Lanjutan
“Om, senang aku hamil anak om?” kataku saat makan malam disebuah Restoran Steak ternama di Jakarta. “Kok, kamu tanya lagi. Senanglah buktinya, Kenapa Om nyuruh kamu simpan janin itu jika Om gak suka kamu hamil anak Om. Kedua kita akan jadi Papa dan Mama jadi semua udah akan membuat kita jadi lebih erat,’ kata Om Liem sambil menyuapkan daging kedalam mulutnya. “Om, kenapa pilih aku jadi istri Om?” tanyaku pada calon suamiku. Meski aku belum juga dinikahi, Om Liem selalu memaksaku aku sudah menikah dengannya. “Om udah liat kamu cantik dan sexy, makanya Om cari tahu siapa kamu. Begitu tahu kamu pernah hidup kecukupan dan lalu bangkrut. Om makin deketin kamu. Maka ada peluang, Om masuk aja,” kata Om Liem santai.
Kata-kata yang keluar dari Om Liem kadang terdengar cukup kasar dan vulgar untuk orang awam. Bahkan jika melihat perempuan yang memakai pakain cukup seksi dan cantik, ia akan menanyakan padaku hal tidak etis. “Shin, boleh ya, coba yang itu? please,” katanya. Aku akan diam dan kesal, namun Om Liem mendekapku dan mengajakku untuk melakukan persetubuhan untuk memuaskan hasratnya. Aku tidak akan menolak karena aku adalah perempuan yang sudah melakukan hubungan terlampau jauh dengan Om Liem. Aku tidak ingin Om Liem melepaskan hubungan denganku ditengah jalan, aku tidak bisa hidup tanpanya. “, aku nanya dong. Om kenapa bikin proyek hotel dua sih. Pertama sama Ivan, kedua sama Pak Irda,” tanyaku.
Om Liem terdiam, dan melanjutkan mengunyah lalu meminum wine. “Pertanyaan bagntinya kamu tahu kan Om bukan single kaya bos muda. Usaha Om dulu banyak, namun pada saat Istri Om dulu meninggal hampir saja usaha Om jatuh karena gak fokus. Maka untuk lepasin tanggung jawab. Om jual banyak asset dan jading modal lagi. Lalu Om bagi 4 secara rata. Tiga untuk anak-anak Om yang dewasa.” Kata Om Liem menghentikan pembicaraan. Tapi Ivan waktu itu, masih SMA. Uangnya dia om pakai buat Investasi usaha Om sambil untungnya om simpan. Ternyata 10 tahun balik modal dan lebih. Ivan udah dewasa, punya usaha penadah perempuan,” dengan kata yang lebih pelan lalu memotong dan memasukan steak dalam mulutnya.
Aku juga melakukanya sambil menyimak, “Om punya usaha berberapa. Dan ingin garap bisnis itu. Maka untuk amanin posisi Ivan takut kena penjara, Om maksa dia untuk garap usaha itu. Uangnya dari harta warisan Ivan,” terang Om Liem. “Jadi, Om bikin ushaa di Bali buat Ivan, lalu join sama Pak Irda buat nambah uang ya,” kataku mencoba membaca jalan pkirannya.”Betul, namun Om selalu dapat persenan dari untung anak-anak Om. Jadi Om bakal bantu mereka kalau kesulitan demikian sebaliknya,” kata Om Liem. Bagiku untuk orang yang hanya mengerti sedikit tentang bisnis dan usaha, startegi Om Liem tidak masuk akal, dia cukup sukses dan membagi hartanya dan tetap untung. “Om bikin aku usaha dong, aku juga pengen,” kataku dengan manja.
