Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Shinta jadi Simpanan

Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Terakhir diubah:
Hanya ingin bertukar pendapat,

1. Kira-kira Om Liem lebih baik nikahin Shinta atau gak ?

Dinukahin tapi shinta jadi buah bibir semua orang

2. Shinta ketemu Selly dibuat seperti apa ?
Selly lg digenjot sama Ivan, kedengeran selly teriak2 kalo dia lg subur, jangan dikeluarin di dalem, sedangkan ivan bilang berkali2 kalo dia mau bikin selly yg sexy dan dan perutnya rata jadi buncit karena hamil anaknya ivan.

1. Kira-kira Om Liem lebih baik nikahin Shinta atau gak ?

Dinukahin tapi shinta jadi buah bibir semua orang

2. Shinta ketemu Selly dibuat seperti apa ?
Selly lg digenjot sama Ivan, kedengeran selly teriak2 kalo dia lg subur, jangan dikeluarin di dalem, sedangkan ivan bilang berkali2 kalo dia mau bikin selly yg sexy dan dan perutnya rata jadi buncit karena hamil anaknya ivan.
 
Selly diorbitin jadi model p*pular sama ivan. terus ivan bilang kalo dia mau bikin skandal model p*pular hamil tanpa ayah.
 
Gelar tiker, ngopi satu ember dan rokok satu slop...
Sambil memantau kelanjutannya
 
Aman gan, dk ada masalah. Yg masalah cuma batasan umur jangan di bawah 17 tahun..
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Lanjutan

Hari-hari berlalu dengan tenang, aku tidak lagi diganggu rasa mualku. Aku mandi, “sheeer…sher…” suara air hangat dari Shower membasahi tubuhku. aku membasuh tubuhku dengan air itu, ini adalah bilasan terakhir dari mandiku. Sesekali aku mengelus perutku, yang kini sudah lebih membuncit, anak aku dan Om Liem sudah mulai berkembang. Aku senang dengan kehamilanku, entah kenapa aku sangat menyukai saat mengelus perutku. Walaupun mengelus perutku adalah moment yang indah dan menyenangkan. Tetapi tidak bisa dibandingkan jika Om Liem mengelusku perutku dan menyiumnya, terkhusus saat kami sedang bersetubuh. “Klink,” aku menutup tuas air Shower, perlahan air itu berhenti mengeluar air hangat. Aku memakai sandal anti licin dengan hati-hati dan memakainya dikakiku yang sedikit bengkak.

Selanjutnya aku mengambil handuk dan mengelap tubuhku dengan handuk, lalu menutupnya dengan Bathrobe lalu, keluar dari sekat shower lalu, pergi ke wastafel untuk mengosok gigi, tiga menit kemudian aku keluar kamar mandi. Aku menyalakan Handphone, sebuah pesan WA terpampang layarku. Aku membukanya, Om Liem mengirimkan pesan. “Shin, aku kangen. Om Pulang nanti sore.” Demikian katanya, aku tersenyum. aku menyalakan kamera depan dan mengadapkan ke cermin rias yang cukup besar. Aku memfoto diriku, dan mengirmkannya, sambil mengirimkan pesan ke Om Liem. “hati-hati ya… jangan nakal, Shinta sayang Om. Yang diperut juga kangen sama kaya ibunya,” tulisku. Kemudian mengirimnya. Aku berusaha memfoto diriku lagi kali ini dengan melonggarkan Bathrobe dibahu kanan, dan memperlihatkan bahu dan sedikit dadaku.

Lalu mengirimnya ke Om Liem kemudian mengunci layar dan meletaknya diatas meja rias. Aku berpakaian dan berdandan. Aku sedikit khawatir dengan Om Liem akan bermain perempuan lain. Bagimanapun aku sudah habis-habisan memberikan segalanya. Aku mengirim pesan ke Mbak Yuni yang kuminta menjaga Om Liem. inilah keuntungan dari cara Om Liem mengatakan sudah menjadikan aku istri. Aku bertanya kepada Mbak Yuni juga apakah Om Liem membawa perempuan lain. Untungnya Om Liem belum membaca pesanku yang sedikit panas, dan Mbak Yuni cepat menanggapi. “Kami sibuk Bu Shin, jadi Pak Liem kecapaian dan fokus tangani finished di Bali. Hanya saja ketemu sama Pak Ivan tapi saya gak ketemu mereka hanya dua jam di restoran.

Mbak Yuni sudah berjanji akan berbagi untuk kegiatan Om Liem, dia cukup tahu luar dan dalam Om Liem. bahkan dia yang tahu, bahwa Om Liem memecatku untuk “menikahiku” dan Om Liem cukup mata keranjang. Dengan informasi Mbak Yunilah aku bisa mengecek aktivitas Om Liem. Aku sudah memberikan hidupku Om Liem. Aku hanya berharap cinta dan perhatian bagiku. Aku tidak meminta ia menikahiku dengan cepat, aku memahami ada yang harus dipikirkan berberapa hal identitas dan budaya membentur kami. Kami akhirnya bersepakat untuk menikah berberapa bulan lagi. Semua persipan dan surat akan serahkan ke Om Liem aku diminta untuk melakukan perubahan data dan berberapa hal lain. Semisal berkenalan dengan anak-anak dan keluarganya dan mempelajari kebiasaannya. Akupun diperbolehkan untuk mengajari anakku nanti dengan nilai-nilai dari keluargaku.

Percintaan dengan Om Liem juga membuatku, tahu bagimana Om Liem dipuaskan walaupun Om Liem adalah orang yang sulit ditebak pikirannya. Namun beberapa gelagatnya akau paham, maka aku sejak Selly pergi mulai mencari cara bagimana Om Liem tidak bosan kepadaku. Aku butuh dia, aku suka memfoto diriku dan mengirimkan ke Om Liem. Kadang jika sedang menonton film, atau jalan-jalan ketika Om Liem menatap perempuan lain, aku melirik dan sedikit mencubit. Tapi saat itulah aku mengetahui bagimana ia memikirkan sesuatu yang sexy baginya. Om Liem mnyuruhku untuk tidak takut makan untuk anak kami yang kukandung. Untungnya tubuhku tidak terlalu pengaruh, mungkin juga karena aku ikut kelompok senam hamil yang tidak bentrok dengan kuliahku yang mulai berakhir.

Om Liem memberikan perhatianya, baik menyanjungku dan melengkapi kebutuhanku. Meski baru meritis usaha baru, meski hanya mengarap proyek kecil dengan Pak Irda. Sedangkan satu proyek cukup besar dengan Ivan anaknya. Namun cukup menghasilkan keuntungan besar, namanya mulai dikenal oleh banyak pengusaha-pengusaha lainnya yang lebih dahulu membuka bisnis lain. Aku mulai bersiap diri untuk berangkat kuliah. Aku mengenakan kemeja hamil putih dengan celana panjang. Aku siap berangkat, saat mengambil handphone. Tiba-tiba handphone bordering, dan pesan muncul dilayar handphone dari Om Liem. Aku membukanya, “Wow, makin sexy aja. Jadi pengen mengelus perut kamu sambil ciuman deh,” tulis Om Liem dalam pesannya. Aku tersenyum, dan bersiap pergi dari rumah Om Liem.

