang jalu keasikan ngewe dilaut nih kayaknyaa...

Up dolooh ahh...biar ga tenggelam :semangat:
 
Bimabet
Mari di update lagi suhu.
Masih nunggu si jalu beraksi lagi di wilayah tanah bambu..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd