BAGIAN 25
Nagagini merengkuh leher murid ganteng Dewa Pengemis, memiringkan sedikit kepalanya agar pemuda pujaannya bisa leluasa melumat bibir seksinya. Ia ingin menikmati ciuman pemuda yang bisa memberikannya rasa aman-nyaman, menghilangkan segala keraguan dan kekuatiran. Rasanya cuma Jalu Samudra yang bisa mencium begitu penuh perasaan dan lumatan bibirnya bukan cuma curahan birahi.
Ada kehangatan kasih di sana, di antara gairahnya mengulum bibir.
Ada semburat cinta di sana, di antara gigitan-gigitannya yang nakal.
Ada penegasan pula di sana, di antara keliaran permainan lidah yang mempesona!
Maka itu Nagagini mengerang manja, mempererat pelukannya, merapatkan tubuhnya ke tubuh kokoh pemuda pujaannya.
“Aduh!” tiba-tiba Nagagini mengeluh lirih, dan Jalu Samudra tersentak kaget, terburu-buru melepaskan ciumannya.
“Ada apa?” sergah Jalu Samudra penuh kekuatiran sambil merenggangkan jarak di antara mereka.
“Bagian bawah ... ” desis Nagagini dengan muka merah padam.
“Kenapa?” tanya Jalu Samudra, bahkan ia hendak melihat ke bawah.
Tapi dua tangan Nagagini semakin erat memeluknya sambil berbisik lirih,” ... tadi sedikit kena sodok ... “
“Sakit?”
“Tidak! Cuma ... sedikit aneh dan ngilu-ngilu nikmat,” desis Nagagini sambil kian merapatkan diri ke tubuh Jalu. “Ta ... “
Belum lagi ia melanjutkan kata-katanya, si cantik ini menjerit kembali.
“Kakang ... !” jerit Nagagini seperti orang yang kaget melihat rumahnya kebakaran, tetapi selanjutnya gadis itu diam saja, bahkan membiarkan Jalu Samudra menggesek-gesekkan pilar tunggal penyangga langitnya ke depan pintu gerbang istana kenikmatan.
“Ohhh ... !” Nagagini mengerang keras, campuran antara kaget-senang, ketika salah satu ujung-ujung bukit kembarnya tahu-tahu sudah terasa hangat dikulum mulut si pemuda bermata putih.
Si Pemanah Gadis memainkan lidah di bagian paling ujung dari sepasang bukit kembar yang tegak-kenyal-padat menggairahkan itu. Setiap gerakan lidah membuat Nagagini menggelinjang gelisah. Tangan gadis itu mencengkeram rambut si pemuda pujaan itu. Tidak ada penolakan dari tangan itu, melainkan sebaliknya ada ajakan untuk lebih bergairah lagi.
“Mmmmh ... “ Nagagini mendesah, memiringkan tubuh bagian atasnya agar Jalu bisa lebih leluasa memainkan mulutnya di seluruh permukaan bukit kenyal. Serbuan kenikmatan segera menyebar di seluruh tubuh. Kali ini kenikmatan itu bahkan terasa lebih indah dari sebelumnya. Dari rasa takut yang sangat dalam, kini muncul rasa nikmat yang tak kalah dalamnya, menelusup ke sela-sela setiap bagian paling rahasia di tubuhnya.
Inilah sebentuk kekontrasan yang menakjubkan.
Ibaratnya ... bagai api dan es!
Kekontrasan yang memberikan nuansa lebih tegas pada setiap noktah kenikmatan di tubuh Nagagini. Kekontrasan yang menyediakan ruang-relung kontemplasi untuk lebih menghargai setiap getar birahi. Tidak cuma bertemunya dua permukaan kulit.
Tepatnya ... pertemuan dua hati!
Sementara itu, di bawah sana, tepat dimana pilar tunggal penyangga langit Jalu Samudra berhasil sedikit menguak pintu gerbang istana kenikmatan Nagagini. Pemuda sakti pewaris tunggal Kitab Dewa-Dewi mengerahkan jurus ’Perjaka Murni’ dimana jurus ini mampu menghantarkan sebentuk hawa keperkasaan yang sanggup membuat gadis atau wanita yang bersatu raga dengannya mengalami lonjakan titik puncak asmara dengan cepat namun tetap mengesankan. Pada dasarnya hawa ini hanya sebuah saluran tenaga lembut yang berasal dari tekanan udara yang diolah dalam perut, seperti orang mengolah hawa sakti. Untuk memancarkan hawa keperkasaan membutuhkan pengaturan tenaga yang tepat, tidak lebih dan tidak kurang.
Yang jelas, Jalu adalah pakarnya dalam menggunakan jurus ’Perjaka Murni’!
Akibat utama dari hawa keperkasaan tentu saja adanya rasa nyaman yang menjalari seluruh tubuh. Yang pasti, dalam tiga-empat helaan napas, raga sang pasangan seketika bagai dilambungkan di antara gumpalan awan-awan di langit.
Srassh ... !
Sebentuk hawa aneh segera menerobos masuk.
Sontak Nagagini berjengkit kaget!
”Apa ini?” pikir Nagagini dalam hati, ”Kurasakan sebuah hawa aneh menyelusup masuk lewat pintu bawah ... oohh ... kenapa ... kenapa tubuhku menjadi terasa ringan, terasa nyaman dan ... rasanya ada sesuatu yang ingin meledak di bawah sana ... ”
Dan ...
”Aahhhh ... !”
Terdengar erangan keras dari mulut Nagagini.
Lebih keras dari sebelumnya!
Tanpa dapat dicegah, tubuhnya menggelinjang-nikmat dengan liar.
Jalu sendiri sampai kewalahan menghadapi keliaran Nagagini yang berada dalam titik puncak asmara. Akibatnya, bagian kepala pilar tunggalnya secara tidak sengaja terdorong masuk begitu saja akibat gelinjangan liar yang dilakukan Nagagini.
Dakk!
Jalu Samudra merasakan membentur sesuatu.
Sebuah pintu penghalang!
Setelah beberapa saat kemudian, keadaan Nagagini sudah lumayan tenang, hanya sekarang ia mengkernyitkan alis.
”Kakang ... ” bisiknya lirih.
”Hemmm ... ”
”Kurasa ... ada ... ada yang mengganjal di bawah sana.”
”Sakit?”
Kepala Nagagini menggeleng.
”Kalau begitu ... biarin aja,ya ?” pinta Jalu.
Kembali si pemuda menjelajahi seluruh bukit indah di dada si gadis, bagai seorang pengembara yang tersesat tetapi menyukai ketersesatan itu. Bagai seorang yang dahaga tetapi tak ingin melepas dahaga itu. Harum semerbak sepasang bukit putih membuat Jalu senang berlama-lama bermain di sana, sambil menyimak degup jantung sang gadis yang semakin lama semakin jelas terdengar. Berdentam-dentam seperti tabuhan genderang perang. Betapa asyik rasanya mendengar irama jantung kehidupan sambil memagut-magut bagian sensitif, membangkitkan gairah menjadi kobaran api. Terlebih-lebih lagi, betapa asyik rasanya memberikan begitu banyak kenikmatan kepada seseorang yang menyerahkan dirinya secara sukarela.
Kembali Nagagini mengerang manja, mendesah-desah gelisah. Sekujur tubuhnya terasa penuh dengan keinginan yang mendesak-desak. Tidak hanya dadanya ... Nagagini ingin lebih dari sekedar itu.
Ia memang ingin bercinta, sekarang juga, di tempat ini juga!
Meski cuma di atas gubuk di tengah laut!
Apa pun risikonya, ia ingin sekali.
Maka ... memohonlah ia lewat erangan dan desahan!
“Ahhh ... shhh ... !”
Dalam desah kenikmatan dari bibir Nagagini yang berkepanjangan, Jalu berniat menuntaskan pelayaran kali ini.
“Hemmm ... sudah waktunya,” kata Jalu dalam hati. Kembali Jalu Samudra menggunakan jurus ‘Perjaka Murni’, bukan untuk membuat Nagagini kembali menggeletar dalam kenikmatan tapi untuk mengurangi rasa sakit akibat benteng kegadisannya tertembus ujung pilar tunggal penyangga langit yang super jumbo.
“Tekuk sedikit lututmu,” kata lembut Jalu memberikan aba-aba pada Nagagini.
Meski sambil mengerang nikmat, murid Ratu Cambuk Api Lengan Tunggal menekuk sedikit lututnya sehingga daerah di sekitar gerbang istana kenikmatan semakin terkuak.
“Jika kau merasakan sesuatu yang menerobos masuk, nikmati saja,” kembali Jalu Samudra memberikan instruksi. ”Jangan di lawan. Paham?”
Gadis cantik itu hanya mengangguk pelan.
“Hemm ... pintu gerbangnya yang telah kebanjiran seharusnya memudahkanku untuk menyelinap lebih ke dalam,” pikir Jalu sambil tarik-ulur di bagian bawah, namun setelah berulang kali justru tidak mau masuk-masuk.
“Ughh ... sebenarnya punyaku yang kegedean atau punya dia yang kesempitan, sih?” pikir Jalu Samudra setelah berulang kali tidak sukses.
Berulang kali pula ia merasakan sebentuk dinding yang menghalangi jalan.
Akhirnya, Jalu terus menyodok ... sodok lagi terus hingga Nagagini pun merintih-rintih.
“Ahh ... aahh ... ”
Akhirnya si Pemanah Gadis merasakan pilar tunggalnya sedikit menekan-menerobos masuk ke dalam belahan gerbang istana kenikmatannya, tapi baru sedikit saja rintihan si gadis sudah berubah jadi jeritan tertahan.
Sedikit demi sedikit Jalu mendorong maju, mundur sedikit, maju lagi, mundur, maju, mundur. Dan akhirnya ...
Cress ... !
Terdengar suara robek lembut di dalam istana kenikmatan. Meski baru masuk seperempatnya namun jeritan Nagagini pun tak tertahankan.
“Kaanngg! Saakiiitt ... !”
Meski Jalu Samudra sudah mendahului dengan hawa keperkasaan dari jurus ‘Perjaka Murni’, namun tetap saja rasa sakit menjalari ke seluruh tubuh Nagagini, terutama pada bagian yang tersobek. Si gadis yang telah terenggut kegadisannya pun meronta berusaha mengeluarkan pilar tunggal penyangga langit dari dalam gerbang istana kenikmatannya.
Melihat hal itu, Jalu segera menindih tubuh indah si gadis dan memegang kedua tangannya, hingga ia tak bisa bergerak bebas.
Murid Dewa Pengemis sendiri berusaha menenangkannya dan berkata, “Tahan ... Nagagini ... tahan! Cuman sebentar kok ... ”
Terlihat air mata bening meleleh dari sudut matanya.
”Sakit ... ” desis Nagagini sambil menggigit bibir bawahnya.
Jalu sendiri bergegas menggunakan jurus ‘Perjaka Murni’ untuk mengurangi rasa sakit yang dialami Nagagini.
Srashh ... !
Hawa dingin-sejuk menjalar ke dinding-dinding nun jauh di dalam.
Roman muka Nagagini yang semula meringis-ringis menahan sakit, kini sudah banyak berkurang.
Akan halnya Jalu sendiri begitu menikmati sebentuk jepitan kuat-keras sehingga bagian pilar tunggalnya yang sudah masuk terlebih dahulu seperti diremas-remas rasanya di dalam sana. Bisa dibayangkan rasanya jika ’benda sebesar’ itu sanggup masuk ke dalam ’ruang sekecil’ itu.
“Lanjutkan lagi ... ?” tanya Jalu memberi pilihan. “ ... atau berhenti ... ?”
Nagagini hanya tersenyum manis. Lalu mengangguk sambil berkata, “Teruskan, Kang.”
Kembali Jalu bergerak. Saat menarik keluar hingga tertinggal kepalanya saja, terlihat cairan merah kental melumuri benda tumpul besar yang baru keluar dari dalam sana.
Serrr ... !
Kemudian menetes keluar dari celah-celah yang ada.
Darah keperawanan!
Dilumatnya bibir ranum Nagagini untuk meredam rintihan yang keluar. Sejenak yang terdengar dalam gubuk aneh di tengah laut itupun hanya erangan dan rintihan yang tersumbat.
“Nagagini! Kaitkan kakimu ke punggungku,” kata Jalu kemudian.
Nagagini segera melakukan apa yang diperintahkan si pemuda bermata putih.
Pelan-pelan, pilar tunggal penyangga langit Jalu Samudra yang luar biasa itu ditarik lalu majukan lagi. Tarik lagi, majukan lagi.
Akan halnya Nagagini, ia merasakan sebuah sensasi luar biasa antara sakit dan nikmat. Ada kalanya ia pun mengernyit kesakitan dan mendesis keras saat sedikit demi sedikit benda bulat kenyal itu semakin lama semakin menerobos masuk ke dalam.
“Aahh ... ahh ... ahhkkhh ... ”
Pilar tunggal si pemuda yang bergerak keluar-masuk dengan perlahan, terasa sangat nikmat sekali, seakan-akan Jalu sendiri terbang di antara gumpalan-gumpalan awan berarak.
“Enak?” kata si pemuda.
Nagagini cuma mengangguk pelan sambil tetap mengeluarkan suara-suara kenikmatan.
“Aahh ... aahh ... ohhh ... hsshhh ... ”
Jalu semakin menambah daya dobrak di bawah sana, yang pelan namun pasti, semakin ia menusuk ke dalam, semakin dalam dan semakin ... dalam!
Hingga akhirnya, benda bulat panjang yang sanggup membawa berjuta kenikmatan itu terbenam sepenuhnya!
Benar-benar perjuangan yang luar biasa!
Perjuangan dari Jalu Samudra dan juga pertahanan dari Nagagini.
Begitu masuk ke dalam secara menyeluruh, Jalu menarik diri dengan sedikit cepat dan menghunjamkan dalam-dalam.
Srakk!
Erangan Nagagini pun berubah jadi jeritan. (Jeritan nikmat maksudnya, heheheh ... )
Jalu benar-benar penakluk seorang gadis!
Kenikmatan yang tak ada duanya telah merasuki tubuh mereka masing-masing.
Untuk sesaat dalam tiga-empat helaan napas, Jalu tidak melakukan gerakan apa-apa.
Tidak maju juga tidak mundur!
Sebentar kemudian, barulah bergerak lambat-lambat.
Dengan tetap menjaga irama permainan maju-mundur dengan perlahan sekali menikmati setiap gesekan demi gesekan. Istana kenikmatan itu sempit sekali hingga setiap berdenyut membuat Jalu Samudra seperti melayang. Denyutan demi denyutan membuatnya semakin tak mampu lagi menahan luapan gelora ekaraga (persetubuhan).
Terasa beberapa kali Nagagini mengejankan dinding-dinding istananya, mungkin menahan rasa sakit dan nikmat dari serbuan benda asing yang bergerak keluar masuk ’dengan buas’ itu, tapi bagi si Pemanah Gadis malah memabukkan karena bagian dalam itu jadi semakin keras menjepit pilar tunggal penyangga langitnya.
Bahkan Jalu sendiri tanpa sadar juga mendesah nikmat.
”Aaaa ... ughh ... ”
Erangan, rintihan, dan jeritan gadis murid Ratu Cambuk Api Lengan Tunggal terus menggema, seakan berpacu liar dengan desahan badai angin yang menerpa gubuk mereka. Rupanya ia pun menikmati setiap gerakan maju-mundur pilar tunggal milik Jalu. Rintihannya mengeras setiap kali pilar tunggal melaju cepat ke dasar gerbang istananya dan mengerang lirih ketika si pemuda menarik pilar tunggalnya. Karena sudah terasa licin, Jalu melakukannya dengan kadang cepat, kadang lambat.
Cepat-lambat silih berganti!
Satu lambat, dua cepat, tiga lambat, empat cepat, lima lambat, enam cepat. Begitu seterusnya dalam hitungan-hitungan tertentu.
Beberapa saat kemudian, kembali Nagagini mendapatkan titik puncak asmaranya!
”Aaahh ... oooohhh ... ”
Jalu Samudra merasakan air hangat menyembur keluar dari dalam istana kenikmatan yang langsung saja mengguyur batang kenyal-keras yang terus bergerak keluar-masuk.
Lalu di saat bersamaan Jalu menggerakkan hawa keperkasaan dengan jurus ’Perjaka Murni’.
Srasshh .. !
Jalu mendorong-menekan pilar tunggalnya dalam-dalam sambil menyemburkan hawa keperkasaannya ke dinding paling terujung.
”Ahhh ... ooughhh ... !”
Sontak, Nagagini merasakan sensasi luar biasa bersamaan dengan titik puncak asmaranya.
Tuntas sudah jurus ’Lebah Jantan Memetik Sari Kembang’!
Setelah beberapa saat, Nagagini kembali ke jatidirinya.