Aku berangkat kuliah, kehamilanku cukup aman untuk menyetir mobil sendiri. Namun Om Liem tidak mengizinkannya. Seorang dipercayakan untuk membawa mobil untuk pergi dan pulang. Aku duduk dikursi belakang. Mobil berjalan, Handphone kembali berdiering. Kali ini Om Liem menelepon, aku menjawabnya. “Halo Om, kenapa ? aku mau berangkat nih,” kataku. “Oh, gitu. Hanya Cuma cek aja kok. Hehehe. Hati-hatiya,” kata Om Liem. “Iya, Om. Nanti sore, Shinta mau check-up. Om mau ikut gak?” tanyaku. “Aduh, Shin. Om pengen banget ikutan kaya bulan lalu. Namun Om masih sibuk. Kamu bisa kan?” tanyanya. Aku mengerti maksudnya, “Iya Om. Santai aja, ini anak kita pasti aku kasih kabarnya,” kataku. “aduh….wow….,” keluhku. Om Liem mendengarnya kanget.”kenapa kamu, kecelakan?” tanya Om Liem.

“Oh..tidak papa, Cuma bayinya nendang aja,” kataku sambil menahan rasa kaget ngilu. Aktivitas bayi yang aku kandung cukup aktif, terutama ketika Om Liem sedang menelepon atau disampingku. Hanya saja, ia tidak melakukannya ketika aku sedang menjalankan kewajibanku memuaskan birahi Om Liem. “Oh iya, Om ketemu Ivan sama Selly, atau kabarnya Rissa?” tanyaku. “oh, iya. Om ketemu Ivan dan Pak Irda mereka kirim salam. Kabar mereka baik, tapi kamu akan ketemu Selly juga mungkin aja Rissa datang diresepsi kita. Kamu bisa sabarkan?” Om Liem bertanya. Aku terdiam sejenak, dan berkata “Yah, padahal Om tahu. Shinta kangen banget, Shinta juga mau kasih tahu Shinta mau nikah dan lagi hamil,” kataku menyelaskan.

“Mereka sudah tahu kok, sampai Ivan sama pak Irda iri. Untung juga Om punya calon istri sexy kaya kamu bisa dipamerin,” kata Om Liem. Aku tersenyum, Om Liem benar-benar memanfaatkan kehamilan diriku untuk keuntungan sendiri. Setelah memintaku tidak mengugurkan bayi yang kukandung. Ia tidak memaksa mempercepat pernikahanku, bahkan kami sudah hidup seperti suami istri sejak lama. Om Liem memang mengamankan pernikahan kami untuk bersifat private namun resepsinya akan mengundang banyak orang. Jika pernikahaan akan terjadi saat aku masih hamil, pasti semuanya akan tahu. Aku sadar semua terjadi dan direncanakan atas andil aku. Aku pun merasa tubuhku makin seksi dengan kehamilan terutama bagian pinggul dan bagian lainnya.

“Yah udah deh, jika mereka udah tahu,” kataku pura-pura sedikit ketus. Om Liem tertawa mendengar jawabanku. “Iya deh, Om sih berharap Selly bisa hamil. Pertama, karena Ivan belum kasih cucu sama Om. Kedua, kaya asyik jika dikeluarga kita ada dua orang hamil bisa-bisa ramai lho rumah,” kata Om Liem. “Ihhh, harapan gitu. Jadi aku Om anggap belum sexy jadi pengen liat Selly hamil juga,” kataku sedikit nakal. Padahal saat Om Liem mengatakan harapannya untuk Selly hamil, aku juga memikirkannya. Jujur saja, potensi Selly hamil jauh lebih besar ketimbang aku hamil. Karena baik Ivan dan Selly usia tidak berbeda jauh dan cukup memiliki banyak waktu untuk melakukan hubungan seks. Bahkan Selly yang lebih dahulu menyerahkan dirinya pada Ivan.

Setelah itu, kami ngobrol rencana pernikahan kami secara singkat, lalu menutup pembicaraan kami. Aku senang, karena Om Liem sangat bernafsu untuk menikahiku. Setelah menutup telepon, aku tersenyum dengan oborlan kami. Terutama harapan Om Liem untuk Ivan mengikuti jejaknya untuk menghamili Selly secepat mungkin. Dengan hamilnya Selly, Ivan bisa meminta Selly untuk menikah dengannya. Semuanya seperti sudah direncanakan dengan baik oleh Om Liem. Bahkan sekarang aku dapat mudah luluh dengan Om Liem yang kupandang cukup benci karena mempermainkan aku. Om Liem bahkan hanya melakukan sebuah rencana sederhana namun matang untuk menjebak kami. Kami menjadi perempuan yang dekat mereka dan saling memuaskan.

Perjalanan ke kampus sudah kian mendekat, “Andai aku tahu bahwa hamil ada enaknya juga. Harusnya, Saya biarin aja sperma Om Liem buat perutku melendung kaya gini,” kataku. ketika sampai aku masuk kelas, cukup singkat karena hanya satu mata kuliah dan kami diperbolehkan pulang. minggu depan ujian akhir, aku cukup beruntung walaupun banyak yang membicarakanku. Rata-rata mereka yang menilaiku negatif dengan hubunganku dengan Om Liem. aku tidak peduli, karena Ada teman-teman kuliahku terutama kaum pria yang menaruh hati cukup percaya dengan cerita “pernikahanku”, sedangkan kaum membantuku menyelesaikan tugas yang dikira terlalu berat. Aku memutuskan untuk berangkat Check-up lalu pulang. Aku masuk kedalam mobil, dan memberangkatkan aku ke rumah sakit.

Aku mendaftar ke dokter, kemudian menunggu. “Ibu Shinta,” panggil suster setlah berapa lama menunggu. Aku bangkit dan masuk keruangan. Dokter melakukan pemeriksaan umum dan USG untuk aku. “Selamat Ibu Shinta, anak ibu sehat dan pertumbuhan berkembang dengan baik,” kata Dokter. “Maaf dok, jika bisa saya mau bertanya?” tanyaku. “Apa bu, silakan kami dokter memiliki kewajiban untuk membantu pasien kami. Terutama dalam sisi kesehatan, privasi, dan pengetahuan bu,” ucap dokter itu. “Maaf ya dok, maklum ini kehamilan saya yang pertama. Bisa saja tahu, kira-kira jenis kelamin anak saya Laki-laki atau Perempuan. Suami saya penasaran nanti,” ucapku dengan sedikit malu. Padahal Om Liem bukan orang yang penuh perhatian dengan jenis kelamin anak nantinya, yang paling penting baginya. Anakku Sehat demikian pula dengan aku.

Om Liem ingin aku mempertahankan anak ini pun. Karena ia ingin anak dariku dan hidup bersama dengan aku. “Selamat bu, anak ibu jika dilihat dari sini Laki-laki,” jawab dokter. “Oh gitu,” jawabku. Setelah merapihkan baju dan keluar membawa hasil pemeriksaan dan resep. Aku pergi ke Apotik untuk menebus Resep lalu pulang. Selama perjalanan pulang. aku mengelus-elus perutku. Perasaanku diliputi dengan kebahagiaan yang sangat. Janin yang mulai berkembang dengan baik untuk menjadi bayi inilah membuat diriku terikat dengan Om Liem. Memang sebelum aku mengetahui bahwa aku hamil, ada perasaan sayang dan membutuhkan Om Liem perlahan muncul. Perasaan itu makin membesar, dan puncak kehamilan bukan hanya mengakui aku mencintai Om Liem.

Aku menjadi orang dengan sukarela menyerahkan hidupku untuk lelaki yang dipandang orang yang jauh lebih tua. Kesombonganku lenyap ketika permainan lidah dan ciuman dari OmLiem membuatku mendesah kenikmatan. Saat memikirkan orang yang kucintai, Om Liem muncul. aku berpikir bahwa karena terlalu menyeplekan banyak hal kepada Om Liem aku harus menerima kosekuensi yang setimpal. Aku membencinya tetapi perlakuan Om Liem sebetulnya belum bisa meyanjungku. Aku tahu Om Liem pun melakukan untuk menguasai diriku. Lainnya, aku berpikir Om Liem tidak mungkin dengan cepat membuahiku dan menghamilku. Walaupun pada sisi lainya, Om Liem adalah sosok yang berhasil memuaskanku. Bahkan aku mau saja, diminta mengirimkan dan menyukai foto panas dan nakal antara kami.

Aku tidak peduli dengan apa yang dipikirkan orang lain dengan diriku, aku mungkin bisa mendapatkan lelaki yang lebih muda dari Om Liem. Om Liem adalah segalanya untuk aku dan aku tidak mempedulikan Om Liem menganggapku teman tidurnya, atau istri. Selain mengenal dia dan keluarganya, aku juga mengenal perempuan-perempuan yang sama dengan aku. Mereka yang menjadi “istri” atau perempuan simpanan penguasaha dan pejabat. Kebiasaan Om Liem untuk mengajaku ke pesta dan makan malam dengan orang penting membuatku mengenal itu. Bahkan aku bisa dikatakan jauh lebih beruntung tidak harus melayani lelaki lain untuk memuluskan kesepakatan. Om Liem memilih menggunakan perempuan yang pernah dia gunakan.

Selain daripada menganggapku adalah miliknya, Om Liem juga mengharapkan ada perempuan yang diberikan itu bisa dijadikan digunakan mereka. Om Liem juga mendapatkan keuntungan, baik dari proyek selanjutnya atau proyek kecil namun memberikan untung besar. Aku sampai ke rumah, saat kubuka pintu, aku melihat Om Liem sedang duduk menelepon sambil mengisap cerutunya. Om Liem melihat ke arahku dan tersenyum. Aku juga tersenyum kepada orang yang sudah kuanggap suamiku itu. Aku masuk dan naik kekamar, aku tidak mau menganggu Om Liem meski aku membawa kabar baik kepadanya. Om Liem sedang bekerja, juga sedang merokok aku takut jika mendekatinya saat mengisap cerutu akan menganggu kesehatan aku dan bayiku.

Aku memilih mandi dan mempersiapkan diri, shower aku nyalakan dan aku melepaskan pakaianku. Setika aku sedang membasahi tubuhku, aku mendengar pintu kamar mandi dibuka dan ada orang yang memasuki kamar mandi. Aku berpikir mungkin Om Liem ingin mencuci tangan atau buang air kecilnya. Namun seseorang mendekapku dari belakang. Mulut orang yang mendekapku itu, bergerak menyusuri leher bagian belakanku itu hingga menuju k belakang telinganku. Selain mencium danmengalungkan tangan kirinya pada bahu kananku, ia pun mengendusku dan menaruh tangan kanannya perutku. Sosoknya memelukku itu, seolah merasakan bau harumdari tubuhku. Aku merasakan kegelian dan menggelijang. “Ouh, ooh, iiiiih, ngggggh, nggggh, Oooommm...” desahku merasakan bagian mana usahanya membangkitkan birahiku.

Aku menengok dan melirik, Om Liem sedang mencium bahuku. Badannya ikut basah. Rupanya ia mau melakukan persetubuhan dikamar mandi. Tangan Kananku bergerak kebawah menuju perutku lalu menempelkan diatas tangan Om Liem. Tangan Kiriku bergerak kearah dadaku, aku meraih payudara kiriku sendiri. Lalu aku memainkannya dengan meremas-remas kemudian dipilin-pilin dan ditarik-tariknya lembut puting susuku.kegiatan itu memberiakan sensasi dan membuatku merinding. “Ngggggghhhh...hhh.” lenguhanku pun bergema diruangan itu. suara tawa Om Liem renyah mendengar desahan yang kukeluarkan. Sementara tangan kanan Om Liem melepaskan diri dan pelukan tangan kananku. Tangan bergerak kebawah menuju Vaginaku. Tangan kanannya mulai memainkan Vaginaku dan mengorek-gorek Vaginaku seperti biasa.

15 menit sudah waktu berlalu, aku meraskan Orgasmeku sudah berjalan. Vaginaku basah dan cairan persetubuhanku keluar. “Aaaaaaaah” pekikku ketika mendapatkan orgasme pertama yang didapatnya hari ini dari jari-jari tangan Om Liem. Matanya berkunang-kunang, dan badannya pun melemas. Om Liem mencoba membenarkan aku untuk berdiri, aku berusaha berdiri. Untungnya saja mataku yang berkunang hanya berlangsung sesaat. Om Liem rupanya sudah menarik tangan kanannya dari Vaginaku. Ia mematikan Shower lalu mengamati bahwa jari-jarinya pun sudah basah oleh lendir dari Vaginaku. Ia menjilat jempol, telunjuk dan jari tengah, ketiga jari yang dibasahi cairan persetubuhan paling banyak. Aku membalikan badan kearahnya, ia menatapku dan didekatkannya jari-jarinya yang lain dan basah itu di bibirku seolah menyuruhku untuk ikut menikmati cairan persetubuhanku.

Tanpa ragu aku menunduk, segala permintaannya kuturuti. Dengan Tangan Kanan aku memegang Tangan Kanan Om Liem dan memasukan ke mulutku. Ada sensasi berbeda, ada rasa asin dan lendir yang sedikit memberikan rasa lengket. “Ahh, tidak apa. Sudah sering kok oral Om Liem kok,” pikirku. Aku tersenyum aku tersenyum ketika cairan itu sudah habis ku masukan kedalam mulutku. Aku senang, dan bahagia mampu menyenangkan Om Liem. Kami saling menatap, kemudian berciuman. Aku melirik kebawah, rupanya Om Liem sudah telajang, rupanya ia ingin bersamaku secepatnya. Om Liem mendekamku, lalu kembali mencium leher dan dan bahuku. Aku mengejamkan mata, . Kepalaku bergerak menggeleng ke kiri dan ke kanan, meski terbatas.

Kira-kira demikian salahsatu caranya aku memberikan gambaran kenikmatan dibangkitkan birahinya oleh Om Liem. “Oh…Om…..oh….” desahku, Tangan Kananku meraih leher Om Liem dan naik kemudian meremas-remas belakang kepalanya. Sementara itu, Tangan Kiriku bergerak ke arah punggung pria itu dan tetap diam di sana. Lalu Om Liem berbisik,”Shin, Om mau masuk dong,” kata Om Liem. Mendengarnya tanpa basa-basi, aku membuka kakiku dan Om Liem memasukan Penisnya,”Jlebss.” Penisnya memasuki Vaginaku. “oh, enak Shin. Memekmu memang juarnya,” kata Om Liem. “Ah…oh…udah….ke….wajiban…Shinta,” kataku menganggapi perkataan Om Liem yang memuji Vaginaku. “Hmmm,..oh....” gumam Om Liem menikmati jepitan vagianku yang masih seperti mengunci Penisnya. Denyutan dinding Vaginaku terasa oleh Om Liem seperti meremas dan menjepit Penisnya. Rasanya sulit dilukiskan, namun memang memberikan rasa yang berbeda.

Om Liem lalu mulai mengerakan pantainya dan menghentak dan menyetubuhi diriku. “Mmmhhhhh… mmmmhh… mhhhh…” aku mendesah saat Om Liem menjelajahi Vaginaku. “Ooohhhhhhhhh… teeruusss Om… ooohhh… eeennnaaakkk… terus Om,” kataku, Om Liem mulai menambah kecepatan, “Ooohhhhhhhhh…Shin… ooohhh… eeennnaaakkk…,” kata Om Liem sesaat kemudian. Om Liem menambah kecepatan. Namun kami mesti berhati-hati karena tempat Shower ini licin dan sempit. “Aaahhhh… ooouhhhcchhh… enak Shin,… oowwwhhhwwwwwhhh… sshhhhhh” Om Liem desah, aku tidak mau kalah, ‘Oh…Om…terus….tubuh…..Shin…ah…mph…punya..Om,” kataku. Tiba-tiba Om Liem berhenti sejenak. Om Liem mencoba membalikkan tubuhku ke depan tembok lalu menyisir belakang rambutku belakang ke depan kiri. Dia mencium leher kananku, dan memainkan kedua payudara aku dari belakang.

Om Liem berbisik dikuping kananku , "Shin, kaki dilebar dikit,. biar punya Oms bisa masuk. bisakan sayang. " ujar Om Liem dengan menahan nafsu. Aku melakukannya, namun aku tetap memberi jarak agar tidak menekan kandunganku. Om Liem setia menunggu tidak memaksa lebih cepat, setelah aku merasa siap baru Om Liem melancarkan aksinya. Ia langsung mengarahkan penisnya ke Vaginaku, dan mulai memompanya. Seperti biasa, Om Liem memompa persetubuhannya dengan tempo pelan lalu mempercepat, dia menambil peranan yang dominan dalam persetubuhan ini walaupun mengambil posisi dibelakang. Tangan Om Liem baik Tangan Kanan dan Tangan kiri semakin lancar memainkan payudaraku. Sebagai pelengkap, Om Liem memberikan ciuman dengan nafas memburu, sambil menjilati Leher Kananku.

Aku mencoba menahan segala nafsu yang menderaku, aku mencoba menikmati posisi yang sangat pasif ini.”Oh….Om…enak, tapi…Shinta pasif,” kataku. Untuk menyimbangkan posisiku yang pasif, aku mencoba mengeggam tangan handuk yang ada Dinding kaca dibelah kanan dan kiriku. Hal ini membuat Om Liem akan lebih bebas memainkan tubuhku. Waktu sudah berjalan satu jam , Aku mulai menikmati. tangan kanan, merangkul kepala Om Liem, dan tangan kiri mencapai punggung Om Liem. aku mengikuti ucapan Om Liem sebelumnya,"Om, aku suka permainannya. ...ah...ah..ngggh.. enak banget." eranganku. Perkataan ini membuat Om Liem, kian semangat. Dia mempercepat tempo permainan, disaat yang sama Aku mulai menyalakan Shower yang tadi dimatikan Om Liem. Air dari Shower membahasi tubuh mereka, keringat sudah melapisi tubuh kami tanpa disadari.

Dengan air hangat dari Shower, tubuh kami semakin basah, dan bunyi kulit kami yang beradu semakin terdengar Syadu. “Plok…Plokk…Plok…Plok…,” kulit kami beradu. Dalam 10 menit, Om Liem bermain ternyata sudah mencapai puncaknya. “Shin, Om sampai…oh..” keluh Om Liem. Aku tersenyum penuh kepuasaan menerima Sperma dari Om Liem. “Crot…Crot..Crot…crot…Crot,” Sprema Om Liem memenuhi Vaginaku. Ia kemudian melepaskan Penisnya dan memakai handuk keluar dari ruang Shower kemudian keluar dari kamar mandi. Aku menyusulnya, mengunakan Bathrobe lalu keluar dari kamar mandi. Tidak lupa aku mematikan Shower. “Om, kenapa ?” tanyaku pada Om Liem. “Gak papa, hanya kangen aja tadi, makanya pengen main aja dikamar mandi…hehehe,” katanya sambil tertawa.

“Ih…dasar,” kataku, kami ngobrol dikamar cukup lama. Om Liem kelihatan lelah sekali pulang dari kerja diluar kota. Untuk menyenangkannya, aku mengajaknya mandi berdua. Om Liem menyetujuinya dan cukup antusias. Kami mandi berdua, awalnya saya saling memeluk dan saling menyabun badan pasangan kami. Namun ujung-ujungnya kami berciuman cukup lama sehingga Ira mengetuk pintu untuk mengambarkan makan malam sudah siap. Singkat cerita kami makan, dan beristirhat malam. Om Liem tertidur cukup pulas. Aku belum tidur, karena pikiranku masih menerawang jauh. Aku lupa memberikan hasil pemeriksaan. Aku keluar kamar, dan menyalakan handphoneku. Berberapa pesan singgah dan aku membukanya. Setelah membaca, tiba-tiba aku teringat oleh Selly. Aku kangen dan ingin bertemu, namun Ivan baru bulan depan akan pulang.

“Semoga mereka pulang sebelum aku menikah, dan Selly bisa hamil. Aku ingin dia sama kaya aku,” kataku sambil menngelus perutku. Perlu waktu 30 menit untuku untuk mengantuk dan tertidur. Itupun belum dihitung aku bangun diitengah malam untuk buang air kecil. Pagi datang, aku menyiapkan sarapan. Aku putuskan memasukan amplop kecil berisi foto USG di tas Om Liem. Om Liem bangun diwaktu sama dan tepat waktu. Capai akibat kerja tidak menganggu pekerjaannya, Ia berangkat. Aku juga menyiapkan diri untuk pergi kuliah. Selesai mandi, Handphone berbunyi. Pesan dari Om Liem, “Anak kita cowo?” tanya Om Liem. Aku tersenyum bahagia, aku senang Om Liem akan kuberikan anak laki-laki. “Iya Om, bayi sehat,” balasku. “Terima kasih, Om Senang banget,” balasnya. Aku pikir itulah kebahagianku, namun sebuah kejutan yang menantiku dan keluarga Om Liem.


Bersambung
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Sinta simpanan yg bahagia, bukan cuma jadi pemuas tapi juga di beri Kebahagiaan, dan aanak ny pewaris kekayaan om liem
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Lanjutan

“Om, senang aku hamil anak om?” kataku saat makan malam disebuah Restoran Steak ternama di Jakarta. “Kok, kamu tanya lagi. Senanglah buktinya, Kenapa Om nyuruh kamu simpan janin itu jika Om gak suka kamu hamil anak Om. Kedua kita akan jadi Papa dan Mama jadi semua udah akan membuat kita jadi lebih erat,’ kata Om Liem sambil menyuapkan daging kedalam mulutnya. “Om, kenapa pilih aku jadi istri Om?” tanyaku pada calon suamiku. Meski aku belum juga dinikahi, Om Liem selalu memaksaku aku sudah menikah dengannya. “Om udah liat kamu cantik dan sexy, makanya Om cari tahu siapa kamu. Begitu tahu kamu pernah hidup kecukupan dan lalu bangkrut. Om makin deketin kamu. Maka ada peluang, Om masuk aja,” kata Om Liem santai.