“Ngapain kamu bisnis besar, kamu urus aja rumah dan keluarga nanti. Jangan aneh ya,” kata Om Liem. “Kamu itu tidak boleh bikin perusahaan. Om aja yang kerja toh cukupkan buat semuanya,” kata Om Liem kembali. Om Liem tidak mengizinkan aku untuk bekerja apalagi memodali aku untuk mendirikan perusahaan. Om Liem sepertinya memikirkan aku cukup saja tinggal dirumah dulu, dan mengurus rumah tangga. Om Liem bukan orang cepat setuju terhadap ide orang jika tidak menguntungkan dirinya. “Iya Om, lagian Shinta lagi kaya gini gimana mau usahanya,” kataku. Om Liem diam, “Bagus dong, kamu tahu kalau Om udah anggap kamu nyonya dalam rumah Om,” kata Om Liem.
Om Liem tidak mengingin aku untuk berbisnis, pada sisi lain aku juga berada didua posisi yang gamang. Pada satu sisi aku ingin mencoba sesuatu yang lain, pada sisi lain aku trauma dengan kisah ayahku. Om Liem mengambilku ketika aku dalam posisi terbawah, aku berhutang banyak hal denganya, aku melakukan segala yang dia inginkan pun dengan perasaan yang sangat sayang padanya. Aku juga tidak memaksanya untuk segera menikahiku. “Sudah teruskan makan kamu,” kata Om Liem katanya memutuskan pembicaraan kami. Setelah makan kami pulang, Om Liem duduk terdiam sambil melirik kepadaku sesekali. “Kenapa Om, kok Om diam? Ada yang dipikirin?” kataku menanyakan kenapa dia terdiam.
“Tidak apa-apa…hanya banyak pikiran aja,” katanya. Kami sampai dirumah, malam itu tepat 6 bulan aku tinggal dirumah Om Liem, demikian dengan usia kehamilanku sama dengan lamaya ku tinggal. Harusnya Selly sudah tinggal kembali disini, namun Ivan belum menunjukan keinginan kembali ke Jakarta. Sedangkan pernikahanku sendiri hanya sedikit yang aku tahu. Aku memang sudah memiliki gaun perkawinan, dan sudah mengurus segala Sesutu. Namun untuk tanggal Om Liem masih merahasiakanya, karena Om mengambil tanggung jawab untuk pernikahan dengan aku hanya aku sedikit yang terlibat dalam urusan pernikahan. “Ahh, sudahlah mungkin ini caranya Om Liem mau meresmikan hubungan kami. Toh memaksanya bisa saja Om Liem akan menolak menikahiku,” pikirku.
Kami langsung naik ke lantai atas, untuk beristirahat. Om Liem merebahkan dirinya keranjang,namun kakinya teduduk. Aku menaruh tas kecilku disampingnya dan melihat diriku dikaca. Aku menyukainya perkembangan dari kehamilanku. Om Liem tiba-tiba mendekapku dari belakang, hal ini membuatku tersentak. “Ih…Om, kenapa sih? Selalu aja kegetin aku?” tanyaku saat Om Liem mendekapku dari belakang. “Kamu hebat ya, baru sebentar tinggal, udah mau kasih Om anak. Kalo dulu ada yang secantik dan sexy kamu paling udah om embat dulu..hehehe” katanya. “Ih…Om…Om, udah mau punya anak lagi masih mikirin yang lain. Shin juga nyesel Om, kalo Shinta bakal cinta dan hamil. Rela sih gak minum KB pas di hotel waktu itu,” kataku dengan vulgar.
“Yah, namanya cinta sama nafsu juga datangnya tiba-tiba Shin,”katanya sambil mengelus-elus perutku dari belakang. Momen ini menjadi sangat romantis bagiku, semua terjadi dengan rentetan hal baik untukku. Walaupun bagi orang lain sebaliknya, aku tidak peduli. Sentuhan tangan Om Liem terasa nikmat walaupun kami masih memakai pakaian kami. Aku memakai Gaun Hamil berwarna hitam dengan lengan pendek bagian kancing menyilang. Lalu pita putting pada pojok kiri di bagian perut. “Pengang perutmu, anak Om ini bakal ramaikan rumah ini lagi,” kata Om Liem. “Om, ini anak kita. Bakal kita jaga sebagai tanda untuk kita harus hidup berdua Om,” kataku menambahkan kata-kata Om Liem tadi.