Posisi Jalu tetap menindih Nagagini dengan pilar tunggalnya masih dijepit oleh dinding-dinding kenyal di dalam istana kenikmatan si gadis meski telah memuntahkan lahar keperkasaan.
Tetap kokoh bagai batu karang!
”Gila, Kakang! Apa begini rasanya bercinta?” tanya Nagagini dengan mata berbinar-binar.
”Seperti yang kau rasakan,” sahut Jalu dengan lembut.
”Tapi ... ”
”Tapi apa?”
”Apa ... kakang tidak capek dengan posisi seperti itu?”
”Apa kau mau posisi yang lain?”
”Memangnya ada?” tanya Nagagini, heran.
”Bukan hanya ada, banyak malah!”
”Seberapa banyak?”
”Kurang lebih ada 30 jenis posisi ... tepatnya 30 jurus yang kukuasai,” kata Jalu Samudra. ”Dan puluhan jurus kembangan.”
”Hah!? 30 jurus!?” kata Nagagini, kaget. ” ... dan puluhan jurus kembangan?”
Tidak pernah terbersit dalam otaknya bahwa dalam bercinta pun ada jurusnya. Setahunya, jurus hanya berlaku untuk ilmu silat, tidak untuk bercinta. Jika memang seperti itu adanya, Nagagini justru penasaran dengan jurus-jurus yang lain!
”Aku mau jurus yang lain, tapi ... ”
”Apalagi?”
”Kakang yakin benar-benar kuat!?”
Jalu justru tertawa lembut, lalu dengan spontan ia menarik mundur, lalu dengan cepat melesakkan dalam-dalam pilar tunggalnya.
”Aoowww ... ”
Tentu saja Nagagini menjerit kaget.
Pada tarikan ketiga, Jalu mencabut keluar pilar tunggalnya.
Plokk!
Terlihat warna merah melumuri sekujur batang kenyal yang masih tegak dengan gagah.
Nagagini mengerutkan alisnya, ”Kok ada merah-merah, Kang? Itu darah!?”
”Ya jelas darah, to! Emangnya saus tomat, apa?”
“Darah darimana?”
“Wuuuhh … bego dipiara!” tukas Jalu sambil tertawa-tawa.
Nagagini mengerucutkan bibir!
Tahu kalau gadis itu bingung, Jalu segera membisiki sesuatu ke telinga Nagagini.
”Hah, jadi ... Nagagini sudah ... tidak perawan lagi?” sentaknya kaget.
”Edan! Ditabrak barang segini gedhe masih bilang perawan,” kata Jalu Samudra, tapi tidak ia ungkapkan. Takut menyinggung perasaan gadis yang benar-benar polos dalam hubungan suami-istri ini.
Dengan sabar, pemuda sakti dari Goa Walet ini menerangkan kepada Nagagini tentang ekaraga yang baru saja mereka lakukan.
Semuanya ... dari A sampai Z!
”Nah ... sudah jelas, Neng!?”
Nagagini mengangguk pelan.
”Nah, sekarang kakangmu ini akan mengajarimu jurus ke dua,” kata Jalu, sambungnya, ” ... sekarang berbaring miring.”
”Kenapa harus miring?”
”Udaahhh .. jangan banyak tanya!”
Tanpa banyak tanya lagi, gadis yang baru saja dapat pelajaran kilat ini berbaring miring sedang Jalu sendiri pun ikut berbaring miring di belakang dan mengarahkan batang kenyal-keras dari belakang ke arah belahan gerbang istana kenikmatan yang masih terlihat bercak-bercak darah.
Slepp ... slepp ... slepp ... !
Dengan beberapa kali tarik-ulur, pilar tunggal penyangga langit yang masih perkasa itu kembali menerjang dinding-dinding istana kenikmatan yang kini terasa licin akibat cairan asmara yang semakin membanjir keluar. Jalu menggerakkan pusakanya keluar masuk perlahan-lahan namun semakin lama gerakannya semakin liar, bahkan dipercepat hingga tubuh Nagagini terguncang-guncang akibat terjangan Jalu dari belakang.
Srakk! Srakk!
Sesekali ia memutar-putar gerakan pinggul seolah-olah sedang mengaduk-ngaduk bagian dalam dinding istana milik Nagagini.