Kata-kata yang keluar dari Om Liem kadang terdengar cukup kasar dan vulgar untuk orang awam. Bahkan jika melihat perempuan yang memakai pakain cukup seksi dan cantik, ia akan menanyakan padaku hal tidak etis. “Shin, boleh ya, coba yang itu? please,” katanya. Aku akan diam dan kesal, namun Om Liem mendekapku dan mengajakku untuk melakukan persetubuhan untuk memuaskan hasratnya. Aku tidak akan menolak karena aku adalah perempuan yang sudah melakukan hubungan terlampau jauh dengan Om Liem. Aku tidak ingin Om Liem melepaskan hubungan denganku ditengah jalan, aku tidak bisa hidup tanpanya. “, aku nanya dong. Om kenapa bikin proyek hotel dua sih. Pertama sama Ivan, kedua sama Pak Irda,” tanyaku.

Om Liem terdiam, dan melanjutkan mengunyah lalu meminum wine. “Pertanyaan bagntinya kamu tahu kan Om bukan single kaya bos muda. Usaha Om dulu banyak, namun pada saat Istri Om dulu meninggal hampir saja usaha Om jatuh karena gak fokus. Maka untuk lepasin tanggung jawab. Om jual banyak asset dan jading modal lagi. Lalu Om bagi 4 secara rata. Tiga untuk anak-anak Om yang dewasa.” Kata Om Liem menghentikan pembicaraan. Tapi Ivan waktu itu, masih SMA. Uangnya dia om pakai buat Investasi usaha Om sambil untungnya om simpan. Ternyata 10 tahun balik modal dan lebih. Ivan udah dewasa, punya usaha penadah perempuan,” dengan kata yang lebih pelan lalu memotong dan memasukan steak dalam mulutnya.

Aku juga melakukanya sambil menyimak, “Om punya usaha berberapa. Dan ingin garap bisnis itu. Maka untuk amanin posisi Ivan takut kena penjara, Om maksa dia untuk garap usaha itu. Uangnya dari harta warisan Ivan,” terang Om Liem. “Jadi, Om bikin ushaa di Bali buat Ivan, lalu join sama Pak Irda buat nambah uang ya,” kataku mencoba membaca jalan pkirannya.”Betul, namun Om selalu dapat persenan dari untung anak-anak Om. Jadi Om bakal bantu mereka kalau kesulitan demikian sebaliknya,” kata Om Liem. Bagiku untuk orang yang hanya mengerti sedikit tentang bisnis dan usaha, startegi Om Liem tidak masuk akal, dia cukup sukses dan membagi hartanya dan tetap untung. “Om bikin aku usaha dong, aku juga pengen,” kataku dengan manja.

“Ngapain kamu bisnis besar, kamu urus aja rumah dan keluarga nanti. Jangan aneh ya,” kata Om Liem. “Kamu itu tidak boleh bikin perusahaan. Om aja yang kerja toh cukupkan buat semuanya,” kata Om Liem kembali. Om Liem tidak mengizinkan aku untuk bekerja apalagi memodali aku untuk mendirikan perusahaan. Om Liem sepertinya memikirkan aku cukup saja tinggal dirumah dulu, dan mengurus rumah tangga. Om Liem bukan orang cepat setuju terhadap ide orang jika tidak menguntungkan dirinya. “Iya Om, lagian Shinta lagi kaya gini gimana mau usahanya,” kataku. Om Liem diam, “Bagus dong, kamu tahu kalau Om udah anggap kamu nyonya dalam rumah Om,” kata Om Liem.

Om Liem tidak mengingin aku untuk berbisnis, pada sisi lain aku juga berada didua posisi yang gamang. Pada satu sisi aku ingin mencoba sesuatu yang lain, pada sisi lain aku trauma dengan kisah ayahku. Om Liem mengambilku ketika aku dalam posisi terbawah, aku berhutang banyak hal denganya, aku melakukan segala yang dia inginkan pun dengan perasaan yang sangat sayang padanya. Aku juga tidak memaksanya untuk segera menikahiku. “Sudah teruskan makan kamu,” kata Om Liem katanya memutuskan pembicaraan kami. Setelah makan kami pulang, Om Liem duduk terdiam sambil melirik kepadaku sesekali. “Kenapa Om, kok Om diam? Ada yang dipikirin?” kataku menanyakan kenapa dia terdiam.

“Tidak apa-apa…hanya banyak pikiran aja,” katanya. Kami sampai dirumah, malam itu tepat 6 bulan aku tinggal dirumah Om Liem, demikian dengan usia kehamilanku sama dengan lamaya ku tinggal. Harusnya Selly sudah tinggal kembali disini, namun Ivan belum menunjukan keinginan kembali ke Jakarta. Sedangkan pernikahanku sendiri hanya sedikit yang aku tahu. Aku memang sudah memiliki gaun perkawinan, dan sudah mengurus segala Sesutu. Namun untuk tanggal Om Liem masih merahasiakanya, karena Om mengambil tanggung jawab untuk pernikahan dengan aku hanya aku sedikit yang terlibat dalam urusan pernikahan. “Ahh, sudahlah mungkin ini caranya Om Liem mau meresmikan hubungan kami. Toh memaksanya bisa saja Om Liem akan menolak menikahiku,” pikirku.

Kami langsung naik ke lantai atas, untuk beristirahat. Om Liem merebahkan dirinya keranjang,namun kakinya teduduk. Aku menaruh tas kecilku disampingnya dan melihat diriku dikaca. Aku menyukainya perkembangan dari kehamilanku. Om Liem tiba-tiba mendekapku dari belakang, hal ini membuatku tersentak. “Ih…Om, kenapa sih? Selalu aja kegetin aku?” tanyaku saat Om Liem mendekapku dari belakang. “Kamu hebat ya, baru sebentar tinggal, udah mau kasih Om anak. Kalo dulu ada yang secantik dan sexy kamu paling udah om embat dulu..hehehe” katanya. “Ih…Om…Om, udah mau punya anak lagi masih mikirin yang lain. Shin juga nyesel Om, kalo Shinta bakal cinta dan hamil. Rela sih gak minum KB pas di hotel waktu itu,” kataku dengan vulgar.

“Yah, namanya cinta sama nafsu juga datangnya tiba-tiba Shin,”katanya sambil mengelus-elus perutku dari belakang. Momen ini menjadi sangat romantis bagiku, semua terjadi dengan rentetan hal baik untukku. Walaupun bagi orang lain sebaliknya, aku tidak peduli. Sentuhan tangan Om Liem terasa nikmat walaupun kami masih memakai pakaian kami. Aku memakai Gaun Hamil berwarna hitam dengan lengan pendek bagian kancing menyilang. Lalu pita putting pada pojok kiri di bagian perut. “Pengang perutmu, anak Om ini bakal ramaikan rumah ini lagi,” kata Om Liem. “Om, ini anak kita. Bakal kita jaga sebagai tanda untuk kita harus hidup berdua Om,” kataku menambahkan kata-kata Om Liem tadi.

“Om, bagimana nanti kalo kita menikah nanti banyak yang tahu kalo aku hamil duluan,” kataku tiba-tiba fakta itu muncul dikepalaku dan aku tanyakan ke Om Liem. “Biarin aja Shin, lagian acara pernikahan kita bakal sedikit yang datang. Itu juga ditaman belakang dan sedikit yang datang. Kalo resepsi nanti kamu bakal terlihat lebih cantik dengan perut buncitmu ini” kata Om Liem menjelaskan, “Tapi nanti banyak komentar miring,’ kataku. Belum sempat aku mengutara pemikiranku, tangan Om Liem menutup mulutku, aku berbalik. Kami berhadapan, “Sudah kita jalani aja yang udah terjadi, Om bakal nikahin kamu secepatnya. Maka om udah siapin kok tinggal dilakuin,” kata Om Liem menegaskan janjinya itu.