“Om, bagimana nanti kalo kita menikah nanti banyak yang tahu kalo aku hamil duluan,” kataku tiba-tiba fakta itu muncul dikepalaku dan aku tanyakan ke Om Liem. “Biarin aja Shin, lagian acara pernikahan kita bakal sedikit yang datang. Itu juga ditaman belakang dan sedikit yang datang. Kalo resepsi nanti kamu bakal terlihat lebih cantik dengan perut buncitmu ini” kata Om Liem menjelaskan, “Tapi nanti banyak komentar miring,’ kataku. Belum sempat aku mengutara pemikiranku, tangan Om Liem menutup mulutku, aku berbalik. Kami berhadapan, “Sudah kita jalani aja yang udah terjadi, Om bakal nikahin kamu secepatnya. Maka om udah siapin kok tinggal dilakuin,” kata Om Liem menegaskan janjinya itu.
“Semua terserah Om Liem aja, aku sebagai punya Om tinggal lakuin aja yang Om mau,” ujarku menanggapi semua keinginan Om Liem. Kami saling menatap, alu langsung berciuman. Om Liem memanggut bibirku dengan sangat lembut, pagutan kami sangat nikmat sekali. kupagut bibirnya yang seksi itu. Hampir setiap saat kami berciuman, seolah selalu ada rasa kangen setiap kali bertemu muka. Om Liem kemudian mendudukan aku di Ranjang. Ia masih mencium bibirku, kemudian ia merendahkan badannya, dan mencium leherku dan bahu juga pipiku. “ah….Om..a..oh..sedap…oh…” desahku sambil kembali mengejamkan mataku. Om Liem melepaskan ciuman dan ingin membuka gaun yang kugunakan. Om Liem mendorongku dan merebahkan ku dikasur lalu badannya diatasku.
Meski tidak menempel, ia menahan badan dengan lulutnya. Om Liem yang bertelajang dad itu, aku mencium pipiku. Kemudian, ia menempelkan kepalanya dibahuku lalu membuka kanci gaun hamil yang kugunakan, satu persatu hingga kancing terakhir. Payudara putihku menjadi terlihat dengan bra berwarna cream. Ia membangunkanku, lalu merentangkan tanganku ke atas. Ia melepaskan gaunku dan membuangnya ke lantai karpet. Aku tidak melawan namun membantunya, baik dengan melemaskan tubuhku dan mengerakan badanku untuk melepaskan pakaian. Om Liem bangkit dari ranjang, kemudian merogoh kantong celananya, “Ayo Shin, pose yang panas,” kata Om Liem. Om Liem berniat untuk memfoto aku hanya memakai Bra dan Celana Dalam khusus hamil.
Aku melakukannya hingga 4 kali, ia tersenyum dengan puas ketika aku melakukan apa yang dia inginkan. Om Liem memberikan tanda untuk aku diam, ia naik ke ranjang. Om Liem dengan mengunakan lutut berjalan hingga kebelakangku. Kemudian Ia mendekatkan tubuhnya ke pungungku. ia mendekatkan mencium pipi kanan dan pipi kiri aku secara bergantian. Berikutnya, kedua tanggannya beraksi. Tangan kiri Om Liem memainkan Payudara kiriku. Sedangkan saat yang sama Om Liem melakukan hal sama pada Payudara kananku. Tangan kananku memainkan pula. Hal ini membuatku mulai mendesah karena terangsang. Sementara Om Liem menempelkan Kepala bahu kananku, ia menyerang leher sebelah kanan dan pipi kanan. Ia berniat menaikan birahiku.Permainan tangannya semakin cepat, aku mencoba melepaskanya.
Namun Om Liem lebih kokoh,aku tidak bisa melawannya. Hal yang bisa kulakukan adalah merancau kenikmatan, “ah..oh…mmmhhh…ahh…….”ucapku menikmati permainan om Liem. Kedua tanganku mencari kepala Om Liem. Ketika Kepala Om Lim Mencium masih mencium Bahu kananku. Aku menaikannya, kemudia n mengerakan sedikit badanku ke kanan. Aku menciumnya, Om Liem ikut menimpali gerakan ini, agar aktivitas kedua tangannya yang masih bermain tidak terganggu. Kmai berciuman, dengan penuh nafsum hingga bertukar air lur dengan Om Liem. Aku menelannya, ada sesasi yang hebat ketika melakukannya. Setelah bertukar air liur, kami melepaskan ciuman, hal ini menyebabkan desahanku keluar “ah…Om…ter…us.,” desahku. Om Liem memutar posisi kami, sehingga kembali keawal. Ia kemudian, melapas Braku., lalu membuangnya ke lantai.
Om Liem melakukan kembali, memainkan Payudaraku meski belum berubah ukuran kembali. namun semakin kencang dan padat. Secara perlahan, akibat permainan ini mulai mengeras. Pada hal yang sama , aku rasakan ada dua hal bereaksi. Pertama Vaginaku mulai membasah membasahi CD dan dari belakang, Penis Om Liem beraksi dan mengeras, “Om,…oh…kini…aku….,” ujarku. Om Liem mengentikan permainan, dan tanganku melerai tangan Om Liem. “Kenapa, Shin? Om lagi pengen nih?” tanya Om Liem. “Tenang om, aku pengen bahagiain Om, kok. Pasti Om seneng kok kalo Shinta pakai ini,” kataku sambil menunduk kearah payudaraku. Om Liem terkejut sejenak, kemudian tersenyum. Wajahku memerah sehabis mengatakannya.
“Boleh, sebetulnya Om juga mau gitu. Tapi kalo minta kaya gitu, kamu kira Om liar,” kata Om Liem. “Om, tubuh Shinta udah punya om, semua terserah om. Shinta sebagai pendamping hanya turutin kemauan seks sendiri terkhusus Om,” ujar. Om Liem terdiam, aku menaikan tanganku menyentuh celana panjangnya. Om Liem yang kini berdiri diatas ranjang, aku membuka celananya secara cepat, mulai dari Celana Panjang dan Celana Dalamnya. Penisnya langsung terlihat mulai menengang, aku memajukan badanku dan duduk didepan nya. Lalu Penisnya kupengang dengan Tangan Kananku, Aku menaruhnya diantara kedua Payudaraku. Hal ini adalah aksi pertamaku melakukannya, karena aku mengetahui dari iseng-iseng membuka situs panas dan suatu komunitas sosilita.
Dengan perlahan aku memmenempelkannya, dan memegang sisi Kiri Payudara Kiriku dan sisi Kanan Payudara kananku. Aku mulai memainkan,pelan-pelan. Om Liem tersenyum ketika aku melakukannya. Ia mengejamkan matanya 6 menit kemudian, “ahhh..e..nak…oh…mmm…terusin..sayang…oh,” desah Om Liem saat menikmati permainanku ini. “Enakkan, Om….Shinta…cepatin..ya…..,” kataku ingin mempercepat tempo permainan dadaku. “Oh…iya…,” kata Om Liem. Aku mulai mempercepat tempo permainan.Secara perlahan Penis Om Liem mulai berreaksi, menengang dan menajang. Hal ini memimbulkan sensasi untuk Om Liem. “ohh..terus..Shi…nnn…e…nak…..,” ujar Om Liem semakin menikmati permainanku. Tetapi permainan ini, ternyata menimbulkan akibat. Bukan hanya Om Liem saja yang menikmati, akibat memakai payudara dan tanganku aku mulai merasakan kenikmatan akibat melakukannya. “Oh….Om…….mmmph….mmmphhh…” desahku.
Akibatnya permainan ini, menimbulkan sensasi yang tidak tertahankan bagiku dan Om Liem kami saling mendesah. “Oh…Shin,..kalo…ka..ya….gini…kamu…mastrubasi….sambil..puasin..om,” kata Om Liem. “Iy….a…Om,oh…ah..ah…,” kataku sambil kembali mendesah. 30 menit aku memainkan Penis Om Liem dengan Payudaraku, hal ini menyebabkan penis tiba-tiba mengeluarkan Sperma. “Crot,” dan berhenti. “Oral…oh…., Oral…,” katanya. Mendengarnya aku langsung mengarahkan Penisnya kedalam mulutku. Aku mengulum Penis Om Liem, “Oh…terus…ah…,” desah Om Liem. aku tidak terlalu mendengarkan. Karena aku tahu tenaga Om Liem belum habis untuk seks sebentar saja. 1 jam kemudian, Om Liem baru mengalami klimaks pertamamnya. Sedangkan aku sudah 2 kali.“Shin, kli..maks..nih….oh…he…bat..kamu….” erang Om Liem menjelaskan bahwa dia sudah klimaks. Aku menatapnya, mata sedikit menyerit.
“Crott…Crott…” Om Liem menembakan setengah ke mulutku, aku langsung menelannya. Namun mulutku penuh, hanya sedikit. “mandi sperma?” tanya Om Liem. Aku menganguka kepala, aku Om Liem kemudian melepaskan Sprema ke tubuhku. Mulai wajah, dadaku, rambut dan terakhir perutku. Untuk perutku. Om Liem meletakan sisa Sperma ditangan. Om Liem menyuruhku telentang. Lalu menempelkan Sprema itu dan mengusapnya. Om Liem juga mengusap dan meratakan Sprema diwajah dan dadaku juga memainkan kedua Payudaraku. Sehingga badanku bercampur menjadi satu antara Sperma Om Liem dan keringat dari tubuh kami. “Om, istirahat dulunya. Sebelum main lagi. Maklum hamilnya mulai tua,” kataku. Om Liem setuju, kami berdiri dan mengobrol sambil saling memeluk.
Kami adalah pasangan yang sedang mencinta dan mabuk nafsu bersetubuh, dalam Istirahat kami masih saja berciuman dan memainkan daerah sensitif pasangan kami. Om Liem memelukku dari belakang dan memainkan Payudara Kananku dengan Tangan Kanan dari belakang. Sementara aku memainkan Penis Om Liem dengan Tangan Kiriku. Sebuah handjob yang pelan, hal ini membuat kami kembali bernafsu. Semula Penis Om Liem yang mengendur kembali tegang dan maksimal. Akhirnya kami hanya beristirahat 5 menit lalu kembali melanjutkan memuaskan hasrat seks kami. Om Liem mendekapku lalu mengendongku, meski Om Liem kalah tinggi denganku. Untuk ukuran memuaskan pasangan, Om Liem adalah ahlinya. Ia mampu membuatku, menjadi pasangannya dan bangga meski ia jauh dari kriteria lelaki yang kuidamkan.
Om Liem menidurkanku diranjang, dan melepaskan Celana Dalamku , ternyata Celana Dalamku sudah sangat basah, Om Liem mengenusnya dengan hidungnya. “Oh…baunya nikmat Shinta, sayangku,” kata Om Liem lalu membuangnya ke lantai. Om merentangkan kedua kakinku lalu Jari Telunjuk dan Jari Tengahnya ke bagian luar Vaginaku. Cairan kewanitaan diambil dan dijilatnya kemudian ia mengambil cairan itu kembali dan mengolesnya pada Penis om Liem yang sudah menengang. Om menyilangkan kaki pada pingangnya. Lalu Ia mengarahkan Penisnya ke Vaginaku, tanpa basa-basi ia memasukan Penisnya. “Jlebs.” Penis Om Liem masuk ke Vagnaku.“ohhh.” keluhku saat Penis Om Liem masuk dalam Vaginaku. Inilah tugasku diranjang, membahagiakan Om Liem.
Om Liem memulai memompa Vaginaku untuk mendapatkan kenikmatan, “Plok..Plok…Plok..Plok..” bunyi kulit kami bertemu. “Ahhh…mmm…teru…terus…oh…..Om….oh…,” demikian rancauku kembali. Om Liem mulai mememainkan payudaraku, “Ah…terusin…oh….oh…Shin…enak…”mendesah. Rupanya Om Liem juga menikmatinta. Om mencoba menindihnya, ada yang membatasi. Maka Om Liem berinisiatif mencium bagain lehernya dan pipinya, “Teeeruuuuuuuus, sayaaaaaaang..oooooouh ..nikmaaatnya” keluah Om Liem setelah mencium leher dan pipiku. Ia berbisik ditelingaku. “aaaah .. Omm…ayo…puasin…nafsunya….. aaaaku, sayaaang..om,” desahku. “Om, setubuhi…aku .. uuudahhh tidak tahaaaaaaaan .. please aaaaaaaaaaah “ desahku dalam persetubuhan itu. Setelahnya Aku dan Om bertukar tempat dengan memutar badan kami. Kami tidak mengeluarkan suara, karrenapada saat kami menyatu,Kami saling memagut dan melumat, bibir kami bersatu semakin penuh dengan air liur.
Nafas kami saling memburu untuk mendapatkan kepuasan birahi. Setelah 4 menit berciuman, Om Liem melepaskan ciuman dan kembali ke awal. “Oooooooooh..Om… aaaaaaaaah…mmhh…aaaaaah..teruus..dong….aku…nggak…tahaaan..nih….adu..ad….uuuuu….teruus..... ….sssssssssssssshhh…sssssssssshh..aaahhhhh.“keluh desahku tak karuan. “oh…tenang..ya, Om…pasti…puasin…ka…mu…oh…,” kata Om Liem sambil ikut mendesah. Om Liem mempercepat mempompa Vaginaku dengan Penisnya itu, aku tidak mau hanya bersifat pasif. Pada saat yang sama, aku mengerakan pantatku agar seirama dengan Om Liem. “OHH….Shin…ayo.. puasin…Om..oh…ohhh” ujar Om Liem menyemangati aku. Dua jam sudah kami bersetubuh setelah beristirahat, “Plok..Plok…Plok,” bunyi dari Kelamin kami beradu. Akhirnya kami mencapai klikmaks kami secara bersama. ,”Shin, Om sampai,” ujar Om Liem setelah 45 menit kami berkerjasama mencpai klimaks,”Okay, Om…oh….dla….aja,” ujarku
Om Liem menembakan Spermanya di dalam Vaginaku.“Crot…Crott…Crott.” Sperma masuk kedalam Vaginaku. Kami puas, kami mandi bersama sebelum tidur. Pada saat mandi, Om Liem meminta hal yang cukup aneh namun romantis padaku. “Shin, Boleh ya minta ASI?” tanya Om Liem. Aku menyetujuinya, maka Om Liem menghisap, namun tidak keluar. Akhinya aku mempersilakan untuk Om Liem untuk memainkan Payudaraku sambil kami mandi. Setelah kami mandi, kami memutuskan untuk tidur dengan mengunakan Bathrobe tanpa berpakaian. Paginya, aku bangun dan melakukan aktvitasku seperti biasa. Meski kebanyakan sekarang diambil pembantu. Om Liem sudah bangun dan siap bekerja. Pada saat sarapan aku memberanikan diri bertanya,” Om, Selly sama Ivan kok belum pulang sih?” tanyaku.