Jurus yang dilakukan murid Dewi Binal Bertangan Naga ini adalah jurus ’Naga Berbaring Sambil Bersalto Ke Belakang’. Dimana dalam jurus ini, Nagagini --menurut ajaran si Pemanah Gadis-- harus menarik kedua kakinya, sehingga pahanya berada di sudut dan tegak lurus dengan badan. Sementara posisi Jalu sendiri tidur menyamping tepat di belakang Nagagini. Variasi pada jurus ini akan memberikan kesan rileks dengan gerakan ringan. Bila Jalu berada di sebelah kiri Nagagini, ia memberi instruksi pada si gadis untuk meletakkan kaki kiri di atas kedua kaki Jalu.
Kembali pertarungan digelar!
Jalu melihat bibir Nagagini terbuka disertai erangan tertahan.
“Errghhh ... !”
Tubuhnya meliuk-liuk binal menyambut gerakan maju-mundur si pemuda bermata putih.
Hingga sekitar sepenanakan nasi kemudian gadis yang pernah putus kakinya akibat gigitan Ikan Gajah Putih ini melengking panjang dan tubuhnya bergetar hebat.
Gelombang asmara datang lagi!
”Eeergghh ... !”
Dan kembali Jalu merasakan air hangat menyempot keluar dari dalam. Denyutan-denyutan yang kuat memberikan sensasi tersendiri pada pilar tunggal penyangga langit yang masih asyik keluar-masuk dengan ritme yang berbeda-beda di dalam lubang hangat milik Nagagini, hingga akhirnya Jalu sendiri sudah berniat menuntaskan jurusnya kali ini.
Jalu yang merasakan bahwa gelombang asmara akan datang lebih besar lagi dari sebelumnya dan ia ingin bisa saat yang bersamaan menggapai gelombang asmara yang sama dengan pasangannya.
Si Jalu segera menarik mundur seluruh tenaga yang dipakai.
Srepp!
Begitu tenaga ditarik, ia mengganti dengan sebuah tarikan napas lembut, mengalir cepat melewati pori-pori bawah perut dan pada akhirnya sebuah denyutan kuat berjalan cepat dari bawah pusar ke ujung pilar tunggal penyangga langit.
“Terima ini, sayang!” kata Jalu sambil mempercepat gerakan.
Nagagini sampai terguncang-guncang, tapi justru inilah yang diharapkannya. Ia pun semakin menggerakkan pinggul dan pantat lebih cepat ... lebih cepat!
“Aaah ... hhh .... hehh ... ssst ... ugh ... “
Bersamaan dengan itu pula, sebentuk denyutan cepat bergerak pada dinding-dinding gua, menjalar cepat menuju ke ujung. Dan akhirnya ...
Jrass ... !
Sebentuk cairan panas menggelegak tersembur keluar diiringi dengan sentakan keras pilar tunggal penyangga langit hingga melesak ke dalam, menekan erat bagian terujung dari dinding dalam gerbang istana kenikmatan. Dan bersamaan dengan itu pula, Nagagini mengalami hal yang sama untuk kedua kalinya dalam jurus yang sama.
Serr ... !
Cairan asmara memancar kuat, bertemu dengan lahar panas di dalam.
Saling sembur dan saling semprot!
Tubuh Jalu menegang sambil dua tangan mendekap-meremas kencang dada padat-kencang gadis itu semakin membusung sehingga punggung si gadis menempel erat di dada bidang Jalu yang membuat pilar tunggal penyangga langitnya semakin dalam menekan ke gerbang istana terujung, lain halnya dengan Nagagini. Tubuhnya menggeliat-melengkung indah ke depan dengan kepala mendongak ke belakang memperlihatkan sebentuk leher jenjang serta tangan kanan melingkar kuat di leher si Jalu, seakan dengan begitu, ia bisa memperdalam hunjaman pilar tunggal penyangga langit si pemuda dan kandas di dasar jurang, sebuah kenikmatan tanpa cela, sempurna.
Delapan-sembilan helaan napas kemudian, tubuh mereka mulai melemas.
--o0o--
PERINGATAN ... !!!
DILARANG MENGKOMERSILKAN NASKAH INI TANPA IJIN TERTULIS DARI SAYA -- GILANG SATRIA (PENULIS ASLI SI PEMANAH GADIS DAN PENDEKAR ELANG SALJU) -- ATAU HIDUP ANDA MENGALAMI KESIALAN DAN KETIDAK BERUNTUNGAN SEUMUR HIDUP!
ttd
GILANG SATRIA