“Semua terserah Om Liem aja, aku sebagai punya Om tinggal lakuin aja yang Om mau,” ujarku menanggapi semua keinginan Om Liem. Kami saling menatap, alu langsung berciuman. Om Liem memanggut bibirku dengan sangat lembut, pagutan kami sangat nikmat sekali. kupagut bibirnya yang seksi itu. Hampir setiap saat kami berciuman, seolah selalu ada rasa kangen setiap kali bertemu muka. Om Liem kemudian mendudukan aku di Ranjang. Ia masih mencium bibirku, kemudian ia merendahkan badannya, dan mencium leherku dan bahu juga pipiku. “ah….Om..a..oh..sedap…oh…” desahku sambil kembali mengejamkan mataku. Om Liem melepaskan ciuman dan ingin membuka gaun yang kugunakan. Om Liem mendorongku dan merebahkan ku dikasur lalu badannya diatasku.

Meski tidak menempel, ia menahan badan dengan lulutnya. Om Liem yang bertelajang dad itu, aku mencium pipiku. Kemudian, ia menempelkan kepalanya dibahuku lalu membuka kanci gaun hamil yang kugunakan, satu persatu hingga kancing terakhir. Payudara putihku menjadi terlihat dengan bra berwarna cream. Ia membangunkanku, lalu merentangkan tanganku ke atas. Ia melepaskan gaunku dan membuangnya ke lantai karpet. Aku tidak melawan namun membantunya, baik dengan melemaskan tubuhku dan mengerakan badanku untuk melepaskan pakaian. Om Liem bangkit dari ranjang, kemudian merogoh kantong celananya, “Ayo Shin, pose yang panas,” kata Om Liem. Om Liem berniat untuk memfoto aku hanya memakai Bra dan Celana Dalam khusus hamil.

Aku melakukannya hingga 4 kali, ia tersenyum dengan puas ketika aku melakukan apa yang dia inginkan. Om Liem memberikan tanda untuk aku diam, ia naik ke ranjang. Om Liem dengan mengunakan lutut berjalan hingga kebelakangku. Kemudian Ia mendekatkan tubuhnya ke pungungku. ia mendekatkan mencium pipi kanan dan pipi kiri aku secara bergantian. Berikutnya, kedua tanggannya beraksi. Tangan kiri Om Liem memainkan Payudara kiriku. Sedangkan saat yang sama Om Liem melakukan hal sama pada Payudara kananku. Tangan kananku memainkan pula. Hal ini membuatku mulai mendesah karena terangsang. Sementara Om Liem menempelkan Kepala bahu kananku, ia menyerang leher sebelah kanan dan pipi kanan. Ia berniat menaikan birahiku.Permainan tangannya semakin cepat, aku mencoba melepaskanya.

Namun Om Liem lebih kokoh,aku tidak bisa melawannya. Hal yang bisa kulakukan adalah merancau kenikmatan, “ah..oh…mmmhhh…ahh…….”ucapku menikmati permainan om Liem. Kedua tanganku mencari kepala Om Liem. Ketika Kepala Om Lim Mencium masih mencium Bahu kananku. Aku menaikannya, kemudia n mengerakan sedikit badanku ke kanan. Aku menciumnya, Om Liem ikut menimpali gerakan ini, agar aktivitas kedua tangannya yang masih bermain tidak terganggu. Kmai berciuman, dengan penuh nafsum hingga bertukar air lur dengan Om Liem. Aku menelannya, ada sesasi yang hebat ketika melakukannya. Setelah bertukar air liur, kami melepaskan ciuman, hal ini menyebabkan desahanku keluar “ah…Om…ter…us.,” desahku. Om Liem memutar posisi kami, sehingga kembali keawal. Ia kemudian, melapas Braku., lalu membuangnya ke lantai.

Om Liem melakukan kembali, memainkan Payudaraku meski belum berubah ukuran kembali. namun semakin kencang dan padat. Secara perlahan, akibat permainan ini mulai mengeras. Pada hal yang sama , aku rasakan ada dua hal bereaksi. Pertama Vaginaku mulai membasah membasahi CD dan dari belakang, Penis Om Liem beraksi dan mengeras, “Om,…oh…kini…aku….,” ujarku. Om Liem mengentikan permainan, dan tanganku melerai tangan Om Liem. “Kenapa, Shin? Om lagi pengen nih?” tanya Om Liem. “Tenang om, aku pengen bahagiain Om, kok. Pasti Om seneng kok kalo Shinta pakai ini,” kataku sambil menunduk kearah payudaraku. Om Liem terkejut sejenak, kemudian tersenyum. Wajahku memerah sehabis mengatakannya.

“Boleh, sebetulnya Om juga mau gitu. Tapi kalo minta kaya gitu, kamu kira Om liar,” kata Om Liem. “Om, tubuh Shinta udah punya om, semua terserah om. Shinta sebagai pendamping hanya turutin kemauan seks sendiri terkhusus Om,” ujar. Om Liem terdiam, aku menaikan tanganku menyentuh celana panjangnya. Om Liem yang kini berdiri diatas ranjang, aku membuka celananya secara cepat, mulai dari Celana Panjang dan Celana Dalamnya. Penisnya langsung terlihat mulai menengang, aku memajukan badanku dan duduk didepan nya. Lalu Penisnya kupengang dengan Tangan Kananku, Aku menaruhnya diantara kedua Payudaraku. Hal ini adalah aksi pertamaku melakukannya, karena aku mengetahui dari iseng-iseng membuka situs panas dan suatu komunitas sosilita.

Dengan perlahan aku memmenempelkannya, dan memegang sisi Kiri Payudara Kiriku dan sisi Kanan Payudara kananku. Aku mulai memainkan,pelan-pelan. Om Liem tersenyum ketika aku melakukannya. Ia mengejamkan matanya 6 menit kemudian, “ahhh..e..nak…oh…mmm…terusin..sayang…oh,” desah Om Liem saat menikmati permainanku ini. “Enakkan, Om….Shinta…cepatin..ya…..,” kataku ingin mempercepat tempo permainan dadaku. “Oh…iya…,” kata Om Liem. Aku mulai mempercepat tempo permainan.Secara perlahan Penis Om Liem mulai berreaksi, menengang dan menajang. Hal ini memimbulkan sensasi untuk Om Liem. “ohh..terus..Shi…nnn…e…nak…..,” ujar Om Liem semakin menikmati permainanku. Tetapi permainan ini, ternyata menimbulkan akibat. Bukan hanya Om Liem saja yang menikmati, akibat memakai payudara dan tanganku aku mulai merasakan kenikmatan akibat melakukannya. “Oh….Om…….mmmph….mmmphhh…” desahku.

Akibatnya permainan ini, menimbulkan sensasi yang tidak tertahankan bagiku dan Om Liem kami saling mendesah. “Oh…Shin,..kalo…ka..ya….gini…kamu…mastrubasi….sambil..puasin..om,” kata Om Liem. “Iy….a…Om,oh…ah..ah…,” kataku sambil kembali mendesah. 30 menit aku memainkan Penis Om Liem dengan Payudaraku, hal ini menyebabkan penis tiba-tiba mengeluarkan Sperma. “Crot,” dan berhenti. “Oral…oh…., Oral…,” katanya. Mendengarnya aku langsung mengarahkan Penisnya kedalam mulutku. Aku mengulum Penis Om Liem, “Oh…terus…ah…,” desah Om Liem. aku tidak terlalu mendengarkan. Karena aku tahu tenaga Om Liem belum habis untuk seks sebentar saja. 1 jam kemudian, Om Liem baru mengalami klimaks pertamamnya. Sedangkan aku sudah 2 kali.“Shin, kli..maks..nih….oh…he…bat..kamu….” erang Om Liem menjelaskan bahwa dia sudah klimaks. Aku menatapnya, mata sedikit menyerit.