“Om, kurang tahu. Harusnya sudah pulang dari 4 hari lalu,” Kata Om Liem menanngapi. Kemudian ia melanjutkan ” Mungkin ia datang pas pernikahan kita nanti.” Kata Om Liem. “Tapikan Shinta kangen Om, Rissa juga gak ada kabarnya, aku kesepian,” kataku. “Shinta, kamu mesti tahu mereka juga sama kaya kamu,” kata Om Liem menanggapi. “Maksud Om?” tanyaku. “Gini, mereka mungkin ada kesimbukan jadi mereka belum sempat hubungi kamu,” kata Om Liem. Aku diam saja, aku berpikir sesuatu terjadi pada mereka atau salahsatu darinya namun Om Liem merahasiakannya. Om Liem berangkat kerja, aku memutuskan untuk berjalan-jalan dan melihat pakaian bayi siang nanti.
Hari itu aku pergi untuk senam Hamil baru kemudian menuju butik baju bayi untuk membeli pakaian. Om Liem ikut menyusul dan ikut memilih. Aku senang Om Liem mau ikut datang, “Kan kemarin pas cek terakhir ke Dokter . Om gak ikut, yah sebagai gantinya Om temenin tapi siang Om mesti rapat ya?” kata Om Liem. Bagiku tidak bermasalah jika Om Liem tidak bisa menemaniku dan memberikan lebih banyak waktu untuk aku. Om Liem juga banyak kegiatan untuk menambah pundi-pundi uangnya, terkhusus kita akan memiliki anak jadi memang harus dipersiapkan. Menjelang Siang, Om Liem pergi. Ia membawa barang belajaan, “Sini sayang, biar Om ke rumah. Jalannya lebih dekat dari rumah dulu baru kantor,” kata Om Liem.
“Om, Gak makan siang dulu di Mall? Rapatnya jam 2 ini masih jam 11.30,” kataku, kami hanya berbelanja pakaian bayi 1 jam saja. Namun karena Om Liem mesti rapat, kami hanya belanja seperlunya saja. “Gak usah, dikantor udah Om pesenin siapin makanan diruangan jadi pas sampai kantor makanan udah siap,” kata Om Liem. “Ya udah deh, hati-hati ya,” kataku. Om Liem tersenyum ia mengecup perutku dan bibirku. Hal ini membuat kami dilirik banyak orang, aku tidak peduli. Kami terdiam dan pergi menuju mobil kami masing-masing. Aku meminta supir untuk menuju tempat perbelanjaan yang cukup ramai. Aku berniat untuk jalan-jalan hingga sore hari.
Om Liem sudah memberi izin. Setelah mengeluarkan uang untuk sopir untuk makan dan pulang sebentar aku masuk ke pusat perbelanjaan. Aku berjalan untuk melihat dan melepas kejenuhan. Setelah membeli pakaian hamil saat itu, aku tidak pernah pergi berjalan untuk memanjakan diri sendiri. Selain diajak pergi oleh grup sosialita untuk “pasangan” penguasaha. Aku hanya mengajak Ira untuk membeli kebutuhan bulanan untukku dan Om Liem. Maka hari ini aku ingin bersantai, pertama aku makan di sebuah restoran. Karena waktu sudah semakin siang, aku membutuhkan makanan. Terlebih aku baru saja mengikuti kelas senam hamil yang juga menguras energi. Aku makan dan menikmatinya, setelah makan aku pergi melihat-lihat dan membeli parfum yang kusuka.
Sehabis membeli parfum, aku ingin pergi ke toilet. Aku bergegas menuju Toilet. Wajar saja, Perempuan yang sedang mengandung akan kesulitan menahan hasrat kebelakang. Aku masuk ke toilet dan menuju kamar yang kosong. Setelah 10 menit membuang air kecil, aku bersiap keluar. Tiba-tiba Handphoneku berbunyi. Sebuah Nomor yang tidak kukenal, aku mengangkatnya siapa tahu adalah orang yang penting. “Halo Shinta?” kata Perempuan dalam telepon. “Iya benar, Siapa ini?” kataku. “Aku Shin, Rissa,” kata Perempuan itu. Aku terharu,”Hai Rissa. Apa kabar?” kataku. “Baik, Shin. Sebenarnya bisa kita ketemu? Ini Penting, aku mohon,” katanya memelas. “Baik dimana?” kataku “sekarang di Café XXX di Mal XXX bisa?” katanya.
“Bisa kok, kebetulan aku lagi disana,” kataku. “Hah…,” Rissa terkejut. “Sabarya, aku punya kejutan kok kataku sambil mematikan Handphone. Rupanya Om Liem sudah mengirimkan pesan, tetang pernikahan dan resepsi kami yang diadakan 1 minggu lagi. Aku terkejut, namun semuanya harus kulalui. Aku pergi ke Café yang ditempat pertemuan. Rissa duduk dipojokan dengan diam menawasi sekitar. “Hai, Rissa?” kataku. Rissa tidak bangun dan memeluku. Ia mempersilakan aku duduk. Ada yang berubah darinya kulihat sekilas. Namun, justru dia terkejut melihat ku. “Shinta, kamu hamil?” katanya. “Iya, seneng banget Gw. Udah 6 Bulan,” kata ku sambil duduk. “ Tapi kata pak Irda kamu belum nikahkan?” kata Rissa sedikit berbisik.
“Iya sih, tapi Om Liem udah janji nikahin aku. Surat-surat dan proposal lain udah beres. Hanya Om Liem memang ada syaratnya,” kataku. “Terus kamu mau menikah sama Om Liem?” kata Rissa. “Iya Riss, aku mencintai Om Liem,” kataku. “Sebenarnya Pak Irda pengen nikahin aku Shin. Aku gak tahu harus gimana?” kata Rissa memulai pembicaraan. “Tolak aja, kamu kan kerja,” kataku singkat. “Tapi gak semudah itu Shin, aku sama Pak Irda mulainya dari…” kata Rissa terdiam. Pelayan Café mengantarkan pesanan kami. Setelah memberikan minuman dan makanan, lalu pelayan itu pergi. “Aku tahu Riss. Kamu gak usah terusin,” kataku. “Kamu kan menjadi pegawai kan? Kerjamu Profesionalkan?” kataku.
“Shin, Kamu menikmati hamil?” tanya Rissa. Aku mengangguk, sambil menyendok makanan, Rissa menghela nafas. “Kenapa Riss, jangan bilang?” tanyaku sedikit menduga. “Iya Shin, Pak Irda dan aku sering juga, dan udah terlalu jauh,” kata Rissa. “Aku dan seseorang lagi mau ngasih tahu kehidupan kami sebetulnya, setelah menghilang. “Siapa Riss?” tanya aku. “Halo Shin, udah lama gak ketemu,” kata Perempuan memecah pembicaraan kami yang serius. Aku menengok, dan terkejut. “Selly,” kataku. Selly muncul dihadapanku. Ia cantik, dan semakin Sexy. Aku melihat dia dengan lebih teliti, Apakah Aku bermimpi? Aku melihat Selly lebih teliti, berberapa bagian lebih sexy dan membesar. Aku terkejut perutnya membuncit.
Selly duduk dan tersenyum kemudian menyapa Rissa mereka akrab. “Selly, kamu hamil juga?” tanyaku. “Iya sayang, udah 5 Bulan, jarak 1 bulan sama bayimu itu,” kata Selly sambil menunjuk perutku yang tidak kelihatan olehnya. Selly memesan makanan, setelah selesai kembali ketopik.”Selly kamu gak kasih tahu kamu hamil. Aku sempat stress dengan kehamilan ini,”kataku. “Biar seru sayang, aku juga hamil namun baru ketahuan 2 bulan lalu, itu juga karena aku jatuh sakit,” kata Selly. “Tapi kok kamu kenal dengan Rissa?” kataku. “Ivan yang bikin petemuan bisnis antara Om Liem kamu sama Pak Irda,” kata Selly makannya sering ketemu dan ….,” kata Selly bermain mata.
Aku melihat Rissa, ia menatapku. “Kami hamil Shin, dan kami udah serahin diri kami untuk jadi Istri Simpanan Shin,” kata Rissa. Aku terkejut.
Bersambung