“Crott…Crott…” Om Liem menembakan setengah ke mulutku, aku langsung menelannya. Namun mulutku penuh, hanya sedikit. “mandi sperma?” tanya Om Liem. Aku menganguka kepala, aku Om Liem kemudian melepaskan Sprema ke tubuhku. Mulai wajah, dadaku, rambut dan terakhir perutku. Untuk perutku. Om Liem meletakan sisa Sperma ditangan. Om Liem menyuruhku telentang. Lalu menempelkan Sprema itu dan mengusapnya. Om Liem juga mengusap dan meratakan Sprema diwajah dan dadaku juga memainkan kedua Payudaraku. Sehingga badanku bercampur menjadi satu antara Sperma Om Liem dan keringat dari tubuh kami. “Om, istirahat dulunya. Sebelum main lagi. Maklum hamilnya mulai tua,” kataku. Om Liem setuju, kami berdiri dan mengobrol sambil saling memeluk.

Kami adalah pasangan yang sedang mencinta dan mabuk nafsu bersetubuh, dalam Istirahat kami masih saja berciuman dan memainkan daerah sensitif pasangan kami. Om Liem memelukku dari belakang dan memainkan Payudara Kananku dengan Tangan Kanan dari belakang. Sementara aku memainkan Penis Om Liem dengan Tangan Kiriku. Sebuah handjob yang pelan, hal ini membuat kami kembali bernafsu. Semula Penis Om Liem yang mengendur kembali tegang dan maksimal. Akhirnya kami hanya beristirahat 5 menit lalu kembali melanjutkan memuaskan hasrat seks kami. Om Liem mendekapku lalu mengendongku, meski Om Liem kalah tinggi denganku. Untuk ukuran memuaskan pasangan, Om Liem adalah ahlinya. Ia mampu membuatku, menjadi pasangannya dan bangga meski ia jauh dari kriteria lelaki yang kuidamkan.

Om Liem menidurkanku diranjang, dan melepaskan Celana Dalamku , ternyata Celana Dalamku sudah sangat basah, Om Liem mengenusnya dengan hidungnya. “Oh…baunya nikmat Shinta, sayangku,” kata Om Liem lalu membuangnya ke lantai. Om merentangkan kedua kakinku lalu Jari Telunjuk dan Jari Tengahnya ke bagian luar Vaginaku. Cairan kewanitaan diambil dan dijilatnya kemudian ia mengambil cairan itu kembali dan mengolesnya pada Penis om Liem yang sudah menengang. Om menyilangkan kaki pada pingangnya. Lalu Ia mengarahkan Penisnya ke Vaginaku, tanpa basa-basi ia memasukan Penisnya. “Jlebs.” Penis Om Liem masuk ke Vagnaku.“ohhh.” keluhku saat Penis Om Liem masuk dalam Vaginaku. Inilah tugasku diranjang, membahagiakan Om Liem.

Om Liem memulai memompa Vaginaku untuk mendapatkan kenikmatan, “Plok..Plok…Plok..Plok..” bunyi kulit kami bertemu. “Ahhh…mmm…teru…terus…oh…..Om….oh…,” demikian rancauku kembali. Om Liem mulai mememainkan payudaraku, “Ah…terusin…oh….oh…Shin…enak…”mendesah. Rupanya Om Liem juga menikmatinta. Om mencoba menindihnya, ada yang membatasi. Maka Om Liem berinisiatif mencium bagain lehernya dan pipinya, “Teeeruuuuuuuus, sayaaaaaaang..oooooouh ..nikmaaatnya” keluah Om Liem setelah mencium leher dan pipiku. Ia berbisik ditelingaku. “aaaah .. Omm…ayo…puasin…nafsunya….. aaaaku, sayaaang..om,” desahku. “Om, setubuhi…aku .. uuudahhh tidak tahaaaaaaaan .. please aaaaaaaaaaah “ desahku dalam persetubuhan itu. Setelahnya Aku dan Om bertukar tempat dengan memutar badan kami. Kami tidak mengeluarkan suara, karrenapada saat kami menyatu,Kami saling memagut dan melumat, bibir kami bersatu semakin penuh dengan air liur.

Nafas kami saling memburu untuk mendapatkan kepuasan birahi. Setelah 4 menit berciuman, Om Liem melepaskan ciuman dan kembali ke awal. “Oooooooooh..Om… aaaaaaaaah…mmhh…aaaaaah..teruus..dong….aku…nggak…tahaaan..nih….adu..ad….uuuuu….teruus..... ….sssssssssssssshhh…sssssssssshh..aaahhhhh.“keluh desahku tak karuan. “oh…tenang..ya, Om…pasti…puasin…ka…mu…oh…,” kata Om Liem sambil ikut mendesah. Om Liem mempercepat mempompa Vaginaku dengan Penisnya itu, aku tidak mau hanya bersifat pasif. Pada saat yang sama, aku mengerakan pantatku agar seirama dengan Om Liem. “OHH….Shin…ayo.. puasin…Om..oh…ohhh” ujar Om Liem menyemangati aku. Dua jam sudah kami bersetubuh setelah beristirahat, “Plok..Plok…Plok,” bunyi dari Kelamin kami beradu. Akhirnya kami mencapai klikmaks kami secara bersama. ,”Shin, Om sampai,” ujar Om Liem setelah 45 menit kami berkerjasama mencpai klimaks,”Okay, Om…oh….dla….aja,” ujarku

Om Liem menembakan Spermanya di dalam Vaginaku.“Crot…Crott…Crott.” Sperma masuk kedalam Vaginaku. Kami puas, kami mandi bersama sebelum tidur. Pada saat mandi, Om Liem meminta hal yang cukup aneh namun romantis padaku. “Shin, Boleh ya minta ASI?” tanya Om Liem. Aku menyetujuinya, maka Om Liem menghisap, namun tidak keluar. Akhinya aku mempersilakan untuk Om Liem untuk memainkan Payudaraku sambil kami mandi. Setelah kami mandi, kami memutuskan untuk tidur dengan mengunakan Bathrobe tanpa berpakaian. Paginya, aku bangun dan melakukan aktvitasku seperti biasa. Meski kebanyakan sekarang diambil pembantu. Om Liem sudah bangun dan siap bekerja. Pada saat sarapan aku memberanikan diri bertanya,” Om, Selly sama Ivan kok belum pulang sih?” tanyaku.

“Om, kurang tahu. Harusnya sudah pulang dari 4 hari lalu,” Kata Om Liem menanngapi. Kemudian ia melanjutkan ” Mungkin ia datang pas pernikahan kita nanti.” Kata Om Liem. “Tapikan Shinta kangen Om, Rissa juga gak ada kabarnya, aku kesepian,” kataku. “Shinta, kamu mesti tahu mereka juga sama kaya kamu,” kata Om Liem menanggapi. “Maksud Om?” tanyaku. “Gini, mereka mungkin ada kesimbukan jadi mereka belum sempat hubungi kamu,” kata Om Liem. Aku diam saja, aku berpikir sesuatu terjadi pada mereka atau salahsatu darinya namun Om Liem merahasiakannya. Om Liem berangkat kerja, aku memutuskan untuk berjalan-jalan dan melihat pakaian bayi siang nanti.

Hari itu aku pergi untuk senam Hamil baru kemudian menuju butik baju bayi untuk membeli pakaian. Om Liem ikut menyusul dan ikut memilih. Aku senang Om Liem mau ikut datang, “Kan kemarin pas cek terakhir ke Dokter . Om gak ikut, yah sebagai gantinya Om temenin tapi siang Om mesti rapat ya?” kata Om Liem. Bagiku tidak bermasalah jika Om Liem tidak bisa menemaniku dan memberikan lebih banyak waktu untuk aku. Om Liem juga banyak kegiatan untuk menambah pundi-pundi uangnya, terkhusus kita akan memiliki anak jadi memang harus dipersiapkan. Menjelang Siang, Om Liem pergi. Ia membawa barang belajaan, “Sini sayang, biar Om ke rumah. Jalannya lebih dekat dari rumah dulu baru kantor,” kata Om Liem.

“Om, Gak makan siang dulu di Mall? Rapatnya jam 2 ini masih jam 11.30,” kataku, kami hanya berbelanja pakaian bayi 1 jam saja. Namun karena Om Liem mesti rapat, kami hanya belanja seperlunya saja. “Gak usah, dikantor udah Om pesenin siapin makanan diruangan jadi pas sampai kantor makanan udah siap,” kata Om Liem. “Ya udah deh, hati-hati ya,” kataku. Om Liem tersenyum ia mengecup perutku dan bibirku. Hal ini membuat kami dilirik banyak orang, aku tidak peduli. Kami terdiam dan pergi menuju mobil kami masing-masing. Aku meminta supir untuk menuju tempat perbelanjaan yang cukup ramai. Aku berniat untuk jalan-jalan hingga sore hari.

Om Liem sudah memberi izin. Setelah mengeluarkan uang untuk sopir untuk makan dan pulang sebentar aku masuk ke pusat perbelanjaan. Aku berjalan untuk melihat dan melepas kejenuhan. Setelah membeli pakaian hamil saat itu, aku tidak pernah pergi berjalan untuk memanjakan diri sendiri. Selain diajak pergi oleh grup sosialita untuk “pasangan” penguasaha. Aku hanya mengajak Ira untuk membeli kebutuhan bulanan untukku dan Om Liem. Maka hari ini aku ingin bersantai, pertama aku makan di sebuah restoran. Karena waktu sudah semakin siang, aku membutuhkan makanan. Terlebih aku baru saja mengikuti kelas senam hamil yang juga menguras energi. Aku makan dan menikmatinya, setelah makan aku pergi melihat-lihat dan membeli parfum yang kusuka.

Sehabis membeli parfum, aku ingin pergi ke toilet. Aku bergegas menuju Toilet. Wajar saja, Perempuan yang sedang mengandung akan kesulitan menahan hasrat kebelakang. Aku masuk ke toilet dan menuju kamar yang kosong. Setelah 10 menit membuang air kecil, aku bersiap keluar. Tiba-tiba Handphoneku berbunyi. Sebuah Nomor yang tidak kukenal, aku mengangkatnya siapa tahu adalah orang yang penting. “Halo Shinta?” kata Perempuan dalam telepon. “Iya benar, Siapa ini?” kataku. “Aku Shin, Rissa,” kata Perempuan itu. Aku terharu,”Hai Rissa. Apa kabar?” kataku. “Baik, Shin. Sebenarnya bisa kita ketemu? Ini Penting, aku mohon,” katanya memelas. “Baik dimana?” kataku “sekarang di Café XXX di Mal XXX bisa?” katanya.

“Bisa kok, kebetulan aku lagi disana,” kataku. “Hah…,” Rissa terkejut. “Sabarya, aku punya kejutan kok kataku sambil mematikan Handphone. Rupanya Om Liem sudah mengirimkan pesan, tetang pernikahan dan resepsi kami yang diadakan 1 minggu lagi. Aku terkejut, namun semuanya harus kulalui. Aku pergi ke Café yang ditempat pertemuan. Rissa duduk dipojokan dengan diam menawasi sekitar. “Hai, Rissa?” kataku. Rissa tidak bangun dan memeluku. Ia mempersilakan aku duduk. Ada yang berubah darinya kulihat sekilas. Namun, justru dia terkejut melihat ku. “Shinta, kamu hamil?” katanya. “Iya, seneng banget Gw. Udah 6 Bulan,” kata ku sambil duduk. “ Tapi kata pak Irda kamu belum nikahkan?” kata Rissa sedikit berbisik.

“Iya sih, tapi Om Liem udah janji nikahin aku. Surat-surat dan proposal lain udah beres. Hanya Om Liem memang ada syaratnya,” kataku. “Terus kamu mau menikah sama Om Liem?” kata Rissa. “Iya Riss, aku mencintai Om Liem,” kataku. “Sebenarnya Pak Irda pengen nikahin aku Shin. Aku gak tahu harus gimana?” kata Rissa memulai pembicaraan. “Tolak aja, kamu kan kerja,” kataku singkat. “Tapi gak semudah itu Shin, aku sama Pak Irda mulainya dari…” kata Rissa terdiam. Pelayan Café mengantarkan pesanan kami. Setelah memberikan minuman dan makanan, lalu pelayan itu pergi. “Aku tahu Riss. Kamu gak usah terusin,” kataku. “Kamu kan menjadi pegawai kan? Kerjamu Profesionalkan?” kataku.

“Shin, Kamu menikmati hamil?” tanya Rissa. Aku mengangguk, sambil menyendok makanan, Rissa menghela nafas. “Kenapa Riss, jangan bilang?” tanyaku sedikit menduga. “Iya Shin, Pak Irda dan aku sering juga, dan udah terlalu jauh,” kata Rissa. “Aku dan seseorang lagi mau ngasih tahu kehidupan kami sebetulnya, setelah menghilang. “Siapa Riss?” tanya aku. “Halo Shin, udah lama gak ketemu,” kata Perempuan memecah pembicaraan kami yang serius. Aku menengok, dan terkejut. “Selly,” kataku. Selly muncul dihadapanku. Ia cantik, dan semakin Sexy. Aku melihat dia dengan lebih teliti, Apakah Aku bermimpi? Aku melihat Selly lebih teliti, berberapa bagian lebih sexy dan membesar. Aku terkejut perutnya membuncit.

Selly duduk dan tersenyum kemudian menyapa Rissa mereka akrab. “Selly, kamu hamil juga?” tanyaku. “Iya sayang, udah 5 Bulan, jarak 1 bulan sama bayimu itu,” kata Selly sambil menunjuk perutku yang tidak kelihatan olehnya. Selly memesan makanan, setelah selesai kembali ketopik.”Selly kamu gak kasih tahu kamu hamil. Aku sempat stress dengan kehamilan ini,”kataku. “Biar seru sayang, aku juga hamil namun baru ketahuan 2 bulan lalu, itu juga karena aku jatuh sakit,” kata Selly. “Tapi kok kamu kenal dengan Rissa?” kataku. “Ivan yang bikin petemuan bisnis antara Om Liem kamu sama Pak Irda,” kata Selly makannya sering ketemu dan ….,” kata Selly bermain mata.

Aku melihat Rissa, ia menatapku. “Kami hamil Shin, dan kami udah serahin diri kami untuk jadi Istri Simpanan Shin,” kata Rissa. Aku terkejut.

Bersambung
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd